You are on page 1of 6

Epistemology Pancasila sebagai Ilmu dan Filsafat

Pranarka, A.W.M,(1996:14)

A. Konsep dari Epistemologi Epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan lazimnya dalam bahasa inggris disebut sebagai Theory of Knowledge.Pengertian epistemology mempunyai batasan yang dirumuskan sebagai sebuah cabang filsafat yang menyelidiki secara kritis hakekat, landasan, batas-batas dan patokan kesahihan pengetahuan. Sehingga epistemology sebagai asumsi-asumsi yang bersifat kognitif bersifat lebih mendasar dari sebuah metodologi, karena landasan ini menentukan cara-cara yang dipakai sebuah metode untuk memperoleh dan memvalidasi pengetahuan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari proses, terjadinya pengetahuan sebagai suatu proses ditandai dengan beberapa tindakan seperti Pengetahuan adalah hasil suatu

perbuatan tertentu yang bertumpu pada kegiatan batin. Pengetahuan adalah hasil dari suatu perbuatan yang sadar, yakni suatu perbuatan yang tidak terjadi tanpa kita mengenal sesuatu mengenainya.

Secara epistemologis sumber pengetahuan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan asal muasal pengetahuan tersebut. Ada beberapa sarana yang dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan yaitu indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan.

Dari ulasan di atas dapat dilihat epistemologi sebagai sebuah cabang filsafat yang menyelidiki secara kritis hakekat, landasan, batas-batas dan dan patokan kesahihan pengetahuan mempunyai banyak aliran seperti empirisme, rasionalisme. Dalam penulisan ini akan dibahas tentang hubungan epistemologi (empirisme dan rasionalisme) dengan Pancasila.

B. Epistemologi Pancasila Secara Filsafat.

Pancasila merupakan cerminan masyarakat Indonesia pada saat kelahirannya digali dari budaya bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bangsa Indonesia yang beraneka ragam adat budayanya, secara kodrati mengamalkan lima unsur Pancasila sehingga dapat dikatakan ber-Pancasila dalam adat budaya.

Dalam kehidupan beragama bangsa Indonesia yang terdiri dari beberapa agama menghormati agama dan kepercayaan dengan rasa persatuan sebagai sesama warga beragama sehingga dinyatakan ber-Pancasila dalam bidang religious. Setelah bernegara kelima unsur Pancasila tersebut menjadi dasar negara dengan rumusan yang bersifat kolektif, sehingga asas-asas kenegaraan Indonesia berpangkal pada Pancasila.

Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa sumber-sumber pokok pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman (indra-indra), akal hanya hanya dipandang sebagai sebagai jenis penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali

sampai kepada pengalaman-pengalaman indrawi (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1996). Oleh karena itu pengetahuan empiris Pancasila merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia yang pada saat kelahirannya digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri.

Rasionalisme adalah aliran yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Pengikut aliran ini tidak menentang pengalaman hanya bersifat meneguhkan konsep-konsep, dan sebagai perangsang bagi pemikiran. Bagi penganut rasionalisme, pengetahuan diperoleh melalui kegiatan akal pikiran atau akal budi ketika akal menangkap perbagai hal yang dihadapinya pada masa hidupnya (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1996).

Pengetahuan rasionalis Pancasila menjelaskan bahwa Pancasila merupakan hasil perenungan yang mendalam dari tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia untuk mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam bernegara. Dengan dasar perenungan dan pertimbangan akal, lima inti kehidupan manusia yakni berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan dengan tambahan ciri khas bangsa Indonesia menjadi sifat kolektif, dasar hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kehidupan yang dicita-citakan, sehingga Pancasila menjadi aksioma kehidupan bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C. Epistemologi Pancasila Secara Ilmu

Secara ilmu epistemologi Pancasila dimaksudkan mencari sumber-sumber pengetahuan dan kebenaran dari Pancasila. Kebenaran Pancasila dapat dilihat dalam teori-teori kebenaran dalam pengetahuan yakni Teori Koherensi, Teori Korespondensi, danTeori Pragamatis.

Teori Koherensi tentang kebenaran dianut oleh pendukung paham rasionalisme dan idealism, dimana mereka berpendapat bahwa sesuatu dikatakan benar jika hal tersebut mempunyai hubungan dengan hal-hal yang lain, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman manusia. Seseorang dikatakan

mempunyai kebenaran apabila dia bisa membuktikan bahwa apa yang dikatakannya sesuai dengan perbuatan atau apa yang dikerjakannya. Penerapan Teori Koherensi dalam Pancasila sebagai ideology dan dasar Negara mempunyai pemahaman bahwa suatu pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Melihat Pancasila sebagai sebuah ideology haruslah melihat bahwa pernyataanpernyataan yang terkandung dalam Pancasila mempunyai konsistensi dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya. Hal tersebut dapat dilihat dari hubungan antar sila dalam Pancasila. Yang penerapan lebih lanjutnya adalah memandang Pancasila sebagai aksioma kehidupan dalam sistem Kenegaraan yang tertulis dalam empat pokok pikiran yang dituangkan dalam UUD 1945.

Teori Korespondensi mengatakan bahwa suatu pernyataan itu benar jika makna yang dikandungnya sungguh-sungguh merupakan hal tersebut. Sebuah kebenaran adalah merupakan kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau merupakan faktafaktanya.

Penerapan teori korespondensi dalam Pancasila sebagai ideology dan dasar Negara haruslah mempunyai pemahaman bahwa suatu pernyataan dalam ideology diakui kebenarannya jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.

Nilai-nilai pengetahuan dalam Pancasila tergali dari bangsa Indonesia sendiri yakni dalam nilai adat-istiadat, kebudayaan dan religi dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia, sebagai kepribadian bangsa Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia yang menjadi cerminan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Teori Pragmatis yang diterapkan dalam Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara dapat dinyatakan bahwa suatu pernyataan dalam ideologi diakui benar jika konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Pancasila merupakan pemersatu bangsa Indonesia, pernyataan ini berarti bahwa Pancasila merupakan satu-satunya alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Semangat persatuan yang tercermin adalah dengan bersatunya bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah ataupun menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi.

Semangat persatuan dalam Pancasila secara praktis juga dapat digunakan untuk membina kerukunan antar umat beragama dengan asas yang paling mendasar yaitu rasa tenggang rasa. Tenggang rasa merupakan dasar utama dalam hubungan antar beragama dan juga menjadi landasan toleransi umat beragama. Tenggang rasa juga menjadi dasar dalam menghargai hak-hak asasi manusia yang seharusnya terwujud dalam kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari.

D. Kesimpulan Pancasila sebagai sistem filsafat harus ditempatkan dalam ideology dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang merupakan bagian penting bagi bangsa Indonesia. Sehingga Pancasila selalu menjadi pedoman dan acuan dalam menata dan mengatur serta menyelesaikan masalah-masalah social, hokum kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia. Pancasila juga harus merupakan pokok pikiran dan sudut pandang dalam bersikap, bertingkah laku bagi bangsa Indonesia.

Referensi: 1. Pranarka, A.W.M. Epistemologi Pancasila:Jurnal Filsafat. UGM Press: Jogjakarta, 1996. 2. Sunoto. H. Filsafat Sosial dan Politik Pancasila, Andi Offset: Jogjakarta, 1989.

3. Tim Dosen Filsafat UGM, Landasan Pengembangan Filsafat Pancasila(Hasil Rangkuman Internship Dosen-dosen Filsafat UGM). UGM Press: Jogjakarta. 1996.

You might also like