You are on page 1of 40

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Suku Toraja (wikipedia) adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti orang yang berdiam di negeri atas. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat, dan ukiran kayunya. Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki kebudayaan warisan yang dijaga secara turun temurun oleh masyarakatnya. Kebudayaan yang menjadi warisan masyarakat Toraja salah satunya adalah ragam hias atau ornamen. Ragam hias yang terdapat di Toraja memiliki banyak arti yang sangat mempengaruhi kehidupan sehari hari masyarakat Toraja. Karena ragam hias tersebut sarat akan arti filosofi dan makna dari cerita leluhur masyarakat Toraja. Dalam kehidupan sehari harinya masyarakat Toraja melestarikan ragam hias yang dimiliki dengan mengimplementasikannya dalam berbagai unsur interior dan ekterior rumah tradisional Toraja atau yang lebih dikenal denga Tongkonan. Unsur interior dan eksterior yang digunakan dapat bersifat konstruktif maupun dekoratif. Di dalam kehidupan masyarakat Toraja, ragam hias tidak hanya diimplementasikan dalam rumah mereka tetapi juga untuk corak pakaian adat dan dekoratif upacara pemakaman dari ukiran patung (tau tau) sampai dekorasi keranda pemakaman.. Begitupun yang terjadi di desa Kete Kesu dan Pallawa yang akan menjadi objek penelitian KOKA 2012. Kedua desa ini memiliki warisan yang sangat kental akan ragam hias. Ragam hias yang mereka gunakan akan menjadi satu bentuk dasar hias yang menjadi pola terulang dalam suatu karya kerajinan atau seni. Pada desa Kete Kesu dan Pallawa ornamen yang digunakan memiliki arti pada setiap motifnya. Arti yang terkandung berbeda-beda seperti cerita rakyat, benda langit, binatang yang disakralkan, peralatan rumah tangga, dll. Ukiran-ukiran

tersebut tidak hanya memiliki arti tersendiri, tetapi memiliki fungsi yang terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat setempat. Penerapan ragam hias tradisional sebagai salah satu unsur interior seringkali mengalami perubahan dan pengembangan sesuai dengan perkembangan jaman. Perubahan dan pengembangan tersebut terjadi pada ragam hias baik dari segi bentuk motif, bahan, teknik pembuatan, warna maupun sifatnya yang berbeda dengan ragam hias aslinya. Banyaknya ragam hias Toraja yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Toraja merupakan sebuah kajian yang potensial untuk diteliti. Hal tersebut diatas yang menjadi latar belakang dilakukannya kajian tentang ragam hias suku Toraja. 1.2. Fokus Penelitian Adapun fokus penelitian ini adalah pada pengidentifikasian ragam hias suku Toraja yang meliputi corak/ motif, warna, serta arti yang terkandung dalam setiap ragam hias tradisional Toraja di lokasi penelitian yaitu Desa Kete Kesu dan Desa Pallawa. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengenal lebih dalam mengenai ragam hias yang

dipergunakan oleh masyarakat Toraja.


2. Untuk mengetahui dan memahami penerapan ragam hias tradisional Toraja

pada arsitektur rumah tradisional.


3. Untuk memperjelas ragam hias yang didapat melalui literatur dengan ragam

hias yang diimplementasikan secara langsung oleh masyarakat Toraja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ragam Hias

Pada kebudayaan masyarakat Toraja terdapat berbagai macam ragam hias, tidak hanya terbatas pada corak atau motif saja tetapi juga ukiran dan ornamen yang menghiasi baik rumah maupun barang barang lainnya. 2.1.1. Pengertian Ragam Hias Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya akan menjadi pola yang diulang-ulang dalam suatu karya kerajinan atau seni. Karya ini dapat berupa tenunan, tulisan pada kain (misalnya batik), songket, ukiran, atau pahatan pada kayu/batu. Ragam hias dapat distilisasi (stilir) sehingga bentuknya bervariasi. Ragam hias hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual. Faktor estetis merupakan unsur penting dalam sebuah bangunan oleh Habraken dengan pola analisis yang berkaitan dengan tipologi Golgogen yang bertolak dari pemikiran Vitruvius, salah satunya adalah sistem stilistik. Sistem stilistik berhubungan dengan elemen atap, kolom, bukaan, dan ragam hias (Tjahjono, 1992).

2.1.2.

Pengertian Ukiran

Kata ukir atau ukiran menurut Bastomi, (1982: 1) berarti seni atau seni pahat, hal ini sejalan dengan Ensiklopedi Indonesia bagian 4 (1983: 2295) bahwa ukiran berasal dari kata ukir yang berarti seni pahat. Sedangkan ukiran (carving) berarti pahatan, juga dapat diartikan hiasan yang terukir, yaitu hasil seni rupa yang dikerjakan dengan proses memahat. Berdasarkan pendapat dan pengertian di atas dapat didefenisikan bahwa seni ukir adalah Kemahiran seseorang dalam menoreh/ memahat gambar pada bahan yang dapat diukir, sehingga menghasilkan bentuk segi tiga, timbul dan cekung yang menyenangkan sesuai dengan gambar atau rencana. Ukiran kayu adalah bentuk pahatan pada papan atau kayu dengan proses memahat yang sifatnya mementingkan bentuk timbul, cekung, cembung, cekung- cembung, segitiga dan tembus.

2.1.3.

Pengertian Ornamen

Menurut Mistaram (1991), secara etimologis ornamen berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ornere yang berarti kerja menghias, dan ornamentum berarti karya yang dihasilkan, yaitu hiasan. Menurut Toekio (1987:10), ornamen adalah ragam hias untuk suatu benda, pada dasarnya merupakan suatu pedandan atau kemolekan yang dipadukan. Ragam hias berperan sebagai media untuk mempercantik atau mengagungkan suatu karya. Dekoratif dan ornamen tidak saja menghadirkan estetika kultural dan historikal tetapi dapat pula terbentuk melalui permukaan atap, permukaan dinding, ataupun permukaan langit-langit. Ornamen dan dekoratif mempunyai perlambang atau simbolik dan sekaligus pembentukan jati diri (Baidlowi, 2003:39)

2.2. Sejarah Ornamen Toraja

Sebagai salah satu suku bangsa terbesar di Sulawesi Selatan. Orang Toraja memiliki kebudayaan berupa seni ukir. Ukiran Toraja terinspirasi dari beragam hal seperti cerita rakyat, benda langit, binatang yang disakralkan, peralatan rumah, tumbuhan dan lain- lain, yang oleh Orang Toraja memang disakralkan (Sitoda, 2007). Ukiran Toraja merupakan bentuk seni ukir yang dicetak menggunakan alat ukir khusus di atas sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela atau pintu. Terdapat kurang lebih 67 ragam hias ukir Toraja yang hingga kini masih lestari dalam kehidupan Orang Toraja. Diantaranya terdapat di dinding dinding rumah adat Toraja atau peralatan rumah tangga (Tangdilintin, 1975).

2.2.1.

Ukiran Toraja

Ukiran Toraja adalah kesenian ukir melayu khas suku bangsa Toraja di Sulawesi Selatan. Ukiran ini tercetak di atas sebuah papan tiang rumah adat, jendela, atau pintu lumbung. Motif ukiran Toraja bermacam- macam, antar lain cerita rakyat, benda di langit, binatang yang disakralkan, dan tumbuh tumbuhan.
5

Gambar 1. Rumah adat Toraja, Tongkonan, dengan ragam hias pada fasadenya.
2.1.2 Arti Ornamen Toraja

Ornamen di bangunan Toraja, Sulawesi Selatan, dalam waktu pertama memiliki empat jenis motif dan setiap motif memiliki arti yang penting bagi nilai-nilai masyarakat. Motif dasar (Admin, 2010), Garonto Passura adalah Barre Allo Pa, Pa manuk londong, Pa dan Pa sussuk tedong . Motif motif tersebut memilik arti sebagai berikut :
1.

Paq Barre Allo adalah lingkaran, mewakili objek di langit, matahari. Matahari adalah simbol Allah, pencipta alam semesta, pengatur segala sesuatu.

2.

Paq Manuk Londong adalah ayam, simbol hukum, urutan budaya yang memiliki niat untuk mengendalikan perilaku anggota masyarakat.

3.

Paq Tedong, adalah kepala karabao, kerbau. Kepala kerbau adalah lambang kemakmuran, kekayaan.

4.

Paq Sussuk adalah ornamen keselarasan, horizontal dan vertikal. Ini adalah simbol manusia yang semuanya memiliki status yang sama di mata Allah.

Gambar 2. Contoh Ornamen Pamanuk Londong dan Pa tedong (Sumber: Admin, 2010)

2.3. Fungsi dan Nilai Nilai Ukiran Toraja

Ukiran ukiran yang dimiliki oleh masyarakat Toraja memiliki fungsi dan nilai nilai yang disakralkan. Karena setiap ukiran memiliki makna yang berbeda yang hanya digunakan untuk kepentingan tertentu.
2.3.1.

Fungsi Ukuran Toraja

Fungsi ukiran Toraja, antara lain :


1. Sebagai pelengkap dalam upacara adat

2. Sebagai penghormatan terhadap leluhur 3. Sebagai pendidikan untuk melaksanakan ajaran leluhur 4. Sebagai hiasan tradisional
2.3.2.

Nilai nilai Ukiran Pada Kehidupan Masyarakat Toraja

Ukiran yang dimiliki oleh masyarakat Toraja syarat dengan nilai kebudayaan pada kehidupan sehari hari. Nilai nilai kehidupan masyarakat setempat yang berhubungan dengan ukiran, antara lain: 1. Pelestarian tradisi. Ukiran Toraja merupakan peninggalan leluhur yang berharga dan hingga kini masih cukup terjaga. Keterjagaan ukiran Toraja ini juga didukung oleh pelaksanaan upacara adat. 2. Simbol. Nilai ini tercermin dari penggunaan ragam hias yang oleh masyarakat unutk perlambangan sesuatu. 3. Seni. Ragam ukiran Toraja merupakan benda seni. Tentunya, ztanpa mempunyai jiwa seni, orang Toraja tidak mungkin dapat menciptakan ukiran yang indah dilihat dan memiliki nilai sakral. 4. Kelas sosial. Bagi masyarakat Toraja, memiliki ukiran dengan motif tertentu adalah sebuah kebanggaan dan menyatakan status sosial dalam kehidupan.
2.4. Jenis Ragam Hias Toraja

Ragam hias yang dimiliki oleh suku Toraja, yang disebut dengan passuraq yang juga berarti akar, dibuat berdasarkan tatanan masyarakat yang berupa kelas sosial dan kegiatan/upacara adat yang ada di Toraja.

2.4.1.

Klasifikasi Gambar Passuraq Berdasarkan Ketentuan Adat

Toraja
2.4.1.1. Garontok Passuraq

Gorontok Passura yaitu gambar utama dan dianggap sebagai pangkal atau dasar untuk memahami budaya Toraja (Anwar Thosibo, 2011). Menurut Tangdilintin (1975), Gorontok Passuraq sendiri memiliki klasifikasi motif yaitu : 1. Paqbarre Allo Paqbarre allo. Barre artinya bulatan, dan allo artinya matahari. Ukiran jenis ini menyerupai bulatan matahari dengan pancaran sinarnya dan biasanya ada di salah satu bagian belakang atau depan rumah di bawah ukiran paqmanuk londong yang berbentuk segitiga. Ukiran ini dimaknai sebagai ilmu pengetahuan dan kearifan yang menerangi layaknya matahari. 2. Paqmanuk Londong Paqmanuk londong. Ukiran ini berupa gambar ayam jantan (pagmanuk londong) secara utuh. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol agar orang bijaksana dan pandai menyesuaikan diri dengan segala macam situasi. 3. Paqtedong Paqtedong. Tedong berarti kerbau. Ukiran ini menyerupai tanduk kerbau dan dimaknai sebagai lambang kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat semua dan keluarga 4. Paqsussuk

Pa Barre Allo

Pa Manuk Londong

Pa Tedong

Pa Sussu

Gambar 3. Motif motif Garontok Passuraq 2.4.1.2. Passuraq Todol Passuraq Todolo, dianggap sebagai penggambaran realitas hidup ketika seseorang berusia dewasa terutama yang telah berkeluarga sampai kakek nenek (Anwar Thosibo, 2011). Menurut Tangdilintin (1975), Passuraq Todolo sendiri memiliki klasifikasi motif yaitu:

1. Paqerong Paqerong. Erong adalah peti untuk menyimpan tulang-belulang orang Toraja yang wafat. Erong ada yang berbentuk kepala kerbau atau babi. Ukiran ini dimaknai sebagai harapan agar arwah leluhur menjaga dan memberkahi rejeki. 2. Paqulu Karua Paqulu Karua. Ulu karua berarti kepala delapan yang mengacu pada mitos bahwa leluhur orang Toraja ada delapan 8 orang. Oleh Karena itu, ukiran ini menyerupai angka 8 dan melambangkan ilmu pengetahuan. 3. Paqkadang Pao Paqkadang Pao. Nama ini berarti kait mangga. Oleh Karena itu, ukiran ini berbentuk seperti kait penjolok yang digunakan untuk mengambil mangga. Ukiran ini dimaknai bahwa untuk mengaitkan harta benda ke rumah harus dengan cara yang jujur dan perlu kerjasama di lingkungan keluarga atau masyarakat.

10

4. Paqbaranaq I Paqbaranaq I. Ukiran ini memiliki bentuk mirip dengan pucuk daun beringin (baranaq). Pohon beringin dalam budaya Toraja dianggap simbol pelindungan dan rejeki. Ukiran ini juga dimaknai sebagai simbol harapan agar keturunan mudah memperoleh rejeki dan dalam satu keturunan semoga ada pemimpin yang melindungi. 5. Paqbarranaq II Paqbarranaq II. Ukiran ini memliki bentuk yang mirip dengan sebelumnya. Dengan demikian, ukiran ini juga dimaknai sebagai simbol harapan agar keturunan mudah memperoleh rejeki dan dalam satu keturunan semoga ada pemimpin yang melindungi. 6. Paqbai Bai. Ukiran ini berupa bentuk babi secara utuh. Babi juga binatang yang penting dalam pola hidup orang Toraja, karena itu perlu diabadikan dalam ukiran. 7. Paqdaun Paria Paqdaun Paria. Ukiran ini menyerupai pohon pariadimana daun dan buahnya biasa digunakan obat cacar oleh orang Toraja. Ukiran ini merupakan simbol pelajaraagar tidak boleh menyakiti orang lain. 8. Paqbombo Wai Paqbombo Wai. Dalam hal ini, bombo berarti binatang air yang melayang di atas air bagaikan angin. Ukiran ini merupakan gambaran manusia yang harus bekerja cepat, tepat waktu, displin, dan terampil. 9. Paqkapuq Baka

Paqkapuq Baka. Kapuq artinya ikatan dan baka artinya bakul atau keranjang. Motif ukiran ini menyerupai ikatan pada penutup bakul (tempat menyimpan pakaian) yang bagi orang Toraja dianggap sakral. Jika ikatan bakul

11

berubah, dipercaya bahwa ada yang mencuri pakaian di dalamnya. Ukiran ini dimaknai sebagai harapan agar keturunan senantiasa bersatu dan senantiasa hidup damai dan sejahtera. 10. Paqtangke Lumuq Paqtangke Lumuq. Motif ukiran ini mempunyai tumbuhan laut dalam air yang tumbuh saling berkaitan dan tak terputus. Oleh karena itu, motif ini dimaknai sebagai harapan agar keluarga berada dalam satu rantai, damai saling tolong menolong. 11. Paqbungkang Tasik Paqbungkang Tasik. Ukiran ini menyerupai bentuk kepiting laut (bugkang tasik). Ukiran ini merupakan simbol harapan agar anak cucu yang ada digunung tetap mendapat rejeki dari laut. 12. Paqtangko Pattung Paqtangko Pattung. Istilah ini berarti menyerupai paku bambu yang biasa digunakan untuk mengaitkan tiang bangunan. Ukiran ini melambangkan kebesaran bangsawan Toraja dan lambang persatuan yang kokoh seperti paku bambu. 13. Paqbulittong Sitebag Paqbulittong Sitebag. Ukiran ini mirip dengan kecebong yang berenang di kubangan air saat kerbau berendam. Ukiran ini merupakan simbol harapan semoga keturunannya berkembang dan anak cucu dalam kesejahteraan. 14. Paqkatik Paqkatik. Artinya burung sejenis enggang berleher panjang. Ukiran ini biasanya ada di depan dan belakang rumah adat Toraja sebagai hiasan, serta merjadi simbol kebesaran dan kebangsawanan pemilik rumah. 15. Paqtalinga

12

Paqtalinga. Talinga artinya telinga. Ukiran ini dimaknai sebagai peringatan agar manusia menggunakan telinganya dengan benar. 16. Paqlolo Tabang Paqlolo Tabang. Ukiran ini menyerupai pucuk daun lenjuang (tabang). Tumbuhan lenjuang biasa ditanam di pinggir sumur sebagai simbol sumber mata air. Daun lenjuang digunakan untuk obat. Karena itu, ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar anak cucu sehat jasmani dan rohani serta jauh dari penyakit. 17. Paqdon Bolu Paqdon Bolu. Don bolu dalam bahasa Toraja berarti daun bolu (sirih) yang digunakan untuk pelengkap saat melakukan ritual permohonan. Motif ini dimaknai sebagai keinginan agar manusia selalu mendapat perlindungan dan berkat. 18. Paqtoloq Paku Paqtoloq Paku. Ukiran ini mirip dengan tumbuhan paku yang pucuknya lancip. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran agar orang memiliki hati yang lurus. 19. Paqdoti Langi

Paqerong

Paqulu Karua

Paqkadang Pao

Paqbaranaq I

Paqbarranaq II

Paqbai

Paqdaun Paria

Paqbombo Wai

13

Paqkapuq Baka

Paqtangke Lumuq

Paqbungkang Tasik

Paqtangko Pattung

Paqbulittong Sitebag

Paqkatik

Paqtalinga

Paqdon Bolu

Paqtoloq Paku

Gambar 4. Motif motif Passuraq Todol

2.4.1.3. Passuraq Malolle Passuraq Malollek, yaitu penggambaran realitas hidup kelompok remaja muda mudi sebelum mereka membangun rumah tangga (Anwar Thosibo, 2011). Menurut Tangdilintin (1975), Passuraq Malollek sendiri memiliki klasifikasi motif yaitu: 1. Paqsalaqbiq Dibungai

14

Paqsalaqbiq dibungai. Bentuk ukiran ini berupa sebilah bambu yang dibuat bersilang-silang dan ujungnya runcing. Ukiran jenis ini terdapat di rumah adat Toraja dan dimaknai untuk penangkal bahaya. 2. Paqtanduk reqpe

Paqtanduk reqpe. Tanduk reqpe berarti tanduk yang menggelayut ke bawah seperti ranting pohon yang keberatan buah. Ukiran yang menyerupai tanduk kerbau ini melambangkan perjuangan hidup dan jerih payah. 3. Paqtakku pare

Paqtakku pare. Ukiran yang menyerupai pohon padi yang merunduk (takku pare) ini merupakan simbol pelajaran agar dalam hidup selalu merendah dan tidak sombong. 4. Paqbunga kaliki Paqbunga kaliki. Ukiran ini menyerupai bunga pepaya (kaliki). Meskipun pahit, daun pepaya dijadikan obat tradisional oleh orang Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran bahwa nasehat yang pahit tidak bermaksud menyakitkan, karena pada akhirnya akan membawa kebaikan. 5. Paqpapan kandaure.

Paqpapan kandaure. Ukiran ini berbentuk segi empat besar dan bermakna harapan menjadi rumpun keluarga besar yang bersatu.

6.

Paqsulan sangbua

Paqsulan sangbua. Sulan berarti sulam atau lipatan seperti tembakau sirih. Oleh karena itu, ukiran ini mirip sulaman tembakau sirih dan dimaknai sebagai lambang kebesaran. 7. Paqsepuq torong kong

15

Paqsepuq torong kong. Ukiran ini menyerupai sulaman pundi tempat sirih. Torong kong digunakan untuk menyebut suku bangsa Rongkong yang masih serumpun dengan orang Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai semangat persatuan kedua suku. 8. Paqbulittong sitebag Paqbulittong sitebag. Ukiran ini mirip dengan kecebong yang berenang di kubangan air saat kerbau berendam. Ukiran ini merupakan simbol harapan semoga keturunannya berkembang dan anak cucu dalam kesejahteraan. 9. Paqpoya Mundapaq 10. 11. Paqbulintong Situruq Karrang Longa

Paqsalaqbiq Dibungai

Pa Tanduk Rape

Pa Tukku Pare

Pa Bunga Kaliki

16

Pa Papan Kandaure

Pa Passulan

Pa Sepu Torongkong

Pa Bulintong Sitebag

Gambar 5. Motif motif Passuraq Malolle 2.4.1.4. Passuraq Pakbarean Passuraq Pakbarean, dianggap sebagai penggambaran berbagai aneka macam kehidupan yang berhubungan dengan suasana yang penuh kegembiraan dan kesenangan (Anwar Thosibo, 2011). Menurut Tangdilintin (1975), Passuraq Pakbarean sendiri memiliki klasifikasi motif yaitu: 1. Paqbarraq-barraq

Paqbarraq-barraq. Istilah ini artinya beras banyak. Dalam kepercayaan orang Toraja, beras hanya masuk ke rumah yang penghuninya tidak pernah bertengkar dan tidak sombong. Motif ini dimaknai sebagai harapan agar dalam hidup selalu cukup beras.

2.

Paqbokoq komba kaluaq

Paqbokoq komba kaluaq. Ukiran ini menyerupai hiasan pada gelang emas dan manik-manik yang dipakai saat upacara adat. Ukiran ini dimaknai sebagai perlambang kewibawaan dan kebesaran kaum bangsawan Toraja.

3.

Paqpolloq gayang

17

Paqpolloq gayang. Polloq artinya ekor, sedangkan gayang artinya keris emas. Ukiran yang menyerupai rumbai ekor penghias keris emas bangsawan Toraja ini melambangkan kebesaran, kedamaian, dan kemudahan rejeki.

4.

Paqulu gayang

Paqulu gayang. Ulu artinya bagian kepala dan gayang artinya keris emas. Ukiran jenis ini menyerupai bagian kepala keris emas dan melambangkan perjuangan dalam mencari harta, terutama emas.

Pa Barra-barra

Pa Komba Kalua

Pa Gayang

Paqulu gayang

Gambar 6. Motif motif Passuraq Pakbarean

2.4.1.5. Passuraq Yang Belum Teridentifikasi.

Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Tangdilintin (1975), banyak ragam hias atau Passuraq Toraja yang telah diklasifikasikan, masih terdapat banyak passuraq yang belum di kelompokkan atau belum teridentifikasi. passuraq tersebut adalah : 1. Paqsiborongan
18

Passuraq

Paqsiborongan. Borongan berarti bekerja secara berkelompok. Tradisi ini diwujudkan menjadi ukiran di rumah-rumah orang Toraja yang berbentuk seperti bunga-bunga yang mekar. Ukiran ini sebagai lambang semangat persatuan dan kekerabatan. 2. Paqsekong kandaure

Paqsekong kandaure. Ukiran ini berbentuk lengkung lingkar yang berlekuk lekuk. Ukiran ini dimaknai sebagai harapan agar seluruh keturunan Toraja hidup berbahagia. 3. Paqsempa

Paqsempa. Artinya silang dan menjadi lambang larangan. Motif ini biasanya ada di pintu rumah atau lumbung padi. Motif ini bermakna setiap orang yang melakukan pencurian akan diberi sangsi adat. 4. Paqsekong sala

Paqsekong sala. Istilah ini berarti silang atau palang yang berkait pada kedua ujungnya. Ukiran jenis ini biasa ditemukan di dinding rumah adat Toraja yang bermakna sebagai simbol peringatan hati-hati bagi rumpun keluarga dalam menempuh kehdiupan. Motif ini juga bermakna agar orang tidak suka mencampuri urusan orang lain.

5.

Paqpolloq songkang

Paqpolloq songkang. Ukiran jenis ini berbentuk segi empat yang dibagi dalam segitiga kecil. Bentuk ini merupakan representasi dari bambu yang biasa digunakan untuk memerah susu. Oleh orang Toraja, ukiran ini dimaknai sebagai lambang kebesaran dan kemampuan 6. Paqreopo sangbua

6. paqpolloq songkang

19

Paqreopo sangbua. Ukiran ini berbentuk garis siku-siku serong yang berlapislapis, sebagai representasi dari gerakan tari melipat lutut. Bentuk ukiran ini biasa ditemukan di dinding lumbung adat dan dimaknai sebagai semangat kebersamaan dan gotong royong. 7. Paqmanik - manik

Paqmanik-manik. Ukiran ini berbentuk manik-manik, hiasan tradisional Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai harapan agar anak cucu Toraja selalu hidup rukun 8. Paqlamban lalan

Paqlamban lalan. Lamban lalan adalah sejenis tumbuhan yang biasanya11.paqlamban tumbuh

lalan di pinggir jalan dan terkadang melintang. Ukiran ini merupakan simbol pelajaran
agar orang jangan suka mencampuri orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. 9. Paqlalan manuk

Paqlalan manuk. Ukiran ini berbentuk segi empat yang berpetak petak dipisahkan garis. Ukiran ini menyerupai jejak kaki ayam (lalan manuk). Ayam adalah binatang yang dianggap penting dalam budaya Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai pelajaran agar orang Toraja bekerja keras dan mandiri dalam hidup.

16.paqdoti siluang I

10. Paqkosik Paqkosik. Ukiran ini menyerupai kumbang air (paqkosik) yang hidup di genangan air bekas sawah. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar anak keturunan dapat hidup makmur dari hasil sawah. 11. Paqkangkung

21. paqerong

20

Paqkangkung. Ukiran ini menyerupai pucuk daun kangkung yang tumbuh di sekitar rumah. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran agar dalam hidup manusia tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tapi juga orang lain, juga sebagai simbol harapan agar anak cucu mendapatkan kelimpahan rejeki. 12. Paqbarak denaq I Paqbarak denaq I. Ukiran ini menyerupai bulu dada burung pipit. Dalam kepercayaan orang Toraja, selain sebagai hama padi, burung pipit juga dimitoskan sebagai burung yang tak jujur dan dilaknat. Oleh karena itu, ukiran ini dijadikan simbol pelajaran agar dalam hidup tetap jujur. 13. Paqbaraq denaq II Paqbaraq denaq II. Ukiran ini serupa dengan sebelumnya, hanya bedanya bentuk bulu-bulunya lebih besar. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol agar dalam hidup manusia bekerja keras. 14. Paqdoti siluang I Paqdoti siluang I. Ukiran ini merupakan repersentasi dari ilmu hitam dan kerbau. Ukiran ini biasanya terdapat pada pembungkus mayat perempuan dan dimaknai sebagai lambang keanggunan perempuan. 15. Paqdoti siluang II Paqdoti siluang II. Ukiran ini berupa segi empat kecil dan besar yang bertanda silang di tengahnya. Ukiran ini biasa terdapat di rumah adat Toraja atau pada pembungkus mayat perempuan. Makna ukiran ini sebagai lambang hati-hati jika mendengar kabar dari perempuan. 16. Paqbulu lodong Paqbulu londong. Kata londong berarti ayam jantan sehingga ukiran ini menyerupai rumbai bulu ayam jantan. Ukiran ini dimaknai sebagai lambang keperkasaan dan kearifan laki-laki atau pemimpin.

21

17. Paqdon lambiri ditepo Paqdon lambiri ditepo. Ukiran ini berbentuk persegi panjang yang dibagi empat, seperti bentuk sawah. Ukiran ini simbol peringatan agar anak cucu adil dalam hal pembagian warisan. 18. Paqerong Paqerong. Erong adalah peti untuk menyimpan tulang-belulang orang Toraja yang wafat. Erong ada yang berbentuk kepala kerbau atau babi. Ukiran ini dimaknai sebagai harapan agar arwah leluhur menjaga dan memberkahi rejeki. 19. Paqdon bolu sangbua Paqdon bolu sangbua. Bolu sangbua berarti selembar sirih Sirih dituangkan dalam motif ukir dengan tujuan sebagai bahan ajar untuk anak cucu agar mencintai lingkungan dan adat. Motif ini merupakan simbol untuk menempuh hidup secara berkelompok 20. Paqdon bolu Paqdon bolu sangbua. Bolu sangbua berarti selembar sirih. Sirih dituangkan dalam motif ukir dengan tujuan sebagai bahan ajar untuk anak cucu agar mencintai lingkungan dan adat. Motif ini merupakan simbol untuk menempuh hidup secara berkelompok.

21. Paqdadu Paqdadu. Motif bercorak dadu ini dimaknai sebagai peringatan agar anak cucu tidak bermain judi. 22. Neq limbongan

Neq Limbongan. Orang Toraja meyakini bahwa nama ini diambil dari nama leluhur mereka yakni Limbongan yang diperkirakan hidup pada 3000 tahun yang

22

lalu. Sedangkan neq berarti danau. Dalam pengertian orang Toraja, limbongan berarti sumber mata air yang tidak pernah kering sehingga menjadi sumber kehidupan. Oleh karena itu, motif ukiran ini berbentuk aliran air yang memutar dengan panah di keempat arah mata angin. Motif ini dimaknai bahwa rejeki akan datang dari 4 penjuru bagaikan mata air yang bersatu dalam danau dan memberi kebahagiaan. 23. Paqbua tinaq Paqbua tinaq. Ukiran ini menyerupai pohon waru (tinaq) yang sangat bermanfaat, daunnya untuk membungkus dan kulitnya dipintal untuk tali. Ukiran menjadi simbol kesatuan dan kesejahteraan dalam keluarga. 24. Paqbatang lau

11.paqlamban lalan

Paqbatang lau. Ukiran ini menyerupai batang labu (lau) yang menjalar ke manamana namun tetap dalam satu rangkaian. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar sanak keluarga tetap terjalin hubungannya meskipun tinggalnya berjauhan. 25. A. Paqsekong anak A. Paqsekong anak. Istilah ini berarti lengkungan bayi ketika masih ada di rahim ibu. Ukiran ini berbentuk demikian juga dan dimaknai sebagai perlambang kejujuran dan keterbukaan.

16.paqdoti siluang I

26. A paqsalaqbiq biasa A. Paqsalaqbiq biasa. Ukiran ini berbentuk pagar rumah yang terbuat dari bambu. Hal ini dimaknai sebagai perlambang sikap kehati-hatian dari segala kemungkinan ancaman. 27. Korong

21. paqerong

23

Korong. Ukiran ini berupa gambar burung bangau (korong) secara utuh. Burung ini oleh orang Toraja dianggap burung pintar karena pandai menangkap ikan. Orang Toraja menggap jika sungai atau sawah ada burung bangau, maka di sana pasti banyak ikan. Burung ini juga dapat bekerjasama dengan manusia. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran agar kita berjuang dan bekerjasama.

28. Darang Darang. Ukiran ini menyerupai bentuk kuda (darang atau narang). Kuda dianggap binatang yang penting dalam pola mata pencaharian orang Toraja, seperti untuk tunggangan atau penarik gerobak. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar anak cucu sehat dan diberikan kekuatan laksana kuda. 29. B. Passekong dibuangai B. Passekong dibungai. Ukiran jenis ini hampir sama dengan sebelumnya, hanya saja lingkarannya diberi hiasan bunga-bunga. Ukiran ini menyerupai segi empat sama sisi yang ujungnya tersembunyi di bagian tengah. Ukiran ini dimaknai sebagai perlambang bahwa seseorang harus bisa menjaga rahasia. 30. B. Paqsalaqbiq ditoqmokki B. Paqsalaqbiq ditoqmokki. Ukiran ini memiliki bentuk yang sama dengan sebelumnya, hanya saja pagar bambu dibuat lebih besar. Bentuk ini dimaknai sebagai harapan agar anak cucu terhindar dari segala wabah penyakit dan marabahaya lainnya. 31. Kotteq Kotteq. Ukiran ini berbentuk gambar itik (kotteq). Itik dalam kebudayaan Toraja dianggap binatang yang memiliki musim telur dan anaknya terkadang ditelantarkan. Seorang lelaki yang sering kawin disamakan dengan itik. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran agar orang dalam hidup dan bekerja memiliki tanggung jawab.

24

32. Asu Ukiran ini berbentuk anjing (asu) yang dianggap sebagai binatang yang jujur sehingga ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran agar jujur dan setia. 33. Paqtedong tumuru Paqtedong tumuru. Istilah ini berarti kerbau yang duduk atau tidur dalam air sambil kepalanya muncul di permukaan. Motif ini dimaknai sebagai harapan agar keluarga memiliki banyak kerbau. 34. Paqbunga Ukiran ini menyerupai bunga yang sedang mekar. Ukiran ini sebagai simbol himbauan agar kepopuleran seseorang di masyarakat disertai dengan budi baik. 35. Paqsekong sala Istilah ini berarti silang atau palang yang berkait kedua ujungnya. Ukiran jenis ini biasanya ditemukan di dinding rumah adat Toraja yang bermakna sebagai simbol peringatan hati hati bagi rumpun keluarga dalam menempuh kehidupan. Ni juga bermakna agar orang tidak mencampuri urusan orang lain. 36. Paqsempa

Silang dan menjadi lambang larangan. Motif ini biasanya ada dipintu ruamh atau lumbung padi. Motif ini bermakna setiap orang yanng melakukan pencuran akan diberi sangsi adat. 37. Paqdadu Motif bercorak dadu ini dimaknai sebagai peringatan agar anak cucu tidak judi. 38. Paqbarraq-barraq

25

Istilah ini artinya beras banyak. Dalam kepercayaan orang toraja, beras akan masuk kerumah yang penghuninya tidak pernah bertengkar dan tidak sombong. Motif ini dimaknai sebagai harapan agar dalam hisup selalu beras. 39. Paqtedong tumuru Kerbau yang duduk atau tidur dalam air sambil kepalanya muncul dipermukaan. Motif ini dimaknai sebagai harapan agar keluarga memiliki banyak kerbau. 40. Paqdon bolu Don bole dalam bahasa toraja berarti daun bolu (sirih) yanhg digunakan untuk pelengkap saat memulai ritual permohonan. Motif ini dimaknai sebagai keinginan agar manusia selalu mendapat perlindungan dan berkat. 41. Paqdon bolu sangbua Bolu sangbua berarti selembar sirih dituangkan dalam motif ukir dengna tujuan sebagai bahan ajar untuk anak cucu agar mencintai lingkungan dan adat. Motif ini merupakan simbol untuk menempuh hidupo secara berkelompok. 42. Paqtakku pare Ukiran ini yang meyerupai pohon padi yang merunduk (takku pare) ini merupakan sombol pelajaran agar dalam hidup selalu merendah dan tidak sombong.

43. Paqbua tinaq Ukiran ini menyerupai pohon waru (tinaq) yang sangat bermanfaat, daunnya untuk membungkus dan kulitnya dipintal untuk kali. Ukiran menjadi simbol kesatuan dan kesejahteraan dalam keluarga. 44. Paqbulittong sitebag

26

Ukiran ini mirip dengan kecebong yang berenang di kubangan air saat kerbau berendam. Ukiran ini merupakan simbol harapan semoga keturunannya berkembang dan anak cucu dalam kesejahteraan. 45. Paqdon lambiri Ukiran ini mirip dengan lambiri, pohon sejenis pohon enau. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar anak cucu memliki sawah berpetak petak seperti daun lambiri, dan jauh dari penyakit padi. 46. Paqtoloq paku Ukiran ini mirip denan tumbujna paku yang pucuknya. Ukiran ini dimaknai sebagai pelajran agar orang memliki hati yang lurus. 47. Paqkatik Artinya burung sejenis burung enggang berleher panjang. Ukiran ini biasanya ada di depan dan belakang rumah adat Toraja sebagia hiasan, serta menjadi simbol kebesaran dan kebangsawanan pemilik rumah. 48. Paqlamban lalan. Lamban lalan adalah sejenis tumbuhan yang biasanya tumbuh di pinggir dan terkadang melintang. Ukiran ini merupakan simbol pelaajran agar orang jangan suka mencampuri orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

49. Paqbarrak denaq I Ukiran ini menyerupai bulu dada burung pipit. Dalam kepercayaan orang Toraja,selain sebagai hama padi, burung pipit juga dimitoskan sebagai burung yang tak jujur dan dilaknat. Oleh karena itu, ukiran ini dijadikan simbol pelajaraan agar dalam hidup tetap jujur.

27

50. Paqbarrak denaq II Ukiran ini dengan sebelumnya, hanya bedanya bentuk bulu bulunya lebih besar. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol agar dalam hidup manusia bekerja keras. 51. Paqkangkung Ukrian ini menyerupai pucuk kangkung yang tumbuh di sekitar rumah. Ukiran ini sebagai simbol pelajaran agar hidup manusia tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tapi juga orang lain, juga sebagai simbol harapan agar anak cucu mendapatkan kelimpahan rejeki. 52. Paqbunga kaliki Ukiran ini menyerupai bunga pepaya (kaliki). Meskipun pahit, daun pepaya dijadikan obat tradisional oleh orang Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol pelajaran bahwa nasehat yang pahit tidak bermaksud menyakiti, karena pada akhirnya akan membawa kebaikan. 53. Paqdon lambiri ditepo Ukiran ini berbentuk persegi panjang yang dibagi empat, seperti bentuk sawah. Ukiran ini simbol peringatan agar anak cucu adil dalam hal pembagian warisan. 54. Paqbatang lau Ukiran ini menyerupai batang labu (lau) yang menjalar kemana mana namun tetap dala satu rangkaian. Ukiran ini dimaknai sebagai simbol harapan agar sanak keluarga tetap terjalin hubungannya meskipun tinggalnya berjauhan. 55. Paqlalan manuk Ukiran ini berbentuk segi empat yang berpetak petak dipisahkan garis. Ukiran ini menyerupai jejak kaki ayam (lalan manuk). Ayam adalah binatang yang dianggap penting dalam budaya Toraja. Ukiran ini dimaknai sebagai pelajaran agar orang Toraja bekerja keras dan mandiri dalam hidup. 56. Paqlolo tabang

28

Ukiran ini menyerupai pucuk daun lenjung (tabang).

Paqsiborongan

Paqsekong Kandaure

Paqsempa

Paqsekong sala

Paqpolloq Songkang

Paqreopo Sangbua

Paqmanik - manik

Paqlamban Lalan

Paqlalan Manuk

Paqkosik

Paqkangkung

Paqbarak denaq I

Paqbaraq Denaq II

Paqdoti Siluang I

Paqdoti Siluang II

Paqbulu Lodong

29

Paqdon Lambiri Ditepo

Paqerong

Paqdon Bolu Sangbua

Paqdon Bolu

Paqdadu

Neq limbongan

Paqbua Tinaq

Paqbatang Lau

A. Paqsekong anak

A paqsalaqbiq biasa

Korong

Darang

B. Passekong Dibuangai

B. Paqsalaqbiq Ditoqmokki

Kotteq

Asu

Paqtedong Tumuru

Gambar 7.
30

Motif motif Passuraq Yang Belum Teridentifikasi


2.4.2.

Pengertian Warna Pada Ragam Hias Toraja

Ukiran Toraja (Gerson, 2011) diukir menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai dengan falsafah hidup dan perkembangan hidup manusia Toraja. Penggunaan warna pada ukiran tersebut tidak boleh diganti/dirubah dalam pemakaian. Bahan warna Passuraq (ukiran) disebut Litak yang merupakan warna dasar bagi masyarakat Toraja yaitu:
1. Warna merah (Litak Mararang) 2. Warna putih (Litak Mabusa)

Warna merah dan putih merupakan warna darah dan tulang manusia yang melambangkan kehidupan manusia. Warna tersebut dapat dipergunakan dimana saja pada waktu ada upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari.
3. Warna kuning (Litak Mariri)

Warna kuning merupakan warna kemuliaan sebagai lambang ketuhanan yang dipergunakan pada waktu upacara Rambu Tuka demi untuk keselamatan manusia.

4. Warna hitam (Litak Malotong)

Warna hitam merupakan lambang dari kematian atau kegelapan dipakai pada waktu upacara Rambu Solo (upacara kematian). Arti warna hitam pada dasar setiap Passuraq (ukiran) adalah bahwa kehidupan setiap manusia diliputi oleh kematian karena menurut pandangan Aluk Todolo bahwa dunia ini hanya sebagai tempat bermalam saja atau tempat menginap sementara.

31

Semua warna Passuraq merupakan warna alam karena bahannya dari tanah, kecuali untuk warna hitam diambil dari arang belanga. Penggunaan bahan ini lebih tahan lama terhadap cuaca dan iklim dibandingkan dengan warna dari bahan sintesis.
2.4.3. Pengertian Motif Pada Ragam Hias Toraja

Pratiwi (2010) menjelaskan bahwa motif-motif ornament pada bangunan Toraja mengambil bentuk-bentuk dasar dari hewan, tumbuhan dan benda langi. Di daerah Kete Kesu juga mengambil bentuk dasar dari bentuk-bentuk tersebut. Bentukbentuk tersebut memiliki makna, antara lain: 1. Motif hewan melambangkan kekuatan dan kekuasaan, contoh: Ayam jantan Kepala kerbau 2. Lumut 3. Matahari : berkokok jam 5 pagi melambangkan kehidupan : menunjukan prinsip yang kokoh.

Motif tumbuhan melambangkan kemakmuran, contoh: : menandakan sawah sebagai sumber kehidupan Motif benda langit melambangkan kekuasaan Tuhan, contoh: : sebagai sumber cahaya (terang) dalam kehidupan

Sedangkan warna dasar (kasemba) terdiri dari 4 warna, yaitu: 1. Merah : berani berkorban 2. Kuning: keagungan 3. Hitam : berani berbuat baik 4. Putih : mandiri

32

Lebih lanjut, Pratiwi (2010) menambahkan bahwa jumlah motif ornament yang umum digunakan sekarang kurang lebih 74 jenis, karena motif-motif yang lain dianggap terlalu berat untuk digunakan/diamalkan. Contoh: Paqkadang Sepru (beras) melambangkan putusnya hubungan kekerabatan.

Gambar 8. Pada ornamen ukiran Toraja, Ayam juga menempati tempat yang penting bagi penduduk Toraja selain Kerbau.
(Sumber: Dwitagama, 2010)

2.4.4.

Ukiran Pada Acara Pemakaman Toraja

Acara pemakaman pada masyarakat suku Toraja merupakan sebuah ritual sakral yang sangat diperhatikan detail pelaksanaannya. Begitu juga dengan ragam hias yang digunakan pada acara pemakaman ini. Biasanya ragam hias digunakan untuk menghiasi keranda dan juga area pemakaman.
2.4.4.1. Jenis-Jenis Keranda Pada Acara Pemakaman Toraja

Duli (2011) dalam proposal tesis di Universiti Sains Malaya berjudul Kebudayaan Dan Tradisi Pengebumian Keranda Erong Di Tana Toraja, Sulawesi, Indonesia menjelaskan bahwa hal yang menarik pada acara pemakaman Toraja adalah penggunaan wadah kubur berupa erong dalam beberapa bentuk, yaitu bentuk persegi, babi, ayam, kerbau, dan perahu. Wadah-wadah tersebut merefleksikan

33

stratifikasi sosial. Erong berbentuk kerbau sebagai pertanda status sosial dan dianggap sebagai kendaraan arwah ke alam puyah. Wadah erong berbentuk persegi, bentuk babi dan bentuk ayam diperuntukkan bagi kelas sosial menengah (tanak karurung), wadah erong berbentuk kerbau diperuntukkan bagi keluarga bangsawan (tanak bassi) dan bangsawan tinggi (tanak bulaan), sedangkan erong berbentuk perahu diperuntukkan bagi bangsawan tinggi (tanak bulaan) yang dianggap pertama kali datang ke daerah tersebut atau sebagai pendiri kampung.

Gambar 9. Ukiran yang dibuat di keranda orang yang sudah meninggal


(Sumber: Blanche, 2010)

Dalam proposalnya, Duli (2011) menjelaskan juga bahwa binatang peliharaan seperti babi, ayam dan kerbau merupakan standart dalam penilaian tingkat status sosial dan ekonomi. Kerbau merupakan korban persembahan yang utama bagi para dewa, sehingga semakin banyak kerbau yang dikorbankan dalam upacara kematian akan mempermudah arwah leluhur mencapai tingkat dewa di alam puya. Sementara erong berbentuk perahu, selain pertanda stratifikasi sosial tinggi (tanak bulaan), bermakna pula sebagai kenderaan arwah ke alam puya. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa nenek moyang mereka yang pertama datang ke tempat tersebut mempergunakan perahu, sehingga perjalanan selanjutnya ke alam puya harus juga menggunakan perahu. Erong dihiasi dengan beberpa motif hiasan seperti garis-garis geometris berupa belah ketupat, swastika, deretan titik-titik dan bulatan. Maknanya adalah sebagai tanda stratifikasi sosial, yaitu erong yang diperuntukkan bagi bangsawan tinggi.

34

Lebih lanjut Duli (2011) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk keranda Erong, seperti bentuk perahu, kerbau dan babi, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan dan status sosial mereka, terutama bahwa dalam ajaran Aluk Todolo mengatur tentang stratifikasi sosial, yang menggariskan bahwa hanya stratifikasi sosial tinggi seperti bangsawan, keluarga bangsawan dan orang terpandang lainnya yang boleh menggunakan keranda Erong ketika ia mati. Perbedaan bentuk, ukuran dan ragam hias, sebagai perlambang dari status sosial dan peranan mereka ketika masih hidup, bangsawan tinggi, menengah, biasa dan orang terpandang lainnya, akan menggunakan keranda Erong yang berbeda.

Gambar 10. Keranda Erong Kerbau atau Erong Toraja yang dipamerkan di Muzium Negara.
(Sumber: Berita Harian Online, 2011)

2.4.4.2. Ukiran Patung (Tau-Tau) Pada Acara Pemakaman Toraja

Masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan, mengenal jenis patung yang disebut sebagai Tau Tau. Dalam Wikipedia (2010) dijelaskan bahwa Tau Tau adalah jenis patung yang terbuat dari kayu atau bambu. Kata "tau" adalah kata Toraja yang berarti "manusia", dan "tau tau" yang berarti "pria" atau "patung". Tau Tau berasal dari abad ke-19, hanya diproduksi untuk orang kaya yang mencerminkan status dan kekayaan dari almarhum. Para Tau Tau adalah wakil dari almarhum, yang selalu menjaga makam dan selalu hidup. Awal 1900-an, dengan kedatangan para

35

misionaris Kristen Belanda di Toraja, produksi Tau Tau agak dibasahi. Pada tahun 1972, 400 pengunjung menghadiri ritual pemakaman Puang Sangalla dari bangsawan tertinggi di Tana Toraja dan murni berdarah terakhir Toraja mulia. Wikipedia (2010) menjelaskan juga bahwa patung itu hanya diukir untuk menunjukkan jenis kelamin yang meninggal. Mereka akan menjadi lebih dan lebih rumit, karena mencoba untuk meniru rupa almarhum. Jenis-jenis kayu yang digunakan untuk Tau Tau dan apa yang mereka kenakan juga mencerminkan status dan kekayaan dari almarhum. Tau Tau orang kaya umumnya akan terbuat dari kayu dari pohon nangka dan biasanya ditemukan berdiri di pintu masuk makam, yang diukir dari batu wajah Toraja. Posisi mereka, mengacu pada Tau Tau lainnya, dalam menghadapi batu akan menunjukkan status almarhum. Hanya orang kaya yang mampu membayar Tau Tau permanen karena mereka memerlukan tukang batu pembangun spesialis atau gua yang dapat melubangi gua keluar dari formasi batuan. Pembangun gua biasanya membutuhkan pembayaran beberapa kerbau yang hanya cukup kalangan kaya yang mampu membayarnya. Semakin rendah kalangannya, umumnya memiliki Tau Tau yang terbuat dari bambu, yang akan menanggalkan pakaiannya di ujung pemakaman, hanya menyisakan bambu pada ritual lapangan. Tau Tau bayi mewakili almarhum ditempatkan di dalam bagian berlubang dari sebuah pohon yang hidup.

36

Gambar 11. Tau tau yang di letakkan di lubang-lubang gua


(Sumber: Wikipedia, 2010)

Nanaharmanto (2010) dalam artikelnya berjudul Tau Tau menjelaskan bahwa Tau Tau adalah replika atau tiruan dari orang Toraja yang sudah meninggal. Diletakkan di sekitar tempat jenasahnya dimakamkan. Tau Tau berasal dari kata tau yang berarti orang atau manusia, dan disertai pengulangan tau yang bermakna menyerupai, Tau Tau secara harfiah berarti orang-orangan. Dalam kepercayaan Alu To Dolo, paham animisme sebelum agama Kristen, Katolik dan Islam masuk, Tau Tau bukan melambangkan badan atau raga almarhum, melainkan simbol roh atau spirit sang almarhum yang tidak ikut mati, tetapi melanjutkan kehidupan lain di alam berikutnya sesudah kematian. Lebih lanjut, Nana (2010) menjelaskan bahwa ada tiga jenis kayu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Tau Tau, berdasarkan status sosial orang yang meninggal, yaitu:
1. Bilah bambu, untuk membuat Tau Tau almarhum dari strata status sosial

terendah.
2. Kayu randu (kayu kapok dalam bahasa setempat) untuk membuat Tau Tau

almarhum dari strata status sosial menengah.


3. Kayu Nangka, untuk membuat Tau Tau almarhum dengan strata sosial

paling tinggi/bangsawan.

37

Gambar 12. a. Tau Tau kuno, teknologi zaman dulu, "asal" bermata, berhidung dan bermulut b. Contoh Tau Tau orang yang sudah meninggal dunia yang dipajang di gua-gua.
(Sumber: Nana, 2010)

Dalam tulisannya, Nanaharmanto (2010) juga menjelaskan bahwa biaya pembuatan Tau Tau sangat besar. Prosesnya memakan waktu hingga berbulanbulan. Khusus untuk pembuatan Tau Tau dari kayu nangka, ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Dimulai dengan pemilihan pohon nangka yang sesuai untuk pembuatan Tau Tau ini. Hanya kayu pohon nangka yang digunakan untuk bangsawan dan masyarakat dengan status sosial tinggi lainnya. Pohon nangka yang terpilih, haruslah berasal dari hutan, yang dipilih oleh orang khusus, didoakan, disertai dengan penyembelihan seekor babi dewasa. Setelah pohon ini ditebang, barulah batang nangka ini dibawa ke rumah si pengrajin Tau Tau yang telah ditentukan oleh keluarga. Untuk jasanya membuat satu Tau Tau, pengrajin mendapat imbalan satu ekor kerbau dewasa. Sebelum mulai membuat tau tau, satu ekor babi dewasa harus dipotong untuk upacara. Proses pembuatan dimulai dari kepala, leher, badan dan tangan. Pada saat membuat alat kelamin Tau Tau, harus didahului lagi dengan penyembelihan seekor lagi babi dewasa. Alat kelamin harus dibuat sesuai dengan gender sang almarhum yang merupakan adat dari ratusan tahun yang lalu, warisan leluhur pendahulu. Untuk membuat satu Tau Tau harus ada minimal tiga ekor babi untuk dipotong. Rambut Tau Tau sendiri dibuat dari serat daun nanas. Bajunya juga dijahit sendiri oleh pengrajin yang mengerjakannya. Menurut Nanaharmanto (2010), di Tana Toraja, liang kubur batu bisa dipesan sebelum seseorang meninggal, tetapi untuk Tau Tau tidak bisa dipesan sebelum orang tersebut meninggal. Semasa hidupnya, tabu jika memesan Tau Tau untuk dirinya sendiri atau yang masih hidup. Mungkin dianggap memesan/mendahului kematian diri sendiri atau orang lain. Untuk membuat Tau Tau, keluarga yang berduka harus mampu mengadakan pesta Rambu Solo dengan memotong sedikitnya 24 ekor kerbau.

38

Setelah seseorang meninggal dan hendak dipestakan Rambu Solo barulah keluarga berunding kepada pengrajin mana dan siapa sang alamarhum akan diabadikan dalam Tau Tau. Ekspresi Tau Tau selalu sedih dengan dahi berkerut merut tetapi bukan berwajah berbahagia, maksudnya adalah karena orang Toraja bagaimanapun juga, mau tidak mau, tetap memikirkan bagaimana kelak kalau ia meninggal. Biayanya sangat besar. Belum lagi semasa hidupnya mereka juga pasti ikut menanggung biaya pesta kematian nenek atau orangtuanya, bagaimana cara mengembalikan kerbau dan babi yang dipersembahkan kepada keluarga mereka dalam pesta Rambu Solo. Kerbau dan babi itu adalah hutang yang harus dikembalikan, cepat atau lambat. Demikian keras mereka berpikir, hingga dahi menjadi berkerut merut, dan tercetak dalam Tau Tau. Nanaharmanto (2010) juga menjelaskan bahwa Tau Tau ada yang juga berupa pajangan dan dijual. Tau Tau yang asli dengan pemotongan babi tidak boleh dipajang/dipamerkan di muka umum, dan pembuatannya dilakukan di rumah si pengrajin, bukan di bengkel /artshop. Tau Tau yang merupakan pajangan dan memang dijual umumnya dibuat setinggi 1,5 m. Sedangkan Tau Tau untuk souvenir lebih kecil lagi ukurannya.

Gambar 13. Contoh Ukiran Tau Tau yang dijual.


(Sumber: Nana, 2010)

39

40

You might also like