You are on page 1of 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Kooperatif a) Konsep Pembelajaran Kooperatif Menurut Nurhadi, dkk (2004:61) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari kesinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Sedangkan menurut Ibrahim (2002:22) pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dimana siswa bekerja kelompok yang memiliki kemampuan yang heterogen. Selain itu definisi pembelajaran kooperatif menurut Bintoro dan Abdurrahman (2000:78) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling isih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Berdasarkan definisi dari Nurhadi, Ibrahim, dan Abdurrahman dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara sadar serta dilakukan dengan sistematis yang menekankan pada kerja kelompok siswa supaya dapat memenuhi tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama saling menyumbang pikiran dan bertanggung jawab terhadap hasil pencapaian secara individu dan kelompok (Slavin, 1991). Model pembelajaran ini berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan teman sebayanya (Slavin, 1994). Setiap kelompok belajar memliki anggota kelompok yang heterogen dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, dan lain-lain. Masingmasing anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab untuk mempelajari apa yang telah guru tugaskan tetapi juga membantu teman dan kelompoknya untuk belajar, hal itu menciptakan suasana kondusif dalam belajar. Kerja sama kelompok yang dibangun siswa yakni terjadi komunikasi yang aktif dan saling membantu antar anggota dalam memecahkan suatu permasalahan.

Perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional secara terperinci disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1: Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional

Kelompok Belajar Kooperatif Kepemimpinan bersama Saling ketergantungan positif Keanggotaan yang heterogen Memperlajari keterampilanketerampilan kooperatif Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok Menekankan pada tugas dan hubungan kooperatif Ditunjang oleh guru Suatu hasil kelompok Evaluasi kelompok

Kelompok Belajar Tradisional Satu pemimpin Tidak ada saling ketergantungan Keanggotaan homogen Asumsi adanya keterampilan sosial Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri

Hanya menekankan tugas

Diarahkan oleh guru Suatu hasil individual Evaluasi individual

Terdapat tiga tahap yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif yaitu persiapan, proses belajar, dan evaluasi. Tahap persiapan mencakup beberapa kegiatan yaitu: a) menentukan tujuan belajar, b) membagi siswa dalam kelompok-kelompok dengan memperhatikan variasi kemampuan akademik dan jenis kelamin, c) menjelaskan tugas, d) menyusun saling ketergantungan positif. Tahap proses belajar mencakup dua kegiatan yaitu: a) membantu siswa dalam menyelesaikan tugas, dan b) membantu siswa bekerja secara kooperatif. Tahap evaluasi terdiri dua kegiatan yaitu: a) evaluasi hasil belajar untuk mengetahui pencapaian tujuan belajar, dan b) evaluasi keterampilan kooperatif yang bertujuan menentukan seberapa baik siswa bekerja dalam kelompok.

b) Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif Elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000) adalah sebagai berikut: 1. Saling ketergantugan positif Dalam hal ini guru menciptakan suasana supaya siswa saling membutuhkan satu sama lain dalam hal: (a) pencapaian tujuan, (b) menyelesaikan tugas, (c) memperoleh bahan atau sumber, (d) perolehan peran, (e) perolehan hadiah. 2. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesame siswa. 3. Akuntabilitas individual Meskipun pembelajaran kooperatif berwujud belajar kelompok, tetapi penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok supaya semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual. 4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, mandiri tidak hanya diasumsikan tetapi sengaja diajarkan. Berdasarkan elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Abdurrahman dan Bintoro dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat ketergantungan positif antar anggota dalam kelompok dalam hal menjalankan tugasnya pada kelompok tersebut. Interaksi tatap muka diperlukan supaya komunikasi terjalin dengan lancar antar anggota kelompok. Meskipun belajar kelompok para anggota harus dapat menguasai materi yang telah diajarkan supaya tercapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Selain itu dalam belajar kelompok sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dan tegang rasa antar anggota kelompok. 2.2 Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda (Slavin, 2008). Sedangkan menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggotaanggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki tiga aspek yang diterapkan oleh guru, yaitu ceramah, diskusi, dan permainan sehingga siswa dapat termotivasi dan aktif dalam mengikuti pembelajaran dimana siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition): a. Penyajian Kelas (Class Presentation) Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi pengantar untuk menentukan pengetahuan siswa pada pokok materi yang akan disampaikan. Guru dapat menggunakan media pembelajaran untuk mempermudah proses penyerapan informasi. Guru dapat memberikan apersepsi awal pada siswa dengan suatu pertanyaan menuntun (prompting), pertanyaan melacak (probing). Pemberian acuan serta pemberian analogi sehingga timbul motivasi, minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran pada guru.

Pada saat penyajian kelas, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, karena ini akan membantu mereka bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat turnamen. b. Siswa Bekerja dalam Kelompokkelompok Kecil Siswa ditempatkan dalam kelompokkelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. c. Games Tournament Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masingmasing ditempatkan dalam mejameja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartukartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.

Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkalikali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.untuk mengetahui lebih jelas mengenai pembagian siswa dalam meja turnamen dapat dilihat pada gambar 2.1.

A1 Tinggi

A2 Sedang

A3 Sedang

A4 Rendah

Meja 1

Meja 1

Meja 1

Meja 1

A1 A2 A3 A4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

A1 A2 A3 A4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

Gambar 2.1 Pembagian Siswa dalam Meja Turnamen (Sumber ; Slavin, 2010)

d. Penghargaan Kelompok Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masingmasing anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas ratarata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masingmasing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh seperti ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan Top Scorer High Middle Scorer Low Middle Scorer Low Scorer Poin Bila Jumlah Kartu yang Diperoleh 40 30 20 10

(Sumber : Slavin, 1995:90)

Tabel 2.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain


Pemain dengan Top scorer Middle scorer Low scorer Poin Bila Jumlah Kartu yang Diperoleh 60 40 20

(Sumber : Slavin, 1995:90) Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Kriteria Pengahrgaan Kelompok Kriteria ( Rerata Kelompok ) 30 sampai 39 40 sampai44 45 sampai 49 50 ke atas (Sumber : Slavin, 1995:90) Menurut Slavin (2008) pembelajaran TGT memiliki kelebihan dan kelemahan, antara lain: 1) Kelebihan (a) Keterlibatan siswa dalam belajar tinggi (b)Siswa menjadi bersemangat dalam belajar (c) Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata-mata dari guru, tetapi juga melalui konstruksi sendiri oleh siswa (d)Dapat menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa seperti: kerja sama, toleransi, dan menerima pendapat orang lain. 2) Kelemahan (a) Bagi para pengajar pemula, model ini membutuhkan waktu yang banyak (b)Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai (c) Dapat menimbulkan suasana gaduh di kelas (d)Siswa tersebut belajar dengan adanya hadiah. Predikat Tim Kurang baik Tim Baik Tik Baik Sekali Tim Istimewa

2.3 Keaktifan Belajar Siswa Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Terdapat beberapa definisi dari keaktifan belajar siswa. Menurut Sardiman (2001:98) aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sriyono (1992:75),Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani. Menurut Rohani (2004:6-7) belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyakbanyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya. Sedangkan menurut Hermawan (2007 : 83) keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas selama kegiatan belajar berlangsung. Kegiatan yang dilakuakn siswa tersebut bersifat fisik maupun mental, yang dapat dikatakan bahwa kegiatan siswa ini baik aktivitas fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri dan membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Tidak semua siswa dapat dikatakan aktif selama kegiatan belajar berlangsung. Karena setiap siswa tentunya memiliki kualitas dan keterbatasan masing-masing. Kualitas dan keterbatasan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik, motivasi dalam belajar, kepentingan dalam aktivitas yang memberikan, kecerdasan dan

sebagainya. Sedangkan faktor internal meliputi guru, materi pembelajaran, media alokasi waktu, fasilitas dan sebagainya. Sehingga keaktivan siswa tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Setiap pembelajaran siswa harus merasakan bahwa aktivitas yang dilakukan memperoleh sukses berikutnya. Aktivitas belajar siswa sangat bergantung pada lingkungan belajarnya, semakin kondusif lingkungan belajarnya, maka siswa dapat belajar lebih efektif sehingga aktivitas belajar yang dilakukan memperoleh hasil yang baik dengan adanya peningkatan hasil belajar. Bentuk aktivitas atau keaktifan siswa tidak cukup hanya mendengarkan atau mencatat seperti lazim yang terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Sardiman (2005: 101) mengatakan aktivitas/keaktifan siswa dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya; membaca, memperhatikan: gambar, demontrasi, percobaan, pekeerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti; menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat/ide-ide, mengadakan wawancara, diskusi, menjawab pertanyaan, intrupsi. 3. Listening activities, contohnya mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi kelompok, musik, pidato, mendengarkan penjelasan dari guru 4. Writing activities, misalnya; menulis cerita/narasi, karangan, laporan/tugas, mencatat hasil diskusi, angket, menyalin 5. Drawing activities, misalnya; menggambar, membuat grafik, membuat peta, membuat diagram 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain; melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, beternak 7. Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan 8. Emotional activities, misalnya; menaruh minat, rasa bosan, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Jadi dengan klasifikasi bentuk keaktifan atau kegiatan siswa, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks. Jika berbagai bentuk aktivitas siswa dapat diciptakan di kelas maka kelas akan menjadi dinamis.

2.4 Hasil Belajar Siswa Hasil belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa dari pengalamanpengalaman dan latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik (Dimyati, 2002:55). Menurut Prayitno

(1989:35) hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya proses belajar. Hal ini sejalan dengan Sudjana (2005:3) mengartikan hasil belajar sebagai tingkah laku siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Menurut Uno (2008:5) hasil belajar merupakan terbentuknya struktur pengetahuan baru yang lebih lengkap. Salim (2002:512) mendefinisikan hasil belajar sebagai sesuatu yang diperoleh, didapatkan atau dikuasai setelah proses belajar yang biasanya ditunjukkan dengan nilai dan skor. Berdasarkan beberapa pengertian dari Dimyati, Prayitno, Sudjana, dan Salim dapat disimpulkan, hasil belajar adalah hasil dari proses belajar mengajar yang berupa perubahan tingkah laku, penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan keaktifan dalam pembelajaran, hasil belajar ini biasanya ditunjukkan dengan nilai dan skor. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perubahan pada siswa baik dari tindakan maupun dari pengetahuan yang dari tidak tahu menjadi tahu setelah proses pembelajaran yang diketahui dari hasil evaluasi di akhir siklus pembelajaran. Terdapat dua faktor baik secara langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Menurut Slameto (1998:68) bahwa: 1) Faktor intern adalah faktor yang terdapat pada organism itu sendiri atau disebut faktor individual, yang meliputi: a. Faktor kematangan/pertumbuhan b. Faktor kecerdasan atau intelegensi c. Faktor latihan dan ulangan d. Faktor motivasi e. Faktor sifat pribadi 2) Faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar individu atau disebut dengan faktor sosial yang meliputi: a. Faktor keluarga b. Guru dan cara mengajar c. Alat-alat pelajaran d. Motivasi sosial

e. Lingkungan dan kesempatan

2.5 Penelitian Terdahulu Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba menerapkan model pembelajaran TGT pada mata pelajaran geografi untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Penelitian ini diharapkan siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan peningkatan hasil belajar. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu, diantaranya: penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran TGT terhadap Hasil Belajar Geografi di MTs Negeri Pulosari Ngunut Kabupaten Tulungagung oleh Titis Nurhayati mahasiswa jurusan geografi, tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai-nilai kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian kedua yaitu dari Vitalis Prihatin mahasiswa jurusan PGSD, tahun 2007 berjudul Perbedaan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS dengan Menggunakan Model Pembelajaran TGT dan Simulasi Siswa Kelas IV SDN Tlogomas 2 Kota Malang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan model pembelajaran simulasi pada materi koperasi. Penelitian ketiga yaitu oleh Ari Setya Sukarsih mahasiswa jurusan geografi, tahun 2009 dengan judul Penerapan Pembelajaran TGT untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Geografi Siswa VIII SMP Negeri Kabuh menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus ke II. Penelitian keempat yaitu oleh Nur Rahma Nofita mahasiswa jurusan geografi, tahun 2009 dengan judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model TGT untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Geografi Siswa Kelas VII-I SMP Negeri 5 Kediri pada Materi Atmosfer menunjukkan bahwa dengan penggunaan model pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan belajar geografi. Penelitian kelima yaitu oleh Afifah Intan Rahayu mahasiswa hurusan kimia, tahun 2007 dengan judul Penerapan Model Pembelajaran TGT dan Program Remidi dengan Memperhatikan Modalitas Belajar pada Materi Ikatan Kimia

Kelas X di SMAN 12 Malang menunjukkaan bahwa: (1) Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas X SMAN 12 Malang yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif TGT pada materi ikatan kimia dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional, (2)

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa persamaan penelitian ini dengan penelitian Titis Nurhayati, Vitalis Prihatin, Ari Setya Sukarsih, Nur Rahma Nofita, dan Afifah Intan Rahayu yaitu pada jenis penelitian menggunakan PTK. Selain itu variable respon penelitian ini sama dengan penelitian Vitalis

Prihatin dan Ari Setya Sukarsih yaitu keaktifan dan hasil belajar siswa. Dengan demikian, tujuan dari penelitian inipun sama. Perbedaan penelitian ini dengan kelima penelitian lainnya yaitu terletak pada materi dan subjek penelitiannya. Selain itu, variable respon penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Titis Nurhayati, Nur Rahma Nofita, dan Afifah Intan Rahayu sehingga tujuan penelitiannya juga berbeda.

You might also like