You are on page 1of 40

REFERAT

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Oleh :

Tubagus Argie Fariza SS

DEFINISI

Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah kondisi yang dapat menimbulkan kerusakan permanen terhadap katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik (DR). Katup jantung dirusak oleh suatu proses penyakit yang biasanya didahului dengan radang tenggorokan yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A, dan dapat menimbulkan DR.

ETIOLOGI

Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya DR, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan.

FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Individu

Faktor genetik Jenis kelamin Golongan etnik dan ras Umur Keadaan gizi dan adanya penyakit lain

Faktor Lingkungan Keadaan sosial ekonomi Iklim dan geografi Cuaca

PATOGENESIS

Pada umumnya DR termasuk dalam penyakit autoimun. Adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus menyebabkan reaksi autoimun. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. PJR akut menunjukkan kenaikan titer ASTO. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada DR. Mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik.

PATOLOGI

Dasar kelainan patologi DR ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung. Organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel.

MANIFESTASI KLINIS
Stadium I

Proses infeksi saluran nafas atas oleh oleh kuman streptococcus beta hemolyticus grup A Periode laten

Stadium II

Fase akut demam reumatik


Stadium III

Stadium inaktif
Stadium IV

GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis pada penyakit jantung rematik bisa berupa gejala kardiak dan non kardiak. Manifestasi kardiak dari demam reumatik:
Pankarditis adalah komplikasi paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema, batuk. Gagal jantung kongestif Kelainan pada bunyi jantung

KRITERIA KLINIS MAYOR


Gejala
1.
2. 3. 4.

umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam reumatik akut antara lain:
Poliartritis. Khorea Sydenham Eritema marginatum. Nodul subkutan.

Poliartritis

Sangat nyeri, sendi merah, hangat, dan bengkak. Mengenai beberapa sendi berganti-ganti siku, lutut, pergelangan kaki, dan pergelangan tangan. Jarang terjadi pada jari tangan, jari kaki atau kolumna vertebralis. Tidak harus simetris. Jika sendi diaspirasi, biasanya ditemukan leukositosis. Leukosit polimorfonuklear adalah sel yang paling sering ditemukan. Namun, tidak ada penemuan laboraturium spesifik pada cairan sinovial.

Khorea Syndenham
Menunjukkan gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan serta emosi yang labil. Dapat mengenai keempat tungkai atau mungkin unilateral. Tanpa pengobatan gejala korea ini menghilang dalam 1-2 minggu. Pada kasus yang berat meskipun dengan terapi, gejala ini dapat menetap selama 3-4 minggu bahkan sampai 2 tahun, walaupun jarang.

Eritema Marginatum
Merupakan ruam khas pada demam rematik, tidak gatal, makular, dan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal. Sering terjadi pada wanita dengan karditis kronis.

Nodulus Subkutan
Lesi ini jarang terjadi dan paling sering diamati pada penderita dengan karditis berat. Nodulus ini biasanya terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan diatas kolumna vertebralis. Nodulus ini keras dan tidak sakit, serta tidak ada radang.

KRITERIA KLINIS MINOR

Demam Demam merupakan suatu tanda infeksi yang tidak spesifik dan tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna. Artralgia Nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda obyektif pada sendi. Biasanya melibatkan sendi-sendi besar. Kadangkadang nyeri sangat berat dan tidak mampu bergerak. Riwayat demam rematik sebelumnya

KRITERIA KLINIS MINOR

Kenaikan kadar reaktan fase akut Berupa kenaikan LED, kadar Protein C Reaktif, serta leukositosis merupakan indikator non-spesifik dan peradangan atau infeksi. Interval P-R yang memanjang Menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.

DIAGNOSIS KRITERIA JONES TAHUN 2003


Manifestasi mayor Karditis Manifestasi minor Klinis

Poliartritis
Korea Eritema marginatum

- Artralgia
- Demam Laboratorium Peninggian reaksi fase akut (LED meningkat dan atau C reactive protein)

Nodulus subkutan

Interval PR memanjang

Ditambah Didukung adanya bukti infeksi Streptococcus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positif atau tes antigen Streptococcus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat.

Kriteria WHO tahun 2002-2003 untuk diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik, antara lain : (berdasarkan revisi kriteria Jones)

Demam rematik serangan pertama Kriteria: Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A (SGA) sebelumnya. Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR Kriteria : Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya. Demam rematik serangan rekuren dengan PJR Kriteria : Dua minor ditambah bukti infeksi SGA sebelumnya. Khorea Sydenham Kriteria : Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi SGA.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada tiga golongan uji laboratorium :


1) 2)

3)

Reaktan fase akut. Uji bakteriologi dan serologi. Pemeriksaan radiologis, elektrokardiografi dan ekhokardiografi.

REAKTAN FASE AKUT


Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Tiga uji yang biasa digunakan adalah angka leukosit darah perifer, laju endap darah (LED) dan protein C reaktif (CRP). LED naik dengan tajam selama demam reumatik akut, dengan pengecualian pada penderita dengan gagal jantung. CRP merupakan indikator dalam menetukan adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas reumatik. LED dan CRP tersering diperiksa dan selalu meningkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat anti reumatik.

UJI BAKTERIOLOGI DAN SEROLOGI


Hapusan tenggorok, Biasanya kultur Streptococcus grup A (SGA) negatif pada fase akut. Uji streptosisilin O (ASTO) dan uji ini secara umum dipakai untuk uji antibodi Streptococcus. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Uji antidesoksiribonuklease B (anti DNAse B) Titer pada DNAse B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak.

GAMBARAN RADIOLOGI

Bertambahnya vaskularisasi paru akibat bendungan vena atau edema pulmonum memberikan bukti adanya gagal jantung progresif, pembesaran aurikula atrium kiri menunjukkan bahwa penyakitnya kronis.

GAMBARAN EKG
Pemanjangan interval PR. Aritmia : blockade AV derajat II, disosiasi AV dan bahkan blockade AV total. Perubahan gelombang ST non-spesifik.

GAMBARAN ECHOCARDIOGRAFI

Menilai tingkat kontraktilitas miokardium dan mengukur fraksi ejeksi. Adanya dan derajat regurgitasi mitral dan aorta dapat juga dinilai. Dimensi ventrikel dapat diukur. Adanya perikarditis dan kira-kira jumlah cairan dapat ditampakkan.

Demam reumatik

Artritis reumatoid

Lupus eritomatosus Sistemik

Umur Rasio kelamin Kelainan sendi Sakit Bengkak Kelainan Ro

5 15 Tahun Sama

5 Tahun Wanita 1,5 : 1

10 Tahun Wanita 5 : 1

Hebat Non Spesifik Tidak ada

Sedang Non Spesifik Sering (lanjut)

Biasanya Ringan Non Spesifik Kadang-Kadang

Kelainan Kulit
Karditis Laboratorium Lateks aglutinasi sel domba Sediaa sel LE Respon terhadap Salisilat

Eritema Marginatum
Ya

Makular
Jarang

Lesi Kupu-kupu
Lanjut Kadang-Kadang

10% 10% 5% Cepat Biasanya Lambat Lambat /-

PENATA LAKSANAAN
1. Pemberantasan Terhadap Kuman Streptokokkus Benzatin penisilin IM, 1.200.000 unit untuk penderita dengan BB 30 kg dan 600.000 unit untuk penderita BB < 30 kg diberikan dalam 1 kali suntikan, atau penisilin oral 400.000 unit (250 mg) diberikan 4 kali sehari selama 10 hari.

Bila tidak tahan penisilin dapat diberi erithromisin 50 mg/kg BB dibagi dalam dosis setiap hari selama 10 hari. Sulfa tidak boleh digunakan untuk pengobatan, biasanya digunakan hanya untuk pencegahan.

Sesudah pengobatan 10 hari, dilanjutkan dengan pencegahan yaitu pemberian benzatin penisislin berdaya lama 600.000 unit untuk penderita dengan BB < 30 kg setiap 4 minggu, dan 1.200.000 unit untuk penderita dengan BB 30 kg setiap 4 minggu.

2. ANTI INFLAMASI

Penderita yang secara klinik terbukti menderita arthritis, harus diobati dengan salisilat, yaitu aspirin dengan dosis total 100 mg/kgBB/hari, tidak melebihi 6 gr per hari dalam dosis terbagi selama 2 minggu dan 75 mg/kgBB/hari selama 2-6 minggu berikutnya. Pada penderita dengan karditis, terutama dengan kardiomegali dan gagal jantung kongestif : steroid, preparat yang sering dipakai adalah prednisone. Dosisnya dimulai dengan 2 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi dan tidak melebihi 80 mg per hari.

Pada kasus yang sangat akut, terapi harus dimulai dengan pemberian secara intravena metil prednisolon (10-40 mg), kemudian dilanjutkan dengan prednisone oral. Sesudah 2-3 minggu, prednisone dapat dikurangi perlahanlahan, diturunkan setiap hari dengan kecepatan 5 mg. Ketika tapering off prednisone dimulai, harus ditambahkan aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednisone dihentikan. Terapi tumpang tindih ini untuk mencegah rebound.

Rekomendasi pemberian obat anti inflamasi


Artritis saja
arditis Ringan Karditis Sedang 0 6-8 minggu Karditis Berat 2-8 minggu* 2-4 bulan

Prednison Aspirin

0 1-2 minggu

0 3-4 minggu**

* Dosis prednison harus diturunkan bertahap dan pemberian aspirin dimulai pada minggu terkhir ** Aspirin dapat diturunkan sampai dosis 60 mg/kg/hari setelah 2 minggu terapi Dosis : Prednison : 2 mg/kg/hari, dalam 4 dosis terbagi Aspirin : 100 mg/kg/hari, dalam 4-6 dosis tinggi

3. TINDAKAN UMUM DAN TIRAH BARING


Tirah baring Aktivitas dalam rumah Aktivitas di luar rumah Aktivitas penuh Artritis 1-2 minggu 1-2 minggu 2 minggu stlh 6-10 minggu Karditis minimal 2-3 minggu 2-3 minggu 2-4 minggu stlh 6-10 minggu Karditis sedang 4-6 minggu 4-6 minggu 1-3 bulan stlh 3-6 bulan Karditis berat 2-4 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan bervariasi

PENCEGAHAN

Pencegahan yang terbaik adalah tidak terkena demam rematik (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus). Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik.

Pengobatan faringitis streptokokus, dengan pemberian erithromisin 50 mg/kg BB dibagi dalam dosis setiap hari selama 10 hari. Sesudah pengobatan 10 hari, dilanjutkan dengan pencegahan sekunder, yaitu mencegah streptococcus dan kumat demam rematik. Pemberian benzatin penisislin IM 600.000 unit untuk penderita dengan BB < 30 kg setiap 4 minggu, dan 1.200.000 unit untuk penderita dengan BB 30 kg setiap 4 minggu.

PROGNOSIS

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat


permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang.

Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat dan ternyata DR akut dengan payah jantung akan

sembuh 30 % pada 5 tahun pertama dan 40 % setelah


10 tahun .

KESIMPULAN

Demam reumatik (DR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non-supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat.

Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah kelainan jantung

yang terjadi akibat demam reumatik (DR) atau kelainan


karditis rematik. Penyakit jantung rematik terjadi sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari demam reumatik,

yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.

Demam rematik dan penyakit jantung rematik dihubungkan oleh faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A.

Beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang


kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang buruk, kondisi tempat tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang, merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Iklim cuaca dan kerentanan hospes juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi Streptococcus untuk terjadi demam rematik.

Adanya kemiripan Streptococcus grup A mempunyai struktur glikoprotein yang sama dengan otot dan katup jantung manusia sehingga menimbulkan adanya reaksi imun terhadap otot dan katup jantung.

Gejala klinis pada penyakit jantung rematik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non kardiak

(jantung).

Ada tiga golongan uji laboratorium yang berguna dalam diagnosis demam rematik bila bersama dengan manifestasi klinik, yaitu :
1)

2)
3)

Reaktan fase akut. Uji bakteriologi dan serologi. Pemeriksaan radiologis, elektrokardiografi ekhokardiografi.

dan

Penatalaksanaan demam rematik aktif atau reaktivasi kembali diantaranya :


a)

Tindakan umum, tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap.

b)

Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus.

c)

Anti inflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak . Jakarta: Binarupa Aksara, 1994. Hal 279-314

Hasan, Rusepro. Buku Kuliah Ilmu kesehatan anak jilid dua edisi keempat. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1985. Hal. 734-752

Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2004. hal 149-153

Fayler, DC. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1996. Hal 354-366

Behrman, R.E. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999. hal 929-935

Samsi, TK, dkk. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak: RS. Sumber

Waras Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Jakarta: UPT


Penerbitan UniversitasTarumanagara, 2000. hal 190-193

W.H.O. 1988. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Report

of a WHO study group. Geneva : World Health Organization,


(Technical Report Series,No. 764).

Wahab, A. samik. 2001. Demam Reumatik Tatalaksana dan Pencegahannya. Jakarta : IDI.

Taranta, A, Markowitz M. 1989. Rheumatic fever. 2nd ed. Boston : Kluwer academic publisher.

Sukardi, R., Sastroasmoro, S. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Rematik. Dalam: Hot Topics in Paediatrics Pediatrik Gawat Darurat, Kardiologi Anak dan Perinatologi di Balikpapan, 18-19 Maret 2006. h: 121-9. Kisworo, Bambang. Hasil Penelitian Demam Reumatik. Dalam: CDK Vol 116 tahun 1997. h: 25-8. Chin, Thomas K. Reumatic Heart Disease. Diakses dari http://www.emedicine.com pada tanggal 20 Maret 2012. Last updated : 19/05/2006. Wahab, A. Samik. Penyakit Jantung Reumatik Kronik. Dalam: Buku Ajar Kardiologi Anak IDAI Jakarta. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. h: 317-44. Rematic Heart Diesease. Diakses dari http://www.musc.com pada tanggal 20 Maret 2012. Last updated: 11/08/2006. Bagian IKA FK UNPAD RS Hasan Sadikin Bandung. Penyakit Jantung Reumatik. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA. 2005. h: 34243.

You might also like