You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki sejumlah bahasa daerah yang tetap dimanfaatkan oleh masing-masing penuturnya terutama sebagai sumber daya komunikasi dan pengungkap kebudayaan. Sibarani, (2004:38) mengamati bahwa fungsi bahasa secara mikro dan makro. Fungsinya mikro lebih khusus untuk kebutuhan setiap manusia yaitu lebih menyangkut kebutuhan individu atau kepentingan pribadi. Fungsi makro bahwa fungsi bahasa secara lebih luas memenuhi kebutuhan sosial dengan melampaui kepentingan pribadi. Bahasa merupakan suatu sistem bunyi yang bersifat arbitner dan bermakna yang digunakan sebagai sarana komunikasi anggota masyarakat, yaitu dalam kontak sosial. Ini berarti dalam bahasa terdapat dua unsur yang penting yaitu lambang bunyi dan makna. Saussure (1966:16) dalam Sibarani, (2004:36) menyebutkan bahwa bahasa sebagai sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide. Kumpulan lambang bunyi atau tanda akan mempunyai makna apabila lambang-lambang tersebut mempunyai fungsi, yaitu fungsi komunikatif dan fungsi ekspresif. Fungsi komunikatif adalah fungsi bahasa

sebagai media dalam mentransfer ide yang ada dalam pikiran penutur. Ide tersebut dapat dipahami melalui makna verbal, sedangkan fungsi ekspresif bahasa dipakai untuk mengekspresikan atau merealisasikan pikiran atau perasaan penutur.

Universitas Sumatera Utara

Sibarani, (2004:39) juga mengatakan hal senada bahwa bahasa adalah sebagai alat komunikasi, berupa simbol verbal yang didasarkan pada alat intelektual yang paling fleksibel dan paling berkekuatan yang dikembangkan oleh manusia. Dengan kata lain, bahasa mewakili dan mengalirkan pikiran manusia dalam ekspresi kata-kata yang mempunyai makna dan mendeskripsikan budaya masyarakat pemakai bahasa, dan melalui bahasanya kita dapat memahami budaya pemakai bahasa itu. Bahasa yang menjalankan fungsinya untuk memaparkan,

mempertukarkan, dan merangkai pengalaman sesuai dengan konteks. Menurut Saragih (2006 : 23), konteks adalah aspek-aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi teks. Saragih juga mengatakan bahwa bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial dan bahasa merupakan teks yang berkonstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial. Dalam fungsinya sebagai pemelihara budaya di Angkola, bahasa Angkola dipakai untuk mendokumentasikan budaya, termasuk mendokumentasikan legenda yang berbentuk cerita rakyat. Cerita rakyat adalah salah satu produk bahasa yang mempunyai fungsi komunikatif dan ekspresif. Penuturan cerita rakyat mempunyai pesan lewat bentuk verbal cerita. Pesan tersebut bisanya bersifat mendidik, mempunyai nilai budaya serta mencerminkan watak

Universitas Sumatera Utara

pendukungnya. Salah satu dari cerita itu adalah teks Halilian. Teks ini menceritakan gambaran sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Gambaran sosial dalam teks Halilian ini lahir sebagai hasil kepekaan jiwa pengarang untuk mengungkapkan imajinasinya. Secara intrinsik, ketika fiksi teks terjemahan

Halilian ini memiliki genre yang sama, yaitu prosa naratif yang dibangun oleh elemen struktur tema dan latar belakang budaya Angkola. Hardjana (1991:71) mengatakan bahwa sastra tidak akan lahir jika terjadi kekosongan sosial, karena imajinasi seseorang selalu dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat. Bahasa layaknya sebuah napas bagi manusia, bahasa memiliki fungsi primer yaitu sebagai alat interaksi sosial di dalam masyarakat karena bahasa tidak dapat dipisahkan dari semua kegiatan. Jika tidak memiliki bahasa, kita dapat kehilangan kemanusiaan kita sebagai manusia. Oleh karena itu bahasa adalah sarana bagi masyarakat penggunanya untuk dapat saling berkomunikasi. Jika ada bahasa tentu ada masyarakat penggunanya. Manusia dalam menggunakan bahasa dilatarbelakangi maksud dan tujuan tertentu. Salah satu cuplikan dari teks itu bahwa bahasa menjalankan fungsinya adalah data ini. Teks I: Jadi botima da! Sattabi sappulu noli, sappulu noli marsattabi, maradop koum sisolkot sasudena, nasolkot bope na rangrang, maradopkon kahanggi, mora, bope anakboru, lalu pisangraut, na adong di luat Angkola, di pangarattoan, na di jakarta sanga di Amsterdam, na di Surabaya, ro hami tu adopon munu, artina nakkinani giot patandahon hami na ro sian Silangge, salikometer sian Sipirok dalan tu Tarutung. Terjemahannya: Dengan mengucapkan salam dengan mengangkat sepuluh jari tangan meminta maaf kepada sanak famili semua dan kepada

Universitas Sumatera Utara

kahanggi, mora, bope anakboru, dan pisang raut yang ada di daerah Angkola dan di kota seberang yang susah maupun yang senang yang berada di perantauan yang di Jakarta maupun di Amsterdam, Surabaya, kami datang kehadapan kamu adalah memperkenalkan bahwa kami dai Silangge satu kilo meter dari Tarutung. Teks II: Bo, Songon na laman roha ni anakboru on, ning roha ni si Sakkot, Kehe ia tudapur. Ma diida ia indahan jeges tutupi dohot sange. Ikkayuna na bulung botik na disattanan mardongan rimbang dohot torung na poso. Sambalna lasiak tuktuk mardonangan harasak na marbola duaduanna. Terjemahannya: Kok diam anakboru kita ini, dalam hati si Sakkot sambil pergi ke dapur. Di dapur sudah ada nasi di tutup tudung saji, sayurnya daun ubi yang di santan dengan rimbang dan terong dan sambal tuktuk. Teks III: Ho pe ttong Amang, ning ia muse mengadop si sakkot, holong rohamu di parmaenkon, sahata sa oloan hamu, songon gulanggulang ni siala sappagul, rap tu ginjang rap tu toru, sanga songon pege sangkarippang hamu boanon tu Batangtoru, sapanimbung rap tu ginjang sapa ngambe rap tutoru. Mula lalu hamu tu kualo Batang Muar, rohamu diakkang namborumu na matua bulung i. Sahali sattumtum hamu, mangalului na suada. Songon i ma da Amang da, dohot parmaen. Na pola ginjang be hata sidohonan. Terjemahannya: Ayahnya mengatakan kepada si sakkot sayang kamu kepada menantuku seia sekata seperti pepatah mengatakan harus bersama ke atas dan bersama juga ke bawah, jangan seperti pohon jahe. Kalau kamu sampai ke batang muar, kau harus sayang kepada namboru yang sudah sendiri. Seia sekata kamu dalam menghadapi kehidupan, dalam keadaan susah dan senang. Itulah nasihatku kepadamu anakku dan menantuku. Teks di atas menggambarkan nasehat tentang kehidupan dan

bermasyarakat. Dalam teks Halilian ini terdapat gambaran kehidupan sosial yang mempunyai relevansi dengan keadaan dewasa ini. Pelibatan dua bahasa di atas sangat kompleks apabila tidak dilakukan penerjemahan, karena pada umumnya anak-anak yang sudah merantau maupun etnik Angkola yang kelahiran

Universitas Sumatera Utara

kota sudah banyak yang tidak mengetahui bahasa daerahnya karena itu perlu dilakukan terjemahan sebagai pemahaman mengenai kenyataan dalam masyarakat Angkola. Bukan mengurangi fiksi yang berbahasa Angkola tetapi memperkaya kebudayaan masyarakat Angkola melalui teks terjemahan dan melihat kesepadan dan pergeserannya. Secara linguistik, sosiolinguistik, atau semantik contoh di atas telah menggambarkan sistem dari bahasa Angkola ke bahasa Indonesia. Penguasaan terhadap sistem dua bahasa tersebut merupakan prasyarat utama dan langkah pertama ke proses pengalihan pesan dari teks sumber dan kebahasa sasaran. Apabila kita perhatikan data yaitu holong rohamu di parmaenkon, sahata sa oloan hamu, songon gulang-gulang ni siala sappagul, rap tu ginjang rap tu toru. Terjemahannya, Sayang kau sama menantuku ini, seia sekata kamu seperti songon gulang-gulang ni siala sappagul, rap tu ginjang rap tu toru.(pepatah) Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Angkola tersebut menjalankan fungsinya sesuai maksud dan tujuan. Karena bahasa dalam fungsional dipandang sebagai alat interaksi sosial antarmanusia, dengan tujuan utama mengadakan hubungan komunikatif antara pembicara dan pendengar. Dan sejalan dengan perjalanan manusia yang berdinamika yang di dalamnya manusia hidup tidak terlepas dari bahasa yaitu bahasa daerah. Untuk menjembatani interaksi dan

Universitas Sumatera Utara

komunikasi lintas bahasa dan budaya, penguasaan bahasa Indonesia menjadi suatu kebutuhan utama. Adanya tuntutan akan pengalihan informasi dan alih ilmu pengetahuan dan juga menjadikan kemampuan dan kegiatan penerjemahan sesuatu yang sangat penting. Walaupun secara Nasional, jaminan hak hidup dan berkembang bahasa daerah tersebut dimuat dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 32 ayat 2, hasil Amandemen ke-3, tentang Pendidikan Nasional yang berbunyi Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya Nasional. Bersamaan dengan itu, arah kebijakan bahasa daerah dinyatakan dalam Politik Bahasa Nasional (Alwasilah, 2001:30). Masyarakat Angkola tetap memberdayakan bahasa daerahnya, agar tetap eksis, sehingga eksistensi bahasa daerak tidak hilang. Untuk itu, penutur bahasa daerah yang bersangkutan harus memiliki rasa kebahasaan yang tinggi terhadap bahasanya. Rasa kebahasaan itu terlihat dari upaya yang dilakukan untuk tetap melestarikan bahasa daerah sebagaimana yang dikemukan oleh Alwasilah (2001:157) bahwa Rakyat harus memelihara bahasanya sehingga bahasa itu akan dihormati dan dipelihara negara. Karena tanpa bahasa, masyarakat tidak dapat berkomunikasi. Seiring dengan era globalisasi yang bercirikan keterbukaan akses terhadap informasi, rasa ingin tahu dunia luar akan Indonesia dengan segala aspek manusia dan kebudayaanya dapat terpenuhi melalui kegiatan terjemahan teks

Universitas Sumatera Utara

teks (karya ilmiah maupun sastra) dari bahasa daerah ke Indonesia. Berangkat rasa ingin tahu dan keinginan memperkenalkan budaya lokal, berbagai karya tulis terutama karya sastra berbahasa Angkola dan budaya karya-karya terjemahan tersebut berbahasa Indonesia. Secara

dapat menjadi sumbangan pada

paradaban dunia. Dengan demikian dalam rangka pengenalan dan apresiasi lintas budaya, penerjemahan karya-karya sastra semakin diperlukan. Dalam perkembangannya kegiatan penerjemahan dari bahasa daerah dan bahasa Indonesia banyak dilakukan oleh orang Indonesia yang tertarik dengan budaya setempat. Seperti yang telah dilakukan oleh Lubis, (2009) dengan desertasi Penerjemahan Teks Mangupa dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Inggeris. Pada hakekatnya bahasa mempunyai fungsi sosial yang oleh Saragih (2006 :35) dikatakan dengan metafungsi. Makna fungsi itu sendiri kurang lebih sama dengan pengertian penggunaan. Jadi fungsi bahasa dalam masyarakat sama bagaimana masyarakat mengerjakan aktivitasnya dengan menggunakan bahasa. dalam interaksi, pemakai bahasa mengorganisasikan pengalamannya. Dengan fungsi bahasa ini sekaligus berfungsi memiliki tiga fungsi, yaitu memaparkan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman secara teknis masing-masing. Bertitik tolak dari apa yang dikatakan bahwa fungsi bahasa dalam masyarakat merupakan memaparkan, mempertukarkan, dan merangkai

Universitas Sumatera Utara

pengalaman

maka cuplikan dari teks data pada teks I dan II,

dapat

menggambarkan bagian dari tiga fungsi bahasa tersebut dan makna ungkapan yang bercetak tebal menggambarkan konteks budaya Angkola seperti: Anak boru dalam teks I itu berbeda dengan anak boru pada teks II. Anak boru pada teks I merupakan bagian dari dalihan na tolu sedangkan anak boru pada teks II memiliki padanan makna perempuan. Anak boru pada teks I kalau diterjemahkan akan terjadi pergeseran. Pergeseran tersebut merupakan pergeseran komponen pragmatik. Dari persfektif pragmatik, makna suatu ungkapan (kalimat) dapat beragam sesuai dengan tujuan atau maksud di balik ungkapan tersebut dan kondisi yang melatari tindak komunikasi tersebut. Oleh karena itu , berbeda dengan makna linguistik yang dapat dipahami melalui hubungan gramatikal dalam suatu teks, makna pragmatik hanya dapat dianalisis dengan mengacu pada konteks budaya/ atau linguistik dari teks tersebut. Linguistik Sistemik fungsional (LSF) adalah salah satu aliran kajian bahasa fungsional yang mengkaji makna teks. Aliran ini mengembangkan sebuah teori bahasa dengan memandang bahasa sebagai suatu proses sosial. Dengan kata lain, aliran tersebut mencari cara-cara bahasa yang digunakan manusia tersusun dalam konteks yang berbeda (konteks situasi dan konteks budaya). Di samping konteks situasi, sebuah teks juga dibangun oleh konteks budaya. Karena itu dalam kajian terjemahan terhadap sebuah teks akan mencapai hasil yang memadai jika

Universitas Sumatera Utara

dilakukan

dengan mempertimbangkan konteks budaya dan konteks situasi.

Kontek budaya mengacu pada nilai yang dianut oleh sekelompok orang (masyarakat). Halliday (1992:63) mengatakan Setiap konteks situasi yang sebenarnya, susunan medan tertentu, pelibat dan sarana yang telah membentuk teks itu bukanlah suatu kumpulan ciri yang acak, melainkan suatu keutuhan sebagai suatu paket yang secara khas bergandengan dalam suatu budaya. Terjemahan yang merupakan pengungkapan sebuah makna yang dikomunikasikan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target memperhatikan dengan

pesan atau makna ditransperkan. Dapat dikatakan bahwa

terjemahan memiliki kontibusi ganda pada seseorang, yaitu dalam membentuk IPTEK dan juga perkembangan. Penerjemahan muncul tidak saja sebagai pengalihan kode (transcoding) atau sistem bahasa (struktur luar) tetapi juga pengalihan makna (apa di balik struktur luar). Fitur-fitur umum yang dimiliki oleh terjemahan adalah pengertian: (a) adanya pengalihan bahasa (dari bahasa sumber ke bahasa target); (b) adanya pengalihan isi (content); dan (c) adanya keharusan atau tuntutan untuk menemukan padanan yang mempertahankan fitur-fitur keaslianny. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan maka penerjemahan tidak saja dipahami sebagai pengalihan bentuk dan makna tetapi juga budaya. Konsekuensinya adalah penerjemahan sebagai bentuk komunikasi tidak saja dapat mengalami hambatan kebahasaan tetapi juga segi budaya.

Universitas Sumatera Utara

Menerjemahkan sebuah naskah sumber atau mencarikan padanannya di dalam bahasa sasaran tidaklah semudah apa yang sering diperkirakan orang. Penerjemahan yang benar-benar identik dengan keterangan, pesan, atau gagasan, yang ditulis oleh pengarang asli bukanlah pekerjaan yang mudah. Contoh

seperti: kahanggi, anak boru, mora, pisang raut, dan gulang-gulang ni siala sappagul, rap tu ginjang rap tu toru, sanga songon pege sangkarippang, kalau diterjemahkan akan terjadi pergeseran. Walaupun secara teoretis kesepadanan bisa dicapai akibat adanya sifat universal bahasa dan konvergensi budaya tetapi fakta menunjukkan bahwa suatu bahasa (target) digunakan oleh penutur yang memiliki budaya sering amat berbeda dengan budaya penutur bahasa lain (sumber) sehingga sulit menemukan padanan leksikal. Diharapkan terjemahan sebagai medium komunikasi mampu

mempertahankan unsur budaya dalam menterjemahkan bahasa AngkolaIndonesia. Karena terjemahan adalah; ada pengalihan informasi, alih ilmu pengetahuan, dan pengenalan budaya. Oleh sebab itulah, dirasa perlu mengadakan kajian Kesepadanan dan Pergeseran dalam Teks Terjemahan Bahasa AngkolaIndonesia. Berdasarkan uraian di atas, teks terjemahan fiksi yang terdapat pada cerita Halilian perlu dikaji dengan memandang bahwa teks Halilian terkandung makna dan nilai budaya yang perlu dipertahankan. Ekologi bahasa dan budaya

Universitas Sumatera Utara

Angkola yang telah berubah dari waktu ke waktu oleh desakan budaya dan bahasa luar, terutama penggunaan bahasa Indonesia, dan didukung oleh kemajuan teknologi dan pasca-modernisasi diduga telah menyebabkan pergeseran makna dan nilai yang terdapat dalam teks terjemahan Halilian. Jangkauan permasalahan penelitian adalah pada tataran linguistik mikro, yaitu tata bahasa leksikal atau leksikogramatika (lexico-grammar), dan tataran linguistik makro yaitu semantik-wacana (discourse semantics). Analisis tema dalam teks, kesepadan, konteks situasi dan konteks budaya dari teks untuk

melihat terjadinya pergeseran.. Dalam upaya mempertahankan keberadaan bahasa Angkola dirasa perlu untuk melakukan Kajian Kesepadanan, dan Pergeseran Makna dalam Teks

Terjemahan Bahasa Angkola Indonesia).

1.2 Fokus Penelitian Lingkup penelitian ini dibatasi pada terjemahan teks cerita rakyat atau folklor Angkola ke dalam bahasa Indonesia yaitu teks Hallian, sebagai salah satu teks budaya Angkola yang dijadikan sebagai objek penelitian, yang terfokus pada Kesepadanan, dan Pergeseran Makna dalam Terjemahan Fiksi Halilian dari Bahasa Angkola ke Indonesia. Secara khusus, ruang lingkup kajian terjemahan ini adalah (1) mendeskripsikan tema terdapat pada teks, mengidentifikasi tipe kesepadanan

Universitas Sumatera Utara

makna ungkapan (kata) yang berkonteks budaya Angkola yang tercermin dalam teks Bahasa Angkola dan mengkaji kecenderungan pemadanannya ke dalam bahasa Indonesia. (2) kajian terjemahan ini berusaha melihat terjadinya pergeseran menentukan dan menganalisis konteks situasi dan konteks budaya, yang terdapat dalam teks bahasa Angkola sehingga terjawab dalam konteks apa terjadi pergeseran, (3) faktor apa yang menyebabkan pergeseran dan

menganalisis secara deskriptif kualitatif pergeseran (shift) yang terjadi dalam pengalihan makna, pada tingkat mikro dan makro. Menurut Saragih (2006 : 43) satu teks membawa makna konteks budaya karena itu makna budaya tersebut mengaitkan linguistik dengan unsur sosial dan kebudayaan. Berdasarkan pendapat itu maka teks dalam terjemahan ini untuk mendekripsikan konteks situasi menggunakan kerangka kerja LSF, yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu Field, Tenor, dan Mode. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan masalah dalam penelitian penerjemahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tipe kesepadanan yang diperoleh dalam proses padanan yang terdapat dalam teks sumber dan teks terjemahan ? 2. Jenis pergeseran apakah yang terdapat pada teks terjemahan? 3. Bagaimanakah keterkaitan konteks situasi dan konteks budaya pada teks? 4. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran?

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian adalah menyumbangkan karya ilmiah pada linguistik mikro maupun makro, dengan melihat teks Angkola sebagai bagian dari kekhasan dan keunikan bahasa dan budaya masyarakat Angkola. Secara khusus, penelitian ini bertujuan; 1. mendeskripsikan tipe padanan yang terdapat dalam teks target; 2. mendeskripsikan jenis pergeseran (shifts) pada teks Halilian ke dalam bahasa Indonesia 3. mendeskripsikan keterkaitan konteks situasi dan konteks budaya, dalam pergeseran makna; 4. mendeskripsikan fakor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran.

1.4 Manfaat Penelitian Secara teoretis temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerhati bahasa dan budaya karena di dalam teks terdapat kekhasan bahasa dan budaya yang dapat digunakan sebagai pembanding teori gramatika universal. Bagi para linguis dan pengajar bahasa, kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan tambahan maupun sebagai bahan perbandingan lebih lanjut untuk melakukan kajian linguistik yang bernuansa budaya. Para mahasiswa Jurusan

Universitas Sumatera Utara

Bahasa dapat pula memanfaatkan tulisan ini untuk memperluas pandangan kelinguistikan mereka terutama untuk melakukan kajian terhadap keragaman bentuk lingual yang dimiliki budaya tertentu (etnosemantik), makna, fungsinya dalam masyarakat serta dinamika penggunaan bahasa daerah yang merupakan bagian dari budaya mereka sendiri dari sudut pandang bahasa yang digunakan (languange in use dalam LSF). Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tentang pentingnya memahami dan melestarikan budaya melalui bahasa terutama bagi generasi penerus supaya nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa tidak sampai luntur. Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah apakah keunikan atau kekhasan bahasa daerah tersebut masih memiliki kewibawaan bagi generasi selanjutnya. Juga diharapkan temuan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, dalam hal mengantisipasi pergeseran makna lingual dalam teks terjemahan. Adapun manfaat dari kajian ini adalah; 1. diperolehnya gambaran kesepadanan dalam teks; 3. terjemahan yang merupakan pengalihan informasi, dapat memberikan sumbangan atau akses terhadap informasi; 3. sebagai salah satu antisipasi dalam menghadapi ancaman dari bahasa Indonesia agar eksistensi bahasa daerah tidak hilang;

Universitas Sumatera Utara

4. diperolehnya gambaran pergeseran yang terdapat pada tek terjemahan, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadiya pergeseran.

1.5 Asumsi Penelitian Bahasa adalah instrumen utama manusia dalam mengintegrasikan dirinya baik secara internal maupun eksternal sebagai individu yang berfungsi dan partisipan aktif dalam kelompok atau masyarakat manusia (Mc Glynn, 2000:171). Oleh karenanya kajian tentang bahasa harus selalu menempatkan kajian itu dalam hubungannya dengan kehidupan manusia (Kridalaksana, 1998:2) Kajian dalam penelitian ini bersumber pada buku Halilian bahasa Angkola yang sudah dimodifikasi. Teks ini diasumsikan bahwa dapat digunakan untuk menambah wawasan dalam bahasa Angkola dan tingkat keberterimaannya sangat tinggi dimasyarakat. Walaupun Penerjemah tidak berlatar belakang bidang kebahasaan karena itu struktur kalimat menjadi rendah tetapi tingkat keakuratan pesanannya mudah dipahami. Saragih (2006:25) juga menegasakan bahwa, teks adalah bahasa yang berfungsi yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi. Teks pada dasarnya adalah suatu produk penggunaan bahasa yang berdasarkan fungsinya dapat dipahami sama seperti bahasa itu sendiri yakni sebagai sarana untuk tidak saja bisa dipahami sebagai pengalihan bentuk dan makna tetapi juga budaya. Konsekuensinya adalah penerjemahan tidak saja dapat

Universitas Sumatera Utara

mengalami hambatan kebahasaan tetapi juga segi budaya. Oleh karena itu, kajian terjemahan tidak bisa dilepaskan dari pendekatan fungsional.. Komunikasi antarbudaya tidak selalu mudah dan tergantung pada besarnya perbedaan antara kebudayaan yang bersangkutan. Walaupun secara teoretis penerjemahan tidak mungkin dilaksanakan akibat di samping adanya perbedaan sistem dan struktur juga semantik serta kebudayaan yang melatarbelakanginya, kegiatan penerjemahan sampai batas-batas tertentu bisa dilakukan dengan cara mencari dan menemukan padanan di dalam bahasa serta konvergensi kebudayaankebudayaan di dunia (Hoed,1992:80). Oleh karena itu pengalihan makna dalam penerjemahan etnografik ditentukan oleh sejauh mana konsep-konsep budaya dalam teks sumber diketahui atau dimiliki (shared) atau tidak dalam bahasa target.

1.6 Klarifikasi Istilah Penelitian ini adalah Kajian Teks terjemahan Bahasa Angkola (Suatu kajian tentang Kesepadanan, Fungsi Bahasa dan Pergeseran dalam Terjemahan Bahasa Indonesia Angkola. Untuk tidak terjadi kesalahpahaman tentang

istilah-istilah pada penelitian ini maka makna setiap kata perlu diklarifikasi. 1. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan oleh penutur

masyarakat Indonesia dalam berkomunikasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Bahasa Batak Angkola adalah bahasa bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis Angkola-Sipirok 3. Budaya Angkola, memiliki ciri seperti; falsafah dasar Dalihan Na Tolu sebagai tatanan/pandangan hidup sampai saat ini tetap dipedomani. Di lihat dari segi falsafah Dalihan Na Tolu,hubungan kekeluargaan etnik Angkola dibagi kepada; 1. Mora yaitu pihak Mora ini mendapat posisi didahulukan,

keluarga pemberi bora.

karena pihak mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping Raja-raja maupun Pemangku Adat, 2. kahanggi, yaitu keluarga yang mempunyai hajatan atau horja adat, termasuk di dalamnya Suhut selaku tuan rumah, dan 3. Anak Boru yaitu, pihak keluarga pemberian boru (pangalehenan boru). Di dalam peelaksanaan sesuatu pekerjaan adat, masing-masing unsur Dalihan Na Tolu tersebut masih mempunyai teman sekelompok (sajugukan) seperti Mora dengan Mora Ni Mora (bisaa disebut dengan Hula dengan Kahanggi/ Suhut dengan Pareban. 4. Penerjemahan merupakan proses pengalihan makna teks sumber ke dalam teks sasaran pada dua bahasa yang berbeda. 5. Ada dua pengertian terjemahan, pertama terjemahan sebagai proses kegitaan manusia di bidang (analisis)yang hasilnya merupakan teks

Universitas Sumatera Utara

terjemahan. Kedua terjemahan hanya sebagai hasil dari kegiatan manusia. Hasil itu disebut teks terjemahan. 6. Proses terjemahan adalah transpormasi teks dari suatu bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli 7. Padanan suatu bentuk dalam bahasa target dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk bahasa sumber. 8. Pergeseran adalah perubahan bentuk dan makna bahasa sumber ke dalam bahasa target, Pergeseran dalam terjemahan ada dua jenis, yaitu level shift adalah yang muncul di permukaan dalam bentuk item bahasa sumber pada level linguistik memiliki padanan dalam level yang berbeda ( misalnya tatarangrammar berpadanan dengan leksikal, dan category shift, suatu istilahgenerik yang mengacu pada pergeseran yang mencakup empat kategori, yakni (a) pergeseran struktural yang menyangkut perubahan gramatikal antara struktur teks sumber dan teks target, (b) pergeseran kelas bila item bahasa sumber dipadankan dengan item bahasa target yang memiliki kelas gramatikal yang berbeda, verba diterjemahkan dengan nomina, (c) pergeseran unit unit yang menyangkut perubahan rank, dan (d) pergeseran intra sistem yang terjadi bila secara konstituen memiliki perbedaan (misalnya tata urutan kontituen berbeda antarabahasa sumber dengan padanannya

Universitas Sumatera Utara

dalam bahasa target, bentuk tunggal (singular) bahasa sumber menjadi ja.mak (plural) dalam bahasa target. 9. Pergeseran Mikro (Micro Shifts) adalah bisa berujud dari pergeseran partikel yang mengarah ke atas atau ke bawah dan pergeseran

horizontal. Pergeseran vertikal yang mengarah ke atas terjadi bila unit bahasa sumber disubstitusi dengan unit yang lebih tinggi rank-nya dalam bahasa target. Pergeseran horizontal identik dengan konsep intra system sifts. 10. Pergeseran Makro (Makro Shifts) bergerak dalam kawasan ranah teks yang melibatkan tekstur, budaya, gaya, dan retorik yang memungkinkan terjadinya pergeseran pada tataran selain pada tataran sintaksis (seperti komponen semantik, tekstual, prakmatik dan retorik). 11. Istilah teks dan konteks tidak dapat dipisahkan. Konteks adalah segala sesuatu di luar yang diujarkan dan yang tertulis, termasuk aspek non verbal sehingga dikatakan sebagai keseluruhan lingkungan di mana teks itu ada atau diujarkan 12. Istilah fungsi bahasa sama dengan kegunaan bahasa, satu unit bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial. Fungsi bahasa berarti mengupas penggunaan bahasa itu sendiri. Fungsi bahasa pada teks terjemahan yang dipengaruhi eksternal bahasa (sosiokultural) dianalisis berdasarkan kerangka kerja yang diajukan

Universitas Sumatera Utara

Haliliday. Hasan dan Amrin. Teks dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial. 13. Konteks sosial mengacu kepada segala sesuatu di luar yang tertulis atau terucap, yang mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi sosial. 14. Konteks situasi terdiri atas; apa (field) yang dibicarakan, siapa (tenor), yang membicarakan sesuatu bahasan, dan bagaimana (mode),

pembicaraan dilakukan. 15. Konteks Budaya; dibatasi sebagai aktivitas sosial bertahap untuk mencapai suatu tujuan. 16. Makna teks terjemahan dalam penelitian ini adalah makna yang muncul dalam teks. Oleh sebab itu, konsep makna dari teks terjemahan dimulai dengan makna teks dalam konteksnya, yaitu konteks situasi dan konteks budaya . Makna teks dibagi tiga fase, yaiu makna ide, makna antarpelibat, dan makna tekstual (Halliday dalam Amrin, 2006:40).

Universitas Sumatera Utara

You might also like