You are on page 1of 13

TAFSIR DAN TAWIL AL-QUR'AN VERSUS HERMENEUTIKA Oleh: Devi Muharrom Sholahuddin, Lc.

(Mahasiswa Pascasarjana ISID Gontor)

Pendahuluan Belakangan ini, diskursus seputar Al-Quran ramai diperbincangkan. Teori penafsiran yang telah mapan selama berabad-abad diragukan
1

dan

dipermasalahkan oleh sebagian kalangan pemikir muslim kontemporer. Tafsir AL-Quran yang sudah mapan, berurat dan berakar didalam Islam dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman dan kebutuhan umat Islam saat ini. 2 Maka dibutuhkan sebuah metode penafsiran baru yang sesuai dengan zaman. 3 Teori tersebut adalah hermeneutika.4 Hermeneutika dibangun atas faham relatifisme. Hermeneutika itu sendiri menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran al-Quran itu relatif, padahal
1

Diantara pemikir muslim kontemporer itu adalah: Hassan Hanafi, Fazlurrahman, Mohamed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zaid, Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, Farid Esack dll. (Lihat, Adnin Armas MA, Tafsir Al-Qur'an atau "Hermeneutika Al-Qur'an" dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. I No. 1/Muharram 1425. Hal. 38) 2 Sebagai contoh, Amin Abdullah, Rektor UIN Yogyakarta menulis kata pengantar untuk sebuah buku Hermeneutika Al-Qur'an, sebagai berikut: Metode penafsiran Al-Qur'an selama ini senantiasa hanya memperhatikan hubungan penafsir dan teks Al-Qur'an tanpa pernah mengeksplisitkan kepentingan audiens terhadap teks. Hal ini mungkin dapat dimaklumi sebab para mufassir klasik lebih menganggap tafsir Al-Qur'an sebagai hasil kerja-kerja kesalehan yang dengan demikianharus bersih dari kepentingan mufassirnya. Atau barangkali juga karena trauma mereka pada penafsiran-penafsiran teologis yang pernah melahirkan pertarungan politik yang maha dashat pada masa-masa awal Islam. Terlepas dari alasan-alasan tersebut, tafsir-tafsir klasik Al-Qur'an tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat Islam." (Lihat, Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan, Metodologi Tafsir Al-Quran menurut Hassan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002) 3 Para pemikir muslim kontemporer beranggapan, bahwasannya saat ini ada sebuah metodologi penafsiran yang bisa dijadikan alternatif untuk menafsirkan Al-Qur'an agar bisa sesuai dengan realita yang terjadi pada zaman sekarang ini. Sebuah metodologi penafsiran yang telah dilakukan oleh pemikir Barat pada Bible. Metode itu adalah Hermeneutika. 4 Istilah hermeneutics berasal dari bahasa Yunani kuno (Greek) (dibaca: ta hermeneutika), yaitu bentuk jamak dari perkataan: (to hermeneutikon) yang bermakna: perkara-perkara yang berkenaan dengan pemahaman atau penerjemahan suatu pesan. Diambil dari infinitif: , Kedua kata ini merupakan derivat dari kata Hermes (E). Mulai abad ke-17 istilah hermeneutics dipakai untuk menunjuk suatu ilmu, metode dan teknik memahami suatu pesan, karya atau teks. Sejak itu, istilah hermeneutics dikontraskan dengan exegesis (), sebagaimana ilmu tafsir dibedakan dengan tafsir. Lebih tepatnya, hermeneutika adalah ilmu menafsirkan Bibel.

fakta sejarah membuktikan, bahwa para mufassir terkemuka sepanjang masa memiliki kesepakatan-kesepakatan dalam proses penafsiran al-Quran. Jika metode hermeneutika tetap dipaksakan ke dalam al-Quran maka akan berinflikasi bahwa segala problematika yang terjadi didalam Bible, terjadi juga di dalam alQuran.5 Tulisan ini akan mengungkap bahwasannya metode hermeneutika tidak layak untuk disandingkan dengan tafsir al-Quran. Tafsir dan Tawil Tafsir secara etimologi berasal dari kata fasara (Fiil madh -kata kerja lampau) dengan wazan Taf'l yang berarti penyingkap atau penjelas. Didalam lisn al-arab: kata al-Fasru berarti penyingkap sedangkan kata at-Tafsr berarti penyingkap atau penjelas dari kata-kata yang sulit6. Sedangkan tafsir secara terminology para mufassirn berbeda-beda dalam mendefinisikan pengertian tafsir, menurut istilah sebagian ulama adalah suatu ilmu yang dapat memberikan pengertian yang tepat dan akurat dalam memahami teks-teks al-Quran menurut kadar kemampuan manusia. Sedangkan menurut Imam Az-Zarkasy dalam kitabnya Al-burhn f Ulmi al-Qur'n mendefinisikan bahwasannya Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan melalui nabinya Muhammad SAW. Penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah dan penarikan hukum-hukum serta hikmah yang tekandung didalamnya7 Adapun Ta'wil secara etimologi adalah kata benda infinitif dari kata kerja transitif, awwala, yang berarti kembali,8 membuat sesuatu itu kembali atau mengurangi sesuatu, yang berarti "menemukan, mendeteksi, mengungkapkan, mengembangkan, membuka, menjelaskan, menggambarkan, menterjemahkan

tentang sesuatu atau mungkin menguranginya. Sedangkan Ta'wil secara terminology, mufassirn berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, diantara
Adnin Armas, MA. Tafsir al-Quran Atau Hermeneutika al-Quran dalam ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425 Hal. 38 6 Ibnu Mandzur, Lisanul 'arab, Jilid 7 Darul Hadits Kairo 2003 Hal. 101. 7 Az-Zarkasy, Al-Burhan fi aal-Ulum al-Qur'an, Jilid 1, Al-Maktabah Al-Ashriyyah Beirut 2004 Hal.27
8 5

Ibnu Mandzur, Lisanul 'arab, Jilid 1 Darul Hadits Kairo 2003 Hal. 273

mereka berpandangan bahwa ta'wil merupakan sinonim daripada tafsir, sebagian yang lain mengatakan bahwa tafsir berbeda dengan ta'wil dalam artian tafsir lebih condong kepada arti yang lebih umum sedangkan ta'wil lebih menekankan kepada arti yang spesifik, sebagian ulama yang lain berpandangan bahwa tafsir merupakan penjelas daripada ta'wil.9 Keutamaan Dan Kebutuhan Manusia Terhadap Ilmu Tafsir Allah SWT menurunkan al-Qur'an kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Untuk di baca, dipahami dan diamalkan apa-apa yang terkandung didalamnya, al-Qur'an telah diturunkan dengan berbahasa arab. Isi yang terkandung didalam al-Qur'an tidak akan mendapatkan sasaran yang benar dan tidak akan bisa diamalakan tanpa melalui proses pemahaman yang benar, proses pemahaman inilah yang disebut dengan Ilmu Tafsir. Al-Quran diturunkan sebagai pedoman hidup manusia, maka dari itu memahami dan menghayati isi yang terkandung didalam al-Quran merupan amalan yang paling mulia, karena hal itu merupan jalan menuju kebahagiaan yang hakiki, yang tidak akan didapatkan kecuali dengan mengikuti pedoman itu sendiri. Al-Isbahany menuturkan keutamaan tafsir dilihat dari tiga aspek: pertama, aspek pembahasan, pembahasan tafsir adalah Kalam ilahi yang penuh dengan hikmah dan keutamaan , didalamnya terdapat berita masa lalu dan masa yang akan datang. Kedua, aspek tujuan, tujuan daripada tafsir adalah pencapaian terhadap kebahagiaan yang hakiki ketiga, aspek kebutuhan yang sangat terhadap tafsir, dikarenakan kelengkapan hidup dalam beragama maupun dalam kehidupan duniawi sangat membutuhkan terhadap ilmu syariat dan pengetahuan keagaaman yang tidak akan didapatkan kecuali dengan memahami ilmu yang terkadung didalam al-Qur'an.10

Muhammad Abdul Adzm Az-Zarqny, Manhilu al-Irfn F Ulm al-Qur'n, DrulHadts, Kairo 2001, Hal. 8 10 Dr. Jalluddn Al- Allsy, Dirsah F at-Tafsr Wa Ulmihi, Mu'assasah Ibn Asyr L At-Tauzi' Tunisia 2006,Hal. 22.

Syarat-syarat Mufassir Proses penafsiran al-Qur'an tidak mungkin bisa dilakukan oleh sembarang orang, tidak semua orang secara bebas menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an menurut kehendak pemahamannya sendiri, tidak akan diterima penafsiran seseorang kecuali dengan memenuhii syarat sebagai seorang mufassir, dalam hal ini para ulama tafsir sepakat memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir. Manna' al-Qattan dalam bukunya Mabhits F Ulm al-Qur'n menyebutkan ada sembilan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir11: 1. Akidah yang benar. Syarat yang pertama ini adalah adalah syarat yang paling penting karena akidah memainkan peranan yang besar kepada setiap mufassir dan menjadi faktor pendorong kepada seseorang mufassir untuk melakukan penyelewengan terhadap ayat-ayat al-Quran dan juga penipuan dalam periwayatan. Mereka juga mudah terdorong kepada mazhab-mazhab yang menyeleweng dengan mengemukakan pentakwilan yang bertentangan dengan akidah yang benar. 2. Bersih daripada hawa nafsu karena ia akan mendorong dirinya membela dan menegakkan kepentingan dan keperluan mazhabnya semata-mata sehingga ia berupaya menipu manusia lain dengan ucapan-ucapan lembut dan keteranganketerangan yang menarik minat seseorang seperti yang dilakukan oleh golongan yang menyeleweng daripada ajaran Islam. 3. Mendahulukan tafsir al-Quran dengan al-Quran itu sendiri, di mana perkara yang diterangkan secara ringkas di satu tempat dijelaskan secara terperinci di tempat yang lain. 4. Mentafsirkan al-Quran dengan al-Sunnah karena al-Sunnah adalah penjelas daripada al-Quran.

11

Manna Al-Qan , Mabhits F Ulm al-Qur'n, Maktabah Wahbah Kairo 2004, Hal.

321

5. Jika tidak terdapat tafsiran al-Quran dari al-Sunnah, maka hendaklah dirujuk kepada pandangan para sahabat karena mereka lebih memahami perkara tersebut disebabkan mereka telah menyaksikan penurunan wahyu dan latar belakangnya. 6. Merujuk kepada pendapat tabi`in jika tidak terdapat tafsiran para sahabat dengan syarat terdapat pada riwayat yang sahih. 7. Mempunyai pengetahuan yang luas dalam bidang bahasa arab dan ilmuilmu yang berkaitan dengan pentafsiran, ayat-ayat Al-Quran berkaitan erat dengan i`rab perkataan dan tatabahasa. Oleh itu ilmu pengetahuan yang sedikit tidak dapat membantu seseorang mentafsir Al-Quran dengan baik. Mujahid bin Jabr berkata:Tidak wajar bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat memperkatakan mengenai kitab Allah sedangkan dia tidak mengetahui dialek-dialek bahasa Arab. 8. Mempunyai pengetahuan pokok-pokok ilmu yang berhubungan dengan al-Qur'an a. Ilmu Qirt karena denganya seseorang itu dapat mengetahui cara-cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Quran dan dapat pula memilih bacaan yang lebih kuat di antara berbagai ragam bacaan yang ada, malah qirt juga dapat memastikan maksud yang sebenarnya apabila terjadi perselisihan. b. Mendalami ilmu Usuluddin dan ilmu tauhid karena dengannya seseorang mufassir diharapkan dapat mentafsirkan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan ke-Tuhanan dan hak-hak Allah dengan betul serta tidak mentakwilkannya dengan sewenang-wenangnya atau melampaui batasan. c. Berpengetahuan dalam Usul Fiqh karena ia dapat membantu mufassir bagaimana hendak membuat kesimpualan dari ayat-ayat Al-Quran dan berdalil dengannya. Begitu juga mengenai ayat-ayat mujmal dan mubayyan, umum dan khusus, mutlak dan muqayyad, amar dan nahy dan perkara-perkara yang berkaitan.
5

d. Berpengetahuan yang luas dalam bidang pokok-pokok ilmu tafsir dapat membantu memahami ayat-ayat al-Quran dengan betul dan mendalam. Contohnya Asbab al-Nuzul akan menolong mufassir dalam memahami maksud ayat berdasarkan latar belakang penurunan ayat. Begitu pula dengan An-Nasikh dan Al-Mansukh serta ilmu-ilmu yang lainnya. 9. Memiliki ketelitian dan kecermatan dalam pemahaman, sehingga dengan nya sang mufassir bisa membedakan antara pendapat-pendapat yang saling berdekatan, karenanya mufassir tersebut bisa mengambil kesimpulan hukum yang sesuai dengan nash-nash syariat. Adab-Adab Mufassir Selain daripada syarat-syarat yang telah ditetapkan kepada mufassir, mereka juga perlu memiliki beberapa adab yang baik untuk membolehkan mereka mentafsirkan ayat-ayat al-Quran, antaranya12: i. Niat dan tujuan yang baik, karena setiap amal perbuatan bergantung kepada niat. Orang-orang yang melibatkan diri dalam pentafsiran Al-Quran perlu memiliki adab ini dan perlu menjauhkan diri daripada tujuan-tujuan duniawi yang akan menyeret mengsanya ke arah kehinaan. ii. Berakhlak mulia karena mufassir adalah bagaikan seorang pendidik yang didikannya tidak akan mempengaruhi jiwa seseorang selama ia tidak menjadi role model kepada masyarakat meneruskan budi pekerti yang mulia. iii. Taat dan beramal karena sesuatu ilmu akan mudah diterima oleh orang-orang yang mempraktekannya berbanding dengan orang-orang yang hanya memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi tetapi tidak beramal dengannya. Tingkah laku yang mulia hasil daripada ilmu pengetahuan dan amalannya akan menjadikan seseorang mufassir sebagai sumber inspirasi yang baik kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah agama sebagaimana yang disarankan olehnya.
12

Ibid, Hal. 323

iv. Berakhlak mulia karena mufassir yang memiliki ciri ini dapat mempengaruhi jiwa seseorang dengan mudah dan adalah terlalu sukar membentuk seseorang sekiranya mufassir itu tidak bisa dijadikan ikutan dan contoh tauladan kepada orang lain. v. Berjiwa mulia, karena seseorang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi perlu menjauhkan diri daripada perkara-perkara remeh dan tidak pula mengharapkan pangkat dan penghormatan manusia. vi. Bersikap tawadu` dan lemah lembut karena kesombongan ilmiah adalah dinding yang menghalangi seseorang yang berilmu daripada memanfaatkan ilmunya kepada dirinya sendiri dan juga orang lain. vii. Tegas dalam menyampaikan kebenaran karena jihad yang paling utama ialah menyampaikan kebenaran di hadapan pemerintah yang zalim. viii. Mendahulukan orang-orang yang lebih utama daripada dirinya sendiri. Seseorang mufassir seharusnya tidak gugup untuk menafsirkan ayat-ayat AlQuran di hadapan mufassir yang lebih pandai pada masa mereka masih hidup. Juga tidak wajar merendahkan mufassir lain setelah mereka meninggal dunia. ix. Menggaris dan mengemukakan langkah-langkah penafsiran secara baik, seperti memulainya dengan menyebut asbab al-nuzul, arti perkataan, menerangkan susunan perkataan, memberi penerangan kepada aspek-aspek balaghah dan i`rab yang mana penentuan makna bergantung kepadanya, menjelaskan makna umum dan menghubungkannya dengan kehidupan sebenarnya yang dialami oleh umat manusia pada masa itu serta mebuat kesimpulan dan menentukan hukum.

Macam-Macam Tafsir Ibnu Abbas RA membagi Tafsir kedalam 4 katagori:


13

pertama, Halal

dan Haram, semua orang memahaminya. Kedua, Tafsir yang ditafsirkan oleh orang arab dengan lisan nya. Ketiga, Tafsir yang ditafsirkan oleh ulama, dan keempat, tafsir yang tidak diketahui artinya selain oleh Allah swt. Sebagian ulama tafsir yang lain membagi tafsir kedalam tiga bagian: pertama, tafsir dengan riwayat atau lebih dikenal dengan at-Tafsir bi al-Ma'tsur kedua, Tafsir dengan dirayah atau lebih dikenal dengan at-Tafsir bi ar_ra'yi, ketiga, Tafsir dengan isyarat atu lebih dikenal dengan Tafsir al-Isyary. 1. Tafsir bi al-Ma'tsur Tafsir bi al-Ma'tsur adalah jenis pentafsiran yang mana sang mufassir

menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan Al-Qur'an itu sendiri atau dengan mengambil As-Sunnah karena ia merupakan penjelas daripada ayat-ayat AlQur'an, kemudian menafsirkan Al-Qur'an dengan perkataan sahabat-sahabat nabi karena mereka merupakan orang yang paling tau akan kalam Allah setelah nabi Muhammad SAW. 2. Tafsir bi al-Ra'yi Yang dimaksud dengan ra'yi disini adalah ijtihad sang mufassir dalam mentafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Apabila proses ijtihad tersebut berjalan sesuai dengan syariat dan ketentuan yang berlaku maka tafsirnya dianggap sah dan terpuji (Mamduh), namun apabila ternyata ijtihadnya malah

menjerumuskan orang pada kebodohan dan kegelapan maka tafsirnya menjadi tercela (madzmum) 3. Tafsir Isyary Yang dimaksud dengan tafsir isyary adalah mena'wilkan Al-Quran secara tidak literal hal ini disebabkan isyarat yang samar yang terkandung didalam
Muhammad Abdul Adzm Az-Zarqny, Manhilu al-Irfn F Ulm al-Qur'n, Drul-Hadts, Kairo 2001, Hal 13
13 13

Al-Qur'an. Yang mana isyarat tersebut mengandung tujuan akhlaq dan tasawwuf. Hermeneutika Setelah kita membahas secara terperinci pengertian tafsir dan tawil dalam tradisi keilmuan Islam, maka pada bahasan selanjutnya kita akan membahas definisi hermeneutika secara etimologi dan terminilogi serta bagaimana konsep hermeneutika diterapkan terhadap bible dan di paksakan untuk diterapkan kepada al-Quran oleh para orientalis dan cendikiawan muslim liberal. Secara etimologi, Istilah hermeneutics berasal dari bahasa Yunani kuno (Greek) (dibaca: ta hermeneutika), yaitu bentuk jamak dari perkataan: (to hermeneutikon) yang bermakna: perkara-perkara yang berkenaan dengan pemahaman atau penerjemahan suatu pesan. Diambil dari infinitif: , Kedua kata ini merupakan derivat dari kata Hermes (E). Mulai abad ke-17 istilah hermeneutics dipakai untuk menunjuk suatu ilmu, metode dan teknik memahami suatu pesan, karya atau teks. Sejak itu, istilah hermeneutics dikontraskan dengan exegesis (), sebagaimana ilmu tafsir dibedakan dengan tafsir. Lebih tepatnya, hermeneutika adalah ilmu menafsirkan Bibel. The New Encyclopedia Britanica menulis, bahwa hermeneutika adalah studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bible. Tujuan dari hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bible. Dalam sejarah interpretasi Bible ada empat model utama interpretasi Bible, yaitu (1) literal interpretation, maksudnya adalah interpretasi yang sesuai dengan makna yang jelas, sesuai konstruksi tata bahasa dan konteks sejarahnya. Model ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kemauan penulis Bible. (2) moral interpretation, maksudnya adalah interpretasi yang mencoba membangun prinsip-prinsip penafsiran yang memungkinkan nilai-nilai etik diambil dari beberapa bagian dalam Bible. (3) allegorical interpretation, menurut model ini, teks-teks Bible meiliki makna pada level kedua, diatas seseorang, sesuatu atau apa-apa yang
9

disebutkan secara gamblang dalam teks. Format utama dalam bentuk ini adalah tipologi. Tokoh-tokoh kunci dan peristiwa-peristiwa penting didalam perjanjian Lama dilihat sebagai satu tipe bayangan kedepan untuk tokoh dan peristiwaperistiwa didalam perjanjian baru. (4) anagogical interpretation, model keempat ini merupakan pengembangan dari ketiga model diatas. Model ini dikenal juga dengan mystical interpretation. Model ini dipengaruhi oleh tradisi mistik Yahudi (Kabbala) diantaranya mencoba mencari makna-makna mistis dari angka-angka dan huruf-huruf Hebrew. Contoh interpretasi dari empat tingkat adalah kata Jerusalem. Pada level literal Jerusalem adalah nama kota yang ada di bumi. Pada makna alegoris, Jerusalem diartikan sebagai gereja Kristen. Menurut makna moral, Jerusalem berarti jiwa (soul). Dan pada level anagogis, Jerusalem adalah kota Tuhan di masa depan.14 Nilai Dibalik Hermeneutika Menurut Hans George Gadamer, terdapat tiga implikasi penting didalam hermeneutika. Pertama, Universalitas hermeneutika sebagai metode masih merupakan tantangan. Kedua, hermeneutika muncul dari suatu milleu ilmiah yang mulai meninggalkan pemikiran metafisis. Ketiga, hermeneutika yang berasal dari Yunani dan diadopsi para teolog Kristensebagai tafsir Bible itu dicoba dikembangkan menjadi teori sains kemanusiaan. Dari ketiga implikasi diatas, dapat difahami, bahwasannya hermeneutika yang lahir dan berkembang di Barat merupakan produk pandangan hidup (worldview) peradaban Barat. Oleh karena itu, hermeneutika tidak bebas nilai.15 Dalam pandangan Warner G. Jeanrond, ada tiga milleu yang mempengaruhi terbentuknya hermeneutika sebagai teori interpretasi terhadap Bible di Barat. Pertama, Milleu masyarakat yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani. Kedua, milleu masyarakat Yahudi dan Kristen yang menghadapi problematika Bible. Ketiga, milleu masyarakat Eropa di

Adian Husaini MA, Problem Teks Bible dan Hermeneutika, dalam ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425 Hal. 9-10 15 Hamid fahmi Zarkasy MA, Menguak Nilai Dibalik Hermeneutika, dalam ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425 Hal. 16-17

14

10

zaman pencerahan yang berusaha keluar dari otoritas keagamaan serta membawa hermeneutika keluar dari konteks keagamaan.16 Hermeneutika dan Liberalisasi Hermeneutika Modern menempatkan semua jenis teks pada posisi yang sama, tanpa memperdulikan apakah teks itu suci dari Tuhan atau tidak, sakral atau profan. Kemudian tidak lagi memperdulikan adanya otoritas dalam penafsiran. Semua teks dilihat sebagai produk pengarangnya. Hermeneutika modern dimulai oleh seorang teolog Kristen Liberal Protestan yaitu Friedrich Schleiermacher (1768-1834) bagi Schleiermacher, faktor kondisi dan motif pengarang sangatlah penting untuk memahami makna suatu teks, disamping faktor gramatikal.17 Jauh sebelum Schleiermacher, upaya melakukan liberalisasi dalam interpretasi Bible sudah muncul sejak zaman Enlightenment di abad ke-18. Johan Solomo Semler (1725-1791) dan para teolog lainya di University of Halle memainkan peranan penting dalam melakukan apresiasi terhadap akal manusia, dan menumbuh kembangkan perlawanan terhadap otoritas gerja yang tidak masuk akal. Penutup Perkembangan Hermeneutika yang terjadi dalam peradaban Barat jelas berbeda sekali dengan tradisi tafsir dan tawil al-Quran yang berkembang dalam peradaban Islam. Hermeneutika muncul dari keresahan para teolog yahudi dan Kristen terhadap Bible yang penuh dengan problematika. Hermeneutika juga muncul sebagai reaksi penolakan para teolog liberal terhadap otoritas gereja yang menyalahgunakan wewenangnya atas nama Tuhan. Para teolog liberal ini menginginkan suatu kebebasan untuk menafsirkan Bible. Maka timbulah suatu metode interpretasi Hermeneutika. berbeda dengan al-Quran yang tidak memiliki problem sedikitpun. Maka teori interpretasi hermeneutika sagat tidak mungkin
Warner G. Jeanrond, Theological Hermeneutics, Development And Significance, Macmillan, London, 1991 Hal. 12-13 17 Adian Husaini MA, Problem Teks Bible dan Hermeneutika, dalam ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425 Hal. 14
16

11

untuk diaplikasikan dalam penafsiran al-Quran. Jika tetap dipaksakan, maka akan berimflikasi yang sangat fatal sekali. Kebenaran wahyu Allah yang selama ini diyakini oleh umat Islam akan musnah, otoritas para ulama yang telah berjasa dalam mengkoodifikasi berbagai disiplin ilmu akan runtuh. Dan akhirnya umat Islam akan mengikuti dan tunduk terhadap peradaban Barat (Yahudi-Kristen). Semoga kajian sederhana ini dapat memberikan pencerahan sehingaa kita dapat mengetahui dan mengamalkan intisari ajaran Islam tanpa terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban lain. Wallhu al-Hd il as-shawb.[]

12

BIBLIOGRAFI Saenong, Ilham B. Hermeneutika Pembebasan, Metodologi Tafsir Al-Quran menurut Hassan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002) Mandzur, Ibnu, Lisanul 'arab, Jilid 7 Darul Hadits Kairo 2003 Hal. 101. Az-Zarkasy, Al-Burhan fi aal-Ulum al-Qur'an, Jilid 1, (Beirut : Al-Maktabah Al-Ashriyyah, 2004) Az-Zarqny, Muhammad Abdul Adzm, Manhilu al-Irfn F Ulm alQur'n, (Kairo: Drul-Hadts, 2001 Al-Allsy, Dr. Jalluddn, Dirsah F at-Tafsr Wa Ulmihi, (Tunisia: Mu'assasah Ibn Asyr L At-Tauzi' 2006) Al-Qan, Manna, Mabhits F Ulm al-Qur'n, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004) Jeanrond,Warner G. Theological Hermeneutics, Development And Significance, (London: Macmillan, 1991) Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425 Salim, Fahmi, Kritik Terhadap Studi al-Quran Kaum Liberal (Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani, 2010) Armas, Adnin, Metodologi Bible dalam Studi al-Quran, Kajian Kritis, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005)

13

You might also like