You are on page 1of 4

Tutur Tantular

Oleh: Miswanto

Kata-kata di atas nampak seperti judul sinetron laga Tutur Tinular
yang saat ini sedang tayang di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia.
Sebuah sinetron laga yang mengisahkan cerita dari para leluhur pada zaman
Hindu (Majapahit) di abad lampau. Tutur Tantular yang dimaksudkan dalam
tulisan ini juga masih terkait dengan zaman Majapahit yang kejayaannya
telah dikenal seantero jagad pada masa itu. Akan tetapi sayangnya, saat ini
sudah banyak manusia Indonesia yang lupa akan sejarah tersebut.
Tutur Tantular berasal dari dua kata, yakni kata tutur dan
tantular. Kata tutur adalah kata Jawa Kuno yang dapat diterjemahkan
sebagai daya ingatan, kesadaran, tradisi suci, teks religi, doktrin religius,
peringatan, nasihat, amanat dan seterusnya. Kata tantular artinya yang
tidak dapat digerakkan, tidak berubah-ubah, tidak gentar, dan tidak gelisah.
Tantular juga merupakan nama dari seorang pujangga pada zaman Mapahit
yang telah menulis karya sastra besar yang berjudul Sutasoma.
Tentunya masih terngiang dalam ingatan kita, bagaimana salah satu
bait dalam maha karya Mpu Tantular tersebut telah dijadikan sebagai motto
atau semboyan dari bangsa Indonesia. Bhineka Tunggal Ika itulah sebuah
mahawakya yang tertulis dalam Kitab Sutasoma yang kini bisa kita lihat
terukir secara indah dalam cengkraman burung Garuda dalam lambang
negara Indonesia, Garuda Pancasila. Mahawakya ini secara lengkap tertulis
sebagai berikut:
hyang buddha tanpahi iwa rja dwa rwannkadhatu winuwus, wara
buddha wiwa, bhinnki rakwa ring apan kna parwwanosn mangka
jinatwa lawan iwatatwa tunggal, bhinnka tunggal ika tan hana dharma
mangrwa
yang kurang lebih terjemahannya adalah sebagai berikut: Dewa Buddha
tidak berbeda dari Siwa, Mahadewa di antara Dewa-Dewa. Keduanya
dikatakan mengandung banyak unsur; Buddha yang mulia adalah
kesemestaan. Bagaimanakah mereka yang dikatakan tak terpisahkan dapat
begitu saja dipisahkan menjadi dua? Jiwa Jina dan Jiwa Siwa adalah satu.
Mereka memiliki ciri-ciri berlainan, tetapi mereka adalah satu; tidak ada
Dharma/kebenaran yang mendua. Kini mahawakya yang menjadi motto
bangsa Indonesia ini dimaknai sebagai berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Secara historis, motto ini mempunyai makna yang sangat dalam bagi
perjuangan bangsa Indonesia yang pada masa penjajahan dulu telah
berupaya untuk mempersatukan wilayah di seluruh nusantara yang telah
dicerai-beraikan oleh para penjajah dengan politiknya yang terkenal dengan
devide et impera. Dengan politik memecah belah inilah, bangsa penjajah
dapat menguasai wilayah Indonesia selama ratusan tahun. Namun atas
berkat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan persatuan dan kesatuan itulah
akhirnya bangsa mampu mewujudkan keinginannya yang luhur untuk
menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Kini kita sebagai generasi
penerus bangsa tinggal menikmati, menjaga dan mengisi kemerdekaan yang
telah diraih dengan tumpah darah para leluhur kita tersebut.
Akan tetapi yang sangat disayangkan adalah masih ada generasi
penerus kita yang tidak menyadari akan hal itu. Bahkan ada beberapa pihak
yang dengan sengaja ingin mengganti Dasar dan Lambang Negara Indonesia
tersebut dengan lambang lain. Di beberapa daerah di Indonesia masih saja
ada hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Beberapa konflik yang sering melanda wilayah
Indonesia di bagian Timur merupakan wujud nyata dari upaya untuk
melemahkan NKRI.
Selain itu di lain pihak ada juga kelompok yang melakukan teror dan
aksi-aksi kekerasan mengatasnamakan agama/golongannya. Kelompok yang
memakai topeng agama ini juga berupaya untuk menentang Pancasila dan
melemahkan NKRI. Mereka ini adalah golongan sesat yang tidak
menginginkan adanya perbedaan dan tidak mau menerima kenyataan akan
adanya multikulturalisme di negeri ini. Padahal kenyataannya Bangsa
Indonesia memang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, adat dan
budaya yang jika disatukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) akan nampak indah.
Jika dikaji secara lebih dalam, sebenarnya tidak ada satu pun agama di
dunia ini yang mengajarkan kekerasan apalagi sampai membunuh karena
perbedaan atau atas nama Tuhan. Dalam kitab sucinya, semua agama selalu
mengajarkan tentang kerukunan dan persatuan. Weda, Al-Quran, Injil dan
sebagainya adalah wahyu Tuhan yang mengajarkan umatnya untuk
mencapai kedamaian di muka bumi ini dengan jalan hidup rukun, saling
mengasihi antar sesama manusia.
Hindu sebagai agama universal dengan tegas menyatakan bahwa
memang hanya ada satu Tuhan, tetapi orang-orang bijak menyebutkannya
dengan banyak nama sebagaimana disebutkan dalam I.64.46:
dFN'H" ll
ekam sadvipr bahudh vadanti agnim yaman matarisvnam ahuh
(Terjemahan: Tuhan adalah Esa, orang bijaksana memberi banyak nama.
Mereka menyebut-Nya Indra, Yama, Matarisvan).
Selain itu ada banyak jalan yang bisa ditempuh menurut Hindu
sebagaimana disebutkan dalam Bhagawad Gt IV.11 yang menyebutkan:
~UF~H l
HH~FH ll
ye yath mm prapadyante tms tathaiwa bhajmy aham,
mama vartmnuwartante manu yah prtha sarwaah
(Terjemahan: jalan apapun orang memuja-Ku, pada jalan yang sama Aku
memenuhi keinginannya, wahai Partha. Karena pada semua jalan yang
ditempuh mereka, semua adalah jalan-Ku).
Dari kutipan sloka dan mantra tersebut diketahui bahwa Hindu adalah
agama yang menghargai semua perbedaan jalan menuju Tuhan (peribatan).
Hal ini sebagaimana diungkap Radhakrishnan dalam True Knowledge
yang berbunyi sarva stra prayojanam tattwa daranam yang dapat
diterjemahkan: semua sastra (dalam semua agama) bertujuan untuk
mendapatkan pandangan tentang realitas.
Dengan pandangannya tentang universalitas tersebut, maka agama
Hindu menganjurkan kepada umatnya untuk selalu hidup rukun dengan
semua makhluk ( nkara). Dalam Atharvaveda III.30.4
ditegaskan:
"HH=H9~ l
dNQHF ll
h
samjna puru (Terjemahan: bersatulah dan rukunlah kamu seperti
menyatunya para dewata. Aku telah anugrahkan hal yang sama kepadamu,
oleh karena itu ciptakanlah persatuan di antara kamu).
Menurut ajaran agama Islam, pun persatuan dan perdamaian semacam
itu juga sangat dianjurkan dalam Al-Quran. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Kitab Al-Quran Surat Al-Anfaal ayat 61 (QS.8:61) yang
menyebutkan:
| >.> l.ll _.>! !> _. _ls < ..| > _,..l `,l-l _
wa-in janahuu lilssalmi faijnah lahaa watawakkal 'alaa allaahi innahu
huwa alssamii'u al'aliimu.
(Terjemahan: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, hendaklah
kamu condong ke situ dan percayakan dirimu kepada Tuhan. Sesungguhnya
Dia mendengar dan mengetahui) (Syaltut,1985:181).
Senada dengan apa yang disabdakan dalam Weda dan Al-Quran di
atas, Yesus Kristus pun mengajarkan kepada umatnya untuk saling
mengasihi. Hal ini seperti dijelaskan dalam Injil Yohanes 15:11-12 yang
menyebutkan: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku
ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu
supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
Menyimak ajaran-ajaran dari ketiga kitab suci di atas, maka tidak
seharusnya sesama makhluk Tuhan (pemeluk agama) kita saling baku
hantam dan saling menjelek-jelekkan ajaran-ajaran suci tersebut. Lebih-
lebih sebagai bangsa yang menganut paham Ketuhanan Yang Maha Esa atas
dasar kemanusiaan yang menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa dengan
mengedepankan permusyawaratan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itulah maka ajaran Mpu Tantular tentang kebinekaan
tersebut sangatlah tepat untuk dijadikan motto bangsa Indonesia yang penuh
dengan kemajemukan ini. Bahkan, Sujamto (1992) dalam Reorientasi dan
Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa secara khusus memberikan
penghormatan kepada Mpu Tantular dengan menyebutkan ajaran yang
terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika ini sebagai Tantularisme.
Semangat Tantularisme inilah yang harus dituturkan kepada generasi
penerus bangsa ini dengan jalan tutur tantular yaitu melalui peringatan,
nasihat, amanat, pentradisian atau pun penyadaran (proses tutur) agar paham
tersebut mengakar dalam benak generasi kita dan tak akan tergoyahkan
sehingga nantinya tak akan gentar (tantular) untuk menghadapi semua
upaya yang melemahkan NKRI.

You might also like