You are on page 1of 12

Strategi Peningkatan Daya Saing Pengusaha Daerah dalam Era Liberalisasi Ekonomi 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Permasalahan

Belakangan ini banyak pernyataan di media masa dan seminar-seminar mengenai daya saing atau kesiapan perusahaan-perusahaan Indonesia dalam bertarung di dalam negeri maupun di global dalam era perdagangan bebas dan ekonomi globalisasi sekarang ini. Satu hal yang jelas adalah bahwa, seperti yang dijelaskan di Tambunan (2006), kinerja bisnis yang termasuk juga daya saingnya, dari semua skala usaha (mikro, kecil, menengah dan besar) di semua sektor berada di dalam suatu lingkungan yang dinamis dan sangat kompleks. Oleh karena itu, kinerja dari suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh linkungannya. Usaha pemerintah dalam mempromosikan atau membantu suatu jenis kegiatan usaha tertentu tidak akan membuat hasil yang optimal tanpa mempertimbangkan lingkungan dari jenis usaha tersebut dan konteks dari suatu pembangunan ekonomi yang lebih luas yang menciptakan aturan main untuk semua kegiatan/jenis usaha dan yang mana mempengaruhi cara bisnis dan pasar bekerja. Demikian juga, usaha meningkatkan kegiatan di sektor riil dengan memperbesar kucuran kredit tidak akan bermanfaat tanpa pada waktu yang bersamaan memperhitungkan faktor-faktor determinan lainnya Lingkungan di mana bisnis beroperasi dapat dibagi dalam dua macam, yakni lingkungan langsung dan lingkungan yang lebih luas (Gambar 1). Lingkungan yang lebih luas adalah lingkungan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap suatu kegiatan bisnis, yang terdiri dari komponen-komponen berikut: ekonomi makro (seperti kebijakan perdagangan, kebijakan industri, kebijakan sektor keuangan, dan kebijakan moneter dan fiskal), pemerintah dan politik pada tingkat nasional dan lokal (misalnya legislatif dan proses pembuatan kebijakan, judisiari, dan keamanan dan stabilitas), jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah (seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, infrastruktur, utilitas dan jasa keamanan), pengaruh-pengaruh eksternal (seperti perdagangan global, bantuan luar negeri, tren dan selera masyarakat dunia, teknologi, dan informasi), sosial dan kultur (seperti demografi, selera konsumer, dan sikap terhadap bisnis), dan iklim serta lingkungan alam (misalnya sumber daya alam, cuaca, dan siklus pertanian). Sedangkan, yang dimaksud lingkungan langsung adalah lingkungan berpengaruh secara langsung terhadap semua kegiatan usaha, yakni pasar (misalnya consumen, tenaga kerja, keterampilan dan teknologi, material dan alat-alat produksi, lokasi, infrastruktur, modal, dan jaringan-jaringan kerja), regulasi dan birokrasi (seperti undang-undang, peraturan-peraturan, tarif pajak dan sistem perpajakan, lisensi dan perijinan, standar produk dan

Acara Diskusi Kadin Kota Cilegon, Hotel Permata Krakatau Cilegon, 15 Mei 2007

prses, dan perlindungan konsumer dan lingkungan), dan intervensi-intervensi yang didanai oleh uang publik (seperti jasa keuangan untuk bisnis). 2 Gambar 1:Dunia Usaha di Dalam Lingkungan Langsung dan Lebih Luas

Survei WEF juga menanyakan masalah-masalah utama yang dihadapi pengusaha dalam bisnis mereka seharihari. Untuk kasus Indonesia, Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa kurangnya infrastruktur (atau kondisinya yang buruk) sebagai kendala utama. Dua masalah berikutnya yang dinyatakan oleh banyak pengusaha Indonesian yang menjawab pertanyaan tersebut adalah birokrasi pemerintah yang tidak efisien dan kebijakan yang tidak stabil. Yang menarik dari hasil survei ini untuk kasus Indonesia adalah bahwa hanya 4,69 persen dari responden yang mengatakan bahwa kurangnya akses ke keuangan merupakan kendala utama. Selanjutnya, dilihat dari perspektif global untuk masalah infrastruktur, hasil survei WEF menunjukkan bahwa Indonesia paling buruk diantara negara-negara ASEAN, yang peringkatnya no 96 dari 125 negara yang disurvei (Tabel 1). Sedangkan paling atas di dalam kelompok ASEAN adalah Singapura yang juga masuk di dalam kelompok 10 negara dengan kondisi infrastruktur paling baik. Skornya adalah 1= kondisinya buruk atau underdeveloped dan 7 = paling baik di dunia. Seperti yang ditunjukkan di Gambar 2, salah satu masalah besar dalam melakukan bisnis di Indonesia adalah birokrasi pemerintah yang bertele-tele dan tidak efisien. Hal ini dapat diukur dengan sejumlah indikator, tiga
2

Komponen-komponen di dalam linkungan langsung ini juga merupakan komponen-komponen penting di dalam model berlian yang terkenal dari Porter (1998a,b) yang sangat berpengaruh pada daya saing negara.

diantaranya yang menjadi topik penelitian WEF adalah: a) banyaknya prosedur yang harus dilakukan; b) jumlah hari yang harus dilewati untuk memulai suatu bisnis; dan c) banyaknya waktu yang terbuang untuk bernegosiasi dengan pejabat-pejabat pemerintah (bureaucratic red tape) Dilihat dari perspektif global, memang posisi Indonesia dalam dua indikator birokrasi pertama tersebut adalah yang terburuk di dalam kelompok ASEAN, walaupun masih lebih baik dibandingkan China. Untuk indikator (a), yang masuk di dalam kelompok 10 negara dengan birokrasi pemerintah yang tersederhana dan terefisiensi (jumlah prosedur paling sedikit) adalah negaranegara maju (Tabel 2). Untuk indikator (b) yang masuk di dalam 10 negara dengan jumlah hari paling sedikit dalam pengurusan ijin dan sebagainya untuk buka suatu usaha juga didominasi oleh negara-negara maju (Tabel 3). 3 Gambar 2: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di Indonesia dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Mungkin hasil survei ini bisa digunakan sebagai suatu bukti empiris lagi bahwa efisiensi dalam administrasi pemerintahan yang berurusan langsung dengan bisnis (seperti prosedur pengurusan ijin buka usaha baru) memang turut serta (bersama-sama dengan banyak faktor determinan lainnya seperti yang ditunjukkan di Gambar 1) memainkan peran yang krusial. Hipotesanya adalah bahwa semakin efisien birokrasi pemerintahan, semakin pesat pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi (termasuk pertumbuhan investasi) dan semakin pesat pertumbuhan ekonomi.

Tabel 1: Kondisi Infrastruktur dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Tabel 2: Jumlah prosedur yang diperlukan untuk memulai suatu bisnis dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Tabel 3: Jumlah Hari dalam Pengurusan Ijin dan lainnya untuk buka suatu usaha dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Sedangkan untuk indikator , pengukurannya adalah jumlah jam yang digunakan untuk berurusan dengan pemerintah sebagai suatu persentase dari jam kerja dengan skor sebagai berikut: 1 = 0%, 2 = 1-10%, 3 = 11-20%, 4 =21-30%, 5 = 31-40%, 6 = 41-60%, 7= 61-80%, dan 8 =81-100%. Hasilnya di Tabel 4 menunjukkan bahwa yang masuk di dalam 10 negara dengan waktu yang terbuang paling sedikit juga didominasi oleh negara-negara maju. Yang menarik dari table ini adalah bahwa posisi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan indikatorindikator sebelumnya. Tabel 4: Banyaknya waktu yang terbuang untuk bernegosiasi dengan pejabat pemerintah dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Strategi Peningkatan Daya Saing Daya saing dari suatu perusahaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan itu untuk mempertahankan peningkatan produktivitas. Produktivitas pada tingkat perusahaan (dan pada tingkat industri dimana perusahaan itu dan perusahaan-perusahaan lainnya berada) punya beberapa ukuran, yakni: rasio outputtenaga kerja (atau produktivitas tenaga kerja), pengembalian/pendapatan pada aset-aset (dan modal yang digunakan), nilai tambah ekonomi, dan apa yang para ekonom sebut produktivitas faktor total (TFP), yakni produktivitas rata-rata dari semua faktor produksi yang digunakan. Ada dua konsep daya saing perusahaan. Pertama konsep daya saing dalam teori Porter (1998a,b) yang bisa diterapkan untuk lingkup terbatas, yakni suatu kumpulan perusahaan di suatu tempat di dalam suatu negara (cluster), berdasarkan kebijakan pemerintah yang sifatnya relatif diskriminatif. Contoh, zona ekonomi khusus. Pemikiran Porter ini dikenal dengan Model Berlian yang terdiri dari empat faktor yang saling berhubungan, yakni: (i) kondisi-kondisi permintaan; (ii) ketersediaan industri-industri pendukung; (iii) kondisi-kondisi faktor (seperti SDM, modal, teknologi dll.); dan (iv) strategi perusahaan, struktur dan pesaing. Keempat faktor ini dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Kedua, konsep daya saing perusahaan dari Garelli (2006) dalam buku barunya mengenai pesaing-pesaing papan atas yang mengatakan bahwa daya saing dari perusahaan-perusahaan dasarnya bukanlah kebijakan pemerintah, melainkan hubungan antara negara, perusahaan-perusahaan, dan penduduk (masyarakat) yang dengan kerjasama yang baik antar mereka mampu menciptakan daya saing yang terus meningkat. Jadi, dalam konsep ini, ekonomi direduksi menjadi manajemen. Tepatnya, manajemen hubungan antara ketiga pihak tersebut dalam kaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada daya saing, termasuk sumber daya atau faktor-faktor produksi seperti sumber daya manusia (SDM), modal, enerji, dan sumber daya alam (SDA). Menurutnya, dalam menghadapi persaingan dalam era perdagangan bebas dan ekonomi globalisasi sekarang ini, harus ada penyatuan ekonomi dan manajemen. Pemikirannya disebut Teori Kubus yang menjelaskan mekanisme daya saing suatu

bangsa relatif terhadap daya saing dari bangsa-bangsa lain melalui penyorotan kepada kemampuan bangsa itu memanajemeni hubungan segita tiga tersebut. Negara atau pemerintah dalam hal ini berperan penting untuk menyediakan kerangka acuan bagi perusahaan-perusahaan dalam beraktivitas dan menjamin bahwa nilai yang diciptakan perusahaan akan berkontribusi bagi kemakmuran penduduk. Ringkasnya, diantara ketiganya terjadi hubungan segitiga, timbal balik, dan seimbang antara perusahaan-perusahaan pada sisi miring kiri, negara pada alas, dan penduduk pada sisi miring kanan. Dasar dari teori ini adalah hubungan sebab-akibat. Menurut Porter (1980), 4 suatu perusahaan memposisikan dirinya di suatu pasar berdasarkan kekuatankekuatannya. Kekuatan-kekuatan tersebut terdapat dalam satu dari dua aspek berikut: keunggulan biaya dan diferensiasi. Dengan mengaplikasikan kekuatan-kekuatan tersebut baik dalam jangkauan yang luas maupun yang sempit akan menghasilkan apa yang disebut oleh Porter sebagai tiga strategi generik: keunggulan dalam biaya (atau cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Ketiga strategi generik ini diterapkan di tingkat unit bisnis atau perusahaan. Disebut strategi generik karena mereka tidak tergantung pada perusahaan atau industri. Tabel 5 mengilustrasikan tiga strategi generik tersebut. Jangkauan Target Luas (industry) Sempit (segmen pasar) Tabel 5: Strategi Generik dari Porter Keunggulan Biaya rendah Keunikan produk Strategi Cost leadership Strategi Fokus (biaya rendah) Strategi Diferensiasi Strategi Fokus (diferensiasi)

Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm

Selanjutnya, Tabel 6 menyajikan keahlian-keahlian dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan serta elemenelemen organisasi dari masing-masing ketiga strategi generik tersebut. Uraian lebih lanjut diberikan dalam teks berikut. Tabel 6: Keahlian, sumber daya dan elemen organisasi dari ketiga strategi generik
Strategi Generik Cost leadership Keahlian-keahlian dan sumber-sumber daya yang diperlukan -Investasi modal dan akses ke modal yang berlangsung terus -Keahlian-keahlian dalam enjiniring proses -Pengawasan tenaga kerja yang intensif -Produk-produk didisain untuk mempermudah manufaktur -Sistem distribusi dengan biaya murah Elemen-elemen Organisasi
- Pengawasan yang ketat terhadap biaya -Membuat laporan-laporan yang rincih dan rutin -Organisasi yang terstruktur baik dan tanggung-jawabtanggung jawab -Insentif-insentif berdasarkan pada pemenuhan target-target kuantitatif yang tepat

Lihat beberapa tulisannya di E:\Porter's Generic Strategies.htm

Diferensiasi

Fokus

-Kemampuan yang kuat dalam pemasaran -Enjiniring produk dengan kemampuan yang kreatif -Kapabilitas yang kuat dalam penelitian dasar -Reputasi perusahaan untuk kualitas atau kepemimpinan dalam teknologi -Tradisi yang sudah lama dalam industri atau kombinasi yang unik dari keahlian-keahlian yang didapat dari bisnis-bisnis lain -Kerjasama yang kuat dari jalur-jalur/networks -Kombinasi dari kebijakan-kebijakan di atas yang ditujukan pada target strategis tertentu

-Koordinasi yang kuat antara fungsi-fungsi dari R&D, pengembangan produk, dan pemasaran -Pengukuran-pengukuran dan insentif-insentif yang subyektif daripada pengukuran-pengukuran yang kuantitatif -Menyediakan fasilitas-fasilitas yang bagus/menyenangkan untuk menarik pekerja-pekerja dengan keahlian-keahlian tinggi, saintis-saintis, atau orang-orang yang kreatif -Kombinasi dari kebijakan-kebijakan di atas yang ditujukan pada target strategis tertentu

Sumber: Nickols (2003)

Strategi Cost Leadership

Dalam strategis ini, sebuah perusahaan di suatu industri membuat produk dengan biaya dan menjualnya dengan harga lebih murah untuk suatu tingkat kualitas tertentu. Dia bisa menjualnya pada tingkat harga industri rata-rata untuk mendapatkan suatu profit yang lebih tinggi daripada yang dinikmati oleh pesaingnya, atau dibawah harga rata-rata pada tingkat industri untuk mendapatkan keuntungan dalam pangsa pasar. Dalam suatu perang harga, pengusaha itu dapat mempertahankan sejumlah keuntungan sementara pesaing-pesaingnya mengalami kerugian. Bahkan tanpa suatu perang harga, pada saat suatu industri mencapai kedewasaan dan harga-harga turun, perusahaan-perusahaan di dalam industri itu yang dapat berproduksi lebih murah akan tetap menikmati profit untuk suatu jangka waktu yang lebih panjang. Strategi ini biasanya mentargetkan suatu pasar yang luas. Beberapa dari cara-cara perusahaan-perusahaan mendapatkan keunggulan-keunggulan dalam biaya produksi adalah dengan memperbaiki efisiensi-efisiensi di segala bidang di dalam proses produksi, mendapatkan akses yang unik ke suatu sumber yang besar dari bahan-bahan dengan biaya lebih murah, membuat keputusankeputusan outsourcing dan integrasi vertikal yang optimal, atau menghindari beberapa biaya secara bersama. Jika perusahaan-perusahaan pesaing tidak mampu menurunkan biaya-biaya produksi mereka dengan suatu jumlah yang sama, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin tetap bisa mempertahankan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan cost leadership. Menurut Porter, perusahaan-perusahaan yang bisa berhasil menjadi cost leadership biasanya mempunyai beberapa kekuatan internal, terutama berikut ini: 1. Akses ke modal yang diperlukan untuk membuat suatu investasi yang signifikan dalam aset-aset produksi; investasi ini mencipakan suatu hambatan bagi perusahaan-perusahaan lain yang mau masuk karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak sanggup melakukan investasi dengan jumlah yang sama. 2. Keterampilan dalam mendisain produk-produk untuk proses manufaktur yang efisien, misalnya, mempunyai suatu jumlah komponen yang kecil yang memperpendek proses perakitan. 3. Tingkat keahlian yang tinggi dalam enjiniring proses manufaktur. 4. Jalur-jalur distribusi yang efisien. 8

Setiap strategi generik punya resiko, termasuk strategi biaya-rendah. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan lain mungkin bisa berproduksi dengan biaya-biaya lebih rendah. Pada saat teknologi lebih baik, pesaing-pesaing mungkin bisa meningkatkan kemampuan-kemampuan produksi mereka dengan kecepatan seperti suatu lompatan kodok, jadi mengeliminasi keunggulan kompetitif. Sebagai tambahan, beberapa perusahaan mengikuti suatu strategis fokus dan mentargetkan berbagai pasar yang sempit untuk mencapai suatu biaya yang lebih rendah diantara segmen-segmen mereka dan sebagai suatu kelompok mendapat pangsa pasar yang signifikan. Strategi Diferensiasi

Suatu strategi diferensiasi adalah mengembangkan suatu produk atau jasa yang memberikan atribut-atribut yang unik yang dihargai oleh pembeli-pembeli karena lebih diuntungkan daripada produk-produk dari pesaing-pesaing. Nilai tambah dari keunikan tersebut bisa memungkinkan perusahaan bersangkutan mengenakan suatu harga premium untuk itu. Perusahaan itu mengharapkan bahwa harga yang lebih tinggi yang dikenakan pada produknya yang unik itu akan lebih dari menutupi ekstra biaya untuk memproduksinya. Karena keunikan tersebut, jika pemasok-pemasok bahan baku dll. menaikkan harga-harga mereka, perusahaan tersebut bisa membebani kenaikan biaya produksi ke pembeli-pembelinya yang tidak bisa dengan mudah mendapatkan produk serupa buatan perusahaan-perusahaan lain. Menurut Porter, perusahaan-perusahaan yang berhasil dalam suatu strategi diferensiasi adalah yang memiliki sejumlah kekuatan internal, terutama berikut ini:: 1. Akses ke penelitian sains terkemuka. 2. Tim pengembangan produk dengan keterampilan dan kreativitas yang tinggi. 3. Tim pemasaran yang kuat dengan kemampuan tinggi dalam komunikasi mengenai kekuatan-kekuatan dari produk yang ditawarkan. 4. Reputasi perusahaan untuk kualitas dan inovasi.

Resiko-resiko yang terkait dengan strategi ini termasuk imitasi oleh pesaing-pesaing dan perubahan selera dari masyarakat/pembeli. Sebagai tambahan, beberapa perusahaan yang melakukan strategi-strategi fokus bahkan bisa mencapai diferensiasi yang lebih besar di segmen-segmen pasar mereka.

Strategi Fokus

Strategi fokus mengkonsentrasi pada suatu segmen pasar yang sempit dan didalam segmen itu berusaha untuk mencapai suatu keunggulan biaya atau diferensiasi. Dasar pikiran dari strategi ini adalah kebutuhan-kebutuhan

dari kelompok dapat dilayani dengan lebih baik dengan memfokuskan sepenuhnya pada itu. Sebuah perusahaan yang menggunakan suatu strategi fokus sering kali menikmati suatu derajat yang tinggi dari kesetiaan pembelipembeli, dan kesetiaan ini mengurangi niat perusahaan-perusahaan lain untuk bersaing langsung. Karena fokus mereka pada segmen pasar yang sempit, perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi seperti ini mempunyai volume-volume produksi yang lebih kecil dan oleh karena itu memiliki kekuatan tawar yang lebih lemah dengan pemasok-pemasok mereka. Namun demikian, perusahaan-perusahaan yang mengikuti suatu strategi fokus pada diferensiasi bisa membebani biaya-biaya produksi yang lebih tinggi pada pembelipembeli setia mereka karena produk-produk yang langsung substitusi tidak ada. Perusahaan-perusahaan yang berhasil dalam melakukan strategi seperti ini sanggup menyesuaikan suatu jajaran yang luas dari kekuatan-kekuatan pengembangan produk terhadap suatu segmen pasar yang relatif sempit yang mereka sangat kenal. Beberapa resiko dari strategi-strategi fokus termasuk imitasi dan perubahan-perubahan dalam segmen-segmen yang menjadi target. Lagi pula, itu akan cukup gampang bagi suatu perusahaan yang unggul dalam biaya di suatu pasar yang luas untuk menyesuaikan produknya untuk bersaing langsung. Terakhir, perusahaan-perusahaan lain yang juga menerapkan strategi ini bisa memotong-motong segmen mereka dalam sub-sub yang mereka bisa layani lebih baik. Strategi-strategi Generik dan Kekuatan-kekuatan Industri Selanjutnya strategi-strategi generik yang dibahas diatas tersebut, masing-masing memiliki atribut-atribut yang dapat berperan sebagai pertahanan terhadap kekuatan-kekuatan kompetitif. Menurut Porter, ada lima kekuatan persaingan di tingkat industri, yakni hambatan-hambatan untuk masuk, kekuatan pembeli, kekuatan pemasok, ancaman dari substitusi, dan pesaing. Tabel 7 berikut ini membandingkan karakteristik-karakteristik dari strategistrategi generik di dalam konteks dari lima kekuatan tersebut.

Tabel 7: Strategi-strategi Generik dan Kekuatan-kekuatan Persaingan pada tingkat Industri Kekuatan-kekuatan Diferensiasi Fokus Cost leadership kompetitif pada tingkat industri
Hambatan-hambatan untuk masuk
Kemampuan untuk memotong harga untuk mencegah pemainpemain baru masuk ke industri Kemampuan untuk menawarkan harga lebih murah ke pembeli-pembeli kuat. Lebih baik dalam menutup diri terhadap Kesetiaan pembeli-pembeli bisa mencegah masuknya pemainpemain baru Pemfokusan yang mengembangkan kompetensi inti bisa menghambat masuknya pemain-pemain baru Pembeli-pembeli besar memiliki kekuatan lebih kecil untuk bernegosiasi karena lebih sedikit alternatif Pemasok-pemasok mempunyai kekuatan karena volume

Kekuatan pembeli

Kekuatan pemasok

Pembeli-pembeli besar memiliki kekuatan lebih kecil untuk bernegosiasi karena lebih sedikit alternatif Lebih mampu membebani kenaikan harga dari pemasok

10

pemasok-pemasok kuat

kepada pembeli

Ancaman dari substitusi

Bisa menggunakan harga murah dalam mencegah substitusi Bisa lebih baik dalam bersaing harga dengan pesaing

Pesaing

Pembeli yang setia yang sudah sangat menyukai atribut-atribut yang berbeda akan menghalau ancaman dari substitusi Kesetian pada merek mencegah pesaing

produksi yang kecil, tetapi suatu perusahaan yang memfokuskan pada suatu diferensiasi lebih mampu membebani kenaikan harga dari pemasok ke konsumen Produk-produk yang spesifik dan kompetensi inti bisa mencegah ancaman dari substitusi Pesaing-pesaing tidak bisa memenuhi kebutuhankebutuhan pembeli terhadap produk-produk diferensiasi yang terfokus

Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm

11

Daftar Pustaka Basri, Faisal (2006), Indonesia Economic Outlook, power point, 13 November, Jakarta.
Garelli, Stephen (2006), Top Class Competitiors: How Nations, Firms and Individuals Succeed in the New World of Competitors, West Sussex: John Wiley & Sons Ltd.

Nickols, Fred (2003), Competitive Strategy & Industry Analysis www.nickols.us nickols@att.net.
Porter, M.E. (1980), Competitive Strategy, New York: Free Press.

The Basics a la Michael Porter,

Porter, M.E. (1998a), The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press. Porter, M.E. (1998b), On Competition, Boston: Harvard Business School Press.WEF (2004), The Global Competitiveness Report 2004-2005, Oxford University Press.

WEF (2006), The Global Competitiveness Report 2006-2007, Geneva: World Economic Forum Tambunan, Tulus (2006), Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis, Jakarta: Pustaka Quantum.

12

You might also like