You are on page 1of 5

BAB IV ANALISIS DATA

Analisis untuk baja karbo rendah dan baja karbon tinggi Berikut nilai harga kekerasan baja karbon rendah dan baja karbon tinggi Jenis Baja Karbon Kekerasan Awal Kekerasan Akhir Baja Karbon Rendah Baja Karbon Tinggi 26,875 HRA 5,625 HRC 25 HRA 30HRC

Untuk percobaan baja karbon, awalnya kita memanaskan baja karbon sampai dengan temperature 800oC (lebih kurang temperature austenitnya) kemudian dilakukan proses quenching ke dalam air untuk membentuk fasa martensite pada baja karbon tersebut. Ketika dibentuk fasa martensit tersebut seharusnya nilai kekerasan baja karbon harus meningkat. Akan tetapi jika dilihat dari tabel harga kekerasan baja karbon di atas ternyata. Pada baja karbon rendah kekerasannya memang meningkat dari 12.2 menjadi 16.67 HRA, namun peningkatan kekerasannya tidak signifikan. Pada baja karbon tinggi justru nilai kekerasannya menurun dari 5.56 HRC menjadi 4.5 HRC. Sayang sekali tidak ditemukannya literature harga kekerasan yang spesifik untuk baja karbon rendah dan baja karbon tinggi, sehingga tidak bisa dianalisis perbedaan kekerasan antara literature dengan kekerasan baja karbon yang kita pakai. Beberapa kesalahan diatas mungkin disebabkan oleh beberapa faktor berikut : - Pemanasan baja karbon yang tidak sesuai. Sesuai prosedur, seharusnya baja karbon dipanaskan pada temperature 800oC selama 30 menit. Seperti yang telah dijelaskan pada bab III tentang data percobaan, ada orang yang mematikan tungku yang kita pakai, sehingga saat dinyalakan kembali ternyata temperaturnya menunjukkan angka 638oC. Mengingat adanya selang waktu saat pengambilan baja karbon dari tungku sampai dicelupkan (diquench) dalam air, pastilah membuat temperature baja karbon saat diquenching berada dibawah 638oC. Kesalahan pemanasan ini menyebabkan baja karbon ketika diquenching tidak lagi dalam bentuk fasa austenite, melainkan sudah dalam fasa pearlite. Sehingga ketika didinginkan yang terbentuk bukan lagi fasa martensitik. - Adanya pengotor dan permukaan spesimen yang tidak rata saat pengujian kekerasan Rockwell juga bisa menjadi penyebab kesalahan. Jika kandungan pengotor pada permukaan cukup tebal, memungkinkan kekerasan yang terukur adalah kekerasan pengotor, sekalipun pengujian yang kita pakai adalah pengujian Rockwell. Permukaan spesimen yang tidak rata sudah pasti membuat pengukuran kekerasan menjadi tidak benar, karena indentor tidak bisa memperkirakan dengan tepat kekerasan permukaan. - Kesalahan yang ketiga mungkin datang dari mesin pengujian kekerasan itu sendiri. Mengingat mesin pengujian Rockwell yang kita pakai terakhir kalinya

dikalibrasi pada tanggal 1 Desember 2010, memungkinkan adanya kesalahan pengukuran yang berasal dari mesin. Suatu alat ukur yang baik sebaiknya dikalibrasi setengah tahun sekali. Paduan Al-Cu Jika kita bandingkan nilai kekerasannya sebelum dan setelah percobaan : Al-Cu Waktu Kekerasan Awal Kekerasan Akhir Al-Cu 1 Al-Cu 2 Al-Cu 3 Al-Cu 4 10 30 60 120 43.17 HRE 43.17 HRE 43.17 HRE 43.17 HRE 46 HRE 34 HRE 38 HRE 46 HRE

Pada percobaan ini, kita mencoba melakukan precipitation hardening pada paduan AlCu. Seluruh paduan dipanasakan pada temperature 200oC, lalu diquenching dalam air, dimana seharusnya terbentuk presipitat Cu dalam matriks Al yang menghambat pergerakan dislokasi, sehingga kekerasannya akan meningkat. Jika kita bandingkan nilai kekerasan awal (kekerasan saat selesai diquenching dalam solution heat treatment) dengan nilai kekerasannya akhirnya, pada paduan Al-Cu yang dipanaskan selama 10 menit memang benar nilai kekerasannya meningkat dari 43.17 HRE menjadi 46 HRE. Namun pada paduan Al-Cu yang dipanaskan selama 30 menit dan 60 menit ternyata nilai kekerasannya menurun. Penurunannya mungkin bisa disebabkan oleh overaging, dimana semakin lama waktu aging, akan ada suatu saat nilai kekerasannya menurun setekah mencapai batas maksimum nilai kekerasannya. Namun ada yang aneh dengan penurunan nilai kekerasannya. Jika kita analisis nilai kekerasan pada waktu 30 menit turun menjadi 34 HRE, namun pada 60 menit justru 38 HRE. Jika penurunan kekerasannya disebabkan oleh overaging, seharusnya nilai kekerasan pada paduan AlCu yang dipanaskan pada waktu 60 menit lebih rendah daripada nilai kekerasan paduan Al-Cu yang dipanaskan pada waktu 30menit. Pada paduan Al-Cu yang dipanaskan selama 120 menit, justru nilai kekerasannya meningkat menjadi 46 HRE. Jika tadinya kita menganggap nilai kekerasan pada paduan Al-Cu yang dipanaskan selama 30 dan 60 menit mengalami overaging adalah benar seharusnya nilai kekerasan pada 120 menit akan semakin menurun lagi, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Perbandingan grafik berikut mungkin akan mempermudah pemahaman penjelasan diatas :

50 40 30 20 10 0 10 30 60 waktu (menit) 120

Kekerasan (HRE)

Grafik Percobaan

Grafik Literatur

Dari kedua grafik diatas, jelas terlihat adanya suatu kesalahan dalam percobaan precipitation hardening ini, sehingga kita juga tidak bisa menentukan kapan merupakan waktu batas maksimum pengerasan presipitat agar tidak terjadi overaging. Dari analisis datadata diatas, sebenarnya dapat dikatakan hasil percobaan ini tidak valid. Beberapa faktor penyebab kesalahan dalam percobaan precipitation hardening ini : - Ada kemungkinan paduan Al-Cu yang digunakan sebelumnya mengalami kesalahan dalam proses solution heat treatmentnya sehingga Al-Cu yang dipakai tidak dalam kondisi larutan lewat jenuh (super saturated solid solution) sebelumnya. - Faktor temperature tungku mungkin tidak 200oC, mengingat temperature tungku tidak dikalibrasi. - Saat quenching mungkin pengadukan kurang cepat sehingga terbentuk vapour blanket. Vapour blanket adalah proses pembentukan uap di permukaan spesimen sehingga pendinginan menjadi lambat dan ada laju pendinginan yang tidak merata. - Adanya pengotor dan spesimen yang tidak rata bisa jadi menjadi sumber kesalahan pengukuran nilai kekerasan. - Kesalahan terakhir kembali lagi mungkin datang dari mesin pengujian kekerasan itu sendiri. Mengingat mesin pengujian Rockwell yang kita pakai terakhir kalinya dikalibrasi pada tanggal 1 Desember 2010, memungkinkan adanya kesalahan pengukuran yang berasal dari mesin.

Tembaga

Tembaga 1

Temperatur (oC) 800

t (menit) 120

Kekerasan Awal 86.3 HRH

Kekerasan Akhir 4 HRH

2 3 4 5 6

400 400 400 400 100

60 45 30 15 90

86.3 HRH 86.3 HRH 86.3 HRH 86.3 HRH 86.3 HRH

4 HRH 5 HRH 2 HRH 96 HRH 91 HRH

Pada percobaan ini, kita mencoba melakukan pengujian rekristalisasi pada tembaga. Dari literature yang diperoleh, temperature melting pada tembaga adalah 1085oC. Jadi temperature rekristalisasinya harusnya berada disekitar 540oC. Kita tahu secara literature nilai kekerasan suatu material berbanding lurus dengan nilai kekuatannya. Berikut grafik untuk memperjelas perubahan sifak mekanik pada proses rekristalisasi :

Jika kita analisis nilai kekerasan pada Tembaga 1 dimana dipanaskan pada temperature 800oC (diatas temperature rekristaisasi) selama 120 menit menurun dari 86.3 HRH menjadi 4HRH. Penurunan kekerasan ini terjadi karena pada tembaga memang sudah terjadi rekristalisasi. Jika kita analisis nilai kekerasan pada tembaga 2, 3, 4 terjadi penurunan kekerasan yang hamper sama dengan kekerasan pada tembaga yang sudah mengalami proses rekristalisasi. Hal ini cukup aneh karena seharusnya pada temperature 400oC, tembaga belum mengalami proses rekristalisasi. Hal yang perlu diperhatikan ada penurunan kekerasan yang tidak wajar. Pada tembaga yang dipanaskan selama 30 menit justru lebih kecil kekerasannya dibandingkan dengan yang 45 dan 60 menit. Hal ini jelas menunjukkan adanya kesalahan. Seharusnya nilai kekerasan semakin menurun berbanding lurus dengan waktu pemanasan selama rekristalisasi. Pada tembaga 5 yang dipanaskan pada temperature 400oC selama 15 menit menunjukkan adanya peningkatan kekerasan, disebabkan karena tembaga memang belum mengalami rekristalisasi, alias masih dalam masa recovery. Demikian juga untuk tembaga 6 yang dipanaskan pada temperature 100oC selama 90 menit terjadi peningkatan kekerasan karena pada 100oC belum terjadi rekristalisasi. Beberapa penyebab kesalahan dalam percobaan rekristalasasi tembaga ini : - Kalibrasi temperatur tungku sepertinya bisa menjadi salah satu sumber kesalahan. Pada tembaga 2, 3, dan 4 terjadi penurunan kekerasan akibat rekristalisasi. Padahal ketiga logam tersebut dipanaskan dibawah temperature rekristalisasinya. Jadi, jika logam yang digunakan memang benar Cu, dan literature yang diperoleh adalah benar, maka temperature tungku bisa menjadi penyebab kesalahan. - Adanya pengotor dan spesimen yang tidak rata bisa jadi menjadi sumber kesalahan pengukuran nilai kekerasan. - Kesalahan terakhir kembali lagi mungkin datang dari mesin pengujian

kekerasan itu sendiri. Mengingat mesin pengujian Rockwell yang kita pakai terakhir kalinya dikalibrasi pada tanggal 1 Desember 2010, memungkinkan adanya kesalahan pengukuran yang berasal dari mesin.

You might also like