You are on page 1of 17

Makalah:

RUPTUR UTERI

DISUSUN OLEH :

RIRI AFRIANA NIM : __________________

AKADEMI KEBIDANAN GRAHA ANANDA TAHUN AJARAN 2011/2012

KATA PENGANTAR Segala puja dan puji penulis panjatkan kepadaTuhan Yang MahaEsa.Tuhan semestaalam, karena dengan rahmat dan karuniaNYA lah penulis mendapat kesehatan dan kekuatan fisik serta fikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugasASKEB untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang mata kuliah ini. Tidak lupa pula pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah ASKEB.Yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini .Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palu, April, 2012

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latarbelakang ........................................................................................................................ 1 B. Tujuan ................................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................


A. Pengertian Ruptur Uteri ........................................................................................................... B. Penyebab .................................................................................................................................. C. Patofisiologi.............................................................................................................................. D. Tanda-tanda dan Gejala............................................................................................................ E. Komplikasi................................................................................................................................ F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................................ G. Penatalaksanaan ....................................................................................................................... H. Askeb........................................................................................................................................

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. A. Kesimpulan ................................................................................................................. B. Kritik dan Saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang


Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%. Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ; ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4% 7%.

B. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami penyebab, gejala dan tanda serta komplikasi ruptur uteri sehingga dapat menegakkan diagnosa dengan baik dan melakukan persiapan rujukan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruptur Uteri


Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral ( Obstetri dan Ginekologi ). Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena rupture uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai dinegara-negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah periver dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting. Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.

B. Penyebab (Etiologi)
Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut : 1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus 2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama 3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).

Secara etiologi yang dikutip dari http://www.g-excess.com/4644/pengertiandan-penjelasan-tentang-ruptur-uteri/ penyebabnya dibagi menjadi 2: a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara. Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti; a. ekstraksi forsef b. Versi dan ekstraksi c. Embriotomi d. Versi brakston hicks e. Sindroma tolakan (pushing sindrom) f. Manual plasenta g. Curetase h. Ekspresi kisteler/cred i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan j. Trauma tumpul dan tajam dari luar

C. Patofisiologi
. Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dans ervik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan

kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.

D. Tanda tanda dan Gejala


Diagnosisi dan gejala klinis: Gejala rupture uteri mengancam a. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan, partus sudah lama berlangsung. b. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan. c. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya. d. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mutut kering, lidah kering dan halus badan panas (demam). e. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus. f. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduannya. g. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba tipis dan nyeri kalau ditekan. h. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.

i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria. j. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia). k. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar. Gejala-gejala rupture uteri: 1. Anamnesis dan infeksi a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus. c. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir. f. kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu. g. Kontraksi uterus biasanya hilang. h. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis khusus). 2. Palpasi a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan. b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP. c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa. d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek 3. Auskultasi Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut. 4. Pemeriksaan dalam

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak. b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin c. Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih. d. Catatan : 1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit 2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri mengancam. 3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hatihati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain E. Komplikasi Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan. Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi. 6 Angka ruptura uteri pada VBAC < 1 %, pada wanita yang menjalani seksio elektif ulang tanpa persalinan masih mempunyai risiko 0,03 0,2 %. Dari wanita yang

menjalani VBAC, angka ruptura uteri sangat bervariasi tergantung faktor risiko yang ada. Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 10

Jenis parut uterus

Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis10 Jumlah SS sebelumnya7-10 Riwayat persalinan pervaginam10 Jarak kelahiran10 Usia ibu10 Demam pasca seksio 10 Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )12

Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu: 1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah SS, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pasca SS serta usia ibu. 2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin. 3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan. 4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria. 5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi ancaman ruptura uteri F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Umum Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen Pemeriksaan Abdomen Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen

sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.

Pemeriksaan Pelvis Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui : 1. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin 2. Adanya usus dan ommentum 3. jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas

TES LABORATORIUM

Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah

Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah. Urinalisis : Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih. Golongan Darah dan Rhesus 4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan

G.

Penatalaksanaan
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami

tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat. Penanganan 1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik. 2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer. Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi. Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk. Gejala ruptura uteri iminen : 1. 2. 3. 4. Lingkaran retraksi patologis Bandl Hiperventilasi Gelisah cemas Takikardia

Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda: 1. 2. 3. 4. Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati) Pasien jatuh kedalam syok Bagian terendah janin mudah didorong keatas Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen

5. Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap. Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi. PENCEGAHAN Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu : 1. 2. 3. 4. 5. Kasus uterus utuh Uterus dengan kelainan kongenital Uterus normal pasca miomektomi Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali

Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan ) Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah: 1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali 2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision ) 3. Riwayat SC dengan jenis low vertical incision 4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis 5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun 6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital 7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam 8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC 9. Riwayat SC dengan janin makrosomia 10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil umumnya

H.

Asuhan Kebidanan
Melakukan Asuhan Keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat Profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas asuhan keperawatan (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional. Pemberian Asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya di indonesia Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ). Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan Berikan oksigen Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi ) Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN


Seperti dikatakan sebelumnya, ruptur uteri memberi dampak negatif bagi ibu dan bayi. Konsekuensi yang dialami bayi yang lahir pada kasus ruptur uteri adalah hipoksia atau anoksia janin, asidosis janin (pH arteri umbilikus <7,0), perlu dirawat di ICU, dan kematian. Sedangkan konsekuensi yang dialami ibu adalah ruptur kandung kemih (sistotomi), perdarahan masif, syok hipovolemik, tidak akan mempunyai anak lagi (pasca histerektomi), dan kematian. Sistim sirkulasi darah ibu mengirim 500 ml darah tiap menit ke uterus cukup bulan. Jadi bisa dibayangkan, berapa banyak darah yang keluar bila uterus mengalami ruptur. Sekitar _ kasus ruptur, ibu kehilangan darah lebih dari 2000 ml sehingga membutuhkan kurang lebih 5 unit darah. Histerektomi dilakukan pada 6-23% kasus untuk menghentikan perdarahan. Namun, tindakan itu juga menimbulkan dilema bagi ibu karena tidak dapat lagi memiliki anak. Kematian ibu merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Lebih sering bila ruptur uteri terjadi sebelum ibu mencapai rumah sakit. Secara keseluruhan, kematian ibu sekitar 5% akibat ruptur uteri tiap tahun. Outcome bayi tergantung dari seberapa cepat tindakan pembedahan dilakukan. Kematian bayi berkisar 2,6%. Mencapai 6% bila ruptur terjadi saat ibu belum mencapai rumah sakit. Outcome bayi lebih buruk lagi bila bayi keluar dari uterus ke rongga peritoneal. Tidak jarang bayi perlu dirawat di ruang perawatan intensif dengan bantuan mesin pernafasan. Maka dari itulah, kasus ruptur uteri bukan kasus main-main. Perlu pertimbangan matang untuk mengambil setiap keputusan mulai dari menegakkan diagnosis ruptur uteri hingga tindakan operasi. Sebab bila tidak, nyawa ibu dan bayi yang akan melayang.

B. SARAN

Saran penangan ruptur uteri : 1. Berikan segera cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi 2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan 3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus 4. Bila luka menalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan lakukan histerektomi 5. Antibiotika dan serum anti tetanus. Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM Demikian dalam menghadapi ruptura di daerah pedesaan, bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa pasien. Ruptura uteri yang dapat mencapai polindes atau puskesmas adalah ruptura uteri yang tidak disertai robekan pembuluh darah besar sehingga diselamatkan dari bahaya kematian karena infeksi dan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://biechan.wordpress.com/ruptur-uteri/ 2. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-ruptur-uteri.html 3. http://fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Vaginal+Birth+After+Cesarean+%28VBAC%29++ Dengan+Risiko+Ruptur+Uteri 4. http://kiki-inges.blogspot.com/2009/06/ruptur-uteri.html 5. http://www.g-excess.com/4644/pengertian-dan-penjelasan-tentang-ruptur-uteri/ 6. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=522 7. http://kti-akbid.blogspot.com/2012/01/persalinan-dengan-ruptura-uteri.html

You might also like