You are on page 1of 6

BAB III ENKOPRESIS

Enkopresis pada anak-anak merupakan dampak dari toilet training yang tidak sempurna atau adanya masalah organik atau masalah fungsional, biasanya dikarenakan retensi feses atau konstipasi. Masalah sosial dan psikologi merupakan konsekuensi terjadinya enkopresis.

A. Definisi Di USA enkopresis didefinisikan sebagai mengeluarkan kotoran atau feses karena konstipasi dan terjadi pada anak-anak diatas usia empat tahun. Retensi feses fungsional merupakan penyebab tersering dan akan menyebabkan feses akan terkumpul di rektum. Dikatakan retensi feses fungsional bila lebih dari 12 minggu dan pelebaran rektum lebih dari 2 cm. Enkopresis menunjukkan gangguan emosi yang serius.

B. Epidemiologi Prevalensi enkopresis dilaporkan lebih banyak pada negara berkembang. Gangguan ini lebih sering pada laki-laki dan pada anak dari latar belakang sosioekonomi rendah.

C. Etiologi Kelainan organik Kelainan neuroganik

1) Neuogenik

30

2) Meningomyelokel 3) Tumor spinal 4) Serebral palsy Kelainan anomali

1) Atresia anus 2) Stenosis anus 3) Ektopik anus Kelainan didapat pada anal

1) Fissura anus 2) Infeksi streptococcus grup A 3) Kekerasan seksual pada anus Kelainan kongenital pada usus

1) Hirschprung disease 2) Neuronal intestinal disease 3) Chronic intestinal pseudo-obstruksi Kondisi medis lainnya

1) Hipotiroid 2) Hiperkalsemia 3) Intoleransi terhadap protein pada susu sapi Obat

1) Analgesik opioid 2) Loperamida 3) Antikonvulsan

30

4) Antimuskarinik Retensi feses fungsional Anak-anak yang tidak memiliki masalah pada usus atau kelainan neurologi pada usus tetapi anak itu mengalami inkontinesi feses disebut sebagai konstipasi fungsional. Ini masih dalam perdebatan karena relatif dipengaruhi oleh aspek psikologi,kebiasaan, dan faktor fisik, akan tetapi konstipasi ini adalah masalah multifaktorial. Malformasi anorektal Kondisi ini sering dihubungkan dengan kelainan kongenital urologi. Penting untuk memeriksa dan mengobati secara tepat Inkontinensia Feses Fungsional Bila seorang anak tidak mengalami konstipasi dan tidak mempunyai masalah organik maupun kelainan anatomi. Biasanya terjadi karena toilet training yang tidak sempurna dan juga masalah psikologi. saluran urogenital dan pencernaan

D. Ciri diagnostik 1. Mungkin menggambarkan kurang adekuatnya latihan kebersihan (toilet training), atau kurang responsifnya anak terhadap latihan itu, dengan riwayat kegagalan terus-menerus untuk memperoleh kemampuan untuk mengendalikan gerakan usus. 2. Mungkin mencerminkan suatu gangguan psikologis dengan pengendalian fisiologis buang air besar normal, tetapi, karena suatu alasan, terdapat

30

keengganan, perlawanan, atau kegagalan untuk menyesuaian diri dengan norma sosial untuk buang air besar di tempat yang layak. 3. Mungkin akibat retensi fisiologis, yang bertumpuk pada peletakan tinja ditempat yang tidak layak. Retensi seperti itu mungkin timbul sebagai akibat pertentangan orang tua dan anak mengenai latihan buang air besar, atau akibat menahan tinja karena nyeri saat buang air besar (misalnya akibat fisura ani) atau karena sebab lain.

E. Dampak Enkopresis 1. Dampak terhadap aspek psikologi dan perilaku Ketidakmampuan menahan feses akan berdampak tidak baik terhadap anak. Enkopresis dapat menyebabkan meningkatnya kecemasan dan berkurangnya harga diri pada anak. Enkopresis juga akan membuat dampak negatif terhadap hubungan antara anak dengan keluarga dan juga teman disekolahnya. Keadaan ini akan membuat perilaku malas pada anak. 2. Dampak terhadap pendidikan Enkopresis dapat mengganggu proses belajar anak khususnya di sekolah, yang dapat diakibatkan fasilitas toilet yang buruk. F. Penentuan DD/pemeriksaan 1. 2. Riwayat pada anak : penyakit,toilet training, perilaku/kebiasaan anak. Pemeriksaan fisik : Pemeriksan keadaan umum untuk menyingkirkan diagnosa lain Abdomen : periksa apakah ada distensi dan teraba massa feses

30

3. 4. 5.

Inspeksi anus dan genitalia untuk melihat adanya kelainan Lakukan pemeriksaan yang dapat menyingkirkan penyakit neuropati Plain abdominan X-ray Manometry anus Merupakan tindakan invasif dan digunakan bila anak dicurigai adanya kelainan neurologi pada abdomen atau pengobatan yang dilakukan jelek dan tidak berhasil.

G. Penatalaksanaan 1. Memberikan pengertian terutama pada orang tua, baby-sitter dan anak untuk mengetahui alasan mengapa inkontinensia terjadi. 2. Toileting Program Mengatur pola buang air besar yang normal dan teratur, duduk pada toilet 1015 menit setiap selesai makan sering diperlukan. Membuat jadwal dan

memberikan hadiah terhadap perilaku baru seorang anak dan selalu dimotivasi. Hadiah diberikan bagi anak yang tidak mengotori dan yang mengotori ringan, konsekuensi tanpa pendapat bagi yang kotor. 3. Pola makan dan minum Diet serat yang tinggi meringakan konstipasi dan mengambil tinja yang keras menghasilkan perbaikan yang berarti. 4. Obat Pencahar Pada umumnya anak dengan konstipasi dan inkontinensia feses memerlukan obat pencahar dengan tetap mempertahankan pola buang air besar yang normal. Bukti keefektifan pencahar memang lemah, tetapi UK dan Australia

30

mengkombinasikan pencahar osmotik seperti lactulose dengan stimulan seperti senna, sodium picosulphate atau sodium dioctyl. Penggunaan pencahar jangka lama harus dihindari.

H. Prognosis Baik jika diketahui dan ditangani lebih awal.

30

You might also like