Professional Documents
Culture Documents
TRANSLETE KURIKULUM SAMPEL UNTUK ADVOKASI PELATIHAN PEMAHAMAN HAK ISTIMEWA, PENINDASAN DAN KEADILAN SOSIAL Ikhtisar : Modul ini membahas peran hak istimewa, penindasan dan tanggung jawab sosial yang berhubungan dengan disiplin dan profesi psikologi. Banyak psikolog percaya penting untuk menggunakan suara mereka untuk mengadvokasi keadilan sosial terutama ketika suara orangorang yang secara tradisional terpinggirkan dan bukan anggota dari budaya yang dominan di dunia kita tidak memegang hak istimewa atau kekuatan yang dibutuhkan untuk efek perubahan. Tujuan pembelajaran: Memahami isu-isu yang berkaitan dengan hak istimewa, penindasan, dan keadilan sosial 1. memeriksa isu-isu tanggung jawab sosial untuk psikologi dan psikolog 2. Sadarilah dan nilai pengaruh potensial bahwa salah satu dapat latihan sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat menghargai 3. satu kemampuan untuk menggunakan / pendidikan dan pelatihan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan bidang psikologi 4. mengakui hak untuk memiliki satu suara didengar di arena kebijakan publik Konsep-konsep kunci: Hak istimewa : hak atau kekebalan yang diberikan sebagai manfaat tertentu, keuntungan, atau mendukung; izin diberikan (terang-terangan atau diam-diam) kepada individu dan kelompok, memungkinkan mereka untuk terlibat dalam aktivitas tertentu atau memiliki akses ke kekuasaan tertentu. Contoh: Hak istimewa bagi laki-laki : laki-laki memiliki hak istimewa untuk memiliki mayoritas psikologis/perkembangan model yang didasarkan pada pengalaman gender mereka. Hal ini diasumsikan bahwa jika seorang laki-laki dewasa menikah, dia akan menjaga nama kelahirannya, dan nama ini akan diberikan kepada anak-anak jika ia memiliki salah. Hak istimewa yang di berikan oleh orang kulit putih : sebagian besar penelitian psikologis didasarkan pada orang-orang keturunan Eropa, dan dengan demikian berbicara kepada masalah yang berkaitan dengan "pengalaman putih". "Daging" Crayola krayon menyerupai nada kulit orang-orang keturunan Eropa-Amerika.
Kelompok 6 1
Kelompok 6
Menyarankan Kegiatan :
Scribing Privilege: memahami dan menghargai peran bawaan dan diterima keistimewaan (putih laki-laki heteroseksual, abled-bertubuh/pikiran, pemuda, berpendidikan, dll) dan kekuatan adalah inti dari latihan ini. Dengan demikian, peserta harus menjelajahi berbagai jenis hak istimewa dan dialog bagaimana hak istimewa mengarahkan normanorma masyarakat, dampak pengalaman/pengembangan pribadi, gelar yang berkuasa, penyalahgunaan kekuasaan, dan aksi sosial/advokasi dijamin. Lihat Scribing garis besar hak istimewa untuk rincian lebih lanjut.
Kelompok 6
Kelompok 6
Berbagai Pandangan Mengenai Gender Dan Feminisme, dan juga tentang Contradiction at Feminism ini membahas tentang pahaman orang barat yang digunakan oleh orang indonesia tentang gender, dimana perempuan dianggap tidak profesional, tidak berpenghasilan, dan tidak bisa menjadi pememimpin karena lemah dan berperasaan. Gender sebagai suatu konsep bertumpu pada aspek biologis (biological reductionism) sebagaimana dikatakan oleh Cucchiari (1994) bahwa gender memiliki dua kategori biologis yang berbeda namun saling mengisi yaitu pertama, kategori laki-laki dan yang kedua adalah kategori perempuan. Setiap kategori mengandung makna yang pengertiannya berfariasi dari satu ke lain masyarakat. Setiap aktivitas, sikap, tata nilai dan simbol-simbol diberi makna oleh masyarakat pendukungnya menurut kategori biologis masing-masing. Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas lakilaki dan perempuan itu antara lain : kalau perempuan dikenal sebagai mahluk yang lemah lembut, cantik, emosional atau keeibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat itu dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan pembangunan (dalam Handayani, 2006:5). Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Banyak mitos dan kepercayaan yang menjadikan kedudukan perempuan berada lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini semata-mata karena perempuan dipandang dari segi seks, bukan dari segi kemampuan, kesempatan dan aspek-aspek manusiawi secara universal, yaitu sebagai manusia yang berakal, bernalar dan berperasaan.
Kelompok 6 6
A. Masalah Substansi Dalam Modul Masalah substansi dalam modul 6 adalah dimana masyarakat amerika tidak adil dalam memberikan hak-hak, dan sering membeda-bedakan gender antara perempuan dan laki-laki, kulit hitam dan kulit putih, kaya dan miskin, fisik/mental, dan orang yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan. Orang-orang yang tidak diberikan hak istimewa sering merasa ditindas, dan orang yang diberikan hak istimewa baginya adalah kekuatan untuk mereka dan menggunakannya untuk menindas orang lain yang tidak mendapat hak istimewa, baik itu menindas dalam hal politik, ekonomi, dan militer. Mereka sering membatasi kekuasaan dan kebebasan orang lain seperti kekerasan, ancaman, intimidasi, malu, degradasi, pengecualian, atau penolakan terhadap hak-hak dan hak istimewa bagi mereka.
B. Perbandingan Dengan Referensi Yang Terkait Referensi yang digunakan untuk perbandingan dengan modul 6 adalah Berbagai Pandangan Mengenai Gender Dan Feminisme, dan juga Contradiction at Feminism. Dalam jurnal yang kami dapat, dimana pemahaman gender pada hakikatnya adalah pemahaman yang pekat dengan nuansa barat (western invention Connell, 1993). Konsep gender kemudian diadopsi oleh Indonesia karena masyarakat Indonesia modern kurang memperhatikan esensi kebudayaan lokal mengenai dinamika relasi-relasi seksual. Banyak mitos dan kepercayaan yang menjadikan kedudukan perempuan berada lebih rendah daripada laki-laki. Hal itu semata-mata karena perempuan dipandang dari segi seks, bukan dari segi kemampuan, kesempatan dan aspek-aspek manusiawi secara universal, yaitu sebagai manusia yang berakal, beranalar, dan berperasaan, sedangkan dalam modul 6 ini dimana laki-laki lebih diasumsikan bahwa jika seorang laki-laki dewasa menikah, laki-laki tersebut akan menjaga nama kelahirannya, dan nama ini akan diberikan kepada anakanaknya, dan mereka dianggap orang yang berpenghasilan, kuat, dll.
Kelompok 6
Kedudukan Perempuan dari Berbagai Sudut Pandang 1. Perspektif ekonomi Dalam kacamata ekonomi, subordinasi kedudukan perempuan yang berada di bawah lakilaki berakar pada ketergantungan ekonomi. Gilman, dalam salah satu tulisannya yang berjudul Women and Economic, 1897 (dalam Hollinger dan Capper, 2001 : 46) Gilman berargumentasi bahwa sesungguhnya status sekunder perempuan berdasar lebih pada masalah sosial budaya. Hal ini berarti bahwa dalam suatu masyarakat dengan budaya tertentu, apabila seseorang perempuan secara ekonomi dominan terhadap laki-laki, maka ia dapat memegang kedudukan yang superior terhadap laki-laki. Lebih lanjut Gilman mengatakan bahwa ketika laki-laki mulai memberi makan dan melindungi perempuan, perempuan secara proposional berhenti memberi makanan dan melindungi dirinya sendiri artinya, mengacu pada pernyataan tersebut, apabila perempuan menurunkan kemampuan mereka untuk mengidupi dan memelihara diri sendiri, maka mereka akan tergantung pada laki-laki.
2. Perspektif Politis Menurut Milton Friedmman (1982 : 8), terdapat suatu hubungan yang kuat antara kebebasan ekonomi dan politis. Ia menjelaskan bahwa tatanan ekonomi memainkan peran ganda dalam mempromosikan suatu masyarakat yang bebas. Kebebasan ekonomi adalah sarana yang sangat dibutuhkan bagi tercapainya kebebasan politik. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa karena seorang perempuan tidak memiliki kebebasan secara ekonomi ia tergantung pada suaminya, maka ia tidak memiliki
Kelompok 6 8
3. Perspektif Budaya Margaret L. Anderson (1983 :47) mendefinisikan budaya sebagai sebuah pola harapan tentang perilaku dan kepercayaan pada apa yang pantas bagi anggota masyarakat.oleh karena itu, budaya menyediakan resep-resep bagi perilaku sosial. Budaya mengatakan kepada kita apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita pikirkan, kita harus menjadi apa, dan apa yang harus kita harapkan dari orang lain. Ternyata ide feminisme yang sejak lama didengar malah menjerumuskan wanita dalam masalah baru yang cukup pelik malah tidak menghilangkan permasalahan lama, pelecehan terhadap wanita masih terus berlangsung, di Negara Amerika kekerasan fisik terhadap wanita terjadi setiap 8 detik, dan pemerkosaan terjadi setiap 6 menit. Kaum perempuan tertindas, tersiksa, dan teraniaya. Kemiskinan, diskriminasi, terhadap wanita sudah jadi sebuah realitas yang tak terbantahkan. UNDP melaporkan tahun 1996 bahwa 70% dari 1,3 miliar penduduk yang dibawah garis kemiskinan adalah perempuan, 67% penduduk yang buta huruf pun dari kalangan perempuan. Sedang Body Shop melaporkan hasil surveinya, ternyata 9 dari 10 perempuan mengaku pernah mengalami pelecehan, diskriminasi dan kekerasan, 6 dari 10 perempuan merasa terkekang pasangannya, dan 5 dari 10 responden mengaku tidak bahagia menjadi perempuan. Dalam ekonomi pun diskriminasi terjadi terhadap perempuan, untuk kasus indonesia misalnya, upah perempuan kira-kira hanya 65-70% dari upah laki-laki dan total penghasilan perempuan hanya mencapai 25,3%. Sedang dalam sisi politik perempuan dianggap terdiskriminasi dari sisi kesempatan untuk duduk dalam posisi strategis pemerintahan, misalnya persentase perempuan yang duduk di parlemen di negara jepang hanya 6,7%, Singapura 3,7%, Amerika yang dianggap negara liberal pun hanya sekitar 10,3%, dan Indonesia dengan jumlah sekitar 12,2%(sekarang sedang diupayakan minimal 30%). Indonesia sekarang sudah ada gerakan-gerakan perempuan (feminism), para perempuan sibuk sebagai aktifis gerakan perempuan. Pada masa inilah teori mengenai kesetaraan
Kelompok 6 9
Kelompok 6
11
BAB III KESIMPULAN Masyarakat indonesia modern menganut pahaman orang barat yaitu gender, dimana perempuan dianggap lemah, dan tidak bisa dijadikan pemimpin karena perempuan dianggap hanya sebagai orang yang duduk didapur, melayani suami, dll. Tapi sekarang sudah ada gerakan hak-hak perempuan dimana perempuan tidak hanya duduk didapur, dan melayani suami tapi perempuan juga bisa menghasilkan uang (wanita karir) dan juga perempuan bisa menjadi pemimpin. Kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam segala aspek pada semua hak-hak dan kesempatan-kesempatan yang dinikmati laki-laki dalam institusi-institusi dari masyarakat. Sedangkan di modul 6 dimana masyarakat amerika mereka diberikan hak isrimewa kepada laki-laki karena pemberian nama kepada anak-anak mereka, sama juga dengan negara indonesia, tapi bukan hanya di amerika atau di indonesia saja, tapi hampir diseluruh dunia menganut pemahaman seperti dalam modul 6.
Kelompok 6
12
BAB IV REFERENSI
kepeloporan-kartini-.html
4. Contradiction at feminism
Kelompok 6
13
Kelompok 6
14