You are on page 1of 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Peristiwa yang paling penting pada remaja putri adalah menarche yaitu perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita (Wiknjosastro, 2005 : 92). Hal ini menjadi tanda biologis dari kematangan seksual yang dapat timbul bermacam-macam peristiwa hormonal, reaksi biologis dan reaksi psikis, proses somatis yang berlangsung secara siklik dan terjadi pengulangan secara periodik peristiwa menstruasi (Kartono, 1992 : 111). Timbulnya menstruasi ini karena berfungsinya organ hipotalamus, hipofise, ovarium dan uterus secara terkoordinasi. Pada awal menstruasi sering tidak teratur bahkan bisa berlangsung 1-2 tahun (Dep Kes RI, 1992 : 30). Peristiwa ini bisa berproses dalam suasana hati yang normal pada anak gadis tetapi kadang kala juga bisa berjalan tidak lancar dan bisa menimbulkan masalah psikosomatis (Kartono, 1992 : 111). Dalam dasawarsa terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda. Semmel weiis dalam Winkjosastro (2005) menyatakan bahwa 100 tahun yang lampau usia gadis-gadis Vienna pada waktu menarche berkisar antara 15-19 tahun. Sekarang usia gadis remaja pada waktu menarche bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun tetapi rata-rata 12,5 tahun. Hal ini disebabkan oleh makin baiknya nutrisi dan kesehatan sekarang (Wiknjosastro, 2005 : 92). Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum. Menurut Brown dalam Winkjosastro (2005) menurunnya waktu usia menarche itu sekarang disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik, dan berkurangnya penyakit menahun. Cepat atau lambatnya kematangan seksual selain dipengaruhi oleh konstitusi fisik individual juga dipengaruhi oleh faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, cara hidup dan lingkungan anak. Badan yang lemah atau penyakit yang mendera seorang anak gadis bisa memperlambat timbulnya menstruasi (Kartono, 1992 : 112). Di SMP XXX jumlah keseluruhan murid perempuan kelas I adalah 150 orang. Dari sekian jumlah murid perempuan kelas I, yang sudah mengalami haid adalah 95%. Menarchenya terjadi rata-rata usia 11-13 tahun. Beberapa ahli mengatakan bahwa anak perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih cepat mengalami menarche. Latihan atletik yang berat dapat memperlambat menarche dan atau mengganggu fungsi menstruasi. Saat timbulnya menarche juga kebanyakan ditentukan oleh pola dalam keluarga. Hubungan antara usia menarche sesama saudara kandung lebih erat dari pada antar ibu dan anak perempuannya. Selain itu juga terdapat perbedaan etnis dalam usia saat menarche, misalnya lebih lambat pada kulit hitam. Menarche lebih lambat timbul di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan dan lebih cepat didaerah dataran rendah. Faktor lain seperti penyakit kronis terutama yang mempengaruhi masukan makanan dan oksigenasi jaringan dapat memperlambat menarche (Pardede, 2002 : 154). Sekitar 1/3 dari jumlah penduduk Indonesia terdiri dari kelompok usia remaja yang perlu mendapat bimbingan dan perhatian, karena pada usia tersebut merupakan periode transisi dalam siklus hidup dari masa anak ke masa dewasa yang penuh dengan masalah dan tantangan kehidupan (Dep Kes RI dan WHO, 2003 : 1). Fase tibanya haid ini merupakan suatu peristiwa dimana remaja telah siap secara biologis menjalani fungsi kewanitaannya. Semakin muda usia remaja dan semakin belum siap menerima peristiwa haid akan semakin terasa kejam dan mengancam pengalaman menstruasi tersebut. Pengamatan secara psikoanalitis menunjukkan

bahwa ada reaksi psikis pada saat haid pertama lalu timbul proses yang disebut sebagai komplek kastrasi atau trauma genetalia (Kartono, 1992 : 112-113). Menstruasi yang datangnya sangat awal, dalam artian anak gadis tersebut masih sangat muda usianya, dan kurang mendisiplinkan diri dalam hal kebersihan badan menyebabkan menstruasi itu dialami oleh anak sebagai suatu beban baru atau sebagai satu tugas baru yang tidak menyenangkan. Kadang muncul anggapan yang keliru yang sesuai dengan teori cloaca yang menyatakan segala sesuatu yang keluar dari rongga tubuh itu adalah kotor, najis, menjijikkan, serta merupakan tanda noda dan tidak suci. Dalam situasi yang demikian menarche dihayati anak sebagai satu proses mengeluarkan sejumlah darah kotor dari tubuhnya dimana ia harus menyingkir, menyendiri, atau harus diisolir. Maka kelak ketika ia telah menjadi dewasa, ia selalu cenderung untuk menghindari setiap kontak dengan orang lain, jika ia tengah mendapatkan haidnya. Reaksi individual anak gadis pada saat menarche berbeda-beda atau bervariasi. Pada umumnya mereka diliputi kecemasan berupa fobia atau berwujud minat yang sangat berlebihan terhadap badan sendiri dalam bentuk hypochondria. Bisa juga berwujud rasa bersalah atau berdosa yang sangat ekstrim yang kemudian menjadi reaksi paranoid (Kartono, 1992 : 114-118). Beberapa perubahan mental lain yang terjadi adalah berkurangnya kepercayaan diri (malu, sedih, khawatir dan bingung) (BKKBN, 2001 :5). Dengan demikian perlu diberikan pendidikan tentang menarche kepada remaja putri sebelum mereka menghadapi menarche. 1.2 Identifikasi faktor penyebab masalah Peristiwa menarche yang sifatnya sangat komplek meliputi unsur-unsur hormonal dan psikososial. Menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umum, faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, cara hidup dan lingkungan. Pada waktu yang lampau menarche berkisar antara usia 15-19 tahun tetapi terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda yaitu antara usia 11-13 tahun. 1.3 Rumusan masalah Berdasarkan fenomena permasalahan pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah yaitu Bagaimanakah gambaran usia menarche siswi kelas 1 SMP XXX ? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum Menggambarkan usia menarche siswi kelas 1 SMP XXX. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi usia siswi kelas 1 SMP XXX. 2. Mengidentifikasi jumlah siswi kelas 1 yang sudah mengalami haid. 3. Mengidentifikasi usia menarche siswi kelas 1 yang sudah mengalami haid. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Berdasarkan penelitian ini dapat digambarkan usia menarche siswi kelas 1 SMP XXX sehingga dapat mengetahui apakah usia menarchenya awal, normal, atau lambat. 1.5.2 Manfaat praktis 1. Bagi institusi sekolah Sebagai masukan bagi kebijaksanaan program dalam rangka pengawasan, pengendalian, dan pembinaan bagi remaja putri. 2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih bagi institusi pendidikan, khususnya dalam bidang perpustakaan dan diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat bagi penelitian

selanjutnya. 3. Bagi peneliti Merupakan pengalaman yang berharga dan merupakan proses belajar guna meningkatkan dan menambah pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan penelitian. 4. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain dan dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian berikutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori tentang menarche 2.1.1 Pengertian Menarche adalah perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita (Wiknjosastro, 2005 : 92). Menarche adalah peristiwa ketika seorang anak perempuan mengalami haid atau datang bulan yang pertama kali (BKKBN, 1997 : 27) 2.1.2 Karakteristik usia menarche Usia remaja yang mendapat menarche bervariasi yaitu : antara usia 10-16 tahun, tetapi rata-rata 12,5 tahun (Wiknjosastro, 2005 : 104), antara 11-15 tahun, rata-rata 13 tahun (Pardede, 2002 : 154). 2.1.3 Macam- macam menarche Menurut Wiknjosastro (2005) macam-macam menarche ada 2 yaitu : 1. Menarche prekoks Menarche prekoks yaitu sudah ada haid sebelum umur 10 tahun. 2. Menarche tarda Menarche tarda yaitu menarche yang baru datang umur 14-16 tahun. 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche Menurut Wiknjosastro (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi menarche ada 3 yaitu sebagai berikut : 1. Faktor keturunan Saat timbulnya menarche juga kebanyakan ditentukan oleh pola dalam keluarga. Hubungan antara usia menarche sesama saudara kandung lebih erat dari pada antara ibu dan anak perempuannya. 2. Keadaan gizi Makin baiknya nutrisi mempercepat usia menarche. Beberapa ahli mengatakan anak perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih cepat mengalami menarche dari pada anak yang kurus. 3. Kesehatan umum Badan yang lemah atau penyakit yang mendera seorang anak gadis seperti penyakit kronis, terutama yang mempengaruhi masukkan makanan dan oksigenasi jaringan dapat memperlambat menarche. Demikian pula obat-obatan. Menurut Kartono (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi menarche ada 4 yaitu sebagai berikut : 1. Faktor ras atau suku bangsa

Perbedaan etnis dalam usia saat menarche, misalnya di Amerika Serikat paling cepat pada Hispanics, lebih lambat pada kulit hitam dan paling lambat pada Caucasian. 2. Faktor iklim Menarche lebih lambat timbul di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan dan lebih cepat di daerah dataran rendah. 3. Cara hidup Latihan atletik yang berat dapat memperlambat menarche dan atau mengganggu fungsi menstruasi. 4. Lingkungan Rangsangan-rangsangan yang kuat dari luar, misalnya berupa film-flim seks (blue flims), bukubuku bacaan dan majalah-majalah bergambar seks, godaan dan rangsangan dari kaum pria, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual atau coitus masuk ke pusat pancaindera diteruskan melalui striae terminalis menuju pusat yang disebut pubertas inhibitor. Rangsangan yang terus menerus, kemudian menuju hipotalamus dan selanjutnya menuju hipofise pars anterior, melalui sistem portal. Hipofise anterior mengeluarkan hormon yang merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifik. Kelenjar indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Hormon spesifik yang dikeluarkan kelenjar indung telur memberikan umpan balik ke pusat pancaindera dan otak serta kelenjar induk hipotalamus dan hipofise, sehingga mengeluarkan hormon berfluktuasi. Dengan dikeluarkannya hormon tersebut mempengaruhi kematangan organ-organ reproduksi. 2.1.5 Fisiologi menstruasi Pada masa kanak-kanak indung telur (ovarium) dikatakan masih berisirahat dan baru bekerja pada masa pubertas (Wiknjosastro, 2005 : 110). Pada siklus hiad endometrium dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum setelah terjadi ovulasi, di bawah pengaruh secara ritmik hormon-hormon ovarium : estrogen dan progesteron. Proses ovulasi harus ada suatu kerja sama yang harmonis antara korteks serebri, hipotalamus, hipofise, dan ovarium selain itu juga dipengaruhi oleh glandula tireodea, korteks adrenal, dan kelenjar endokrin lain. Pada tiap siklus haid FSH (follicle stimulating hormone) dikeluarkan oleh lobus anterior hipofise yang menimbulkan beberapa folikel primer yang dapat berkembang dalam ovarium. Folikel ini akan berkembang menjadi folikel de Graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga lobus anterior hipofise dapat mengeluarkan hormon gonadotropin yang kedua, yakni LH (luteinising hormone). Produksi kedua hormon gonadotropin (FSH dan LH) adalah dibawah pengaruh releasing hormones (RH) yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofise. Penyaluran RH ini sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Selain itu juga mendapat pengaruh dari luar, seperti cahaya, bau-bauan melalui bulbus olfaktorius, dan hal-hal psikologik. Bila penyaluran releasing hormones berjalan baik maka produksi gonadotropin akan baik pula, sehingga folikel de Graaf selanjutnya makin lama makin menjadi matang dan makin banyak berisi likuor follikuli yang mengandung estrogen. Estrogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang menyebabkan endometrium tumbuh dan berproliferasi disebut masa proliferasi. Di bawah pengaruh LH folikel de Graaf menjadi lebih matang, mendekati permukaan ovarium, dan kemudian terjadilah ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum, yang akan menjadi korpus luteum di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones). Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Progesteron ini mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkeluk-keluk dan bersekresi (masa sekresi). Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan kadar

estrogen dan progesteron menurun. Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada arteri yang berkeluk-keluk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Setelah itu terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses ini disebut haid atau mensis (Wiknjosastro, 2002 : 48). SELENGKAPNYA di: KTI KEBIDANAN : STUDY DESKRIPTIF USIA MENARCHE SISWI SMP X askep-askeb-kita.blogspot.com | asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Timbulnya menstruasi ini karena berfungsinya organ-organ hipotalamus, hipofise, ovarium dan uterus secara terkoordinasi. Pada awal-awal menstruasi sering tidak teratur bahkan bisa berlangsung 1-2 tahun dan pada waktu itu sering terdapat menstruasi yang belum mengeluarkan telur (Dep Kes RI, 1992 : 30). . Peristiwa ini bisa berproses dalam suasana hati yang normal pada anak gadis tetapi kadang kala juga bisa berjalan tidak lancar atau tidak normal dan bisa menimbulkan masalah-masalah psikosomatis (Kartono, 1992 : 111). Dalam dasawarsa terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda. Semmel weiis dalam Sarwono (1999) menyatakan bahwa 100 tahun yang lampau usia gadis-gadis Vienna pada waktu menarche berkisar antara 15-19 tahun. Sekarang usia gadis remaja pada waktu menarche bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun tetapi rata-rata 12,5 tahun. Hal ini disebabkan oleh makin baiknya nutrisi dan kesehatan sekarang (Sarwono, 1999 : 92). Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum. Menurut Brown dalam Sarwono (1999) menurunnya waktu usia menarche itu sekarang disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik, dan berkurangnya penyakit menahun. Menarche terjadi ditengah-tengah masa pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Cepat atau lambatnya kematangan seksual (menstruasi ; kematangan fisik) ini selain dipengaruhi oleh konstitusi fisik individual juga dipengaruhi oleh faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, cara hidup dan lingkungan anak. Badan yang lemah atau

penyakit yang mendera seorang anak gadis bisa memperlambat timbulnya menstruasi (Kartono, 1992 : 112). Di SMP Negeri I Maospati jumlah keseluruhan murid perempuan kelas I adalah 150 orang. Dari sekian jumlah murid perempuan kelas I, yang sudah mengalami haid adalah 95%. Menarchenya terjadi ratarata usia 11-13 tahun. Beberapa ahli mengatakan bahwa anak perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih cepat mengalami menarche. Latihan atletik yang berat dapat memperlambat menarche dan atau mengganggu fungsi menstruasi. Saat timbulnya menarche juga kebanyakan ditentukan oleh pola dalam keluarga. Hubungan antara usia menarche sesama saudara kandung lebih erat dari pada antar ibu dan anak perempuannya. Selain itu juga terdapat perbedaan etnis dalam usia saat menarche, misalnya lebih lambat pada kulit hitam. Menarche lebih lambat timbul di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan dan lebih cepat didaerah dataran rendah. Faktor lain seperti penyakit kronis terutama yang mempengaruhi masukan makanan dan oksigenasi jaringan dapat memperlambat menarche (Pardede, 2002 : 154). Sekitar 1/3 dari jumlah penduduk indonesia terdiri dari kelompok usia remaja yang perlu mendapat bimbingan dan perhatian yang lebih besar, karena pada usia tersebut merupakan periode transisi dalam siklus hidup dari masa anak-anak ke masa dewasa yang penuh dengan masalah dan tantangan kehidupan (Dep Kes RI dan WHO, 2003 : 1). Fase tibanya haid ini merupakan suatu peristiwa dimana remaja benar-benar telah siap secara biologis menjalani fungsi kewanitaannya. Semakin muda usia remaja dan semakin belum siap menerima peristiwa haid akan semakin terasa kejam dan mengancam pengalaman menstruasi tersebut. Pengamatan secara psikoanalitis menunjukkan bahwa ada reaksireaksi psikis tertentu pada saat haid pertama lalu timbul proses yang disebut sebagai komplek kastrasi atau trauma genetalia (Kartono, 2002 : 112-113). Menstruasi yang datangnya sangat awal, dalam artian anak gadis tersebut masih sangat muda usianya, dan kurang mendisiplinkan diri dalam hal kebersihan badan menyebabkan menstruasi itu dialami oleh anak sebagai suatu beban baru atau sebagai satu tugas baru yang tidak menyenangkan. Kadang muncul anggapan yang keliru yaitu anggapan yang sesuai dengan teori cloaca yang menyatakan segala sesuatu yang keluar dari rongga tubuh itu adalah kotor, najis, menjijikkan, serta merupakan tanda noda dan tidak suci. Dalam situasi yang demikian menarche dihayati anak sebagai satu proses mengeluarkan sejumlah darah kotor dari tubuhnya dimana ia harus menyingkir, menyendiri, atau harus diisolir. Maka kelak ketika ia telah menjadi dewasa, ia selalu cenderung untuk menghindari setiap kontak dengan orang lain, jika ia tengah mendapatkan haidnya. Reaksi individual anak gadis pada saat menarche berbeda-beda atau bervariasi. Pada umumnya mereka diliputi kecemasan-kecemasan berupa fobia atau berwujud minat yang sangat berlebihan terhadap badan sendiri dalam bentuk hypochondria. Bisa juga berwujud rasa bersalah atau berdosa yang sangat ekstrim yang kemudian menjadi reaksi paranoid (Kartono, 2002 : 114-118). Beberapa perubahan mental lain yang terjadi adalah berkurangnya kepercayaan diri (malu, sedih, khawatir dan bingung) (BKKBN, 2001 :5). Dengan demikian perlu diberikan pendidikan tentang menarche kepada remaja putri sebelum mereka menghadapi menarche. 1.2 Identifikasi faktor penyebab masalah Peristiwa menarche yang sifatnya sangat komplek meliputi unsur-unsur hormonal dan psikososial. Menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umum, faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, cara hidup dan lingkungan. Pada waktu yang lampau menarche berkisar antara usia

15-19 tahun tetapi terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda yaitu antara usia 11-13 tahun. 1.3 Rumusan masalah Berdasarkan fenomena permasalahan pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah yaitu Bagaimanakah gambaran usia menarche siswi kelas 1 SMP Negeri I Maospati ? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum Menggambarkan usia menarche siswi kelas 1 SMP Negeri I Maospati. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi usia siswi kelas 1 SMP Negeri I Maospati. 2. Mengidentifikasi jumlah siswi kelas 1 yang sudah mengalami haid. 3. Mengidentifikasi usia menarche siswi kelas 1 yang sudah mengalami haid. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Berdasarkan penelitian ini dapat digambarkan usia menarche siswi kelas 1 SMP Negeri I Maospati sehingga dapat mengetahui apakah usia menarchenya awal, normal, atau lambat. 1.5.2 Manfaat praktis 1. Bagi institusi sekolah Sebagai masukan bagi kebijaksanaan program dalam rangka pengawasan, pengendalian, dan pembinaan bagi remaja putri. 2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih bagi institusi pendidikan, khususnya dalam bidang perpustakaan dan diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi peneliti Merupakan pengalaman yang berharga dan merupakan proses belajar guna meningkatkan dan menambah pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan penelitian. 4. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain dan dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian berikutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori tentang menarche 2.1.1 Pengertian Menarche adalah perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita (Sarwono, 1999 : 92). Menarche adalah peristiwa ketika seorang anak perempuan mengalami haid atau datang bulan yang pertama kali (BKKBN, 1997 : 27) 2.1.2 Karakteristik usia menarche

Usia remaja yang mendapat menarche bervariasi yaitu : antara usia 10-16 tahun, tetapi rata-rata 12,5 tahun (Sarwono, 1999 : 104), antara 11-15 tahun, rata-rata 13 tahun (Pardede, 2002 : 154). 2.1.3 Macam-macam menarche 1. Menarche prekoks Menarche prekoks yaitu sudah ada haid sebelum umur 10 tahun. 2. Menarche tarda Menarche tarda yaitu menarche yang baru datang umur 14-16 tahun. (Sarwono, 1999 : 236). 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche Menurut Sarwono (1999) : 1. Faktor keturunan Saat timbulnya menarche juga kebanyakan ditentukan oleh pola dalam keluarga. Hubungan antara usia menarche sesama saudara kandung lebih erat dari pada antara ibu dan anak perempuannya. 2. Keadaan gizi Makin baiknya nutrisi mempercepat usia menarche. Beberapa ahli mengatakan anak perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih cepat mengalami menarche dari pada anak yang kurus. 3. Kesehatan umum Badan yang lemah atau penyakit yang mendera seorang anak gadis seperti penyakit kronis, terutama yang mempengaruhi masukkan makanan dan oksigenasi jaringan dapat memperlambat menarche. Demikian pula obat-obatan. Menurut Kartono (1992) : 1. Faktor ras atau suku bangsa Perbedaan etnis dalam usia saat menarche, misalnya di Amerika Serikat paling cepat pada hispanics, lebih lambat pada kulit hitam dan paling lambat pada caucasian. 2. Faktor iklim Menarche lebih lambat timbul di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan dan lebih cepat di daerah dataran rendah. 3. Cara hidup Latihan atletik yang berat dapat memperlambat menarche dan atau mengganggu fungsi menstruasi.

4. Lingkungan Rangsangan-rangsangan yang kuat dari luar, misalnya berupa film-flim seks (blue flims), buku-buku bacaan dan majalah-majalah bergambar seks, godaan dan rangsangan dari kaum pria, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual atau coitus masuk ke pusat pancaindera diteruskan melalui striae terminalis menuju pusat yang disebut pubertas inhibitor. Rangsangan yang terus menerus, kemudian menuju hipotalamus dan selanjutnya menuju hipofise pars anterior, melalui sistem portal. Hipofise anterior mengeluarkan hormon yang merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifik. Kelenjar indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Hormon spesifik yang dikeluarkan kelenjar indung telur memberikan umpan balik ke pusat pancaindera dan otak serta kelenjar induk hipotalamus dan hipofise, sehingga mengeluarkan hormon berfluktuasi. Dengan dikeluarkannya hormon tersebut mempengaruhi kematangan organ-organ reproduksi. 2.1.5 Fisiologi menstruasi

Pada masa kanak-kanak indung telur (ovarium) dikatakan masih berisirahat dan baru bekerja pada masa pubertas (Sarwono, 1999 : 110). Karena pengaruh hormon FSH (Follicle stimulating hormone) dan estrogen, selaput rahim (endometrium) menjadi sangat tebal, bila terjadi ovulasi berkat pengaruh prosgesteron selaput ini menjadi lebih tebal lagi dan kelenjar endometrium tumbuh berkelok-kelok. Bersamaan dengan itu, endometrium menjadi lembek seperti karet busa dan melakukan persiapanpersiapan supaya sel telur yang telah dibuahi dapat bersarang. Bila tidak ada sel telur yang bersarang, endometrium ini terlepas dan menjadi perdarahan disebut haid (Mochtar, 1998 : 15) 2.1.6 Mekanisme haid Hormon streoid, estrogen dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, endometrium memasuki fase proliferasi, sesudah ovulasi endometrium memasuki fase sekresi. Dengan menurunnya kadar estrogen dan progesteron pada akhir siklus haid terjadi regresi endometrium yang kemudian diikuti oleh perdarahan yang dikenal dengan nama haid (Sarwono, 1999 : 119) 2.2 Kajian teori tentang remaja 2.2.1 Pengertian Masa remaja atau masa adolesensi adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Pardede, 2002 : 138). 1. Menurut buku-buku pediatri Remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki. 2. Menurut undang-undang No 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak. Remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. 3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. 4. Menurut undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. 5. Menurut Dik Nas anak dianggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah. 6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004 : 2). 2.2.2 Tahap-tahap masa remaja 1. Masa remaja awal (10-14 tahun) Yang dimaksud masa remaja awal adalah periode dimana masa anak telah lewat dan pubertas dimulai. Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dari energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati dirinya. 2. Masa remaja menengah (15-16 tahun) Masa ini adalah masa perubahan dan pertumbuhan yang paling dramatis. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan, ketrampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.

3. Masa remaja akhir Masa remaja akhir adalah tahap dari perkembangan pubertas sebelum masa dewasa. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi (Pardede, 2002 : 139)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman, usia menarche turut mengalami penurunan yang cukup signifikan, dari rata-rata 14 tahun menjadi 12,8 tahun (Silva, 2005). Bahkan, sebuah penelitian pada awal tahun 80-an menunjukkan fakta bahwa rata-rata usia menarche adalah 16,2 1,1 tahun (Beall, 1981). Modernisasi dan instanisasi gaya hidup diyakini sebagai faktor yang memegang andil cukup besar dalam penurunan rerata usia menarche. Hal ini dikarenakan kemajuan peradaban diikuti pula dengan perubahan-perubahan pada manusia, mulai dari perubahan pola makan sampai perubahan pola hidup. Data epidemiologi dunia menunjukkan bahwa 29,9% gadis berusia 10-17 tahun mengalami masalah kelebihan nutrisi (Roditis dkk., 2009). Menurut Abudayya dkk. (2009), sebuah penelitian di Amerika menunjukkan hasil bahwa lebih dari 90% remaja selalu makan camilan yang sebagian besar kandungannya adalah lemak di antara setiap waktu makan. Menurut Acharya dkk. (2006), perbaikan nutrisi akan berdampak kepada penurunan usia menstruasi pertama. Menarche dini lebih cenderung ditemui pada wanita dengan status nutrisi yang baik. Hal ini dikarenakan status nutrisi mempengaruhi maturitas sistem endokrin (Uche-Nwachi dkk., 2007). Pada sebuah penelitian di pulau Jawa, didapatkan data bahwa pada tahun 1937 usia menarche rata-rata adalah 14,08 tahun dan pada tahun 1996 sudah menurun menjadi 13,22 (Dewi, 2008). Menurut Winkjosastro (2006) dalam Dewi (2008), usia menarche memang bervariasi tetapi semakin lama usia menarche semakin cepat. Salah satu penyebab hal tersebut adalah perbaikan status nutrisi. Namun, menurut Paath (2005), di Indonesia belum ada penelitian yang menganalisis seberapa jauh status nutrisi mempengaruhi usia menarche.
Universitas Sumatera Utara

Di Sumatera Utara, khususnya Medan, dijumpai perbedaan usia menarche yang cukup bermakna antara populasi dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas dan populasi dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah. Rata-rata usia menarche pada remaja putri dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas adalah 11,45 tahun dengan Standard Deviasi (SD) 0,92. Sementara itu, usia menarche pada kelompok dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah adalah 12,19 tahun dengan SD 0,98 (Pulungan, 2009). Di sisi lain, menarche terlampau dini dikaitkan dengan faktor risiko beberapa penyakit keganasan. Menurut Helm (2009), usia menarche dini merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium. Di samping itu, percepatan usia menarche juga memperbesar peluang terjadinya hiperplasia endometrium (Chiang, 2008). Menurut Hebra (2008), kolesistitis juga berkaitan dengan usia menarche yang lebih cepat. Belakangan, insiden kanker uterus dan kanker payudara juga dihubungkan dengan usia menarche (Chiang, 2009; Swart, 2010) oleh alasan hormonal, yang dalam hal ini lebih didominasi oleh estrogen. Kecenderungan usia menarche yang semakin dini juga berimplikasi pada risiko terjadinya kehamilan pada usia yang lebih muda (Silva, 2005; Rah dkk., 2009) dan perpanjangan waktu persalinan (MacKibben, 2003). Usia menarche yang terlalu cepat pada sebagian remaja putri dapat menimbulkan keresahan karena secara mental

mereka belum siap. Menstruasi juga berarti pengeluaran zat besi, yang mana pada setiap siklus menstruasi sekitar 4 mg zat besi dikeluarkan. Apabila seorang remaja putri mengalami menarche 1 tahun lebih awal maka dia akan kehilangan zat besi sebanyak 48 mg lebih banyak (MacKibben, 2003). Informasi mengenai kecenderungan usia menarche juga merupakan parameter yang penting untuk memprediksi jumlah populasi dalam beberapa tahun ke depan, memperkirakan faktor risiko keganasan organ reproduksi, termasuk pula kejadian osteoporosis (Matkovic dkk., 1997). Rata-rata usia menarche juga bisa dijadikan patokan untuk menentukan abnormalitas dalam menarche. Sampai saat ini, seseorang dikatakan mengalami
Universitas Sumatera Utara

pubertas prekoks (lebih cepat dari normal) apabila menarche terjadi di bawah usia 8 tahun dan mengalami pubertas tarda (terlambat) bila menarche terjadi di atas usia 18 tahun. Kedua keadaan tersebut merupakan keadaan patologis akibat gangguan aksis hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Seiring dengan usia menarche yang terus menurun, bisa jadi patokan usia untuk pubertas patologis juga perlu mengalami penyesuaian (Uche-Nwachi dkk., 2007). 1.2. Rumusan Masalah Uraian dalam latar belakang memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan: apakah terdapat hubungan antara status nutrisi dua tahun sebelum menarche dengan usia menarche? 1.3. Tujuan Penelitian a. Umum Menganalisis hubungan antara status nutrisi dua tahun sebelum menarche dengan usia menarche pada siswi SMP dan SMA Ahmad Yani Binjai tahun ajaran 2010-2011 b. Khusus 1. Mengetahui gambaran status nutrisi melalui pola diet rutin siswi SMP dan SMA Ahmad Yani Binjai tahun ajaran 2010-2011 pada masa dua tahun sebelum menarche 2. Mengetahui gambaran usia menarche siswi SMP dan SMA Ahmad Yani Binjai tahun ajaran 2010-2011 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Departemen Kesehatan: sebagai bahan masukan mengenai hubungan antara status nutrisi dan usia menarche 2. Bagi pihak sekolah: sebagai pedoman untuk menentukan saat yang tepat memulai pendidikan dan penyuluhan tentang menarche
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi siswi: sebagai bahan informasi mengenai gambaran usia menarche dan gambaran status gizi sehingga dapat direncanakan langkah-langkah antisipasi terhadap dampak buruk yang mungkin timbul akibat keadaan yang ada
Universitas Sumatera Utara

Kasus kelebihan berat badan pada anak terus mengalami peningkatan dan telah menjadi masalah kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai dampak, antara lain gangguan metabolisme tubuh berupa menarche dini yang saat ini juga mengalami peningkatan jumlah kasusnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kelebihan berat badan dengan menarche dini. Penelitian ini mengambil lokasi di sekolah dasar di wilayah Kecamatan Magetan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasinya adalah siswi kelas 4, 5 dan 6 Sekolah Dasar di Kecamatan Magetan berjumlah 1040 anak. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sejumlah 302 responden. Variabel bebas penelitian ini adalah kelebihan berat badan. Sedangkan variabel terikatnya adalah menarche dini. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan serta hasil wawancara menggunakan pedoman wawancara. Untuk mengetahui hubungan kelebihan berat badan dengan menarche dini digunakan uji statistik Ch-square dengan tingkat kesalahan <0,05. Hasil penelitian menunjukkan dari 302 siswa ada 17 siswi yang mengalami kelebihan berat badan dan 9 siswi (52,9%) diantaranya mengalami menarche dini dan 8 siswi (47,1%) tidak mengalami menarche dini. Dari uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh taraf signifikansi p = 0,000 < =0,05, artinya terdapat hubungan antara kelebihan berat badan dan menarche dini. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan menarche dini pada siswi kelas 4, 5 dan 6 SD di wilayah Kecamatan

Magetan. Oleh karena itu, diharapkan para orang tua dan guru lebih memperhatikan status gizi anak dengan mengajarkan pola hidup sehat melalui bimbingan dan penyuluhan sehingga tercapai kesehatan reproduksi optimal. Kata kunci : kelebihan berat badan, menarche dini.

PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar belakang Berdasarkan klasifikasi World Health Organization (WHO) dalam Majalah Komunitas (2008), status gizi anak dibagi dalam empat tingkatan, yaitu underweight, batas normal, overweight, dan obesitas. Overweight dan obesitas termasuk kelebihan berat badan. Kasus kelebihan berat badan pada anak-anak terus mengalami peningkatan dan telah menjadi masalah kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai penyakit fisik, gangguan metabolisme tubuh dan gangguan konsep diri (Palilingan, P, 2008). Kasus metabolisme tubuh berupa menarche dini saat ini mengalami peningkatan (Anonim, 2008). Menarche adalah perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita, biasanya terjadi pada umur

11-13 tahun. Namun kini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda yang disebut

menarche dini (Wiknjosastro, 2005:92), yaitu antara 10-11 tahun (Must, 2005). Menurut Mundell, EJ (2005) disebutkan bahwa obesitas pada anak perempuan membantu timbulnya pubertas dini. Timbulnya pubertas tersebut ditandai dengan terjadinya menarche (Soetjiningsih, 2004:73). Dampak terjadinya menarche dini antara lain terhambatnya pertumbuhan, stress emosional dan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara ( Halim, F, 2008) serta meningkatnya penyakit menular seksual (PMS) dan kehamilan yang tidak disengaja (Martaadisoebrata, D, 2005:319-320). Winarno H (2009) menyatakan, Tingkat obesitas pada tahun 2007 di Indonesia ditemukan 19,1 persen dari populasi penduduk. Jumlah ini meningkat dari 9,1 persen pada tahun 2005. Kelebihan berat badan pada anak dipengaruhi oleh penumpukan lemak dalam jaringan adiposa. Kelebihan lemak disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, pola makan, pola aktifitas dan faktor psikologis (Soetjiningsih, 2004:77-79). Secara fisiologis, lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol (Nurachmah, 2001:11). Gliserol larut dalam air sehingga mudah diserap. Di dalam dinding usus, asam lemak disintesa menjadi lemak kembali dan butir-butir lemak sebagai chylomicron dialirkan melalui kapiler lymphe ke dalam ductus thoracicus dan masuk ke dalam aliran darah di dalam angulus venosus. Chylomicron dialirkan oleh darah, dibawa ke hati dan sebagian diambil oleh sel-sel untuk mengalami metabolisme lebih lanjut. Sedangkan yang tidak diambil oleh sel hati terus mengalir di dalam saluran darah

untuk kemudian diambil oleh sel-sel di dalam jaringan terutama sel-sel lemak di tempat penimbunan. Di dalam sel jaringan, lemak mengalami hydrolisa untuk menghasilkan energi. Gliserol masuk ke dalam jalur Embden-Meyerhof dari metabolisme karbohidrat dan asam lemak dipecah, setiap kali melepaskan satuan yang terdiri atas dua karbon yaitu acetyl-coa. Acetyl Co-A merupakan bahan bakar yang masuk ke dalam siklus krebs untuk dioksidasi menjadi CO2 dan H2O sambil menghasilkan ATP. Acetyl Co-A ini juga merupakan bahan untuk biosintesis kolesterol yang berpengaruh pada sekresi hormonhormon, termasuk leptin (Sediaoetama, 2000:96). Kebutuhan lemak sangat diperlukan untuk cadangan energi. Bila pola makan berlebihan memacu tubuh tidak mampu memecah lemak yang berakibat penumpukan. Akibatnya semakin banyak kolesterol yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pula kadar leptin yang disekresikan dalam darah. Leptin memicu pengeluaran Gonadotropin Releazing Hormone (GnRH) dan selanjutnya memicu pengeluaran Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) di ovarium sehingga terjadi pematangan folikel dan pembentukan estrogen. Pada anak-anak dengan kelebihan berat badan akan terjadi peningkatan sekresi leptin. Makin tinggi kadar leptin, makin cepat terjadi menarche (Badziad, A, 2003:63). Hasil penelitian dan pengamatan di atas menggambarkan bahwa menarche dini karena

kelebihan berat badan belum banyak jumlah proporsi kasusnya. Karena itu, untuk pembuktian hipotesis perlu dilakukan penelitian tentang hubungan kelebihan berat badan dan menarche dini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori yang ada dan menambah jumlah proporsi kasus.

DISTRIBUSI FREKUENSI BERAT BADAN BERDASARKAN IMT Dari 302 siswi yang diteliti menurut IMT, 285 orang (94,4 %) tidak kelebihan berat badan, 17 orang (5,6 %) kelebihan berat badan (Tabel 2). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berat Badan Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) Siswi Kelas 4, 5 dan 6 SD di Kecamatan Magetan Tahun 2009 Berat Badan Frekuensi Persentase (%) Kelebihan berat badan Tidak kelebihan berat badan 17 285 5,6 94,4 Jumlah 302 100 DISTRIBUSI FREKUENSI MENARCHE Dari 302 siswi yang diteliti, 262 orang (86,8 %) tidak menarche dini, 40 orang (13,2%) menarche dini (Tabel 3). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Menarche Pada Siswi Kelas 4, 5 dan 6 SD di Kecamatan Magetan Tahun 2009

Menarche Frekuensi Persentase (%) Menarche dini Tidak menarche dini 40 262 13,2 86,8 Jumlah 302 100 HUBUNGAN ANTARA KELEBIHAN BERAT BADAN DENGAN MENARCHE DINI Dari 17 orang yang kelebihan berat badan, 9 orang (52,9%) menarche dini. Dari 285 orang yang tidak kelebihan berat badan, 31 orang (10,9%) menarche dini. Gambaran hubungan kelebihan berat badan dengan menarche dini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Antara Kelebihan Berat Badan dengan Menarche Dini Pada Siswi Kelas 4, 5 dan 6 SD di Kecamatan MagetanTahun 2009 Kelebihan Berat Badan Menarche Dini Jumlah Ya Tidak Ya 9 53% 8 47% 17 100% Tidak 31 11% 254 89% 285 100% Jumlah 40 262 302

Pembahasan Dari sejumlah 302, terdapat 17 siswi (5,6%) mengalami kelebihan berat badan (Tabel 2). Secara keseluruhan rata-ratanya adalah 33 kg. Berdasarkan klasifikasi National Center for Heslth Statistics (NCHS), berat badan 33 kg bagi anak yang berusia 1012 tergolong normal. Kelebihan berat badan pada anak yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan keseluruhan populasi dapat menimbulkan dampak yang kurang baik pada anak. Dari wawancara terhadap 17 anak yang mengalami kelebihan berat badan, terdapat 12 anak (70,59%) mengalami gangguan body image yang ditunjukkan dengan sikap anak yang merasa kurang percaya diri. Data tersebut sesuai dengan hasil penelitian Endah Wiendiarti (2008) bahwa terdapat hubungan positif yang mantap antara obesitas dan body image. Juga didukung oleh pernyataan dari Mayoclinic (2006) bahwa anak dengan kelebihan berat badan seringkali diganggu dan mendapat ejekan dari kawan mereka sehingga menyebabkan anak tersebut kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan resiko terjadinya depresi. Berdasarkan wawancara juga diperoleh hasil dari 17 siswi yang kelebihan berat badan, salah satu atau kedua orangtua mereka juga mengalami kelebihan berat badan. Kenyataan ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (2004) bahwa faktor genetik merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kelebihan berat badan pada anak. Menurut Hardian D (2008), obesitas terjadi

karena faktor interaksi gen yang diduga dapat mempengaruhi jumlah dan besar sel lemak, distribusi lemak dan besar penggunaan energi untuk metabolisme saat tubuh istirahat. Beberapa pakar berpendapat bahwa genetik hanya berpengaruh terhadap bakat seseorang menjadi gemuk dan akan cepat terjadi apabila anak kelebihan asupan energi dan kurang melakukan aktifitas. Dari penelitian terhadap 302 siswi kelas 4, 5 dan 6 SD di wilayah Kecamatan Magetan didapatkan hasil terdapat 40 siswi (13,2%) mengalami menarche dini atau menstruasi pertama kali pada usia 10-11 tahun. Kenyataan ini tidak sesuai dengan pernyataan dari Wiknjosastro bahwa saat ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda. Hasil penelitian didapatkan siswi yang tidak mengalami menarche dini lebih banyak dibandingkan siswi yang mengalami menarche dini. Perbedaan antara kenyataan dan teori tersebut dikarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya menarche, salah satunya adalah faktor genetik. Dari wawancara terhadap 40 siswi yang mengalami menarche dini didapatkan hasil 24 anak (60%) mengatakan bahwa ibu mereka juga mengalami menstruasi pada usia muda yaitu antara 12-13 tahun. Sedangkan 16 anak (40%) mengatakan tidak tahu. Teori yang dikemukakan oleh Eka L (2004) sesuai dengan hasil penelitian tersebut bahwa pada ibu yang memulai periode manstruasi lebih awal, maka anak-anak mereka juga akan memulai periode menstruasi tersebut lebih awal pula.

Selain faktor genetik, faktor lain yang juga mempengaruhi menstruasi adalah lingkungan. Menurut Smart (2008), semakin banyaknya media yang mempertontonkan materi pornografi semakin mempercepat kematangan seksual seorang gadis. Teori ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada karena berdasarkan wawancara terhadap 40 siswi yang mengalami menarche dini, semua siswi (100%) tidak pernah menonton gambar, film, buku maupun majalah pornografi. Ketidaksesuaian ini dikarenakan terjadinya menstruasi bukan hanya bergantung pada faktor lingkungan, tapi juga banyak faktor lain yang bersifat internal yang tidak dapat dikaji secara langsung, misalnya faktor hormon. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dari terjadinya menarche dini adalah dampak dari menarche dini tersebut karena berdasarkan pendapat dari Warner (2002), menarche dini dapat menimbulkan dampak psikologis bagi anak. Berdasarkan wawancara terhadap 40 siswi yang mengalami menarche dini, terdapat 22 siswi (55%) mengatakan tidak merasa bingung maupun tertekan saat mereka mengalami menstruasi untuk pertama kalinya karena mereka sudah memperoleh informasi mengenai menstruasi, sehingga masalah menstruasi tidak lagi dianggap sebagai hal yang tabu. Dari 40 siswi tersebut masih ada 18 siswi (45%) mengatakan merasa bingung dan malu saat mengetahui mereka mengalami menstruasi karena mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dan menganggap menstruasi sebagai hal yang menjijikkan. Menstruasi merupakan pengalaman baru bagi anak

sehingga anak belum dapat mencapai kemandirian. Untuk mengatasi dampak psikologis tersebut sebaiknya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi diberikan sedini mungkin pada anak. Kelebihan berat badan pada anak menimbulkan berbagai dampak. Mundell (2005) menyatakan bahwa kelebihan berat badan dapat membantu timbulnya pubertas dini. Teori yang dikemukakan Badziad A (2003) mendukung pernyataan tersebut bahwa pada anak-anak dengan kelebihan berat badan akan terjadi peningkatan sekresi leptin yang dapat mempercepat terjadinya menarche. Setelah dilakukan penelitian didapatkan data dari 17 siswi yang mengalami kelebihan berat badan, terdapat sembilan siswi (52,9%) mengalami menarche dini dan delapan siswi (47,1%) tidak mengalami menarche dini. Data tersebut menunjukkan bahwa kelebihan berat badan mempengaruhi terdinya menarche dini, sesuai dengan hasil uji statistik Chi-square dimana terdapat hubungan antara kelebihan berat badan dengan menarche dini dan mendukung penelitian sebelumnya oleh Putri (2008) yang menyatakan adanya hubungan antara obesitas dengan kejadian menarche dini di SDN Papahan Karanganyar. Hasil penelitian di atas tidak sesuai dengan hasil penelitian Ariwibowo (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan usia menarche. Perbedaan hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan jumlah sampel

dan tingkat kepercayaan yang digunakan. Ariwibowo menggunakan jumlah sampel lebih kecil yaitu 91 siswi dengan tingkat kepercayaan 90%. Dari hasil penelitian juga diperoleh data dari 254 siswi yang tidak mengalami kelebihan berat badan terdapat 31 siswi (10,9%) mengalami menarche dini. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah siswi dengan kelebihan berat badan yang mengalami menarche dini yaitu sembilan siswi, sehingga menunjukkan bahwa kelebihan berat badan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi terjadinya menarche. Terjadinya menarche juga dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu ketidakseimbangan hormonal sejak lahir, faktor genetik, dan penyakit kronis serta faktor eksternal, yaitu makanan, lingkungan dan status sosial masyarakat. Karena keterbatasan waktu penelitian, dalam penelitian ini tidak dilakukan pengkajian terhadap seluruh faktor tersebut, sehingga tidak dapat diketahui sejauh mana faktor tersebut berpengaruh terhadap terjadinya menarche. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dari 302 siswi kelas 4, 5 dan 6 SD di wilayah Kecamatan Magetan tidak mengalami kelebihan berat badan dan tidak menarche dini. 2. Dari 17 siswa yang mengalami kelebihan berat badan terdapat lebih dari setengahnya yang mengalami menarche dini. 3. Ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan menarche dini Saran 1. Orang tua perlu mengajarkan pada anak mengenai pola hidup yang sehat, meliputi pola aktivitas dan pola makan anak serta memberikan asupan gizi seimbang dalam menu

makanan anak sehari-hari. 2. Institusi sekolah perlu lebih memperhatikan status gizi anak didiknya melalui bimbingan konseling, penyuluhan tentang gizi dan kesehatan reproduksi serta diadakannya kegiatankegiatan yang melibatkan aktivitas fisik, misalnya olahraga baik sebagai mata pelajaran maupun ekstrakurikuler. 3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk tidak berhenti melakukan penelitian tentang kelebihan berat badan dan menarche dini dengan melihat faktor lain yang mempengaruhi serta penggunaan teknik sampling yang lain dan populasi yang lebih luas supaya tercapai ketelitian penelitian yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Obesitas Pada Anak. www.mayoclinic.com. diakses 10 Maret 2009 pukul 08.00 WIB. Asther, Lady. 2008. Obesitas Dan Overweight Itu Beda. www.kabarindonesia.com. diakses 15 Maret 2009 pukul 20.00 WIB. Badziad, Ali. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Depkes RI. 1992. Kumpulan Materi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : Depkes. Daus, Dahrial. 2008. Pubertas. www.solusisehat.net. Diakses 15 Maret 2009 pukul 20.10 WIB. Eka, Lilien. 2004. Pubertas Dini Pada Anak Perempuan.www.sobatmuda.wordpress.com. Diakses 19 Maret 2009 pukul 16.00 WIB.

Halim, Felicia. 2008. Mengenali Pubertas Dini Pada Anak. www.kapanlagi.com. Diakses 13 Maret 2009 pukul 19.00 WIB. Hardian, Dadi. 2008. Solusi Mengatasi Overweight dan Obesitas. www.drrocky.com. Diakses 13 Maret 2009 pukul 19.20 WIB. Hidajat, Boerhan, Siti Nurul Hidayati, dkk. 2008. Obesitas. www.pediatrik.com. Diakses 15 Maret 2009 pukul 19.30 WIB. Indarto. 2008. Seluk Beluk Obesitas. www.dr-rocky.com. Diakses 17 Maret 2009 pukul 19.00 WIB. Majalah Komunitas. 2008. Atasi segera Obesitas Pada Remaja. nita.medicastore.com. Diakses 8 Maret 2009 Pukul 19.00 WIB. Martaadisoebrata, Djamhoer. 2005. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Moersintowati, dkk. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto. Mundell, E.J. 2005. Pubertas Timbul Lebih Dini Pada Anak-Anak Perempuan Dengan Berat Badan Berlebih. http//www.kalbe.co.id. Diakses 8 Maret 2009 pukul 20.00 WIB. Must. 2005. Pubertas Timbul Lebih Dini Pada Anak-Anak Perempuan Dengan Berat Badan Berlebih. http//www.kalbe.co.id. Diakses 8 Maret 2009 pukul 20.10 WIB. Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Palilingan, Pingkan. 2008. Obesitas Pada Anak-Anak. http//:beingmom.org.id diakses 19 Maret 2009 pukul 16.30 WIB. Putri. 2008. Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Menarche Dini di SDN Papahan Karanganyar. Solo : FKUNS.Skripsi

Rubianto. 2000. Menstruasi, Matangnya Organ Perempuan. www.persi.org.id. Diakses 15 Maret 2009 pukul 18.50 WIB. Silalahi, Helmin Agustina. 2008. Obesitas Pada Anak-Anak. http//www.infosehat.com. diakses 20 Maret 2009 pukul 20.30 WIB. Smart, Prince. 2008. Mengenal Usia Remaja. www.khowan.com. Diakses 22 Maret 2009 pukul 20.00 WIB. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Winarno, Hery. 2009. Angka Obesitas Remaja Indonesia Naik. www.detiknews.com. Diakses 13 Maret 2009 pukul 19.05 WIB. Yulianto. 2001. Perbedaan Usia Menarche dan Siklus Menstruasi Berdasarkan Keadaan Status Gizi siswi Di SLTP I Karangawen Kabupaten Demak. www.fkm.undip.ac.id. Diakses 13 Maret 2009 pukul 19.10 WIB

You might also like