You are on page 1of 21

A.

Mekanisme Penyakit Menular Yaitu berbagai cara atau mekanisme di mana unsur penyebab penyakit dapat mencapai manusia sebagai pejamu potensial. Mekanisme tersebut meliputi agent meninggalkan resrvoir, serta cara penularan untuk mencapai pejamu potensial. Seseorang yang sehat mungkin akan tertular suatu penyakit menular tertentu sesuai dengan posisinya dalam masyarakat, faktor tersebut yaitu : a. Faktor lingkungan fisik sekitarnya merupakan media yang ikut mempengaruhi kualitas dan kuantitas agent b. Faktor lingkungan biologis yang menentukan jenis vector dan reservoir penyakit serta unsur bioogiyang hidup dan berada di sekitar manusia c. Faktor lingkungan sosial yaitu kedudukan setip orang dalam masyarakat, termasuk kebiasaan hidup dan kegiatan sehari-hari, dll.

1) Agent Keluar dari Pejamu Agent akan keluar dengan cara tersendiri yang cukup beraneka ragam sesuai dengan jenis dan sifat masing-masing. Secara garis besar, cara kelur agent dari tubuh pejamu dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu : a. Melalui Conjunctiva, yang biasanya hanya dijumpai oleh beberapa penyakit mata tertentu, seperti trakom. b. Melalui Saluran Nafas ( Hidung & Tenggorokan ), dalam bentuk droplet saat penderita bicara, bersin, batuk atau melalui udara pernafasan, misal TBC, difteria, influenza, campak. c. Melalui Pencernaan, keluar bersama ludah, muntah, maupun tinja, misal penyait kolera, tifus abdominalis. d. Melalui Saluran Urogenitalia, bersama urine atau zat lain yang kelar melalui saluran tersebut, missal hepatitis. e. Melalui luka pada kulit maupun mukosa seperti penyakit sifili, frambusia. f. Secara mekanik seperti gigitan atau suntikanpada penyakit tertentu, misal hepatitis serum, HIV/AIDS.

2) Cara Penularan (Mode of Transmission)

Mode of transmission adalah suatu mekanisme dimana agen penyebab penyakit tersebut ditularkan kepada host. Secara garis besar cara penularan penyakit dibagi menjadi dua bagian,yaitu penularan langsung dan penularan tidak langsung.

a. Penularan Langsung (Direct Transmission) Yaitu perpindahan sejumlah agent dari reservoir langsung ke host potensial melalui pintu masuk (portal of entry) yang sesuai.penyakit. Yang dikategorikan dalam penularan langsung dapat terjadi karena bersentuhan langsung dengan penderita sebagai reservoir (manusia/hewan), dengan tumbuhan. Penularan langsung dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu : Penularan langsung dari orang ke orang Penyakit yang hanya menyerang manusia, di mana mansia merupakan satu-satunya reservoir. Manusia sebagai reservoir dapat sebagai penderita dengan gejala klinis yang jelas tapi dapat juga dalam bentuk pembawa kuman (carrier) dengan tanpa gejala klinis sama sekali. Carrier atau pembawa kuman adalah penderita/mereka yang sedang/pernah terinfeksi yang masih mengandung agent penyebab penyakit menular tetapi tanpa gejaa klinis. Bentuk pembawa kuman dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu : Healthy carrier, yaitu mereka yang tidak menampakkan menderita suatu penyakit tetapi dalam tubuhnya mengandung agent yang dapat menular ke orang lain, misal hepatitis B, meninggococcus. Incubatory carrier, yaitu mereka yang masih dalam masa tunas tetapi berpotensi menularkan penyakit, missal cacar air, campak. Convalescent carrier, yaitu mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, misal masa penularan hanya sampai tiga bulan seperti kelompok salmonella, hepatitis B, dipteri. Chronis carrier, yaitu sumber penularan yang cukup lama, seperti penyakit tifus abdominalis, hepatitis B.

Kelompok terbesar dalam penularan langsung dari orang ke orang yaitu penyakit kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti sifilis, gonorrhe, trichomonas vaginalis, penyakit saluran pernafasan leh virus maupun bakteri seperti TBC, influenza, serta penyakit lepra dan penyakit kulit lainnya. Penularan langsung dari binatang ke orang Penyakit yang dapat menular langsung dari binatang ke orang, penyakit ini hanya dijumpai pada binatang tetapi dapat menular dan menjangkit manusia secara langsung. Penyakit kelompok ini termasuk kelompok penyakit zoonosis (infeksi atau penyakit menular yang ditularkan secara alamiah oleh binatang bertulang belakang (vertebrata) kepada manusia).cara penularannya secara Bersentuhan langsung dengan binatang yang menderita (melalui gigitan, bagian-bagian tubuh binatang yang mati), misal rabies, brucellosis.

b. Penularan Tidak Langsung ( Indirect Transmission) Penyakit menular dapat menular melalui media lain. Berdasarkan media utama penularan, maka penyakit menular dapat ditularkan melalui : Melalui udara (Air Borne) Penularan penyakit melaui udara dapat terjadi dalam bentuk droplet nuclei (partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering) maupun dust (bentuk partikel dgn berbagai ukuran sbg hasil dari Resuspensi partikel yg terletak di lantai, ditempat tidur serta yg tertiup angin bersama debu lantai/tanah). Penularan melalui udara dalam bentuk droplet nuclei atau dust bergantung pada ukurannya, jika ukurannya besar maka akan tersangkut pada jalan nafas dan dibuang keluar oleh mekanisme yang terjadi dalam saluran nafas. Penularan melaui udara memegang peranan sangat penting pada beberapa penyakit menular seperti TBC. Mungkin droplet jatuh ke lantai dalam bentuk droplet nuclei dan kemudian terisap orang lain bersama debu dan akhirnya terjadi penularan. Penularan melalui udara umumnya terjadi di dalam ruangan tertutup seperti gedung, rumah sakit,

laboratorium, dll. Sehingga konstruksi bangunan terutama ventilasi dan pertukaran udara sangat penting. Melalui makanan/minuman/benda lain (Vehicle Borne) Melalui makanan/minuman/benda lain (Vehicle Borne) merupakan penularan kontak tidak langsung melalui benda mati (formites) seperti makanan, minuman (air minum, susu). Dan kelompok penyakit menular ini berhubungan dengan penyakit saluran pencernaan, dan melalui bendabendalain seperti alat mandi, tempat tidur, pakaian juga dapat menularkan penyakit menular seperti trichomonas vaginalis, penyakit kulit (panu, kadas, dll). Penularan penyakit melalui makanan, minuman dan benda-benda lain dapat bersumber dari manusia maupun binatang. Melalui makanan (food borne disease) Penyakit yang penularannya melalui makanan umumnya masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dimana makanan yang dimakan telah terkontaminasi atau mengandung agent penyakit menular. Penyakit yang bersumber dari manusia dan penularannya melalui makanan yaitu: o Organisme usus (enteric organisms) tifus abdominalis (typhoid), salmonellosis, disentri, kolera, diare pada bayi. o Organisme yang masuk ke dalam makanan melalui droplet nuclei tuberculosis, streptococcus. o Berberapa jenis parasite ascaris, strongleydies stercoralis, dll. Penyakit yang bersumber dari binatang ke manusia melalui makanan atau bashan makanan, yaitu : o Daging hewan taenia solium (dari daging babi), taenia saginata (dari daging sapi), diphilobotrium (ikan). o Melaui telur unggas salmonellosis o Melalui kontaminasi pada makan dengan binatang tertentu tikus (leptospirosis), anjing (echinococcosis). Melalui air (water borne disease) Penularan penyakit melalui air hampir sama dengan penularan melaui makanan, tetapi daa pula yang masuk ke dalam tubuh malaui kulit

(contact penetration) seperti schistosomiasis. Penularan penyakit melalui air ini biasanya sering dijumpai pada Negara berkembang yang memiliki kualitas air yang jelek. Beberapa penyakitnya adalah kolera, tifus abdominalis, disentri amuba, infeksi hepatitis, dll. Sedangkan penularan melalui susu (milk borne disease) mekanismenya adalah sebagai berikut: Susu merupakan media paling baikuntuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme penyebab. Juga susu sering diminum dalam keadaan tanpa dimasak, sedangkan susu yang terkontaminasi tidak memperlihatkan tanda-tanda tertentu atau gejala yang berbahaya. Penyakit yang berasal dari manusia yang dapat menular melalui susu dalam bentuk droplet nuclei (tuberculosis), disentri, enteric fever, salmonellosis infant diare oleh E.coli, dll. Selain itu ada yang bersumber dari sapidan dapat menular ke manusia melalui susu, seperti brucellosis, Q-fever, dll. Melalui vector (Vector Borne Disease) Penularan penyakit melalui vector dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: o secara mekanik Agent penyakit mungkin berasal dari tinja,urine maupun sputum penderita yang hanyamelekatpada bagian ubuh vector dan kemudian dapat diindahkan pada makanan atau minuman pada saat hinggap atau mnyerap pada makanan tersebut. o secara biologis agent penyakit masuk kedalam tubuh vector melalui gigitan atau keturunannya. Selama dalam tubuh vector, agent penyakit bekembang biak dan mengalami perubahan morfologis, sampai pada akhirnya menjdai bentuk yang invektif terhadap pejamu potensial. Setelah mencapai bentuk invektif, agent akan keluar dari vector melalui gigitan,tinja atau cara lain untuk berpindah ke pejamu potensial. Penyakit-penyakit yang dapat ditukarkan oleh vector yaitu : a. nyamuk (mosquito borne disease) malaria, filariasis, demam dengue

b. kutu louse (louse borne disease) epidemic tifus feve, epidemic relapsing fever c. kutu flea (flea borne disease) pes, tifus murin d. penyakit oleh serangga lain sunfly fever, lesmaniasis,

barthonellosis oleh lalat phlebotonus, dll.

B. Kekuatan Infeksi (Force of Infection) Kekuatan infeksi adalah salah satu parameter epidemiologi utama penyakit menular. Kekuatan infeksi juga dapat disebut dengan penularan dimana dapat dilambangkan dengan , adalah tingkat dimana individu rentan terinfeksi oleh penyakit menular. Karena memperhitungkan kerentanan maka dapat digunakan untuk membandingkan tingkat penularan antara kelompok yang berbeda dari populasi untuk penyakit menular yang sama, atau bahkan antara penyakit menular yang berbeda. Artinya, berbanding lurus dengan (tingkat transmisi efektif).

Dalam mengukur kekuatan infeksi ada segala macam kesulitan seperti perhitungan, hal itu disebabkan karena tidak semua infeksi baru dilaporkan, dan seringkali sulit untuk mengetahui berapa banyak kerentanan.

Untuk penyakit menular banyak diasumsikan bahwa kekuatan infeksi adalah tergantung usia. Sebuah ukuran kunci transmisi dalam populasi tertentu adalah kekuatan infeksi. Ini didefinisikan sebagai tingkat kapita per seketika di mana kerentanan memperoleh infeksi dan mencerminkan tingkat kontak dengan potensi untuk transmisi antara kerentanan dan menginfeksi.

Dalam penyakit menular jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tergantung pada jumlah orang yang menular dalam populasi rentan dan kontak antar mereka. Kekuatan infeksi = Jumlah individu menular Tingkat transmisi

Oleh karena itu:

Jumlah orang yang baru terinfeksi = Kekuatan infeksi Jumlah individu yang rentan di populasi

C. Teori Epidemi Dalam epidemiologi, epidemi (dari bahasa Yunani epi- yang berarti pada dan demos yang berarti rakyat) adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju ekspektasi (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman mutakhir. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incidence rate (bahasa Inggris; "laju timbulnya penyakit"). Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia, pengertian wabah dapat dikatakan sama dengan epidemi, yaitu "berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka." (UU 4/1984). Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit), lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Epidemik berbeda dengan endemik yang kelanjutan infeksinya dideskripsikan dengan pengukuran insidensi dan prevalensi penyakit. Karakteristik epidemi meliputi hal-hal berikut: 1. Periode laten, yaitu interval waktu dari awal infeksi sampai awal penularan. 2. Masa inkubasi, yaitu interval waktu dari awal infeksi sampai timbulnya gejala klinis penyakit. Masa inkubasi bervariasi dari penyakit terhadap penyakit dan untuk penyakit tertentu memiliki kisaran. Kisaran ini meluas dari masa inkubasi minimum sampai maksimum.

3. Masa penularan, yaitu periode di mana seorang individu menular. Periode menular dapat dimulai sebelum proses penyakit dimulai (misalnya hepatitis) atau setelahnya (misalnya penyakit tidur). Pada beberapa penyakit, seperti difteri dan infeksi streptokokus, penularan dimulai dari tanggal paparan pertama.

Gambar 1. Parameter infeksi

Berbagai faktor memodifikasi periode inkubasi sehingga bila diplot pada grafik berdasarkan waktu, ditemukan peningkatan dengan cepat ke puncak kemudian penurunan dari periode yang lebih lama. Dosis yang menginfeksi, portal masuk, respon kekebalan host dan faktor-faktor lain memodifikasi distribusi normal untuk memperpanjang ekor grafik. Dengan menggunakan skala log waktu, kurva miring ini dapat dikonversi ke distribusi normal dan masa inkubasi rata-rata diukur.

Gambar 2. Kurva distribusi waktu infeksi (kurva epidemic)

Menurut sifatnya epidemi dapat dibagi dalam bentuk utama yakni : bentuk common source dan bentuk propagated atau progressive.

1. Common Source Epidemic (CSE) Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu relatif singkat (sangat mendadak). Ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang cepat, Masa inkubasi yang pendek Episode penyakit merupakan peristiwa tunggal Muncul hanya pada waktu tertentu saja Hilangnya penyakit dalam waktu yang cepat Contoh: keracunan makanan

Basic approach dalam investigasi CSE adalah mendapatkan informasi tentang: Person : usia, jenis kelamin, pekerjaan, etnis, dll. Place : negara, distrik, kota, desam rumah tangga, dan hubungan dengan geographical features seperti jalan, sungai, hutan, dll. Time : tahunan, bulanan (musiman), harian, dll.

CSE secara umum juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu point source epidemic (PSE) dan extended source epidemic (ESE). Perbedaan keduanya terletak pada bentuk grafik epidemi berdasarkan waktu.

Gambar 3. Grafik PSE dan ESE

Gambar 4. Investigasi CSE

Pada CSE, kurva epidemic mengikuti suatu distribusi normal. Median dari masa inkubasi dapat ditentukan secara mudah dengan membaca waktu dari setengah (50%) yang terjadi pada grafik. Kurva epidemi yang terbentuk dari keterpaparan berganda pada waktu yang berbeda dan disertai dengan masa inkubasi yang bervariasi menyebabkan puncak kurva kurang lancip. Penyakit oleh faktor penyebab bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum

10

melebihi periode waktu seperti adanya zat beracun di udara terbuka digolongkan dalam ESE.

CSE dapat ditunjukkan dengan penghitungan overall attack rate. Rumusnya adalah sebagai berikut.

Pada infeksi baru, semua orang akan berisiko (misalnya dengan virus SARS), tetapi karena infeksi menyebar, orang akan menjadi kebal sehingga tidak lagi beresiko. Jika suatu epidemi terjadi secara berkala (misalnya campak), hanya orang-orang yang belum terinfeksi sebelumnya atau belum divaksinasi yang akan berisiko.

2. Propagated Source Epidemic (PSE) Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik seara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor. Kejadian epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta lamanya masa inkubasi. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyakit tersebut. Pada PSE, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi mulai menurun sampai batas minimal.

Ciri-ciri PSE umumnya adalah sebagai berikut. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang pelan, Masa inkubasi yang panjang, Episode penyakit merupakan peristiwa majemuk Waktu munculnya penyakit tidak jelas, Hilangnya penyakit dalam waktu yang lama,

11

Contoh: cacar air.

Gambar 5. Investigasi PSE

Pada PSE, fase infeksi terjadi secara berkala. Periode waktu selama fase ini disebut serial interval. Cara mengukur feature-nya sama dengan CSE, sedangkan waktu kekambuhan diukur dari serial interval. Penularan atau probabilitas bahwa pajanan akan menyebabkan transmisi, diukur dgn secondary attack rate.

Jika kedua bentuk epidemi tersebut dibandingkan, maka jelas tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemic menurut waktu. Pada letusan dengan CSE, tampak kurva epidemic yang meningkat secara cepat dan juga menurun sangat cepat dalam batas satu masa inkubasi saja, sehingga angka serangan kedua (secondary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain pihak, bentuk kurva epidemic pada PSE berkembang lanjut dan melampaui satu masa inkubasi. Pada keadaan tertentu dengan sisten surveillans yang baik, dapat ditentukan turunan dan setiap kasus pada angka

12

serangan berikutnya. Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa inkubasi yang dapat mengaburkan pola epidemic yang terjadi. Selain dari kedua bentuk epidemic tersebut di atas,masih dikenal pula bentuk epidemic lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya melalui vector (vector borne epidemics). Bentuk epidemic ini biasanya agak sama kecilnya dengan area dari CSE, tetapi dalam lingkaran penularannya dapat dijumpai peranan zoonosis, manusia, atau campuran dari keduanya sebagai sumber penularan kepada vector. Kebanyakan wabah vector borne mempunyai lingkaran penularan berganda antara vector dan host sebelum cukup banyak kasus manusia yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah. Ada kemungkinan di mana sulit untuk menentukan keadaan dan sifat suatu epidemi dengan hanya berdasarkan pada epidemi semata. Umpamanya suatu kurva yang khas sebagai bentuk point source/common source mungkin dipengaruhi oleh perkembangan terjadinya kasus sekunder, yang terjadi karena berlanjutnya kontaminasi dengan sumber penularan atau mungkin pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dari masa inkubasi. Di lain pihak pada penyakit influenza klasik, umpamanya yang bersifat propagated dengan masa inkubasi yang relativf pendek dan sifat infestisitas yang cukup tinggi, dapat menghasilkan kurva epidemi yang cepat naik dan cepat pula turun sehingga mirip dengan kurva CSE. Namun demikian sifat penyebaran penyakit menurut tempat (penyebaran geografis) dapat membantu kita untuk membedakan kedua jenis epidemic tersebut. Dalam hal ini, bentuk PSE lebih cenderung memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus. Sebenarnya apabila dianalisis secara luas maka awal dari suatu wabah pada dasarnya lebih banyak ditentukan oleh perilaku penjamu, dibanding dengan sifat infeksi/penularan maupun sifat kimiawi dari produk mikro-organisme. Seperti hanya dengan agent infeksi, maka ide serta tingkah laku dapat pula disebarkan dari orang ke orang. Sebagai contoh, penyakit hepatitis B dan malaria telah menyebar dan meluas melalui berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan obat. Perkembangan kasus tidak hanya tergantung pada penularan dari orang ke orang, tetapi juga erat hubungannya dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok tertentu.

13

Kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui jarum suntikan, atau merokok adalah sama perannya dengan efek pisiologis pada tingkat awal penyakit. Secara konseptual dan secara teoritis maka rantai peristiwa pada suatu letusan, CSE relatif tampak sangat sederhana. Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan umum,maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok termasuk mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan rentangan masa inkubasi kejadian penyakit tersebut. Sedangkan pada epidemi bentuk propagated/progressif (PSE), upaya

penentuannya akan lebih sulit. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi dari orang ke orang yang potensial lainnya sangat tergantung kepada berbagai faktor, terutama jumlah orang yang kebal/rentan (peka) dalam populai tersebut (keadaan herd immunity). Di samping itu, juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta mobilitas penduduk setempat.

3. Food and Water Borne Epidemic Selain ketiga bentuk di atas, terdapat pula jenis epidemi penyakit yang terbawa oleh makanan dan air (food and waterborne disesase). Investigasi dapat dilakukan dengan case control atau cohort studies. Contoh penggunaan dari studi case-control dalam penyelidikan kolera diberikan di mana ikan diduga mengandung agen etiologi. Dalam komunitas ini, orang lebih suka makan ikan diasinkan, tetapi mentah. Kasus diinvestigasi, kelompok yang makan ikan mentah dibandingkan dengan kelompok serupa yang belum memiliki penyakit. Case Makan Tidak makan Total a) 31 c) 34 3 Control b) 8 d) 60 68 Total 39 63 102

14

Penelitian kohort kelompok adalah sekelompok orang yang terkena agen etiologi yang sama. Dengan mengikuti kelompok ini dari waktu ke waktu, risiko penyakit berkembang dapat diukur. Sebuah modifikasi dari teknik ini dapat digunakan dalam penyelidikan wabah, terutama wabah keracunan makanan. Ini membandingkan tingkat serangan pada orang-orang yang terkena faktor dengan angka serangan pada mereka yang tidak terkena faktor. Dalam wabah keracunan makanan, di mana berbagai makanan dicurigai, maka kisaran tingkat serangan pada mereka yang makan dan tidak makan dapat dibandingkan. Hal ini diilustrasikan.

Risiko relatif untuk setiap jenis makanan dihitung seperti di atas dan hasil ditetapkan dalam sebuah tabel. Sebagian besar risiko relatif nilai adalah sekitar 1, tapi ada lebih dari empat kali risiko menjadi sakit jika Anda makan ikan, sehingga penyidik akan menduga ikan sebagai penyebab paling mungkin.

Dinamika Epidemi Peningkatan kasus pada epidemi memberikan suatu ukuran yang disebut basic reproductive rate di mana di dalamnya diukur rata-rata jumlah kasus berikutnya dari satu kasus tunggal ke tidak terbatas secara menyeluruh dalam populasi yang rentan. Misalnya, jika satu kasus memunculkan dua kemudian dua menjadi empat dan

15

seterusnya, maka basic reproductive rate adalah 2. Ini adalah situasi yang paling ekstrim. Pada kenyataannya, epidemi dimodifikasi oleh kekebalan atau populasi dibatasi oleh orang yang telah terinfeksi, karena itu, seperti peningkatan pesat tidak terjadi. basic reproductive rate kurang dari 1, epidemi tidak akan lepas landas. Pentingnya dari konsep ini adalah dalam kontrol, di mana jika laju reproduksi dasar dapat dikurangi di bawah 1, maka penyakit akan mati. Basic reproductive rate telah digunakan dalam model matematika penyakit, terutama untuk malaria dan filariasis.

Gambar 6. Case Reproductive Rate = 2

16

Gambar 7. Basic Reproductive Rate kurang dari 1

Ukuran Populasi Sebagaimana disebutkan di atas, kelanjutan dari epidemi ditentukan oleh jumlah orang rentan yang tersisa dalam populasi. Setelah seseorang telah mengalami episode penyakit, ia dapat mengembangkan kekebalan (baik sementara atau permanen) atau mati. Kekebalan yang permanen kolektif (seperti yang terjadi pada infeksi virus) disebut collective immunity. Setelah periode waktu, tergantung pada ukuran populasi, kekebalan kelompok ini menjadi diencerkan dengan individu baru lahir (atau oleh imigrasi) dan wabah baru dapat terjadi. ini disebut populasi kritis (secara teoritis yaitu ukuran host minimal dalam populasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan agen penginfeksi). Hal ini tergantung pada agen infeksi, demografis struktur dan kondisi (kebersihan, dll) dari populasi tuan rumah. Di negara-negara dunia ketiga dengan tingkat kelahiran yang tinggi, populasi kritis kurang dari negara maju. Semakin kecil masyarakat, semakin lama interval antara epideminya.

17

D. Endemisitas Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat atau populasi tertentu. Penyakit endemik adalah penyakit yang biasanya ada di suatu wilayah geografis yang tertentu atau kelompok populasi tertentu dengan prevalensi dan tingkat insiden yang relatif tinggi, bila dibandingkan dengan wilayah/populasi lain. Secara garis besar, endemisitas dibagi menjadi dua, yaitu: Hyperendemik yang menyatakan suatu penularan hebat yang menetap (terusmenerus). Holoendemik yaitu tingkat infeksi yang cukup tinggi sejak awal kehidupan dan dapat mempengaruhi hampir seluruh populasi. Untuk mengetahui endemisitas suatu penyakit di suatu wilayah dan periode tertentu, dapat diperoleh dari hasil penghitungan dengan prevalence rate dan incidence rate. Dari penghitungan ini diharapkan adanya perencanaan untuk mencegah dan mengurangi penyebaran penyakit tersebut. 1) Prevalence Rate Untuk mengukur tingkat endemi di suatu masyarakat. Jika terjadi peningkatan prevalence di suatu daerah maka disebut dengan foci. Foci terjadi karena dua faktor, yaitu : a. Host focality beberapa individu memiliki infeksi yang lebih berat daripada individu lain, ex: cacing schistosoma pada penyakit

schistosomiasis b. Geographical focality di mana suatu wilayah memiliki prevalensi lebih tinggi daripada wilayah lain, ex : malaria Kedua faktor di atas, sangat penting karena untuk membuat suatu strategi pengendalian yang bertujuan untuk menurunkan tingkat prevalensi.

18

2) Insidence Rate Untuk mengukur perubahan tingkat infeksi pada suatu periode waktu tertentu apakah menurunan / meningkat/tetap. Penurunan insiden dapat terjadi jika ada pengendalian terhadap penyakit tsb, dan penurunan insiden tersebut dapat diindikasikan bahwa penyakit tersebut hilang. Sedangkan jika terjadi perubahan kondisi-kondisi pada suatu wilayah, maka mungkin dalam host atau lingkungan, penyakit endemik dapat saja berubah menjadi epidemi. Tinggi rendah insidence rate suatu penyakit, biasanya dapat diketahui dari pola musim suatu wilayah.

19

Contoh Penyakit Endemik a) Malaria yang menjadi masalah kesehatan di negara berkembang. b) Penyakit cacar di wilayah Eropa, penurunan insidensi cacar terjadi pada awal abad ke-20 berubah menjadi peningkatan insidensi selama perang dunia pertama. Tabel kematian akibat penyakit cacar di negara-negara Eropa tertentu tahun 19001919

Sumber. Fenner et al., 1988

20

DAFTAR PUSTAKA

Beaglehole, R. 1993. Dasar-dasar Epidemiologi. UGM Press: Jogjakarta. Timmreck, Thomas. Epidemiologi Suatu Pengantar. Timmreck, Thomas. 1998. Epidemiologi Suatu Pengantar. Johns and Bartlett Publishers: Boston. Webber, Roger. 2005. Communicable Disease Epidemiology and Control: A Global Perspective. London: UK.

21

You might also like