You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gelombang reformasi telah mengakibatkan pemerintah pusat melakukan berbagai tahapan perubahan termasuk perubahan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dengan terbitnya PP Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Dalam PP tersebut dipersyaratkan bahwa setiap pemerintah daerah wajib menghasilkan laporan keuangan yang terdiri atas Neraca, Laporan Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. kemudian disempurnakan dengan terbitnya PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan kemudian diperbaharui lagi pada PP No 71 Tahun 2010. Pelaporan keuangan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pertanggungjawaban kepala daerah kepada masyarakat (public accountability). Semangat reformasi tersebut telah mewarnai pendayagunaan aparatur daerah dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi keuangan daerah yang mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip pengelolaan yang baik (good governance). Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah daerah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan public goods and services sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan tersebut, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara wajib dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan 1

kepatutan. Pengelolaan Keuangan Negara disini adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan dari pemaparan latar belakang di atas maka kami dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut ; 1. Apa yang dimaksud dengan audit ? 2. Apa kegunaan audit dalam laporan keuangan pemerintah ? 3. Bagaimana peran BPK dalam mengaudit laporan keuangan pemerintah ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut; 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan audit. 2. Untuk mengetahui kegunaan audit dalam laporan keuangan pemerintah. 3. Untuk mengetahui bagaimana peran BPK dalam mengaudit laporan keuangan pemerintah.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan disini adalah studi pustaka dengan mencari beberapa artikel di internet.

BAB II
2

PEMBAHASAN

2.1 Audit
2.1.1 Pengertian dan jenis-jenis audit Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain: Menurut Alvin A.Arens dan James K.Loebbecke : Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person.1

Menurut Mulyadi : Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian haisl-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.2 Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut harus diperhatikan: 1). Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut, 2). Penetapan entitas
1

Alvin A. Arens and James K. Loebbecke, (1997), Auditing An Integrated Approach, International Edition, Seventh Edition, New Jersey : Prentice-Hill Inc, hal 2 2 Mulyadi, (1990), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, hal 4

ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggungjawab auditor, 3). Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit, 4). Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya. Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. 1) Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak. 2) Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena oleh pegawai perusahaan. 3) Audit operasional (operational audit). Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk : 1). Menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen, 2).

Mengidentifikasikan peluang dan, 3). Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau 4

tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

2.1.2 Jenis-jenis Auditor 1. Auditor Eksternal yaitu auditor independen yang bersertifikasi akuntansi publik, di luar entitas / organisasi yang akan diaudit, yang menawarkan jasa audit independen mereka berdasarakan kontrak. 2. Auditor Internal merupakan seorang pegawai dari suatu entias atau organisasi yang mengevalusi dan memeriksa aktivitas entitas atau organisasinya sebagai suatu jasa bagi entitas atau organisasinya. 3. Auditor Pemerintah yaitu auditor yang dipekerjakan di berbagai kantor pemerintahan di tingkat federal, negara bagian, dan lokal yang mengaudit beberapa fungsi organisasional untuk alasan tertentu.

2.1.3 Susunan Teoritis Auditing Beberapa elemen penting dari susunan teoritis auditing , yaitu : 1. Data yang diaudit dapat dibuktikan Suatu audit mensyaratkan pengumpulan bukti yang kuantitas dan kualitasnya sesuai sehingga untuk mendukungnya dibutuhkan data. Contonhya laporan keuangan terdiri dari akun neraca dan akun transaksi yang dapat dibuktikan. 2. Konflik jangka pendek mungkin terjadi antara manajer yang menyiapkan data dengan

auditor yang memeriksa data.

Manajer merasa diharuskan membuat data keuangan sesuai dengan kepentingannya (biasanya penghasilan tinggi) sedangkan auditor harus membuktikan data yang benar, tidak berpihak kepada manajer 3. Auditor harus independen dan mempunyai kebebasan dari paksaan manajer. Auditor harus mengumpulkan bukti dan harus melaporkan hasil audit secara objektif kepada pihak yang ingin mengetahui hasilnya. 4. Suatu audit menguntungkan publik Audit dapat mencegah salah pengertian, penipuan, atau pandangan yang salah juga dapat memberi keuntungan yang berasal dari biaya yang terselamatkan atau dari pendeteksian penipuan.

2.1.4 Mengapa Laporan Keuangan Diaudit ? Ada empat kondisi yang menyebabkan perlunya auditing: 1. Ada potensi konflik antara penyedia informasi dan pemakai informasi. 2. Informasi kemungkinan mempunyai konsekuensi ekonomi yang substansial bagi pengambil keputusan. 3. Para ahli sering diminta untuk menyiapkan dan mengklarifikasi informasi. 4. Para pengguna informasi sering mempertanyakan kualitas informasi. Secara khusus audit laporan keuangan dilakukan untuk alasan-alasan : 1. Kebutuhan dari Kreditor dan Investor Auditor independen mempunyai tugas untuk menyediakan kreditor dan investor pendapat yang tidak bias tentang apakah laporan keuangan telah secara benar disajikan. Para investor dan kreditor menganggap auditor sebagai penjaga integritas dari laporan keuangan perusahaan. 2. Teori Kepengurusan atau Keagenan 6

Sebuah penjelasan dari permintaan untuk audit yang menyatakan bahwa manajer sebuah perusahaan menginginkan audit karena kepercayaan yang sebuah audit tambah ke laporan keuangan representasi. 3. Teori Motivasi Menurut teori ini penilaian yang mengandung motivasi dari suatu audit akan menambah nilai dari informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.

2.1.5 Batasan Sebuah Audit 1. Beberapa kesimpulan audit dibuat atas pemeriksaan atas contoh dari bukti yang ada. Biasanya laporan keuangan didukung oleh ribuan bahkan jutaan dokumen. Proses audit biasanya terbentur dengan biaya dan waktu dan membutuhkan sebuah pemeriksaan yang mendukung pengungkapan laporan keuangan. Beberapa contoh dapat memberikan keterbatasan untuk dipertimbangkan, meskipun demikian, kesimpulan dapat ditarik dari pemeriksaan contoh bukti yang ada sebagai subjek ketidakpastian. 2. Beberapa bukti yang mendukung laporan keuangan harus didapatkan dari perwakilan manajemen meskipun auditor dapat memperoleh bukti yang menguatkan atau bahkan tidak menguatkan. Oleh sebab itu dibutuhkan kepercayaan penuh kepada perwakilan manajemen. Jika integritas manajemen kurang, maka auditor dapat memberikan pendapat yang tidak benar atas laporan keuangan 3. Kelemahan manusia seperti halnya kelelahan & kecerobohan dapat menyebabkan auditor tidak melihat bukti-bukti yang berhubungan, memeriksa jenis bukti yang salah atau menarik kesimpulan yang salah atas laporan keuangan yang diaudit.

2.1.6 Integritas Auditor

Auditor harus membuat keputusan dan pendapat berdasarkan pemeriksaan. Dengan demikian, auditor harus memiliki ketajaman atas integritas tanpa mengenyampingkan kepentingan sebagai akuntan publik. Integritas merupakan sikap yang mandiri dalam menjaga sifat profesionalnya. Tak ada sikap yang lebih baik daripada keinginan auditor untuk menarik kesimpulan berdasarkan audit atas laporan keuangan klien yang mengikuti pelatihan akuntansi yang dapat diterima tetapi dapat dipertanggungjawabkan.

2.1.7 Tujuan Dan Manfaat Audit Independen Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.3 Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen. Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori : 1) Keberadaan atau kejadian (existency or occurence). Asersi ini merupakan pernyataan manajemen aktiva, kewajiban, dan ekuitas yang tercantum dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca serta apakah pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan rugi laba benar-benar terjadi selama periode akuntansi. 2) Kelengkapan (completeness). Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya tercatat dalam laporan keuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi keberadaan. Jika asersi keberadaan tidak benar maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika asersi kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan
3

Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001, (2001), Cetakan ke-1, Jakarta : Salemba Empat, PSA 02 (SA 110)

terlalu rendah. Asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan, sedangkan asersi keberadaan berkaitan dengan penyebutan angka yang seharusnya tidak dimasukkan. 3) Hak dan kewajiban (rights and obligations). Auditor harus memastikan apakah aktiva memang menjadi hak klien dan apakah kewajiban merupakan hutang klien pada tanggal tertentu. 4) Penilaian atau alokasi (valluation or allocation). Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, atau beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat. 5) Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Asersi ini menyangkut masalah apakah komponen-komponen laporan keuangan telah diklasifikasikan, diuraikan, dan diungkapkan secara tepat. Pengungkapan berhubungan dengan apakah informasi dalam laporan keuangan, termasuk catatan yang terkait, telah menjelaskan secara gamblang halhal yang dapat mempengaruhi penggunaannya.

2.1.8 Independensi Masalah utama yang dihadapi oleh akuntan publik saat ini adalah berkurangnya kekuasaan mereka dalam melaksanakan penugasan. Seorang akuntan yang independen dituntut untuk bertindak sesuai dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi. Fenomena hubungan antara akuntan publik dengan klien telah menjadi pusat perhatian bagi para pembuat keputusan, seperti investor, kreditor, dan pemegang saham. Mereka sangat menyadari adanya kemampuan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. Pertama, kemampuan yang berkaitan dengan kecenderungan manajemen perusahaan untuk memanipulasi kinerja laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian yang positif atas tanggung jawabnya sebagai pihak yang mengelola 9

perusahaan. Kecenderungan ini dikenal dengan istilah window dressing, biasanya dilakukan dengan cara memperbaiki laporan keuangan sedemikian rupa sehingga tampak lebih baik dari semestinya. Berbeda dengan profesi lain, auditor tidak dapat bertindak untuk kepentingan kliennya sebagaimana pengacara dengan kliennya. Meskipun dibayar oleh klien akuntan publik bekerja bagi kepentingan masyarakat umum. Auditor harus independen dalam dari segala kewajiban dan pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dalam kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut : 1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut. 2. Kecenderungan untuk memuaskan kliennya. 3. Resiko kehilangan klien.

2.1.9 Jenis-jenis auditor Auditor biasanya diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan siapa yang mempekerjakan mereka : akuntan publik, akuntan pemerintah, dan akuntan intern.4

Mulyadi, (1992), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 4, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, hal 27

10

Akuntan publik. Akuntan publik adalah akuntan professional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama daam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

Akuntan pemerintah. Akuntan pemerintah adalah akuntan profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

Akuntan intern. Adalah akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

2.2 Laporan auditor


2.2.1. Pengertian dan jenis-jenis laporan auditor Pembuatan laporan auditor adalah langkah terakhir dan paling penting dari keseluruhan proses audit. Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai kelayakan atau ketepatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, yang diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya.5 Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audit, auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Terpenting, harus dilihat standar yang terakhir karena standar ini mensyaratkan suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau pernyataan bahwa
5

Arthur W. Holmes dan David C. Burns, (1996), Auditing norma dan prosedur, Edisi 9, Jilid 1, Jakarta : Erlangga, hal 2

11

pendapat tidak dapat diberikan disertai dengan alasan-alasannya. Standar ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara jelas mengenai sifat pemeriksaan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi tanggungjawabnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit bentuk baku. Menyadari fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keseragaman pelaporan untuk menghindari kerancuan. Oleh karena itu standar profesional telah merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan audit yang harus disertakan pada laporan keuangan. Terdapat beberapa jenis pendapat akuntan yang diberikannya berkenaan dengan suatu pemeriksaan umum, yaitu : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language). 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion). 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion). 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). 1). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Istilah unqualified disini bukan berarti tidak memenuhi syarat atau tidak qualified. Arti unqualified disini adalah tanpa kualifikasi (qualification) atau tanpa reserve atau tanpa keberatan-keberatan.6 Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi
6

Theodorus., M., Tuanakotta, (1982), Auditing Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik, Edisi ketiga, Jakarta :Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, hal 31

12

keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum jika memenuhi kondisi-kondisi berikut : Prinsip akuntansi berlaku umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan Perubahan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum 2). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan opinion with explanatory language). Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan. 3). Laporan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu: Lingkup audit dibatasi oleh klien Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh (unqualified

informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien dan auditor Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum Prinsip akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapakan secara konsisten 4). Laporan pendapat tidak wajar (adverse opinion)

13

Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar jika tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar dengan pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk mendukung pendapatnya. 5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor jika ia tidak berhasil menyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan jika antara lain, terdapat banyak pembatasan lingkup audit, hubungan yang tidak independen antara auditor dan klien. Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk dapat menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara keseluruhan.

2.2.2 Tujuan Dan Manfaat Laporan Auditor Dalam perusahaan perseroan, dimana para manajer ditempatkan pada posisi dimana mereka dapat menguntungkan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang disusunnya dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan yang disusun merupakan bentuk pertanggungjawaban dari hasil pekerjaannya selama suatu periode. Para manajer tergoda untuk menyajikan laporan keuangan yang berat sebelah, mengandung hal-hal yang tidak benar, dan mungkin menyembunyikan informasi informasi tertentu kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan itu, termasuk investor, kreditor, dan regulator. Oleh karena itu masyarakat keuangan membutuhkan jasa profesional untuk menilai kewajaran informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen. Atas dasar informasi keuangan 14

yang andal, masyarakat akan memiliki basis yang kuat untuk menyalurkan dana mereka ke usaha-usaha yang beroperasi secara efisien dan memiliki posisi keuangan yang sehat. Untuk itu masyarakat menghendaki agar laporan keuangan yang diserahkan kepada mereka diperiksa lebih dulu oleh auditor independen. Keterlibatan audit yang independen akan memberikan manfaat-manfaat antara lain, menambah kredibilitas laporan keuangan, mengurangi kecurangan perusahaan, dan memberikan dasar yang lebih dipercaya untuk pelaporan pajak dan laporan keuangan lain yang harus diserahkan kepada pemerintah.

2.3 Materialitas
Selama pemeriksaan auditor terus dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang seberapa banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan, jenis bahan bukti, dan tindakan apa yang harus diambil terhadap bahan bukti yang diperiksa. Secara umum materialitas sangat tergantung pada intuisi si auditor. Materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional.7 Salah saji

informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor bukanlah pemberi jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan lainnya, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi dengan semestinya ke dalam laporan keuangan.
7

Arens.,A., dan Loebbecke., J, (1997), Auditing Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Jilid I, Jakarta : Salemba

Empat, hal 42.

15

Di samping itu tidaklah mungkin seseorang menyatakan keakuratan laporan keuangan (ketepatan semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan), mengingat bahwa laporan itu sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan dalam proses penyusunannya, yang seringkali pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat seratus persen. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : 1. Jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi. 2. Bukti audit kompeten telah cukup dikumpulkan sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3. Dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan atau kecurangan.

2.4 Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat


2.4.1. Pengertian Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat Pernyataan tidak memberikan pendapat dapat didefinisikan bahwa akuntan publik menolak memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diperiksanya atau jika auditor tidak dapat melaksanakan pemeriksaan karena pembatasan lingkup audit. Jika auditor tidak bersedia untuk menyatakan pendapat, semua alasan pokok harus dibuat dalam laporan pemeriksaan, dan alasan untuk tidak menyatakan pendapat harus disusun sehingga berfokus pada penyajian laporan keuangan yang tidak dapat diverifikasi. Juga, alasan ketidaksediaan harus menjelaskan bagaimana hubungan antara penyajian yang tidak diverifikasi dengan kewajaran menyeluruh dari laporan keuangan yang tidak diberi pendapat. Penolakan memberi pendapat tidak boleh diberikan oleh auditor, bila ia yakin atas dasar hasil pemeriksaannya, bahwa terdapat penyimpangan yang material terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 16

Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adalah: pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien. Sedangkan pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan karena ia tidak memperoleh cukup bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Berikut kondisi-kondisi yang menyebabkan auditor menolak memberikan pendapat, yaitu : 1. penyimpangan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, atau salah saji, atau pengungkapan yang tidak layak, atau pembatasan lingkup audit, atau perubahan metode akuntansi yang tidak disetujui oleh auditor. 2. akun-akun yang terkait cukup material, sehingga pendapat wajar tidak layak untuk diberikan. 3. hasil laporan keuangan secara material menyesatkan atau auditor tidak yakin akan akurasi akun-akun tertentu. 4. dampak dari akun-akun yang secara material salah saji dapat merusak laporan keuangan.

2.4.2 Pembatasan Terhadap Lingkup Audit Pembatasan lingkup audit dapat disebabkan oleh klien atau keadaan. Pembatasan terhadap lingkup audit berakibat terhadap jumlah dan kompetensi bukti yang dapat dikumpulkan oleh auditor. Jika pembatasan tersebut dapat diatasi oleh auditor dengan menempuh prosedur audit alternatif, auditor tidak perlu mencantumkan pengecualian dalam paragraf lingkup audit dan auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Contoh, jika auditor tidak dibolehkan oleh klien untuk mengirim surat konfirmasi kepada debitur, tetapi auditor dapat membuktikan adanya piutang kepada debitur tersebut 17

melalui prosedur audit terhadap penerimaan kas setelah tanggal neraca dari para debitur tersebut, maka auditor telah dapat menempuh prosedur audit alternatif untuk menggantikan prosedur audit yang diharuskan oleh standar akuntansi. Jika prosedur alternatif tidak dapat dilakukan, sehingga bahan bukti dalam jumlah cukup dan kompeten tidak dapat diperoleh, maka auditor biasanya menambah kata-kata dalam paragraf lingkup audit untuk menarik perhatian terhadap adanya pengecualian tersebut. Auditor dapat menentukan bahwa ia dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian hanya jika audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Pembatasan terhadap lingkup audit, baik yang dikenankan oleh klien atau keadaan, kegagalan memperoleh bukti kompeten yang cukup, atau tidak cukupnya catatan akuntansi, dapat mejadikan dasar bagi auditor untuk memberikan pengecualian di dalam pendapatnya atau pernyataan tidak memberikan pendapat. Dalam hal ini, alasan pengecualian atau pernyataan tidak memberikan pendapat harus dijelaskan oleh auditor dalam laporannya. Keputusan auditor dalam memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pernyataan tidak memberikan pendapat karena pembatasan lingkup audit tergantung atas penilaian auditor terhadapa pentingnya prosedur yang tidak dapat dilaksanakan tersebut bagi auditor dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Penilaian ini akan dipengaruhi oleh sifat dan besarnya damapak yang mungkin timbul sebagai akibat hal yang dikecualikan tersebut dan pentingnya bagi laporan keuangan. jika dampak yang mungkin timbul menyangkut banyak pos laporan keuangan, maka pentingnya hal yang dikecualikan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan jika hanya menyangkut pos laporan keuangan yang lebih sedikit. Jika pembatasan terhadap lingkup audit ini kurang material dampaknya terhadap informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangannya, sehingga auditor masih dapat

18

memberikan pendapat wajar terhadap laporan keuangan tersebut secara keseluruhan, maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian. Jika pembatasan terhadap lingkup audit mengakibatkan auditor sangat kekurangan bukti yang kompeten untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka auditor akan menyatakan tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan tersebut.

2.5 Audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah


Untuk meyakinkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berjalan sesuai kriteria yang ditetapkan, perlu dilakukan oleh suatu badan pemeriksa yang profesional, efektif, efisien, dan modern (PEEM). Sehubungan dengan hal tersebut, dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang bertugas melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana UU No. 15 tahun 2004 atau dikenal dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara. Pemeriksaan yang menjadi tugas BPK-RI meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara garis besar, lingkup pemeriksaan meliputi APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Audit yang dilakukan BPK-RI meliputi tiga jenis, yakni: 1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka

19

memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. 2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. 3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan, seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Untuk pemeriksaan keuangan, UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mensyaratkan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah untuk diaudit oleh BPK-RI sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Audit oleh BPK-RI tersebut merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Dalam pelaksanaan auditnya, BPK bebas dan mandiri dalam penentuan objek 20

pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan. Meskipun demikian, BPKRI menerima masukan dari lembaga perwakilan dan masyarakat apabila terdapat indikasi penyimpangan yang ditemui berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara/daerah. Untuk itu, BPK-RI setiap tahun menganggarkan belanja pemeriksaan atas permintaan (on-call audit) yang akan dilaksanakan apabila ada permintaan dari DPRD maupun masyarakat.

Dalam tahun anggaran 2005, BPK-RI telah melakukan audit atas Laporan Keuangan/Perhitungan APBD kurang lebih 60% jumlah Pemda di Indonesia. Dari Pemda yang diperiksa tersebut, khusus Perwakilan II BPK-RI di Palembang telah mengeluarkan 2 opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), 33 opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion), dan 1 opini Tidak Wajar (adverse opinion). Hal ini berarti 94,44% Pemda belum menyusun Laboran Keuangan/Perhitungan APBD tahun 2004 sesuai prinsip akuntansi dan mematuhi peraturan perundangan. Pemerintah Pusat, sejak Perhitungan Anggaran Negara (PAN) tahun anggaran 2002 2003 dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2004 masih mendapat opini Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat). Yang menjadi masalah dari LKPP antara lain adalah lemahnya pengendalian intern (verifikasi, rekonsiliasi, dana di BI dan bank umum lain, pengelolaan dana investasi dan dana pembangunan daerah, dan pengelolaan sisa aset BPPN), tidak dapat diverifikasinya pendapatan pajak sebesar Rp275 Triliun, tidak adanya bukti pendapatan minyak dan gas sebesar Rp17 Triliun, saldo bank sebesar Rp17 Triliun tidak tercatat, SAL di Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebesar Rp31,56 Triliun berbeda dengan saldo di Neraca sebesar Rp24,59 Triliun. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa Pemerintah Pusat/Daerah pada umumnya belum mampu menyusun laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi dan belum mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masih banyak penyimpangan dalam pengelolaan dan 21

pertanggungjawaban keuangan negara/daerah. Oleh karena itu, pendalaman materi hasil audit laporan keuangan perlu ditindaklanjuti dengan audit kinerja dan/atau audit investigasi. Hal ini untuk dapat lebih memaksimalkan peran BPK-RI dalam mewujudkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Setelah selesai audit, auditor diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) secara tepat waktu. LHP atas laporan keuangan pemerintah memuat opini, LHP atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, dan LHP dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada LHP. LHP atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan oleh BPK kepada DPR/DPD/DPRD dan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota (sesuai kewenangannya) selambat-lambatnya dua bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat/daerah. LHP kinerja dan pemeriksaan tujuan tertentu juga disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD dan Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan

Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Laporan hasil pemeriksaan yang terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat. Saat ini BPK sedang merumuskan pola transparansi hasil audit diantaranya penyampaian Hasil Pemeriksaan dalam sidang/rapat paripurna. Pembahasan antara BPK dengan DPR/DPD/DPRD terus dilakukan. Dengan penyampaian dan pemaparan LHP pada sidang paripurna, diharapkan masyarakat akan 22

mengetahui apa saja yang dimuat dalam LHP dan DPR/DPRD dapat langsung menanyakan halhal yang kurang dapat difahami.

2.6 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan


Atas hasil audit BPK-RI, pejabat yang diperiksa wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dengan memberikan jawaban/penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah LHP diterima. Atas tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan pejabat yang diperiksa, BPK-RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan tindak lanjut dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Sanksi yang tercantum dalam UU 15/2005 yaitu Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Hasil pemantauan tindak lanjut diberitahukan kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester (HAPSEM). Laporan keuangan Pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK-RI tersebut disampaikan kepada DPRD sebagai sebagai salah satu bahan evaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Pasal 21 Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara antara lain menyatakan bahwa: 1. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. 2. DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan. 3. DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. 23

4. DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

2.7 Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)


Apabila dari hasil audit BPK diketahui terdapat kerugian negara, maka BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara yang bersangkutan. Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Tata cara penyelesaian ganti kerugian berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud. BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah.

2.8 Sanksi Pidana Dan Indikasi Tindak Pidana Korupsi

24

Berkaitan dengan pemeriksaan oleh BPK-RI, UU Pemeriksaan Keuangan Negara mengatur sanksi pidana yaitu: 1. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 4. Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sanksi tersebut bukan saja didakwakan kepada pejabat yang diperiksa, melainkan juga bagi auditor yang melakukan pemeriksaan dengan melanggar ketentuan perundang-undangan antara lain: 1. Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan melampaui batas kewenangannya, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah. 25

2. Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan dipidana penjara 1 sampai 5 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya satu miliar rupiah. 3. Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan dipidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Berkaitan dengan audit atas indikasi tindak pidana korupsi, maka BPK dapat melakukan audit investigatif. Audit investigatif adalah audit yang dilakukan berkenaan adanya dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah: 1) pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 2) pasal 3: Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Mengacu kepada definisi dari masing-masing pasal maka dapat diuraikan unsur-unsur dari Tindak Pidana Korupsi, yaitu: Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau 26

masyarakat . Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuanketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakantindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut. Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 Undang-undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan. Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena meperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentuk-bentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan kerja atau hubungan-hubungan lainnya. Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi adalah

27

cukup dengan adanya unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara. Kerugian Negara yang dihitung oleh auditor Investigasi adalah kerugian yang didasarkan kepada perhitungan dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi. Hal ini karena berkaitan kompetensi yang dimilki oleh BPK dalam melakukan audit yang didasari kepada prinsip-prinsip Akuntansi. Berdasarkan berbagai putusan hakim terhadap ada atau tidaknya suatu kerugian negara dapat secara sederhana dirumuskan pengertian kerugian negara, yaitu: 1. Berkurangnya asset dari suatu entitas Pemerintahan. 2. Bertambahnya pengeluaran Keuangan Negara atas prestasi yang tidak diperoleh suatu entitas Pemerintah. Setiap audit investigasi hendaklah mengandung prinsip sabagai berikut: 1. Audit investigasi tidak seperti audit keuangan dimana auditor memfokuskan pada perkecualian, kejanggalan, ketidakberesan akutansi, dan pola tindakan bukan hanya pada kesalahan biasa dan kelalaian. 2. Indikasi korupsi cenderung mengarah pada struktur teori sekitar motivasi, kesempatan dan keuntungan sehingga sering kali korupsi dilakukan untuk alasan ekonomi, egosentris, ideologi dan psikotik. 3. Indikasi korupsi dalam lingkungan yang menggunakan komputer dapat terjadi pada setiap tahap sistem: masukan, pengolahan dan keluaran. 4. Korupsi lebih disebabkan ketiadaan pengendalian dari pengendalian yang lemah. Dengan demikian pencegahan indikasi korupsi adalah masalah pengendalian yang memadai dan suatu lingkungan kerja yang menetapkan penghargaan yang tinggi atas kejujuran pribadai dan perlakuan yang adil.

28

Pendekatan audit investigasi yang dalam pelaksanaannya dikaitkan dengan teori atas Indikasi Tindak Korupsi, meliputi beberapa hal yaitu: 1. Analisa terhadap data yang tersedia. Sebelum sebuah audit investigasi dilakukan, dimana berkaitan dengan interview atau bentuk-bentuk lanjutan dari investigasi, maka perlu dilakukan analisa terhadap data yang ada untuk menentukan data yang diketahui. Jika diperlukan audit pendahuluan maka audit tersebut dilakukan terlebih dahulu. 2. Menciptakan sebuah hipotesa. Yang dimaksud dengan hipotesis di sini adalah suatu skenario kasar yang dibuat dari data-data yang diperoleh. Dalam hal ini dibuatkan bentuk-bentuk dugaan tindakan melawan hukum yang terjadi, bagaimana modus operandi terjadinya dan perkiraan pihak-pihak yang terkait 3. Menguji Hipotesa. Yang dimaksud dengan menguji hipotesis adalah membuat skenario bagaimana jika. Sebagai contoh jika dalam sebuah bagian dari hipotesa, suatu tindakan penyuapan dari bagian pengadaan dicurigai terjadi, seorang auditor investigasi melakukan untuk mendapat beberapa fakta-fakta: a. Hubungan personal antara pembeli dan rekanan. b. Kemampuan dari bagian pengadaan untuk mengendalikan agar proses pengadaan memenangkan rekanan tertentu. c. Pelaksanaan pembelian terhadap barang yang harganya mahal dengan kualitas yang rendah. d. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebih dari kebutuhan oleh bagian pengadaan.

29

4. Menyempurnakan dan melakukan penyesuaian atas Hipotesa. Dalam melakukan pengujian terhadap hipotesa, Auditor Investigasi seringkali menemukan bahwa fakta-fakta yang ditemukan ternyata tidak bersesuaian dengan skenario kasar yang telah diperkirakan. Dalam hal ini, maka skenario harus direvisi dan kemudian dilakukan pengujian ulang, namun pada banyak kasus jika kenyataanya fakta yang diproleh tidak sesuai dengan skenario awal bisa saja menunjukkan hasil tidak dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi, atau tidak dapat dibuktikan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. 2. Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. 1). Audit laporan keuangan (financial statement audit). 2). Audit kepatuhan (compliance audit). 3). Audit operasional (operational audit). 3. Tujuan audit operasional adalah untuk :

30

1). Menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standarstandar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen, 2). Mengidentifikasikan peluang dan, 3). Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut. 4. Ada empat kondisi yang menyebabkan perlunya auditing: 1. 2. Ada potensi konflik antara penyedia informasi dan pemakai informasi. Informasi kemungkinan mempunyai konsekuensi ekonomi yang substansial bagi pengambil keputusan. 3. 4. 5. Para ahli sering diminta untuk menyiapkan dan mengklarifikasi informasi. Para pengguna informasi sering mempertanyakan kualitas informasi. Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.8 Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen. 6. Terdapat beberapa jenis pendapat akuntan yang diberikannya berkenaan dengan suatu pemeriksaan umum, yaitu : 1). Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). 2). Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language). 3). Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion). 4). Pendapat tidak wajar (adverse opinion).
8

31

5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). 7. Materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu. 8. Pernyataan tidak memberikan pendapat dapat didefinisikan bahwa akuntan publik menolak memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diperiksanya atau jika auditor tidak dapat melaksanakan pemeriksaan karena pembatasan lingkup audit. 9. Audit yang dilakukan BPK-RI meliputi tiga jenis, yakni: 1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. 2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif.

32

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.

10.

Laporan keuangan Pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK-RI tersebut keuangan

disampaikan kepada DPRD sebagai sebagai salah satu bahan evaluasi kinerja

pemerintah daerah. Pasal 21 Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara antara lain menyatakan bahwa: 1. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. 2. DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan. 3. DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. 4. DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

11.

Apabila dari hasil audit BPK diketahui terdapat kerugian negara, maka BPK atas

menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Bendahara keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 dapat

kas/barang dalam mengajukan

(empat belas) hari kerja keberatan atau

setelah menerima surat keputusan. Apabila bendahara tidak mengajukan pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat kerugian negara/daerah kepada bendahara yang keputusan

pembebanan

penggantian

bersangkutan. Tata cara penyelesaian 33

ganti kerugian negara/daerah terhadap berkonsultasi dengan pemerintah. 12.

bendahara

ditetapkan

oleh

BPK

setelah

Berkaitan dengan pemeriksaan oleh BPK-RI, UU Pemeriksaan Keuangan Negara

mengatur sanksi pidana yaitu: 1. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 4. Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 13. Pendekatan audit investigasi yang dalam pelaksanaannya dikaitkan dengan teori atas

Indikasi Tindak Korupsi, meliputi beberapa hal yaitu: 1. Analisa terhadap data yang tersedia.

34

Sebelum sebuah audit investigasi dilakukan, dimana berkaitan dengan interview atau bentuk-bentuk lanjutan dari investigasi, maka perlu dilakukan analisa terhadap data yang ada untuk menentukan data yang diketahui. Jika diperlukan audit pendahuluan maka tersebut dilakukan terlebih dahulu. 2. Menciptakan sebuah hipotesa. Yang dimaksud dengan hipotesis di sini adalah suatu skenario kasar yang dibuat dari data-data yang diperoleh. Dalam hal ini dibuatkan bentuk-bentuk dugaan tindakan melawan hukum yang terjadi, bagaimana modus operandi terjadinya dan yang terkait 3. Menguji Hipotesa. Yang dimaksud dengan menguji hipotesis adalah membuat skenario bagaimana jika. Sebagai contoh jika dalam sebuah bagian dari hipotesa, suatu tindakan bagian pengadaan dicurigai terjadi, seorang auditor investigasi mendapat beberapa fakta-fakta: a. Hubungan personal antara pembeli dan rekanan. b. Kemampuan dari bagian pengadaan untuk mengendalikan agar proses pengadaan memenangkan rekanan tertentu. c. Pelaksanaan pembelian terhadap barang yang harganya mahal dengan kualitas yang rendah. d. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebih dari kebutuhan oleh bagian pengadaan. penyuapan dari untuk perkiraan pihak-pihak audit

melakukan

4. Menyempurnakan dan melakukan penyesuaian atas Hipotesa. Dalam melakukan pengujian terhadap hipotesa, Auditor Investigasi seringkali menemukan bahwa fakta-fakta yang ditemukan ternyata tidak bersesuaian dengan skenario kasar yang telah diperkirakan. 35

Dalam hal ini, maka skenario harus direvisi dan kemudian dilakukan pengujian ulang, namun pada banyak kasus jika kenyataanya fakta yang diproleh tidak sesuai dengan skenario awal bisa saja menunjukkan hasil tidak dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi, atau tidak dapat dibuktikan.

DAFTAR PUSTAKA
PP Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Mulyadi, (1990), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001, (2001), Cetakan ke-1, Jakarta : Salemba Empat Arthur W. Holmes dan David C. Burns, (1996), Auditing norma dan prosedur, Edisi 9, Jilid 1, Jakarta : Erlangga Arens.,A., dan Loebbecke., J, (1997), Auditing Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Jilid I, Jakarta : Salemba Empat 36

37

You might also like