You are on page 1of 12

Makalah Tafsir II

Etika Dakwah Islam


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir II
Dosen pengampu : Mufti Afif, Lc., M.A.




Disusun oleh
Muhammad Ahsanul Falah 102100
Vicky Khoirunnisa Wardoyo 10210041


Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012
Pendahuluan

Ummat Islam adalah ummat terbanyak di dunia pada saat ini, namun
masih banyak ummat yang tidak tau akan Islam yang sebenarnya. Nabi
Muhammad telah memberi contoh kepada kita akan pentingnya berdakwah.
Beliau berdakwah dengan sunggung-sungguh dan penuh semangat. Allah juga
berfirman akan bagaimana pentingnya dan wajibnya berdakwah :
}74^4 74g)` OE`q 4pONN;4C
O) )OOC^- 4pNON`4C4
NOuO^) 4pOE_uL4C4
^}4N @O4^- _ Elj^q4
N- ]O)U^^- ^j
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
Dalam ayat tersebut kita diperintah oleh Allah untuk mengajak dak
menyeru kepada yang maruf dan yang munkar. Sudah jelas bahwa hukum dari
dakwah itu wajib. Setelah kita tahu akan hukum berdakwah, tentunya kita harus
tahu tentang etika-etika dalam berdakwah. Kita berdakwa tidak hanya sekedar
asal bisa bicara saja. Namun berdakwah juga ada etikanya. Dalam makalah ini
kami selaku penyusun akan menjelaskan bagaimana etika-etika dalam
berdakwah.
Tentunya kami juga membutuhkan kritik serta saran dari saudara-saudara
sekalian agar kami dapat meninggakatkan kwalitas kami dalam membuat dan
menyusun sebuah makalah serta pemecahan masalahnya.


Pembahasan

Dakwah pada hakikatnya adalah sebuah komunikasi antar beberapa
orang bahkan banyak orang. Ukuran keberhasilan sebuah komunikasi yaitu
apabila komunikasinya berjalan dengan menyenangkan bagi kedua belah
pihak. Dengan dasar itu dakwah sebagai bagian dari komunikasi harus ber-
etika agar dapat menyenangkan, menyejukan dan memberikan
kenyamanan (Confortable).Pengertian dasar dari istilah-istilah tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Dakwah; Mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang
diserukannya yaitu mengajak kepada peningkatan ibadah dan
pengabdian pada sang khaliq (dalam arti luas). Dalam kamus
bahasa Indonesia misalnya, kata dakwah diartikan antara lain
propaganda yang mempunyai konotasi positif dan dan negatif.
Sementara dakwah dalam istilah agama Islam konotasinya selalu
tunggal dan positif.
2. Etika; Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk atau ilmu
tentang hak dan kewajiban moral. Sebagian juga memberikan
pengertian sebagai kebajikan praktis.
Karena dakwah merupakan upaya untuk mempengaruhi orang
lain, maka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan baik bagi dai
sendiri maupun pihak yang didakwahi, dakwah nabi saw mengenal adanya
aturan-aturan permainan yang dikenal dengan etika dakwah atau kode
etik dakwah. Sebenarnya secara umum etika dakwah adalah etika islam itu
sendiri, dimana seorang dai sebagai seorang muslim dituntut untuk
memiliki etika-etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari prilaku yang
tercela. Namun secara khusus dalam dakwah terdapat etika sendiri seperti
dicontohkan nabi saw berikut ini:
1. Dahulukan kaum kerabat terdekat
Berdasarkan surat Assyuara ayat 214-216 yang berbunyi:
OO^4 El>4OOg=4N
--)4O^~- ^gj
;*gu=-4 ElE4LE_ ^}Eg
ElE4lE>- =}g`
--gLg`u^- ^g) up)
EO=4N O)E+) E7-O@O4
Og)` 4pOUEu> ^gg
Yang artinya: 214. Dan berilah peringatan kepada kerabat-
kerabatmu yang terdekat, 215. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman. 216. Jika mereka mendurhakaimu Maka
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang kamu kerjakan"

2. Tidak mencerca sesembahan agama lain
Pada waktu nabi masih di mekkah, orang musyrikin mengatakan
bahwa beliau dan para pengikutnya sering meghina dan
mencerca berhala sesembahan mereka akhirnya secara
emosional mereka mencerca Allah sesembahan nabi. lalu Allah
menurunkan ayat agar kaum muslimin tetap sabar akan cobaan
yang sedang mereka hadapi, yang berbunyi:
4`4 .E_OUNC ) 4g~-.-
W-+OE= 4`4 .E_OUNC )
O ]^EO 1g4N ^@)
Yang artinya Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keuntungan yang besar. (Q.S. Fushilat: 35)
3. Tidak melakukan toleransi dengan agama lain
Toleransi memang dianjurkan oleh Islam tetapi dalam batas-
batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama atau
aqidah. Dalam hal ini islam memberikan garis tegas tidak
bertoleransi, kompromi dan sebagainya. Ketika nabi masih
tinggal di mekkah orang-orang musyrikin mencoba mengajak
beliau untuk melakukan kompromi agama, kata mereka wahai
Muhammad ikutilah agama kami maka kamipun akan mengikuti
kamu, kamu menyembah tuhan-tuhan kami selama satu tahun
nanti kami akan menyembah tuhan kamu selama satu tahun
juga. Mendengar ajakan itu nabi berkata saya mohon
perlindungan Allah agar tidak mempersekutukanNya dengan
yang lain kemudian turun surat alkafirun yang intinya orang
islam tidak diperkenankan menyembah sesembahan orang-
orang kafir.
4. Tidak memisahkan antar ucapan dan perbuatan
Dalam menjalankan dakwah Rasulullah saw tidak pernah
memisahkan antaera apa yang beliau katakana dengan apa yang
beliau kerjakan. Artinya apa yang beliau perintahkan beliau
mengerjakannya, dan apa yang beliau larang beliau
meninggalkannya. Misalnya dalam hal perintah beliau untukn
shalat, beliau bersabda shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat.
Dengan demikian para shahabat tidak merasa kesulitan dalam
melaksanakan perintah nabi saw karena mereka telah melihat
pergaan praktis dari perintah yang beliau ucapkan. Misalnya hal
yang berkaitan dengan masalah kewanitaan, beliau tidak
mengerjakannya dan sebagai gantinya biasanya salah seorang
istri beliau memberikan contoh. Misalnya ketika beliau
kedatangan seorang wanita anshar yang bertanya tentang cara
membersihkan bekas haid. Beliau kemudian mengatakan
ambillah kain yang empuk dan berilah wewangian. Kemudian
tekan-tekanlah kain itu namun nampaknya wanita belum
paham dengan jawaban nabi tadi. Sampai ia menanyakan
kembali berkali-kali. akhirnya aisyah menerangkan secara rinci
dan jelas bagaiman cara membersihkan bekas-bekas darah haid
itu. Etika dakwah seperti ini merupakan suatu keharusan bagi
para daI. tanpa hal itu sulit rasanya dakwah mereka dapat
berhasil. Allah sendiri mengecam orang-orang yang hanya
pandai berbicara tetapi tidak pernah melakukannya.
Seperti dalam al- Quran Allah berfirman:
/OO4O` NOcO *.- _
4g~-.-4 +OE4`
+7.-Og- O>4N jOO7^-
+7.4EO+O 4LuO4 W
_.4O> 4-+O -4Oc
4pO74-:4C 1E;_ =}g)` *.-
L^4O;jO4 W -EOc O)
)_g-ON_N ;}g)` @O
g1OOO- _ ElgO
_UV4` O) gO.4OO+-- _
eUV4`4 O) 1_e"-
>vO4OE E4Ou= +O4*;CE-
+4OEe4* E^U^4-c
O4O4c _O>4N gOg~Oc
CUuNC 4v-OO-
E^14Og Njgj 4OO7^-
E4N4 +.- 4g~-.-
W-ONL4`-47 W-OUg4N4
geE)UO- gu+g`
LE4Og^E` -O;_4 Og4N
^g_
Artinya; Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka
ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-
sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu
Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di
antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
Tafsirnya : (Muhammad itu) lafal ayat ini berkedudukan menjadi
Mubtada (adalah utusan Allah) menjadi Khabar dari Mubtada
(dan orang-orang yang bersama dengan dia) yakni para
sahabatnya yang terdiri dari kaum mukminin. Lafal ayat ini
menjadi Mubtada sedangkan Khabarnya ialah (adalah keras)
yakni mereka adalah orang-orang yang bersikap keras
(terhadap orang-orang kafir) mereka tidak mengasihaninya
(tetapi berkasih sayang sesama mereka) menjadi Khabar yang
kedua; yakni mereka saling kasih-mengasihi di antara sesama
mukmin bagaikan kasih orang tua kepada anaknya (kamu lihat
mereka) kamu perhatikan mereka (rukuk dan sujud) keduanya
merupakan Hal atau kata keterangan keadaan (mencari) lafal
ayat ini merupakan jumlah Isti`naf, yakni mereka melakukan
demikian dalam rangka mencari (karunia Allah dan keridaan-
Nya, tanda-tanda mereka) ciri-ciri mereka, lafal ayat ini menjadi
Mubtada (tampak pada muka mereka) menjadi Khabar dari
Mubtada. Tanda-tanda tersebut berupa nur dan sinar yang
putih bersih yang menjadi ciri khas mereka kelak di akhirat,
sebagai pertanda bahwa mereka orang-orang yang gemar
bersujud sewaktu di dunia (dari bekas sujud.) Lafal ayat ini
berta'alluq kepada lafal yang menjadi Ta'alluq atau gantungan
bagi Khabar, yaitu lafal Kaainatan. Kemudian dii'rabkan sebagai
Hal karena mengingat Dhamirnya yang dipindahkan kepada
Khabar. (Demikianlah) sifat-sifat yang telah disebutkan tadi
(sifat-sifat mereka) yakni gambaran tentang mereka, kalimat
ayat ini menjadi Mubtada (di dalam kitab Taurat) menjadi
Khabarnya (dan sifat-sifat mereka dalam kitab Injil) menjadi
Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah (yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya) dapat dibaca Syath`ahu atau
Syatha`ahu, yakni tunasnya (maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat) dapat dibaca Fa`aazarahuu atau Fa`azarahu,
yakni tunas itu membuat tanaman menjadi kuat (lalu menjadi
besarlah dia) membesarlah dia (dan tegak lurus) yakni kuat dan
tegak lurus (di atas pokoknya) lafal Suuq ini adalah bentuk
jamak dari lafal Saaqun (tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya) karena keindahannya. Perumpamaan ini
merupakan gambaran tentang keadaan para sahabat karena
mereka pada mulanya berjumlah sedikit lagi masih lemah,
kemudian jumlah mereka makin bertambah banyak dan
bertambah kuat dengan sistem yang sangat rapi (karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan
orang-orang mukmin) lafal ayat ini berta'alluq kepada lafal yang
tidak disebutkan yang disimpulkan dari kalimat sebelumnya,
yakni mereka diserupakan demikian karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh dari kalangan mereka) yakni para sahabat; huruf Min di
sini menunjukkan makna Bayanul Jinsi atau untuk menjelaskan
jenis, bukan untuk menunjukkan makna Tab'idh atau sebagian,
demikian itu karena para sahabat semuanya memiliki sifat-sifat
tersebut (ampunan dan pahala yang besar) yakni surga; kedua
pahala itu berlaku pula bagi orang-orang sesudah mereka,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam berbagai ayat lainnya.

5. Tidak melakukan diskriminasi
Dalam menjalankan tugas dakwah nabi tidak diperkenankan
melakukan diskriminasi sosial antara orang yang didakwahi
beliau tidak diperkenankan lebih mementingkan orang-orang
kelas elite saja sementara orang kelas bawah dinomorduakan.
Berikut ini adalah contoh dimana nabi dikritik oleh Allah ketika
beliau kurang memperhatikan orang yang dari kelas bawah yang
bernama Ummi Maktum ketika nabi sedang menerima tamu
yang terdiri dari para pembesar quraisy.

6. Tidak memungut imbalan
Suatu hal yang sangat penting dalam dakwah saw maupun nabi-
nabi sebelumnya beliau tidak pernah memungut imbalan dari
pihak-pihak yang didakwahi beliau hanya mengharapkan
imbalan dari Allah saja. Dakwah harus didasari niat ikhlas lillahi
taala, toh jika ada yang memberi hadiah tidak ada larangan
untuk menolaknya, tapi jika tujuan dalam dakwahnya hanya
untuk mencari imbalan, maka sikap tersebut tidak
mencerminkan etika dakwah yang baik.

Kesimpulan dan penutup

Dakwah yang merupakan kewajibanan bagi kita mempunyai
etika. Antara lain adalah mendahuluan kaum kerabat untuk mendapatkan
materi dakwah Islam, tidak memcerca sesembahan agama lain, tidak
melakukan toleransi dengan agama lain, tidak memisahkan antara
perkataan dan perbuatan, tidak melakukan diskriminasi sasaran dakwah,
tiidak memungut imbalan dan masih banyak lagi etika dalam berdakwah.
Etika-etika tersebut harus kita pegang agar tidak mencoreng dakwah
islam. Dalam berdakwah kita harus memberitahu semua yang baik-baik
dan dengan cara halus. Apa bila kita memberikan ajaran dengan cara kasar
maka akan susah diterima oleh orang yang kita dakwahi. Dalam
berdakwah kita juga harus iklas dan bersunggung-sungguh hanya karena
mengharap ridho dari Allah. Dengan berdakwah dan beretika dakwah yang
baik kita tentunya bisa mewujudkan yang disebut Sukses Dakwah.


Daftar Referensi

Al-Quran al Karim
Tafsir Jallalain
Al Ghazali, Muhammad. 2005. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad,
Yogyakarta : Mitra Pusaka
Abdul, Zaidan Karim. Dasar - Dasar Ilmu Dakwah
Mustafa, Ali Yakub. Sejarah dan Metode Dakwah Rosul

You might also like