You are on page 1of 1

ICW Sinyalir Ada Indikasi Mark Up Penghitungan Kenaikan BBM Rabu, 28 Maret 2012 17:35 WIB REPUBLIKA.CO.

ID, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disinyalir berbau praktik korupsi. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyinyalir ada dugaan penggelembungan dana (mark up) dalam perhitungan pemerintah yang dijadikan dasar menaikkan harga BBM. Menurut Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, jika harga BBM premium dan solar tidak naik, dalam arti tetap di harga Rp 4.500 perliter, maka total beban subsidi BBM dan LPG hanya Rp 148 triliun. Hal ini berbeda dengan versi pemerintah yang menyebut jika BBM tidak naik maka, beban subsidi BBM bisa mencapai Rp 178 triliun. Perbedaan hitungan itu, menurut Firdaus menunjukkan indikasi mark up mencapai sekitar Rp 30 triliun. Menurutnya, berdasarkan asumsi pemerintah, kalau BBM tidak naik subsidi BBM yang menggunakan dana APBN akan jebol sampai Rp 178 triliun. Namun, lanjut Firdaus, jika dihitung secara cermat, beban subsidi hanya Rp 148 triliun. "Jadi ada selisih lebih rendah Rp 30 triliun dari asumsi pemerintah. Pertanyaannya dari mana masalah perbedaan ini muncul," kata Firdaus melalui siaran pers yang diterima Republika, Rabu (28/3). Menurut Firdaus metode perhitungan biaya subsidi BBM pemerintah tidak transparan. Pihaknya sendiri menggunakan metode perhitungan-perhitungan umum, yang lazim digunakan dalam penghitungan harga BBM di Pertamina, BPH Migas, maupun Kementerian ESDM. "Jika harga BBM dinaikkan, total beban subsidi Rp 68 triliun, sedangkan menurut hitungan pemerintah Rp 111 triliun. Selisihnya hampir Rp 43 triliun. Kita menggunakan parameter asumsi yang sama, metode yang sama dengan pemerintah. Tetapi kenapa ada hasil perhitungannya bisa berbeda. Ini persoalan pada tidak transparan penghitungan," beber Firdaus. Firdaus mempertanyakan akan mengalir kemana dana selisih itu jika memang ada indikasi mark up. Dugaan ICW, banyak pihak yang berkepentingan dengan bisnis minyak saat ini yang perlu diwaspadai. "Kita tidak tahu akan masuk ke kantong mana saja jika biaya subsidi BBM di mark up. Tapi, pihak yang memiliki kepentingan dengan bisnis ini, banyak," tandas Firdaus. Redaktur: Djibril Muhammad Reporter: Muhammad Hafil

You might also like