Professional Documents
Culture Documents
uji dan Syukur senantiasa dipersembahkan ke hadirat Allah SWT atas taufiq dan hidayah-Nya, sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010 dapat diselesaikan. Seharusnya penerbitan buku profil kesehatan dapat dilaksanakan setiap awal tahun anggaran, sebagai informasi terhadap kegiatan pembangunan kesehatan pada tahun sebelumnya. Namun tahun ini masih mengalami keterlambatan, dikarenakan sumber data berupa tabel profil dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota hampir sebagian besar belum disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Namun demikian, data-data yang dipergunakan untuk penyusunan profil ini akhirnya menggunakan data-data dari program yang ada di setiap Subdin Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Disadari bahwa berdasarkan pengalaman yang ada, akan ditemui perbedaan data antara pengelola program yang ada di Subdin-Subdin Dinas Kesehatan Provinsi dengan data yang ada di Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu Buku Profil yang sekarang berada ditangan Anda, masih perlu disempurnakan lagi melalui konfirmasi (crosscheck) dengan buku profil yang telah diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maupun dari segi pembahasan yang lebih mendalam lagi. Untuk itulah pada kesempatan ini, kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak, agar Buku Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 akan semakin lebih baik dan berkualitas. Disamping itu, kualitas data juga masih harus terus ditingkatkan, karena datadata yang terkumpulkan baru meliputi data dari fasilitas kesehatan (Fasility based) sementara data dari masyarakat langsung (Community based) belum dapat digali lebih dalam, sehingga informasi yang dihasilkan dalam buku profil kesehatan 2010 masih banyak kekurangan (under reporting).
Page i
Sulitnya memperoleh data yang akurat dan tepat waktu, InsyaAllah dari waktu ke waktu akan bisa diatasi dengan mengoptimalkan peran petugas sistem pencatatan dan pelaporan baik di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan kabupaten/kota sampai di tingkat puskesmas serta memaksimalkan sistem monitoring dan evaluasi melalui supervisi-supervisi sekaligus melakukan pembinaan secara kontinyu oleh petugas/pengelola data di wilayah kerjanya termasuk upaya jemput bola untuk memenuhi kebutuhan data yang bersifat segera. Kegiatan-kegiatan pemutakhiran data dengan melibatkan pengelola program, lintas sektor bahkan pejabat struktural di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus dilakukan paling sedikit 2 kali dalam setahun untuk memberikan masukan atau mengklarifikasi data-data yang barangkali terjadi perbedaan, blank, dan sebagainya. Disamping itu juga perlu dilakukan Pelatihan Pengelola data dan informasi untuk petugas pengelola data di kabupaten/kota. Diharapkan dengan terbitnya buku profil kesehatan ini, akan dapat memberikan informasi sekaligus bahan evaluasi terhadap program-program
kesehatan yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk bahan perencanaan pada tahun-tahun berikutnya dalam upaya mewujudkan Visi Sumatera Selatan Sehat dan Indonesia Sehat. Akhirnya, dengan kemauan keras, optimisme, dan selalu ingin belajar sepanjang hayat, belajar dari kesalahan, InsyaAllah perubahan ke arah yang semakin baik akan dapat diraih, karena karakteristik orang yang belajar adanya perubahan dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang rendah kepada yang tinggi, dan seterusnya. Palembang, 2010 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan,
Page ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran Bab 1 Bab 2 PENDAHULUAN GAMBARAN UMUM 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Bab 3 Keadaan Penduduk Letak Geografis dan Luas Wilayah Keadaan Pemerintahan Pendidikan Ekonomi
i iii vi x xi 1 4 4 6 7 7 8 10 10 10 11 12 13 13 14 16 51 54 54 55 58 59 59 59 59
Page iii
SITUASI DERAJAT KESEHATAN 3.1. 3.1.1. 3.1.2. 3.1.3. 3.1.4. 3.1.5. 3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.3. 3.3.1. 3.3.2. 3.3.3. MORTALITAS Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Kasar (AKK) Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH) ANGKA KESAKITAN Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular STATUS GIZI MASYARAKAT Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Gizi Balita Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)
Bab 4
SITUASI UPAYA KESEHATAN 4.1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 4.1.1. 4.1.1.1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
4.1.1.2. 4.1.1.3. 4.1.1.4. 4.1.1.5. 4.1.1.6. 4.1.2. 4.1.3. 4.1.4. 4.1.4.1. 4.1.5. 4.2. 4.2.1. 4.2.2. 4.2.3 4.3. 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. 4.3.4. 4.3.5. 4.4.
Pertolongan Persalinan oleh Nakes dengan Kompetensi Kebidanan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Ibu Hamil Risiko Tinggi yang Dirujuk Kunjungan Neonatus Kunjungan Bayi Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah, dan Remaja Pelayanan Keluarga Berencana Pelayanan Imunisasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Pemanfaatan Obat Generik Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Pemberantasan Penyakit Polio Pemberantasan TB Paru Pemberantasan Penyakit ISPA Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR
Pembinaan Kesehatan Lingkungan Surveilans Vektor Pengawasan Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan
PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Pemantauan Pertumbuhan Balita Pemberian Kapsul Vitamin A Pemberian Tablet Besi Bayi dengan ASI Ekslusif PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Page iv
Peningkatan Penggunaan Obat Rasional Pelayanan Farmasi Komunitas dan Farmasi Klinik Penerapan Penggunaan Obat Esensial Generik Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
118 118 118 119 119 122 122 122 124 126 130 131 134 136
4.7. Bab 5
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 5.1. 5.1.1. 5.1.2. 5.1.3. 5.1.4. 5.2. 5.3. SARANA KESEHATAN Puskesmas Rumah Sakit Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan TENAGA KESEHATAN ANGGARAN KESEHATAN
Bab 6
KESIMPULAN
Lampiran
Page v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 Gambar 3.20 Gambar 3.21 Gambar 3.22 Gambar 3.23 Gambar 3.24 Gambar 3.25 Gambar 3.26 Gambar 3.27 Gambar 3.28 Gambar 3.29 Gambar 3.30 Gambar 3.31 Gambar 3.32 Gambar 3.33 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Angka Kematian Bayi (AKB) Jumlah dan Sebab Kematian Ibu Umur Harapan Hidup (UHH) STP Berbasis Puskesmas STP Berbasis RS (Rawat Inap) Annual Malaria Incidence (AMI) Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif (CDR) Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif (CDR) Menurut Kab/Kota Angka Kesembuhan (Cure Rate) Pasien TB BTA Positif Angka Kesembuhan (Cure Rate) Pasien TB BTA Positif Menurut Kab/Kota Persentase Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif Jumlah Pengidap HIV (+) Per Tahun Kumulatif Penyebaran Pengidap HIV (+) Per Kab/Kota Jumlah Penderita AIDS Per Tahun CDR Kusta Penemuan Kasus Baru (CDR) Penderita Kusta Proporsi Penderita Kusta Cacat Tingkat II Proporsi Kusta Anak Penderita Tetanus Neonatorum Penderita Difteri Penemuan Kasus Campak Rutin Menurut Kelompok Umur Data Campak Menuru Sumber Laporan Kab/Kota Sebaran Kasus Campak Hasil CBMS Hasil Pelaksanaan CBMS Konfirmasi Laboratorium Kasus Campak (CBMS) Kelompok Umur Dengan Konfirmasi Laboratorium Kecenderungan Situasi DBD CFR Penderita DBD Perkembangan Penderita DBD Perbandingan Incidence Rate (IR) Persentase Penemuan Penderita DBD Yang Ditangani Distribusi Penderita Diare Semua Umur Per Kab/Kota Trend Kejadian Diare 6 11 13 14 15 15 17 20 22 22 23 24 26 27 28 30 30 31 32 33 34 35 36 37 38 38 39 40 42 42 43 43 44 45
Page vi
Gambar 3.34 Gambar 3.35 Gambar 3.36 Gambar 3.37 Gambar 3.38 Gambar 3.39 Gambar 3.40 Gambar 3.41 Gambar 3.42 Gambar 3.43 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 3.21 Gambar 4.22
Cakupan Penderita Diare Yang Ditangani Oleh Kab/Kota Persentase Penemuan Penderita Diare Kasus dan Suspek Influenza A Baru (H1N1) Prevalensi Penyakit Tidak Menular Per 10.000 Penduduk Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Prevalensi Gizi Buruk Angka Gizi Buruk Dan Gizi Kurang Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Cakupan Pemberian MP ASI Pada Anak Usia 6 - 24 Bulan Keluarga miskin Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Persentase Cakupan K4, Fe3, dan Status Imunisasi TT Pada Ibu Hamil Persentase Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Cakupan Komplikasi Kebidanan Yang Ditangani Cakupan Pelayanan Nifas Persentase cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi Yang Dirujuk Persentase cakupan Kunjungan Neonatal Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Menurut Kab/Kota Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Menurut Kab/Kota Cakupan Kunjungan Bayi Persentase Cakupan Puskesmas Yang Mampu Menyelengarakan PKPR Menurut Kab/Kota Persentase Cakupan Deteksi Dini Dan Interfensi Tumbuh Kembang Balita Cakupan Pelayanan Anak Balita Cakupan Penjaringan Siswa SD dan Setingkat Persentase Cakupan Peserta KB Aktif Dan KB Baru Menurut Kab/Kota Persentase Cakupan Pelayanan Peserta KB Baru Berdasarkan Jenis Alat Kontrasepsi Cakupan Peserta KB Aktif Hasil Cakupan Desa UCI Hasil Cakupan Desa UCI Hasil Cakupan Desa UCI
46 47 51 52 54 55 56 57 57 58 60 62 63 64 65 66 67 68 69 70 70 71 72 73 74 75 76 77 77 79 80 81
Page vii
Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38 Gambar 4.39 Gambar 4.40 Gambar 4.41 Gambar 4.42 Gambar 4.43 Gambar 4.44 Gambar 4.45 Gambar 4.46 Gambar 4.47 Gambar 4.48 Gambar 4.49 Gambar 4.50 Gambar 4.51 Gambar 4.52 Gambar 4.53 Gambar 4.54 Gambar 4.55 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3
Hasil Cakupan BIAS DT Klas I Hasil Cakupan BIAS Klas II dan III Hasil Cakupan BIAS Campak Jumlah Usila Dibina dan PKM Yang Membina Persentase Cakupan Lanjut Usia Yang Dibina Dan Cakupan Puskesmas Melayani Kesehatan Usia Lanjut Persentase Kunjungan Rawat Jalan Menurut Kab/Kota Persentase Peserta JamSoskes Sumsel Semesta Desa/Kelurahan KLB Ditangani< 24 Jam Kelengkapan Laporan W1 Ketepatan Laporan W1 Dari Kab/Kota Frekuensi Desa KLB Per Penyakit Perbandingan Frekuensi Dan Penderita KLB Penyakit Dan Keracunan Makanan Persentase Jenis Pelaporan KLB Dari Kab/Kota Cakupan Desa/Kelurahan Mengalami KLB Yang dilakukan Penyelidikan Epidemiologi < 24 Jam Persentase Spesimen Adekuat Dan AFP Rate Pencapaian Kelengkapan Laporan Nihil Penemuan Kasus AFP Proporsi Status Imunisasi Kasus AFP Non Polio Kasus AFP Non Polio Berdasarkan Kelompok Umur Sumber Laporan Kasus AFP AFP Rate Per 100.000 Penduduk < 15 Tahun Angka Keberhasilan Pengobatan Penderita TB Paru BTA (+) CDR Pneumonia Balita Per Kab/Kota Cakupan Penemuan Pneumonia Balita Program ISPA Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Distribusi AIDS Menurut Kondisi Saat Dilaporkan Cakupan Penduduk Yang Menggunakan Sarana Air Bersih Persentase Rumah sehat Menurut Kab/Kota Persentase Cakupan Sarana Pembuangan Air Limbah Persentase Cakupan Jamban Keluarga Persentase Angka ABJ Penyakit DBD Menurut Kab/Kota Persentase Pemberian Tablet Besi Pada Ibu Hamil (Fe1 & Fe3) Cakupan Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Jumlah Puskesmas Dan Rasionya Terhadap 100.000 Penduduk Jumlah Puskesmas Menurut Kab/Kota Jumlah Puskesmas Pembantu
82 83 84 85 85 86 87 89 90 90 91 92 93 93 95 96 97 98 98 99 100 101 102 103 104 106 107 109 110 111 112 116 117 122 123 124
Page viii
Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10 Gambar 5.11
Jumlah Puskesmas Pembantu Menurut Kab/Kota Jumlah RS Pemerintah Swasta Dan Khusus Jumlah Posyandu Jumlah Posyandu Menurut Kab/Kota Persentase Posyandu Pratama, Madya, Purnama Dan Mandiri Rasio Poskesdes Terhadap desa/Kelurahan Cakupan Desa Siaga Aktif Persentase Anggaran Kesehatan
Page ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun, Luas Daerah, Rata rata Penduduk Desa dan Kepadatan Penduduk Per Km2 Menurut Kab/Kota Jumlah Penduduk Berdasarkan Hasil Susenas Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Persentase Partisipasi Bersekolah, Tingkat Pendidikan Penduduk dan Kemampuan Membaca dan Menulis PDRB Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2004-2008 Angka Kematian Balita (AKABA) Per 1000 Kelahiran Hidup di Indonesia Tahun 1995-2007 Jumlah Penderita Malaria Klinis, Konfirmasi Laboratorium dan AMI Menurut Kab/Kota Laporan Uji Saring HIV di PMI Kota Palembang Data Penyakit PD3I Per Kab/Kota Distribusi Kasus Campak Berdasarkan Kelompok Umur Distribusi Kasus Campak Per Bulan Distribusi Kasus Penemuan DBD per Kab/Kota Jumlah Kasus Rabies Gambaran Penemuan Kasus Kronis Filariasis Gambaran MF Rate Filariasis Prevalensi Penyakit Tidak Menular Per 10.000 Penduduk Angka Kesakitan Secara Absolut Frekuensi dan Jumlah Kasus KLB Kinerja Surveilans AFP Gambaran Penemuan Kasus ISPA Distribusi Penemuan Kasus HIV/AIDS Melalui Klinik VCT Persentase Rumah Sehat Jenis Vektor Malaria Cakupan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Cakupan Sarana Ibadah Cakupan TTU-I Sarana Pendidikan Data Kejadian Bencana Jumlah Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan Khusus Menurut Kapasitas Tempat Tidur Jumlah Institusi Diknakes Menurut Jenis Pendidikan Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Golongan Medis, Paramedis, Tenaga Kesehatan Lainnya Rasio Tenaga Kesehatan Menurut Jenis per 100.000 Penduduk
Page x
Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4
5 7 9 12 18 25 32 34 36 41 48 49 50 52 53 91 94 102 105 108 112 113 114 114 119 126 130 131 132
Page xi
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Luas Wilayah Jumlah Desa/Kelurahan,Jumlah Penduduk,Jumlah Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kab/Kota Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin,Kelompok Umur,Rasio Beban Tanggungan,Rasio Jenis Kelamin Kab/Kota Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin dan Kelompok Umur Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan Berusia 10 Tahun Keatas Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan tertinggi yang Ditamatkan di Kab/Kota Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan Berusia 10 Tahun Ke atas yang Melek huruf Jumlah Kelahiran dan Kematian Bayi dan Balita Menurut Kab/Kota Jumlah Kematian Ibu Maternal Menurut Kab/Kota Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas dan Rasio Korban Luka dan Meninggal Terhadap Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kab/Kota AFP Rate, % TB Paru Sembuh dan Peneumonia Balita Ditangani HIV/AIDS, Infeksi Seksual Menular, DBD dan Diare Pada Balita Ditangani Persentase Penderita Malaria Diobati Persentase Penderita Kusta Selesai Beobati Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Menular yang Dapat dicegah Dengan Imunisasi (PD3i) Cakupan Kunjungan Neonatus,Bayi dan bayi BBLR yang Ditangani Status Gizi Balita dan Jumlah Kecamatan Rawan Gizi Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1,K4),Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan Ibu Nifas Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita, Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/SMP/SMA Jumlah Pus, Peserta KB, Peserta KB Baru dan KB Aktif Menurut Kecamatan dan Puskesmas Jumlah peserta KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi Pelayanan KB Baru Menurut Kecamatan Persentase Cakupan Desa/Kelurahan Uci Menurut Kecamatan Persentase Cakupan Imunisasi Bayi Menurut Kecamatan Kab/Kota Cakupan Bayi,Balita yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Menurut Kecamatan dan Puskesmas
Page xi
Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Tabel 23 Tabel 24
Tabel 25 Tabel 26 Tabel 28 Tabel 30 Tabel 31 Tabel 32 Tabel 34 Tabel 36 Tabel 37 Tabel 39 Tabel 41 Tabel 43 Tabel 44 Tabel 45 Tabel 46 Tabel 47 Tabel 48 Tabel 49 Tabel 50 Tabel 51 Tabel 52 Tabel 53 Tabel 54 Tabel 55 Tabel 56 Tabel 57 Tabel 58 Tabel 59 Tabel 60 Tabel 62 Tabel 63
Jumlah Ibu Hamil Yang Mendapat Tablet Fe1, Fe3 Menurut Kecamatan dan Puskesmas Jumlah Wanita Usia Subur dengan status Imunisasi TT Menurut Kecamatan dan Puskesmas Jumlah dan Persentase Ibu Hamil dan Neonatal Risiko Tinggi/Komplikasi ditangani Menurut Kecamatan dan Puskesmas Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani < 24 Jam Menurut Kecamatan dan Puskesmas Jumlah Penderita dan Kematian Serta Jumlah Kecamatan dan Desa Yang Terserang KLB Jumlah Bayi yang diberi ASI Eklusif Pelayanan Kesehatan Gigi n Mulut Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Cakupan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila Persentase Donor Darah Diskrining terhadap HIV/AIDS Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kemampuan Labkes dan Miliki 4 Spesialis Dasar Ketersediaan Obat Sesuai dengan Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Dasar Persentase Rumah tangga Berperilaku Hidup Bersih Sehat Jumlah dan Persentase Posyandu Menurut Strata dan Kecamatan Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan Persentase Keluarga Memiliki Akses Air Bersih Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Menurut Kecamatan Persentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk Aedes Persebaran Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja Jumlah Tenaga Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah Tenaga Medis Disarana Kesehatan Jumlah Tenaga Kefarmasian dan Gizi Di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Keperawatan Di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi di Sarana Kesehatan Jumlah Tenaga Teknisi Medis di Sarana Kesehatan Anggaran kesehatan Kab/kota Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Page xii
BAB 1 PENDAHULUAN
embangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya untuk mencapai Visi : Indonesia Sehat 2014. Untuk mencapai visi tersebut, Departemen Kesehatan sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan telah menetapkan Visi Departemen Kesehatan yaitu : Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat. Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di mana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Sebagai penjabaran dari Visi Departemen Kesehatan, maka tujuan yang akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan (SIK), ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan. (Depkes, 2006). SIK di setiap institusi pelayanan kesehatan mulai dari tingkat Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai tingkat Pusat,
Page 1
harus terus dikembangkan sehingga diharapkan dapat memberikan dukungan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen kesehatan. SIK yang baik akan dapat memberikan informasi yang akurat dan up to date untuk proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk output dari SIK adalah penerbitan buku profil kesehatan yang dilakukan setiap tahun anggaran oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai kepada tingkat Pusat. Tujuan penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan adalah memberikan informasi tentang hasil pencapaian program pembangunan kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan umumnya, termasuk pencapaian indikator-indikator pembangunan kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan. Sistematika penyajian Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut : Bab-1 : Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 serta sistematika penyajiannya. Bab-2 : Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten/Kota. Selain uraian tentang letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya misal kependudukan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lingkungan.
Page 2
Bab-3 : Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan, dan angka status gizi masyarakat. Bab-4 : Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana. Upaya pelayanan kesehatan yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota. Bab-5 : Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya. Bab-6 : Kesimpulan. Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota di tahun yang bersangkutan. Selain keberhasilan-keberhasilan yang perlu dicatat, bab ini juga mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Lampiran. Pada lampiran ini berisi resume/angka pencapaian Kab/Kota dan 63 tabel data yang merupakan gabungan Tabel Indikator Kabupaten sehat dan Indikator pencapaian kinerja Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan.
Page 3
Gambaran derajat kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator seperti mortalitas , morbiditas, dan angka status gizi masyarakat. Berikut ini diuraikan tentang indikator-indikator tersebut.
3.1. MORTALITAS Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping kejadian kematian dapat juga digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan dibawah ini.
3.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB) Menurunnya angka kematian bayi dan meningkatnya angka harapan hidup mengindikasikan meningkatnya derajat kesehatan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 1990, estimasi angka kematian bayi di Sumatera Selatan diperkirakan 71 per 1000 kelahiran, sedangkan berdasarkan SP 2000, angka kematian bayi di Sumatera Selatan turun drastis menjadi 53 per 1000 kelahiran, atau turun 25 persen selama 10 tahun atau rata-rata turun 2,5 persen per tahun. AKB Sumsel lebih tinggi dibandingkan Angka Nasional yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup (SUSENAS 2007). Menurut target MDGs AKB diharapkan turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi di Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 4 per 1000 kelahiran hidup. Persentase kematian bayi tertinggi terjadi di kabupaten Ogan Komering Ilir (1.31%) dan Lahat (0.82%), persentase terendah di kabupaten Muara Enim (0.14%) dan Empat Lawang (0.13%). Angka kematian bayi di Provinsi Sumatera Selatan
Page 10
tahun 2009 adalah 0,8 (79 kematian bayi), sedangkan pada tahun 2008 adalah 3,4 (537 kematian bayi). Jumlah kematian bayi menurut Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada lampiran Tabel 6.
Gambar 3.1. Angka Kematian Bayi (AKB) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1971 2008
SP1971 SP 1980 SP 1990 SDKI 1994 SUPAS SDKI 1997 SP 2000 SDKI SUPAS 2006 2007 2008
0
30 30 26,3 25,6 25 50
71 59,6 54 53 53
102
155
100
150
200
3.1.2. Angka Kematian Balita (AKABA) Berdasarkan SDKI 2007 AKABA sekitar 44 per 1.000 kelahiran hidup. AKABA Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 adalah 52 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. Angka Kematian Balita di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 0,5 (45 kematian Balita ), sedangkan tahun 2008 adalah 0,6 (87 kematian Balita). Distribusi kematian Balita menurut Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada lampiran Tabel 6. Sedangkan gambaran perkembangan AKABA berdasarkan estimasi SUPAS, SUSENAS, dan SDKI pada tahun 1995 2007 disajikan pada tabel 3.1 berikut ini :
Page 11
Tabel 3.1 Angka Kematian Balita (AKABA) Per 1.000 Kelahiran Hidup Di Indonesia Tahun 1995 2007
Tahun
Estimasi SUPAS 1995 Laki-Laki Perempuan Jumlah (L+P) 71,36 66,44 50,77 57,61 53,05 39,00 64,28 59,55 44,71
Estimasi SUSENAS 73 64 64 46
SDKI
44
3.1.3. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) Sampai dengan saat ini informasi tentang AKI masih berpedoman pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Menurut SKRT, AKI Nasional menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survei mengenai AKI. Kemudian pada tahun 2002-2003, AKI menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) 2003. AKI provinsi Sumatera Selatan masih berpedoman pada hasil SUSENAS 2005 yaitu 262 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa AKI cenderung mengalami penurunan. Tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut di masa mendatang sulit dicapai.
Page 12
Gambar 3.2 Jumlah dan Sebab Kematian Ibu Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006-2009
Gambar diatas menunjukkan penyebab tertinggi kematian ibu dari tahun 2006 hingga 2009 adalah perdarahan, dan mengalami peningkatan cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebanyak 62 kasus. Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 150,93 per 100.000 kelahiran hidup (143 kematian), sedangkan pada tahun 2008 adalah 79,31 per 100.000 kelahiran hidup (124 kematian). Distribusi kematian ibu menurut Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada lampiran Tabel 6.
3.1.4. Angka Kematian Kasar (AKK) AKK Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan estimasi pada tahun 2005 sebesar 22,2 per 1000 penduduk, menurun menjadi 21,8 per 1000 penduduk pada tahun 2006, kemudian menurun lagi menjadi 21,4 per 1000 penduduk.
3.1.5. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH) Sejalan dengan menurunnya estimasi angka kematian bayi, maka estimasi angka harapan hidup mengalami kenaikan. Menurut hasil SP 1990, estimasi angka harapan hidup Sumatera Selatan adalah 59,83 tahun, sepuluh tahun kemudian mengalami kenaikan sebesar 7 persen, menjadi 64,02 tahun menurut SP 2000. Sedangkan menurut hasil Supas 2005 besarnya angka harapan hidup penduduk
Page 13
Sumatera Selatan adalah sebesar 69,5 tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa anak yang baru lahir diperkirakan akan hidup rata-rata sampai umur 69 tahun.
Gambar 3.3 Umur Harapan Hidup (UHH) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1971 2009
80
Umur (tahun)
60 40 20 0 UHH
SPS 63,7
SP 2000 69,05
2008 71,1
2009 69,9
Pada Gambar 3.3 di atas, terlihat bahwa UHH Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan, dari 44,1 tahun pada tahun 1971 menjadi 69,9 tahun pada tahun 2009.
3.2. ANGKA KESAKITAN Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Program Surveilans Terpadu Penyakit (STP) baru mulai dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007, sesuai ketentuan dalam Kepmenkes nomor 1116/2003 dan 1479/2003. Sedangkan tahun-tahun sebelumnya dipakai Program SST (Sistem Surveilans Terpadu). Pada program ini dipisahkan antara STP berbasis Puskesmas dan STP berbasis Rumah Sakit. Untuk STP berbasis Puskesmas ada 25 kasus baru penyakit menular yang diamati oleh semua Puskesmas. Sedangkan untuk Puskesmas Sentinel ditambah lagi 2 penyakit tak menular, yaitu Hipertensi dan
Page 14
Diabetes Mellitus. Adapun data kasus baru penyakit menular berbasis puskesmas dapat dilihat pada tabel berikut:
Gambar 3.4 STP Berbasis Puskesmas Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1 Diare Malaria Klinis Tifus Perut Klinis Tersangka TBC Paru Disentri TBC Paru BTA (+) Malaria Vivax Demam Dengue Pneumonia Malaria Falsifarum
Gambar di atas menunjukan bahwa penyakit berbasis Puskesmas terbanyak adalah Diare (56,2 %), Malaria Klinis (14,6 %), dan Tifus perut klinis (10,7 %). STP penyakit menular berbasis Rumah Sakit dipisahkan untuk penderita rawat inap dan rawat jalan. Ada 29 penyakit menular yang diamati dan dipantau trend kasusnya sepanjang tahun. Adapun data kasus baru penderita rawat inap penyakit menular berbasis rumah sakit tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Gambar 3.5 STP Berbasis Rumah Sakit (Rawat Inap) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
1200 1000 800 600 400 200 0 Tifus Perut Klinis Tifus Perut Kultur (+) Pneumonia Malaria Klinis Diare Malaria Fals ifarum Ters angka TBC Paru Demam Berdarah Dengue TBC Paru BTA (+) Demam Dengue 459 412 303 252 212 133 123 118 1122 923
Page 15
Dari gambar di atas menunjukan bahwa urutan 3 (tiga) penyakit rawat inap terbanyak adalah Tifus perut klinis, Diare, dan DBD. Sedangkan pada tahun 2008, 3 (tiga) penyakit rawat inap terbanyak adalah Diare, DBD, dan Tifus perut klinis. Selanjutnya akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk situasi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial KLB/Wabah, situasi penyakit tidak menular, dan situasi penyalahgunaan NAPZA.
3.2.1. Penyakit Menular Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini antara lain penyakit Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta, Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial wabah, Rabies, Filariasis, Frambusia, Flu Baru AI (H1N1).
3.2.1.1. Malaria Tujuan umum program Pemberantasan Penyakit Malaria di Provinsi Sumatera Selatan adalah Pembebasan Provinsi Sumatera Selatan dari malaria tahun 2020. Sedangkan tujuan khususnya adalah : 1. Pada tahun 2010 menurunnya 50 % jumlah desa dengan positif malaria 5 per 1000 penduduk 2. Pada tahun 2010 semua Kabupaten/Kota mampu melakukan pemeriksaan sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan tepat dan terjangkau. 3. Pada Tahun 2020 seluruh wilayah Indonesia sudah melaksanakan intensifikasi dan integrasi dalam pengendalian malaria Kebijakan Pelaksanaan Program P2 Malaria yaitu : 1. Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lintas sektoral bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha dan masyarakat 2. Pembebasan Malaria dilakukan secara bertahap yang didasarkan pada Page 16
Pada Gambar 3.6 berikut terlihat bahwa angka kesakitan malaria dari tahun 2003 ke tahun 2004 menurun secara drastis. Hal ini disebabkan Kabupaten Bangka dan Belitung berpisah dari Povinsi Sumatera Selatan. Kedua Kabupaten tersebut adalah penyumbang kasus malaria paling tinggi. AMI (Annual Malaria Incidence) tahun 2003 2009 di Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.6 Annual Malaria Incidence (AMI) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
AMI per 1000 penduduk
25 20 15 10 5 0 2003 2004 2005 2006 Tahun 2007 2008 2009 8,04 8,7 8,9 10,1 8,6 8,74 21,48
Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah endemis malaria, dimana tahun 2009 terdapat 7 kabupaten endemis malaria sedang dan 8 kabupaten/kota lainnya
digolongkan pada daerah endemis rendah. Satu kota diantara daerah endemis rendah yaitu Kota Palembang adalah daerah bebas malaria dalam arti kasus yang ada
Page 17
Tabel 3.2 Jumlah Penderita Malaria Klinis, Konfirmasi Laboratorium dan AMI Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Kabupaten / Kota
(1)
Jumlah Penduduk
(2)
Penderita Klinis
(3)
SD Diperiksa
(4)
SD Positif
(5)
SPR
(6)
AMI
(7)
OKU 267.022 7.217 7.106 771 OKI 707.627 2.583 0 0 Muara Enim 668.341 11.713 9.779 1.905 Lahat 341.055 7.531 2.263 1.210 Musirawas 505.940 7.922 1.635 529 Musi Banyuasin 523.025 8.066 7.045 91 Banyuasin 818.280 4.491 8 8 OKU Selatan 331.879 2.776 30 39 OKU Timur 581.665 3.272 753 146 Ogan Ilir 384.663 130 18 5 Empat Lawang 213.872 2.641 223 126 Palembang 1.438.938 485 485 34 Prabumulih 137.786 52 26 26 Pagar Alam 116.486 48 2 2 Lubuk Linggau 186.056 3.326 836 837 Jumlah 7.222.635 62.248 30.209 5.729 Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2009
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
10,85 0 19,48 53,47 32,35 1,29 100 130 19,39 27,78 56,5 7,01 100 100 100,12 18,96
27,07 3,65 17,53 22,08 15,66 15,42 5,49 8,36 5,63 0,34 12,53 0,34 0,38 0,41 17,88 8,45
Dari tabel diatas angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 (AMI) adalah 8,45 dengan kematian (CFR 0,27%), dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa / ABER ( Annual Blood Examination rate) 0,42 % dan persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa (SPR) 21,9 %. Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di kabupaten/kota
Provinsi Sumatera Selatan dalam tahun 2009 tertinggi adalah di Kabupaten Ogan Komering Ulu 27,07 (7.217 kasus), Kabupaten Lahat 22,08 (7.531 kasus), Kota Lubuk Linggau 17,88 (3.326 kasus), sedangkan terendah di Kabupaten Ogan Ilir 0,34 (130 kasus). Pengobatan kasus malaria yang ditemukan secara Detection) di Puskesmas dengan Pengobatan Radikal PCD (Pasif Case dengan konfirmasi
laboratorium.
klinis malaria di Puskesmas. Pengobatan klinis malaria maupun dengan konfirmasi laboratorium positif malaria di kabupaten/kota umumnya masih mengunakan obat Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 18
Cloroquin, sedangkan di tiga kabupaten wilayah GF Malaria Round 6 tahun 2009 (Kab. Muara Enim, Kab. Muba dan Kab.OKU) sudah mengunakan obat terbaru yaitu ACT (Artemisinin Combination Therapy). Hal ini tidak terlepas dari kuantitas
maupun kualitas dokter/perawat/bidan yang sudah dilatih, serta alat dan bahan laboratorium malaria maupun SDM mikroskopis/pengelola program malaria yang ada di kabupaten/kota dan puskesmas. Jumlah sediaan darah yang diperiksa dari penduduk dalam satu tahun / Annual Blood Examination Rate (ABER) tahun 2009 yaitu 0,42 % dan tingkat persentase
pemeriksaan sediaan darah 48,18 %, sudah mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 yaitu ABER 0,18% dan persentase pemeriksaan sediaan darah 22%, walaupun target yang ingin dicapai adalah 100 %, hal ini menjadi tantangan yang besar bagi petugas laboratorium dalam pemeriksaan sediaan darah malaria yang tidak terlepas dari SDM, bahan dan alat pemeriksaan yang ada. Dan masih adanya beberapa kabupaten/kota tidak/kurang melaksanakan pemeriksaan sediaan darah malaria antara lain Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten OKI, Kabupaten Ogan ilir dan Kota Pagar Alam. Keberhasilan pemberantasan penyakit malaria tidak hanya terletak pada satu institusi yaitu Dinas Kesehatan saja namun perlu keterkaitan dengan sektor-sektor lain antara lain Sektor Kimpraswil, sektor Peternakan, sektor Pertanian, sektor Perikanan dan Kelautan. Serta tidak terlepas dari peran serta masyarakat itu sendiri. Dari Gambar pola maksimum minimum tahun 2004-2009 dapat dilihat puncak
penularan terjadi pada bulan Januari maka seyogianya kegiatan Indoor Residual Spraying (IRS) dilaksanakan pada bulan November guna mencapai hasil pemberantasan vector yang optimum.
3.2.1.2. TB Paru Penanggulangan tuberkulosis menerapkan strategi DOTS yang dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Hasil survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 bahwa prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 19
secara regional di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah. Sumatera masuk dalam wilayah 1 dengan prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk. Tujuan dari Program Pemberantasan TB Paru adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan mata rantai penularan serta
mencegah terjadinya MDR TB. Targetnya adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70 % dari perkiraan dan menyembuhkan 85 % dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapi tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015. Angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate) di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2000 s/d 2008 berfluktuatif , sedangkan target mulai dari tahun 2005 sebesar 70 %, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.7 Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif (CDR) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 2009
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2000 TARGET CDR 25 23,47 2001 35 24,61 2002 40 29,74 2003 50 41,62 2004 60 55,72 2005 70 42,77 2006 70 46,73
2007 70 45,43
2008 70 46,69
2009 70 44,62
Page 20
Dilihat dari Gambar 3.7, ada peningkatan CDR mulai tahun 2000 s/ d tahun 2004 dan peningkatan yang tajam pada tahun 2003 dan 2004, pada tahun 2005
terjadi penurunan, ini disebabkan dengan adanya hasil survey prevalensi TB tahun 2004, wilayah Sumatera dengan prevalensi 160 per 100.000 penduduk yang
sebelumnya hanya 130 per 100.000 penduduk. Untuk penemuan pasien baru TB BTA positif di Sumatera Selatan tidak mengalami penurunan tetapi ada kenaikan setiap tahunnya walaupun belum mencapai target. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA posistif (Case Detection Rate
=CDR) di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 per kabupaten/ Kota dapat dilihat pada Gambar 3.8, menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2008, pada tahun 2009 terjadi penurunan CDR TB paru BTA+ diprovinsi Sumatera Selatan dari 46,57% menjadi 44,62%, dan CDR TB paru BTA+ belum mencapai target (70%). Hal ini disebabkan karena belum semua RS dan DPS melaksanakan strategi DOTS, penjaringan suspek di sebagian kab/kota masih ketat, dan mutasi petugas masih tinggi. Oleh sebab itu maka diperlukan pelatihan P2TB bagi tim DOTS di rumah sakit, memperluas jejaring untuk menemukan dan mengobati pasien TB dengan ekspansi ke rumah sakit dan lapas/ rutan serta meningkatkan kemitraan dengan LSM.
Page 21
Gambar 3.8 Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif (CDR) Menurut Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
75,00 65,00 55,00 45,00 35,00 25,00 15,00 5,00
CDR L.Lingg Prabu Palemb E.Lawa P.Alam au mulih ang ng 45,35 6,44 29,48 46,78 68,68
OI 53,01
OKUT OKUS B.Asin MUBA MURA 26,43 25,99 53,01 43,62 70,29
OKI 40,89
Gambar 3.9 Angka Kesembuhan (Cure Rate) Pasien Baru TB BTA Positif Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 - 2008
90
85
80
75
70 2000 CR 80,3 2001 75,4 2002 80,74 2003 82,86 2004 81,63 2005 83,36 2006 84,2 2007 84,84 2008 87,19
Page 22
Angka kesembuhan (Cure Rate = CR) merupakan angka pasien baru TB BTA positif yang sembuh setelah masa pengobatan. Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa angka kesembuhan (cure rate) TBC Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 yaitu sebesar 87,15% dengan target SPM > 85%. Ini menunjukkan bahwa P2 TBC telah memenuhi dan melampaui target SPM untuk tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh Tingkat kepatuhan penderita yang berobat cukup tinggi. Gambar berikut menampilkan distribusi pencapaian CR menurut kabupaten/kota, terdapat 10 Kabupaten/Kota dengan CR sudah mencapai target > 85 %, sedangkan 5 Kabupaten/ Kota yang lain CR belum mencapai target.
Gambar 3.10 Angka Kesembuhan (Cure Rate) Pasien Baru TB BTA Positif Menurut Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Page 23
Gambar 3.11 Penemuan Pasien Baru TB BTA (+) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu kabupaten memenuhi target capaian SPM (70%), yaitu kabupaten Musi Rawas. 14 Kabupaten/kota lainnya belum mencapai target SPM, terdiri dari 3 Kabupaten yaitu OKU, Banyuasin, dan Empat Lawang berada pada range 50-70%, 11 Kabupaten/kota yaitu MUBA, OKI, OI, OKUT, OKUS, Muara Enim, Lahat, Kota Prabumulih, Pagar Alam, Palembang, dan Lubuk Linggau berada pada range terendah yaitu dibawah 50%.
3.2.1.3. Pengidap HIV dan Penderita AIDS Infeksi HIV dan AIDS dalam 10 tahun terakhir semakin nyata menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Sumatera Selatan yang dibuktikan dengan terus meningkatnya kasus yang ditemukan melalui kinik VCT dan laporan suveilans AIDS dari RS. Infeksi HIV dan AIDS sudah menyebar hampir di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Selatan, dan di Indonesia sendiri telah mengalami perubahan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 24
dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi, hal ini karena hasil survei pada sub populasi tertentu menunjukkan prevalensi HIV di beberapa provinsi telah melebihi 5 % secara konsisten, tetapi di Sumatera Selatan masih pada epidemi rendah karena prevalensi HIV 0,6 %. Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV dan AIDS di prioritaskan pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan terapi antiretroviral ( ARV), maka strategi penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Dan juga dalam rangka mendukung target VCT pada MDGs untuk tahun 2010 yaitu 300.000 klien yang melakukan complate testing, maka peran klinik VCT dalam upaya untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus baru serta penanganan 100 % juga harus dimaksimalkan. Pada tabel 3.3 terlihat bahwa Prevalensi Rate dari hasil uji saring (skrining) oleh PMI Kota Palembang yaitu 0,05 % (22 orang) dari jumlah pemeriksaan skrining darah donor sebanyak 37.918 orang pada tahun 2009. Skrining pada darah donor merupakan salah satu upaya pencegahan penularan HIV kepada orang lain, sehingga upaya ini sangatlah penting dilakukan, maka apabila darah tersebut mengandung HIV tidak akan di donorkan.
Tabel 3.3 Laporan Uji Saring HIV di PMI Kota Palembang Tahun 2009
No Kelompok Umur Jumlah Pemeriksaan 3 12098 9942 7886 7678 Hasil pemeriksaan reaktif 4 16 2 1 3 Prevalens Rate 6 0,13 0,02 0,01 0,03 0 0,05
1 1. 2. 3. 4. 5.
>60 tahun 314 0 Jumlah 37918 22 Sumber : PMI UTDC Kota Palembang 2009
Page 25
Gambar 3.12 Jumlah Pengidap HIV (+) PerTahun Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
600
500
400
300
200
100
0 HIV KUMUL
1995 1 1
1996 1 2
1997 5 7
1998 4 11
1999 2 13
2000 14 27
2001 16 43
2002 16 59
2003 24 83
2004 30 113
2005 87 200
2006 98 298
2007 41 339
2008 67 406
2009 76 482
Dari Gambar 3.12 di atas terlihat penemuan HIV pada tahun 2009 berjumlah 85 kasus meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008 berjumlah 67 kasus. Peningkatan kasus ini karena adanya klinik VCT yang telah di bentuk di beberapa kabupaten/kota (Palembang, Prabumulih, OKU, dan Musi Rawas), layanan dilakukan baik statis (di Rumah Sakit) maupun mobile VCT untuk mendekatkan akses layanan ke kelompok resiko tinggi tertular HIV, sehingga cakupan penemuan kasus baru mengalami peningkatan yang selanjutnya dapat mendapatkan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan.
Page 26
Gambar 3.13 Kumulatif Penyebaran Pengidap HIV (+) Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1995-2009
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
PLG 401 OKI 5 OI 2 OKU OKT 10 1 OKS 0 MBA 6 BA 2 MRA 8 LLG 21 ME 3 PBM 22 LHT 8 PGA 2 4L 0 TOT 491
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa kasus penemuan HIV (+) tertinggi adalah di kota Palembang karena Kota Palembang adalah kota terbesar di Provinsi Sumatera selatan, yang merupakan salah satu kota transit dari pulau Jawa-pulau Sumatera melalui jalur transportasi darat sehingga banyak sekali hotel, tempat hiburan, dan kelompok resti (WPS, Waria, Pengguna Narkoba Suntik, dan Homoseksual) yang lebih banyak di banding kota lainnya, dan masih ada lokalisasi yang terkoordinir. Layanan Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) cukup banyak terdapat di kota Palembang, seperti di RSUP Moh.Hoesin, RS.RK Charitas, dan RS Ernaldi Bahar sehingga memudahkan klien untuk mendapatkan layanan. Berikut adalah gambaran jumlah penderita AIDS di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009, yaitu sebanyak 70 orang, jika dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 45 orang, yang menunjukan adanya peningkatan jumlah kasus AIDS. Hal ini disebabkan karena klien banyak datang ke layanan kesehatan apabila sudah mendapatkan kumpulan gejala AIDS dan hasil testing HIV dinyatakan positif dari Rumah Sakit atau klinik VCT. Pada fase infeksi HIV ini tidak menunjukkan gejala sehingga klien jarang mendatangi layanan kesehatan, termasuk untuk mengetahui status HIV nya. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 27
Gambar 3 .14 Jumlah Penderita AIDS PerTahun Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1995-2009
300
250
200
150
100
50
0
AIDS KUMUL
95 1 1
96 0 1
97 0 1
98 0 1
99 0 1
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 0 1 3 4 4 8 6 14 15 29 18 47 37 84 49 133 45 178 70 248
Penemuan kasus AIDS sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan, secara kumulatif sebanyak 248 kasus HIV yang telah ditemukan. Strategi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah dengan dibentuknya layanan CST ( Care, Support & Treatment/ Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) di 8 rumah sakit pelaksana CST yaitu RSMH Palembang, RS Ernaldi Bahar, dan RS RK Charitas, RSUD Sobirin Musi Rawas, RSUD Ibnu Sutowo Baturaja, RSUD Kayu Agung, RSUD Banyuasin, RSUD Prabumulih, yang dapat menunjang menurunkan angka kesakitan dan angka kematian.
3.2.1.4. Kusta Provinsi Sumatera Selatan termasuk daerah Low Endemik Kusta, dengan Prevalensi Rate (PR) < 1/ 10.000 penduduk dan Case Detection Rate (CDR) < 5 / 100.000 penduduk.
Page 28
Tujuan : Menurunkan transmisi penyakit kusta pada tingkat tertentu sehingga kusta tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Mencegah kecacatan pada semua penderita baru yang ditemukan melalui pengobatan dan perawatan yang benar. Menghilanglang stigma sosial dalam masyarakat dengan mengubah paham masyarakat terhadap penyakit kusta melalui penyuluhan secara intensif.
Kebijakan : Pelaksanaan program pengendalian kusta diintegrasikan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas. Pengobatan penderita kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO di berikan Cuma-Cuma. Penderita tidak boleh diisolasi. Memperkuat sistem rujukan.
Case Detection Rate (CDR) Penemuan kasus baru penderita kusta (case detection rate/ CDR) di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008, yaitu sebesar 3,05/100.000 pada tahun 2009 dan 3,99/100.000 pada tahun 2008. Target SPM untuk CDR kusta adalah <5/100.000, ini menunjukkan bahwa P2 Kusta telah memenuhi atau mencapai target SPM untuk tahun 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut:
Page 29
Gambar 3.15 CDR (case detection rate) Kusta Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1998-2009
4,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 CDR 3,5 2,5 2,3 1,9 2,1 2 1,5 3,7 2,7 3,06 3,99 3,05
Gambar 3.16 Penemuan Kasus Baru (CDR) Penderita Kusta Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
0 PA CDR 0
0,5 LL 0
1 OKU S 0,3
1,5 MR 0,4
2 OKUT 0,32
2,5 OI 0,78 MB
4 OKU 1,87
5 BA 2,44
6 ME 4,04
1,15
Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta, salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adalah angka proporsi cacat tingkat II (kecacatan yang dapat dilihat dengan mata) dan proporsi anak diantara kasus baru. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 30
Gambar berikut menunjukkan angka proporsi Cacat tingkat II Provinsi Sumatera Selatan yaitu 21,36%, masih dibawah target SPM untuk proporsi Cacat tingkat II yaitu 5%. Hal ini disebabkan karena keterlambatan penemuan kasus, tingginya Leprae Phoby di masyarakat, dan petugas kurang terampil dalam deteksi dini penyakit kusta karena daerah low endemic. Dibandingkan tahun 2008, terjadi peningkatan angka proporsi cacat tingkat II yaitu dari 13,36% menjadi 21,36%.
Gambar 3.17 Proporsi Penderita Kusta Cacat Tingkat II Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
LL 0 0
BA 5 34
OI 0 0
OK OK PR 4L UT US OV 0 0 0 0 0 0 21,3 47
proporsi penderita kusta anak di Provinsi Sumatera Selatan adalah 4,09 % dengan target SPM untuk proporsi penderita kusta anak sebesar 5%. Ini menunjukkan bahwa P2 Kusta telah memenuhi atau mencapai target SPM proporsi penderita kusta anak untuk tahun 2009. Hal ini dapat menggambarkan penularan kusta yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan cukup terkendali.
Page 31
Gambar 3.18 Proporsi Kusta Anak Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
MUR PA A 0
LL 0
BA
OI
Page 32
2 0 0 0 10
1 0 0 0 4
3 0 0 0 7
1 0 0 0 2
274 39 17 52 954
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kasus Tetanus Neonatorum (TN) sebanyak 10 kasus dan meninggal 4 (CFR 40 %). Kasus TN terbanyak terdapat di Kabupaten OKU, Banyuasin, dan kota Palembang, sedangkan CFR yang tertinggi terjadi di kabupaten OKU dan Lahat (100%).
Gambar 3.19 Penderita Tetanus Neonatorum Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 2009
100 90 80
Jumlah Penderita
Penderita Meninggal
Dari Gambar diatas terlihat ada kenaikan jumlah penderita Tetanus Neonatorum pada tahun 2009 yaitu 19 orang dengan kematian 8 orang. Secara Nasional, Sumatera Selatan menduduki posisi 3 terbesar kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2008.
Page 33
Gambar 3.20 Penderita Difteri Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
16 14 12 10 8 6 4 2
2003 Penemuan 2
2004 12
2005 3
2006 8
2007 12
2008 10
2009 7
Penemuan kasus difteri cenderung terjadi penurunan, kasus terbanyak pada tahun 2007 (12 kasus) dan terendah pada tahun 2003 (2 kasus). Meskipun demikian, Sumatera Selatan merupakan provinsi terbesar kedua untuk kasus difteri pada tahun 2008.
Tabel 3.5 Distribusi Kasus Campak Berdasarkan Kelompok Umur Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 - 2009
No. Kab./Kota <1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1-4 5-9 2008 10-14 > 15 Total <1 1-4 5-9 2009 10-14 > 15 Total
Palembang 39 77 112 69 94 391 24 69 67 97 67 Prabumulih 1 5 6 2 1 15 10 12 7 5 5 Muba 13 23 24 14 15 89 26 48 42 15 24 OKI 5 16 11 3 13 48 5 9 6 3 13 OKU 14 28 28 17 10 97 26 45 41 16 24 M. Enim 22 36 19 8 13 98 10 4 7 8 6 Lahat 12 20 23 5 23 83 5 22 36 16 16 Mura 5 10 11 10 8 44 4 7 7 7 8 P. Alam 0 5 2 1 0 8 4 6 6 0 1 L. Linggau 0 0 0 1 2 3 4 6 17 15 10 Banyuasin 5 9 2 1 0 17 1 8 12 5 1 Ogan Ilir 4 1 2 0 1 33 0 17 13 1 3 OKUT 0 0 0 0 0 8 8 1 1 1 0 OKUS 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Lawang 0 4 0 0 0 4 1 0 0 0 0 Provinsi 125 234 246 135 194 938 33 161 134 63 49 Sumber : Tahun 2007 (Validasi Data Campak); tahun 2008 ( laporan integrasi kab/kota)
Page 34
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa kasus campak pada tahun 2008 tertinggi terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun yaitu sebesar 24% dan terendah pada kelompok umur < 1 tahun yaitu sebesar 13,3%, sedangkan pada tahun 2009 kasus campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 36,59% dan terendah pada kelompok umur < 1 tahun yaitu sebesar 7,5%.
Gambar 3.21 Penemuan Kasus Campak Rutin Menurut Kelompok Umur Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
150; 18% 109; 13%
146; 18%
202; 24%
< 1 Th
10-14 Th
> 15 Th
Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar kasus campak terjadi pada kelompok umur > 5 tahun yaitu sebesar 62,5% jika dibandingkan pada kelompok umur < 4 tahun (37,5%).
Page 35
Tabel 3.6 Distibusi Kasus Campak Per Bulan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15. Kab./Kota
2 23 1 14 2 14 2 6 4 3 5 3 3 0 0 0 60
3 29 0 11 8 11 7 5 3 8 2 6 1 2 0 0 93
4 33 3 9 2 9 1 7 3 0 4 5 0 3 0 0 79
10 11 5 4 0 3 2 2 0 0 4 0 0 0 0 0 31
11 22 6 15 1 11 0 15 0 0 2 0 0 1 0 0 73
12 23 3 12 2 12 1 10 0 2 0 0 7 0 0 0 82
Palembang Prabumulih Muba OKI OKU M. Enim Lahat Mura P. Alam L. Linggau Banyuasin Ogan Ilir O. Timur O. Selatan 4 Lawang Provinsi
20 0 10 2 11 11 5 4 4 1 1 7 1 0 0 77
26 5 24 5 24 4 5 11 1 2 4 1 0 0 0 112
Gambar 3.22 Data Campak Menurut Sumber Laporan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008-2009
2009
2008
OKU 152 97
OKI 36 48
M.ENIM 35 98
LHT 95 83
MURA 33 44
MUBA 155 89
B.ASIN 27 17
OKUS 0 0
OKUT 11 8
O.ILIR 34 33
4 LWG 1 4
PRB 39 15
PGA 17 8
LGU 52 3
Page 36
Dari Gambar di atas terlihat bahwa kasus klinis campak meningkat pada tahun 2009 di beberapa kabupaten/kota dengan jumlah peningkatan tertinggi pada kota Lubuk Linggau dari 3 kasus pada tahun 2008 menjadi 52 kasus pada tahun 2009.
Gambar 3.23 Sebaran Kasus Campak Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar di atas, nampak masih ada kabupaten/kota yang belum mencapai target kelengkapan laporan yaitu Kabupaten OKI, Empat Lawang dan OKU Timur. Selain itu mulai bulan Juli 2009 dilaksanakan kegiatan Cases Based Masles Surveillance (CBMS), yaitu melakukan pemeriksaan spesimen darah penderita klinis campak dengan konfirmasi laboratorium sebanyak 20% total perkiraan kasus dalam 1 tahun.
Page 37
Dari Gambar di atas, nampak bahwa hasil serologis pada 116 kasus klinis campak yang ditemukan di Sumatera Selatan, ternyata 13 kasus IgM (+) campak (11.2%), IgM(+) Rubella sebesar 36.2%, Campak & Rubella (-) sebesar 52,5%. Hal ini menunjukkan perlunya dilakukan pemeriksaan spesimen pada kasus klinis campak yang ditemukan sebagai upaya untuk intervensi program imunisasi dan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
Gambar 3.25 Hasil Pelaksanaan CBMS Konfirmasi Laboratorium Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
90 75 60 45 30 15 0
Klinis Campak Rubella Negatif OKU 8 0 2 6 OKI 0 0 0 0 M.ENIM 6 0 1 5 LHT 0 0 0 0 MURA 2 0 1 1 MUBA 4 1 0 3 B.ASIN 3 0 0 3 OKUS 0 0 0 0 OKUT 0 0 0 0 O.ILIR 3 0 1 2 4 LWG 1 0 0 1 PLG 83 12 35 36 PRB 2 0 1 1 PGA 2 0 0 2 LGU 2 0 1 1
Klinis Rubella
Campak Negatif
Page 38
Dari Gambar diatas terlihat bahwa kasus klinis dan laboratoris yang terbanyak berasal dari Kota Palembang, mengingat memang jumlah penduduknya yang lebih padat dibanding kabupaten/kota lain. Untuk Kabupaten Lahat, OKUS dan OKUT tidak mengirimkan spesimen ke Balitbang Bomedis & Farmasi Depkes sehingga tidak diketahui hasil konfirmasinya.
Gambar 3.26 Kasus Campak (CBMS) Menurut Kelompok Umur dengan Konfirmasi Laboratorium Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
100%
50%
0%
> 15 Th 10-14 Th 5-9 Th 1-4 Th < 1 Th
Klinis 37 22 26 23 8
Negatif 22 6 15 13 6
Rubella 12 12 7 4 0
Campak 1 1 2 6 2
Equivocal 2 3 2 0 0
Dari Gambar diatas terlihat bahwa proporsi kasus positif campak terbanyak terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (50%), positif Rubella terbanyak pada kelompok umur 10-14 dan > 15 tahun yaitu masing-masing sebesar 34%.
3.2.1.6. Penyakit Potensial KLB / Wabah 1). Demam Berdarah Dengue Sejak terjadi KLB DBD pada tahun 1998, maka diperkirakan akan terjadi KLB lagi pada tahun 2003 (berdasar pola lima tahunan). Namun hingga tahun 2009 tidak terjadi KLB, seiring dengan adanya penurunan kasus/penderita, dimana situasi tahun 2008 dari 2.357 penderita (IR 34/100.000 dan CFR 0,42%) menurun menjadi 1.774 penderita (IR 25/100.000 dan CFR 0.28%)) di tahun 2009. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat untuk segera membawa keluarga/penderita langsung ke Rumah Sakit atau sarana pelayanan kesehatan yang terdekat, dan ini juga tidak luput dari kinerja petugas kesehatan, yaitu antara lain
Page 39
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan DBD dalam tata laksana kasus di Rumah Sakit dan puskesmas. Tujuan dari program: Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat agar terhindar dari Penyakit Demam Berdarah Dengue dan terselenggaranya kegiatan PemberantasanSarang Nyamuk (PSN) terutama 3 M plus secara berkesinambungan. Menurunkan angka kesakitan kurang dari 20/100.000.dan kematian CFR < 1% .
Gambar 3.27 Kecenderungan Situasi DBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2001 - 2009
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1406 1048 1511 1270 1621 1774 2280 2360 3487
Dari Gambar di atas terlihat bahwa kasus DBD ditemukan setiap tahun, sedangkan penemuan kasus yang meninggal tertinggi pada tahun 2004. Untuk penanggulangan kasus DBD berbagai upaya sudah dilaksanakan setiap tahun seperti penyebaran Surat Edaran Kewaspadaan DBD, Penangulangan Fokus, pendistribusian larvasida, insektisida dan pelaksanaan Gertak PSN DBD.
Page 40
Tabel 3.7 Distribusi Penemuan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Perkabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No
Kab/kota
Penderita
OKU OKI M. Enim Lahat Mura Muba Banyuasin Oku Selatan Oku Timur Ogan Ilir 4 Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam L.Linggau Prov
Kematian
CFR (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 7.69 1.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.00 0.00 0.00 0.28
0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 5
Dari tabel di atas penemuan kasus DBD terbanyak untuk tahun 2009 yaitu di kota Palembang sebanyak 965 kasus , Muara Enim sebanyak 199 kasus lalu disusul oleh Prabumulih sebanyak 147 kasus. Angka kematian tahun 2009 yaitu sebanyak 5 orang (CFR 0,28%) dibandingkan tahun 2008 (0,42%).
Page 41
Gambar 3.28 CFR Penderita DBD Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
5 4 3 2 1 0 CFR
2003 2.05
2004 1.26
2005 0.6
2006 0.5
2007 0.4
2008 0.1
2009 0.3
Gambar 3.29 Perkembangan Penderita DBD Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2009
Jumlah penderita
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 case death 2003 1511 31 2004 1270 16 2005 1621 9 2006 2280 2 2007 3487 13 2008 2360 3 2009 1774 5
Dari Gambar 3.29 di atas terlihat bahwa jumlah penderita dari tahun 2004 sampai 2007 mengalami peningkatan, dari 1270 penderita pada tahun 2004 menjadi 3.487 penderita pada tahun 2007 kemudian menurun pada tahun 2009 menjadi 1774 penderita, sedangkan kematian akibat DBD cenderung menurun, dari 31 pada tahun 2003 menjadi 5 kasus pada tahun 2009.
Page 42
Gambar.3.30 Perbandingan Incidence Rate (IR) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008-2009
35 30 25 20 15 10 5 0 2008 2009 25 34
Standar program untuk angka kesakitan (IR) adalah kurang dari 20/100.000. Angka IR belum memenuhi standar program untuk tahun 2008 maupun tahun 2009.
Gambar 3.31 Penemuan Penderita DBD yang Ditangani Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Page 43
Gambar diatas menunjukkan bahwa Penemuan kasus DBD yang ditangani tertinggi adalah Kabupaten Musi Rawas, Ogan ilir, dan Kota Pagar Alam. Sedangkan Kabupaten Muara enim, Kota Palembang, dan Kota Lubuk Linggau berada pada range pertengahan yaitu antara 70%-100%. Kabupaten OKU, OKI, Banyuasin, Musi Banyuasin, Kota Prabumulih di bawah 70%, sedangkan Kabupaten OKUS, OKUT, Lahat, Empat Lawang tidak ditemukan kasus.
2). Diare Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu : infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lain.Tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Distribusi penderita diare pada tahun 2009 per kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Gambar 3.32 Distribusi Penderita Diare Semua Umur PerKabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
OKU OKI ME
Lht
2009 8791 1621 2045 7339 1156 1607 2255 2760 1634 1198 3089 5979 3102 1482 4430 2E+0
Dari data di atas dapat dilihat bahwa penderita diare terbanyak ada di Palembang, Banyuasin, Muara Enim dan OKI. Hal ini disebabkan jumlah penduduk
Page 44
yang banyak dan padat serta merupakan DAS (endemis diare). Selain itu juga didukung oleh sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Sedangkan penderita diare paling sedikit ada di Pagar Alam, OKUS, Empat Lawang dan Prabumulih dengan alasan sebaliknya.
Gambar 3.33
2009
25000
20000
15000
10000
5000
0
2008 2009
Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa peningkatan kasus diare biasa terjadi mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Hal ini dikarenakan pada bulanbulan ini merupakan puncak musim kemarau sehingga warga kekurangan air bersih untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari.
Page 45
Gambar 3.34 Cakupan Penderita Diare yang Ditangani oleh Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
120 100 80 60 40 20 0
Capaian Target OK MU MU OK OK OKI ME Lht BA OI U RA BA US UT 78 90 54 90 72 90 51 90 54 90 73 90 65 90 20 90 66 90 74 90 4L 34 90 PL Pro Prb Pga LLG G v 98 90 53 90 30 90 56 90 67 90
Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa hanya kota Palembang yang mencapai target, dikarenakan jumlah penduduk yang lebih banyak dan padat, merupakan daerah aliran sungai dengan masih banyaknya tempat-tempat kumuh, serta sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah baik dan rutin. Berikut adalah gambaran penemuan penderita diare balita di kabupaten/kota dengan target SPM 70%. Capaian 15 Kabupaten/Kota rata-rata 3,24%, yang berarti bahwa persentase penderita balita yang ditangani terhadap jumlah perkiraan penderita diare di wilayah tersebut adalah 3,24%. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi kenaikan jumlah penderita yaitu dari 67.391 penderita (capaian SPM 2,23%) pada tahun 2008 menjadi 98.890 penderita (capaian SPM 3,24%) pada tahun 2009. Untuk melihat sebaran kasus di 15 Kabupaten/Kota dapat melihat lampiran Tabel 10.
Page 46
Gambar 3.35 Penemuan Penderita Diare Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
3.2.1.7. Rabies Rabies adalah salah satu penyakit yang CFR-nya tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalam tubuhnya terdapat virus rabies. Jumlah kasus gigitan hewan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 808 orang sedangkan tahun 2008 ditemukan kasus 978 orang dan tidak ditemukan penderita Lyssa (Rabies). Jumlah kasus gigitan hewan tertinggi terjadi di kabupaten Muara Enim (158 kasus), kota Palembang (220 kasus), sedangkan kasus terendah terjadi di Kabupaten Oku Selatan (12 Kasus).
Page 47
Tabel. 3.8 Jumlah Kasus Rabies Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Palembang 347 427 135 327 245 232 Prabumulih 35 27 8 10 12 17 Pagar Alam 67 71 19 34 30 74 Lubuk Linggau 35 15 15 17 21 10 Ogan Ilir 0 0 0 65 39 17 OKUS 0 0 0 6 5 47 OKU 70 30 15 46 26 60 MURA 35 66 10 20 36 29 Lahat 79 69 34 34 19 88 OKI 67 83 29 85 41 48 Banyuasin 25 43 278 42 43 43 Muara Enim 261 239 74 269 242 266 OKUT 0 0 67 26 26 17 MUBA 32 40 0 55 24 28 Empat Lawang 0 0 0 0 0 0 Provinsi 1058 1113 684 1036 809 978 Sumber : Bidang PP & PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009 Kab/Kota
3.2.1.8. Filariasis Limphatic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria menginfeksi jaringan limfe. Parasit ini ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk yang telah terinfeksi, dan kemudian menjadi cacing dewasa dan hidup di jaringan limfe. Tujuan dari P2 Filaria adalah untuk mendukung program eliminasi kaki gajah ( ELKAGA) tahun 2020. Dari tabel berikut terlihat bahwa sejak tahun 2004 kasus kronis filariasis telah ditemukan di 10 Kabupaten/Kota yaitu di Kota Palembang, Prabumulih, Lubuk Linggau, Kabupaten Ogan Ilir, MURA, Lahat, OKI, Banyuasin, Muara Enim, OKU Timur dan MUBA. Tetapi untuk 5 kabupaten yang lain masih perlu melakukan program rapid survey secara efektif.
Page 48
Tabel 3.9 Gambaran Penemuan kasus kronis filariasis Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2004 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Palembang 0 1 0 0 0 1 Prabumulih 0 0 0 2 0 0 Pagar Alam 0 0 0 0 0 2 Lubuk Linggau 0 1 0 1 0 1 Ogan Ilir 0 3 0 0 0 2 OKUS 0 0 0 0 0 14 OKU 0 0 0 0 0 1 MURA 0 2 0 0 0 2 Lahat 11 0 0 0 0 15 OKI 0 3 0 0 0 3 Banyuasin 15 13 9 8 13 130 Muara Enim 5 4 3 5 4 13 OKUT 0 5 9 0 0 0 MUBA 0 2 0 0 0 2 Empat Lawang 0 0 0 0 0 0 Sumber : Bidang PP & PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009 Kab/Kota
Dari 15 Kabupaten/kota yang ditemukan kasus, hanya Kabupaten Banyuasin yang mendapat penanganan yaitu dari 130 kasus, ditangani 53 kasus (38,81%) melalui program pengobatan massal. Persentase kasus penyakit filariasis yang ditangani dapat dilihat pada lampiran Tabel 13. Dari tabel berikut terlihat bahwa di 6 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan yaitu Kabupaten MURA, Lahat, OKI, Banyuasin, OKU Timur, dan MUBA mempunyai MF rate > 1 %. Salah satu tujuan program P2 filariasis adalah menurunkan MF rate < 1 %. Jika MF rate > 1 % berarti daerah tersebut merupakan daerah endemis dengan program utama adalah pengobatan massal. Sedangkan untuk daerah yang lain program yang dilaksanakan adalah rapid survey dan survey Darah Jari. Dari 6 kabupaten endemis tersebut baru Kabupaten Banyuasin yang secara kontinue telah melaksanakan pengobatan massal sejak tahun 2004.
Page 49
Tabel 3.10 Gambaran MF rate Filariasis Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2004-2009 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kab/Kota
Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau Ogan Ilir OKUS OKU MURA Lahat OKI Banyuasin Muara Enim OKUT MUBA Empat Lawang 2004 0 0 0 0 0 0 0 1,3 % 1,4 % 0 1,5 % 0 0 0 0 2005 0 0 0 0 0 0 0 1,3 % 1,4 % 2,0 % 1,5 % 0 1,4 % 0 0
Tahun
2006 0 0 0 0 0 0 0 1,3 % 1,4 % 2,0 % 1,5 % 0 1,4 % 0 0 2007 0 0 0 0 0 0 0 1,3 % 1,4 % 2,0 % 1,5 % 0 1,4 % 0 0 2008 0 0 0 0 0 0 0 1,3 % 1,4 % 2,0 % 1,5 % 0 1,4 % 0 0 2009 0 0 0 0 0 0 0 1,3% 1,4% 2,0% 1,5% 0,2% 1,4% 2,0% 0
3.2.1.9. Influenza A Baru (H1N1) Influenza A baru (H1N1) merupakan salah satu penyakit baru di Sumatera Selatan (new emerging disease). Selama tahun 2009 ditemukan 4 (empat) kasus suspek, dimana 2 (dua) orang diantaranya positif menderita penyakit ini yang berasal dari Kabupaten OKU dan Kota Palembang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Page 50
Gambar 3.36 Kasus dan Suspek Influenza A Baru (H1N1) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
6 5 4 3 2 1 0
SUSPECT POSITIF SEMBUH OKU 0 1 1 OKI 0 0 0 ME 0 0 0 LHT 0 0 0 MUR A 0 0 0 MBA 0 0 0 BA 1 0 0 OKU S 0 0 0 OKU T 0 0 0 OI 0 0 0 PLG 3 1 4 PBM 0 0 0 PGA 0 0 0 LLG 0 0 0 PROP 4 2 6
3.2.2. Penyakit Tidak Menular Data penyakit tidak menular (PTM) diperoleh dari rumah sakit berdasarkan laporan tiap bulannya, serta dari puskesmas untuk 2 penyakit terpilih yaitu Hipertensi dan Diabetes Mellitus. Dari Gambar 3.37 berikut dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 terjadi penurunan prevalensi penyakit Neoplasma, Diabetes Mellitus, dan Hipertensi namun untuk lalin mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan jika dibanding tahun 2008. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan kelengkapan laporan yang diterima di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
Page 51
Gambar 3.37 Prevalensi Penyakit Tidak Menular Per 10.000 Penduduk Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 Neoplasma 11,37 18,25 19,44 16,4 17,42 17,52 DM 17,09 25,89 11,61 25,49 28,85 28,72 Hipertensi 34,52 59,96 30,11 49,21 55,17 53,36 Jantung 25,97 38,61 33,24 31,95 30,26 30,55 Lalin 18,08 9,75 7,9 10,31 11,39 14,49
Tabel 3.11 Prevalensi Penyakit Tidak Menular per 10.000 penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
NO
1 2 3 4 5 6 7 8
KAB/KOTA
Palembang MUBA Banyuasin OKI Prabumulih M.Enim Lahat Lb.Linggau
Karsinoma
14.55 0.18 0.01 0.51 1.16 0,17 0 0,04
DM
22.79 1,03 0,04 1.42 1,32 0,19 0 0,05
Hipertensi
43.79 1.25 0,23 1,31 3,02 0,23 0 0.19
Peny. Jantung
29.78 0,05 0,03 0,21 0,13 0,07 0 0,02
KLL
5.26 1.16 1,11 0,58 1.26 1.13 0 1.05
Page 52
9 10 11 12 Jumlah
Tabel 3.12 Angka Kesakitan Secara Absolut Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No.
JENIS PENYAKIT Karsinoma DM Hipertensi Penyakit Jantung Kecelakaan Lalin Stroke Psikosis Com-ser
1 2 3 4 5 6 7 8
PREVALENSI 1/10.000 17.53 28,72 53.36 30,55 14.49 0,75 0,04 0,15
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa prevalensi PTM tertinggi per 10.000 penduduk di Sumatera Selatan adalah Hipertensi (53,36) dan diiringi Penyakit Jantung (30,55), Diabetes Melitus (28,85) dan terendah Psikosis (0,04).
3.2.2.5. Cedera dan Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) dapat menyebabkan luka ringan, luka berat maupun kematian. Selama tahun 2008, tercatat jumlah kecelakaan yang terjadi 2.026 meningkat dari 1.653 kasus pada tahun 2007, dengan jumlah korban sebanyak 3.706 orang dengan perincian 1.067 meninggal dunia, luka berat 1.312 orang, 1.327 luka ringan. KLL yang terjadi berdasarkan kabupaten / kota dapat dilihat pada Gambar berikut : Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 53
Gambar 3.38 Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
OKU OKI Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau
0 50 100 150 200 250 300 Luka Ringan Luka Berat Meninggal KKL
3.3. STATUS GIZI MASYARAKAT Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi Balita, Status Gizi Wanita Usia Subur, Kurang Energi Kronik (KEK), dan Gangguan Akibat
3.3.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) BBLR (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetap berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR dengan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 54
IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, Anemia, Malaria, dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil.
Gambar 3.39 Proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 0,41 17 21 6 10 14 20 40 29 29 73 55 38 41 154 47 137 179
60
80
100
120
140
160
180
200
Proporsi BBLR di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 sebesar 0,41% (rentang : 0,19% - 6,65%). Pada Gambar di atas, terlihat bahwa proporsi bayi BBLR tertinggi terjadi di kota prabumulih (6,65%) dan proporsi BBLR terendah terjadi di Kabupaten Muara Enim (0,19%). Cakupan BBLR ditangani pada tahun 2009 mencapai 90,94% dan pada tahun 2008 mencapai 65%, mengalami peningkatan sebesar 25,9%. Selain itu terdapat peningkatan penanganan di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Lahat, OKUS, Empat Lawang, dan Kota Prabumulih, pada tahun 2008 tidak terdapat laporan penanganan sedangkan pada tahun 2009 sudah dilaporkan. Distribusi cakupan BBLR ditangani dapat dilihat pada lampiran Tabel 15.
3.3.2. Gizi Balita Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah dengan anthropometri yang menggunakan indeks Berat Badan Umur (BB/U). Kategori yang digunakan adalah : gizi lebih (z-score > + 2 SD); gizi baik (z-score 2
Page 55
SD sampai + 2 SD); gizi kurang (z-score < - 2 SD sampai 3 SD); gizi buruk (zscore < - 3 SD).
Gambar 3.40 Prevalensi Gizi Buruk Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,01 0,02 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,06 0,03 0,07
0 0
0,27
0 0
Prevalensi gizi buruk Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sebesar 0,03% (Rentang : 0 0,27%). Pada Gambar di atas terlihat bahwa prevalensi gizi buruk tertinggi terjadi di Kabupaten Banyuasin (0,27%) kemudian diikuti oleh Kabupaten Lahat (0,07%). Berdasarkan hasil riskesdas 2007, secara umum prevalensi gizi buruk di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan adalah 6,5% dan gizi kurang 11,7%. Bila dibandingkan dengan Target MDG untuk Indonesia sebesar 8,5%, maka di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan target tersebut telah terlampaui, walaupun pencapaian tersebut belum merata di 15 kabupaten/kota.
Page 56
Gambar 3.41 Angka Gizi Buruk dan Gizi Kurang Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 2009
20 15 10 5 0 Gizi Buruk Gizi Kurang Total 2002 0,95 11,46 12,31 2003 1,31 9,33 10,64 2004 1,12 8,56 9,68 2005 0,7 6,43 7,13 2006 1,07 10,38 11,45 2007 6,50 11,7 18,2 0,04 0,03 2008 0,04 2009 0,03
Gambar 3.42 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa penanganan gizi buruk di Sumatera Selatan sudah terdistribusi merata di 15 Kabupaten/Kota yang seluruhnya sudah memenuhi target standar pelayanan minimum yaitu 100%. Persentase Balita gizi buruk pada tahun 2009 adalah 0,03% menurun dibandingkan tahun 2008 yaitu 0,04%. Jumlah dan persentase Balita gizi buruk dapat dilihat pada lampiran Tabel 16.
Page 57
Gambar 3.43 Cakupan Pemberian MP ASI pada Anak Usia 6-24 bulan Keluarga Miskin Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 2009
Cakupan pemberian MP ASI belum terdistribusi merata. Kabupaten MUBA, Muara Enim, OKUS, dan kota Pagar Alam sudah dapat memenuhi target SPM yaitu mencapai 100%. Sedangkan kabupaten/kota lainnya memiliki capaian dibawah 70%. 3.3.3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK) Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15 19 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan LILA < 23,5 cm.
Page 58
Sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Berikut ini akan diuraikan beberapa upaya pelayanan kesehatan selama tahun 2009.
4.1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar
masalah kesehatan masyarakat telah dapat diatasi. Pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu :
4.1.1
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi. Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan antenatal, pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan, pelayanan terhadap ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk, kunjungan neonatus, dan kunjungan bayi.
4.1.1.1. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) Pelayanan kesehatan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik
Page 59
berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Gambaran cakupan K1 dan K4 Provinsi Sumatera Selatan dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.1. berikut ini :
Gambar 4.1 Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
100 75
Persentase
50 25 0 K1 K4 K1-K4
2003
2004
2005
2007
2008
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Dari Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa persentase cakupan K1 dan K4 terjadi kenaikan. Cakupan K1 sebesar 90,41% pada tahun 2008 meningkat menjadi 94,42% pada tahun 2009, begitu juga dengan Cakupan K4 sebesar 84,45% pada tahun 2008
Page 60
meningkat menjadi 88,6% pada tahun 2009. Beberapa kemungkinan penyebab fluktuasi cakupan pelayanan K1 dan k4 antara lain masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan dari tingkat dasar (puskesmas) maupun kabupaten/kota, data yang diterima dari Bidan di Desa ke puskesmas masih ada yang tidak terlaporkan, PWS KIA sebagai alat pemantauan wilayah setempat untuk pengumpulan data dan monitoring dalam pengisiannya masih belum sesuai dengan standar yang ada dan belum dianalisa sebelum dikirim ke tingkat provinsi, adanya pemekaran wilayah yang menyebabkan belum siapnya SDM yang ada di wilayah tersebut, program P4K dengan stiker belum sepenuhnya terlaksana. Dari gambar tersebut dapat dilihat juga selisih antara K1 dan K4, yang semakin menurun dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa semakin banyak ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal diteruskan hingga kunjungan keempat pada trimester 3 sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.
Gambaran cakupan K4 menurut kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan
Page 61
Gambar 4.2 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Gambar di atas menunjukkan bahwa kabupaten/kota dengan persentase cakupan pelayanan K4 yang sudah memenuhi target standar pelayanan minimum yaitu minimal 90.03% adalah Kabupaten Musi Rawas, Prabumulih, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, kota Palembang, Pagar Alam, dan Lubuk Linggau (warna hijau). Persentase cakupan K4 di 8 kabupaten lainnya masih dibawah target yaitu pada range 70%-90% (warna kuning) terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, Muara Enim, Lahat, OKU, OKU Timur, OKU Selatan, Empat Lawang. Selain mengupayakan peningkatan cakupan K4, harus diupayakan pula peningkatan kualitas K4 yang sesuai standar. Salah satu pelayanan yang diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi standar kualitas adalah pemberian zat besi (Fe) 90 tablet (Fe3) dan imunisasi TT (TT2).
Page 62
Gambar 4.3 Persentase Cakupan K4, Fe3, dan Status Imunisasi TT pada Ibu Hamil Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 20 40 60 80 100 120 140
Lubu Pag Prab Pale Emp OKU OKU Bany Musi Musi Muar Oga Laha Sum k ar umul mba at Timu Selat uasi Bany rawa a OKI OKU n Ilir t sel Ling Alam ih ng Law r an n uasi s Eni TT K4 8,99 10,1 77,8 91,3 102 215 8,23 87,4 7,81 10,2 171 62 495 158 7,63 19,4 80,6 90,3 87,7 85,8 91,4 84,6 82,7 89,2 89,1 91,1 73,2 94,8 94,2 94,4 93,6 88,6
Fe3 91,5 73,8 79,7 93,8 73,2 75,6 69,8 89,2 81,1 65,9 91,4 85,8 87,7 56,6 74,5 80,3
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat selisih persentase cakupan K4 dengan Fe3 dan TT. Cakupan K4 di Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 89% sedangkan Fe3 80%, terdapat selisih 9%, sedangkan jika dibandingkan antara cakupan K4 (89%) dengan cakupan TT yang hanya mencapai 19%, diperoleh selisih sebesar 80%. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, selisih cakupan K4 (84,45%) dengan Fe3 (64,32%) adalah 20,13% dan selisih antara K4 (84,45%) dengan TT (7,4%) adalah 77,05%. Selisih antara K4 dengan Fe3 menurun dari tahun 2008 sampai 2009 (menurun 11,13%), yang menunjukkan kinerja yang positif. Sedangkan selisih antara K4 dengan TT semakin meningkat dari tahun 2008 sampai 2009 (meningkat 2,95%), yang berarti gap nya semakin besar. Hal ini dimungkinkan
disebabkan sistem pencatatan dan pelaporan ketiga variabel tersebut belum terpadu. Distribusi cakupan K1 dan K4 dapat dilihat pada lampiran Tabel 17 dan distribusi cakupan Fe1, Fe3, dan TT dapat dilihat pada lampiran Tabel 25 dan 26.
Page 63
4.1.1.2. Pertolongan Persalinan oleh Nakes dengan Kompetensi Kebidanan Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan meningkat sekitar 4%, yaitu dari 79,25% pada tahun 2004 menjadi 87,83% pada tahun 2009. Gambaran cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun 2003 2009 dapat dilihat padas gambar 4.4 berikut ini :
Gambar 4.4 Persentase Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003- 2009
100 80 60 40 20 0 Linakes 2003 80,7 2004 79,25 2005 81,27 2006 82,77 2007 83,12 2008 84 2009 87,83
Gambar diatas memperlihatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun 2003 sampai tahun 2009, terjadi peningkatan pada setiap tahunnya dan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 3,83%.
Page 64
Gambar 4.5 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu wilayah yaitu kota prabumulih yang berada pada range terendah yaitu <60%, sedangkan 6 Kabupaten yaitu Banyuasin, Empat Lawang, Lahat, OKU, dan OKU Timur berada pada range 60%-85,08%. Cakupan 8 kabupaten/Kota Lainnya sudah memenuhi target standar pelayanan minimum yaitu minimal 85,08%. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, capaian Kota Prabumulih adalah 90,79%, terjadi penurunan sebesar 11,79% terhadap tahun 2009.
Page 65
Gambar 4.6 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani di Kabupaten Muara Enim masih rendah yaitu dibawah 10%, sedangkan di Kabupaten Ogan Ilir, OKI, Musi Rawas, Kota Palembang dan Kota Pagar Alam berada pada range pertengahan yaitu antara 10-25,76%. Sembilan Kabupaten/kota lainnya sudah mampu memenuhi target standar pelayanan minimum yaitu minimal 25,76%. Khusus Kabupaten Prabumulih, persentasenya adalah 115,87% sehingga pada gambar diatas dinyatakan dengan warna hijau yang berarti memenuhi target SPM, dibandingkan tahun 2008, capaian Kabupaten Prabumulih justru paling rendah diantara 15 kabupaten/kota lainnya, yaitu hanya 0,39%.
4.1.1.3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan waktu: 1). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 66
Kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 7 hari; 2). Kunjungan nifas kedua (KF2) dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; dan 3). Kunjungan nifas ketiga (KF3) dilakukan minggu ke-6 setelah persalinan. Pelayanan yang diberikan meliputi: 1). Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu; 2). Pemeriksaan tinggi fundus uteri; 3). Pemeriksaan lokhia dan per vaginam lainnya; 4). Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan, 5). Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak 2x (2x24 jam), dan 6). Pelayanan KB pasca persalinan.
Gambar 4.7 Cakupan Pelayanan Nifas Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Cakupan pelayanan nifas sudah terdistribusi cukup baik, 14 Kabupaten/kota sudah memenuhi target standar pelayanan minimum yaitu 85,08%. Hanya Kabupaten OKU yang belum mencapai target, masih berada pada range 60%-85,08%. Dibandingkan tahun 2008, Kabupaten OKU mencapai persentase 83,3% sedangkan tahun 2009 75,64%. Kabupaten Muara Enim pada tahun 2008 tercatat 0%
Page 67
sedangkan tahun 2009 mencapai target SPM. Distribusi cakupan pelayanan nifas dapat dilihat pada lampiran Tabel 17.
4.1.1.4. Ibu Hamil Risiko Tinggi yang Dirujuk Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan Puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki risiko tinggi (Risti) dan memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Dalam hal ini persentase ibu hamil dengan kondisi risiko tinggi yang dirujuk pada tahun 2008 di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.8 Persentase Cakupan Ibu Hamil Risiko Tinggi yang Dirujuk Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
OKU OKI M.Enim Lahat MURA MUBA B.Asin OKUS OKUT OI 4 Lawang Palembang Prabumulih P.Alam L.Linggau sumsel 0 17,25 15,93 41,2 43,89 49,55 17,69 20,66 18,55 38,89 20 40 60 80 63,3 83,44 63,98 115,94 86,67 100 120 140 82,19
Dari gambar di atas terlihat bahwa kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah di Kota Prabumulih (115,94%) dan Lubuk Linggau (86,67%) , sedangkan yang terendah adalah Muara Enim (4%). Persentase cakupan Ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk di Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari 11,24% pada tahun 2008 menjadi 38,89% pada tahun 2009. Distribusi menurut Kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran Tabel 28.
Page 68
4.1.1.5. Kunjungan Neonatus Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0 28 hari) minimal dua kali, satu kali pada umur 0 7 hari dan satu kali pada umur 8 28 hari. Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan di samping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu. Cakupan kunjungan neonatal (KN) selama periode tahun 2003 2009 dapat dilihat pada gambar berikut, terlihat bahwa ada sedikit peningkatan dari tahun 2008 sebesar 82.4% menjadi 82,68% pada tahun 2009.
Gambar 4.9 Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
100 80 60 40 20 0 KN 2003 86,57 2004 86,61 2005 88,38 2006 77,17 2007 81,74 2008 82,4 2009 82,68
Gambaran Cakupan Kunjungan Neonatal menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 terlihat pada gambar 4.9, bahwa cakupan tertinggi terjadi di Kabupaten OKU Selatan (91,94%), diikuti oleh Kabupaten Lahat (90,32%). Sedangkan cakupan terendah terjadi di Kabupaten Empat Lawang (40,15%).
Page 69
Gambar 4.10 Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
100 80 60 40 20 0
. OKU OKI ME LHT MURAMUBA BA OKUTOKUS OI 4L PLG PBM PA LLG PROV 2009 66. 94. 82. 89. 70. 88. 83. 91. 78. 83 70 87. 71 95. 88 82.
Sumber laporan kesga dan reproduksi dinkes prov sumsel Tahun 2009
Gambar 4.11 Cakupan Kunjungan Neonatal Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Page 70
Distribusi capaian standar pelayanan minimum cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani sudah cukup baik. Terdapat 5 Kabupaten/kota yang belum memenuhi target SPM yaitu berada pada range antara 60-79,9%, meliputi Kabupaten Musi Rawas, Empat Lawang, OKU, OKU Timur, dan Kota Prabumulih. Sedangkan 10 Kabupaten/kota lainnya sudah memenuhi target minimal 79,99%. Dibandingkan tahun 2008, capaian Sumatera Selatan hanya 2,6% meningkat menjadi 10,92% pada tahun 2009. Selain itu, Kabupaten Banyuasin dan Kota Lubuk Linggau pada tahun 2008 tercatat 0 (tidak ada data) sedangkan pada tahun 2009 tercatat memenuhi target SPM.
Distribusi cakupan kunjungan bayi masih belum merata. Di Kabupaten OKU Selatan, Empat Lawang, Kota Prabumulih, Pagar Alam, dan Lubuk linggau belum memenuhi target dan berada pada range terendah, yaitu dibawah 70%. Di Kabupaten Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 71
OKU,OKUT, OI,Muara Enim, Lahat, Musi Rawas jugamasih belum memenuhi target dan berada pada range 70-89,99%. Hanya 4 Kabupaten/kota yaitu OKI, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan kota Palembang yang memenuhi target minimum yaitu 89,99%. Khusus Kota Palembang dan Kabupaten Musi Banyuasin, persentasenya masing-masing adalah 101,16% dan 108,47% (diatas 100%). Dibandingkan tahun 2008, cakupan kunjungan bayi Provinsi Sumatera Selatan adalah 69,59% meningkat menjadi 87,47% pada tahun 2009. 4.1.2. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah, dan Remaja Pelayanan kesehatan pada kelompok ini dilakukan dengan pelaksanaan pemantauan dini terhadap tumbuh kembang dan pemantauan kesehatan anak pra sekolah, pemeriksaan anak Sekolah Dasar/Sederajat, serta pelayanan kesehatan pada anak remaja, baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun peran serta tenaga terlatih lainnya seperti kader kesehatan, guru UKS, dan dokter kecil. Cakupan Puskesmas yang mampu menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) minimal 1 puskesmas tiap kecamatan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.13 Persentase Cakupan Puskesmas yang Mampu Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Empat L OKU M.Enim Lahat OKI MUBA P.Alam Prabumuli L.Linggau Mura Ogan Ilir OKU Palembang OKU Banyuasin 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 1 2 2 0 3 2 4 6 8 10 12 3
Page 72
Persentase cakupan puskesmas yang mampu menyelenggarakan PKPR masih rendah disebabkan puskesmas PKPR harus memenuhi keempat persyaratan sebagai berikut yaitu 1). Harus melakukan pembinaan kesehatan terhadap minimal 1 sekolah per tahun; 2). Melatih kader kesehatan remaja di sekolah minimal sebanyak 10% dari murid di sekolah binaan; 3). Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR; dan 4). Melaksanakan kegiatan KIE di sekolah binaan minimal 2 kali per tahun. Jika hanya memenuhi satu hingga tiga persyaratan tersebut, maka belum dapat dikategorikan sebagai puskesmas PKPR. Kabupaten OKI tercatat memiliki puskesmas dengan pelayanan PKPR tertinggi, sedangkan Kabupaten lain yang belum memiliki puskesmas PKPR (jumlah=0) adalah OKU Timur, MURA, MUBA, Empat Lawang, Muara Enim, Kota Lubuk Linggau, Pagar Alam, dan Prabumulih.
Gambar 4.14 Persentase Cakupan Deteksi Dini dan Intervensi Tumbuh Kembang Balita Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
80 60 40 20 0 Bayi 2003 50,3 2004 55 2005 45 2006 48 2007 49,4 2008 69,59 2009 52,05
Gambar diatas menunjukkan terjadi penurunan persentase cakupan deteksi dini dan intervensi tumbuh kembang balita di Sumatera Selatan yaitu dari 69,69% pada tahun 2008 menjadi 52,05% pada tahun 2009.
Page 73
Gambar 4.15 Cakupan Pelayanan Anak Balita Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa distribusi persentase anak balita yang memperoleh pelayanan pemantauan belum merata. Terdapat 6 Kabupaten/kota yang sudah memenuhi target SPM minimal 88.12%. Sedangkan 8 Kabupaten lainnya belum mencapai target, yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim berada pada range 60-88,12%, Kabupaten Musi Rawas, OKI, OKUT, OKU, OKUS, kota Lubuk Linggau dan Prabumulih berada pada range terendah yaitu dibawah 60%. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, persentase anak balita yang memperoleh pelayanan pemantauan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 adalah 72,87% (542.444 anak balita) dan persentase tahun 2009 adalah 52,05% (164.240 anak balita). Terjadi penurunan yang cukup tinggi di tahun 2009.
Page 74
Gambar 4.16 Cakupan Penjaringan Siswa SD dan Setingkat Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Gambar di atas menunjukkan distribusi cakupan penjaringan siswa SD belum merata. 6 Kabupaten/kota sudah memenuhi target SPM yaitu minimal 40%. 9 kabupaten/kota lainnya belum memenuhi target, terdiri dari 2 kabupaten yaitu Banyuasin dan Ogan Ilir berada pada range 10-40%, 6 kabupaten OKU Timur, OKU, OKU Selatan, Empat Lawang, Kota Lubuk linggau dan Pagar Alam tercatat 0%, dan kabupaten Musi Rawas 3,59%. Kota Palembang tercatat memiliki capaian 100,21% (diatas 100%). Dibandingkan tahun 2008, laporan (data) dari 15 kabupaten/kota ini belum ada.
4.1.3. Pelayanan Keluarga Berencana Tingkat pencapaian Pelayanan Keluarga Berencana dapat digambarkan melalui cakupan peserta KB yang ditunjukkan melalui peserta KB Aktif, kelompok sasaran program yang sedang menggunakan alat kontrasepsi, tempat pelayanan serta jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor.
Page 75
Gambar 4.17 Persentase Cakupan Peserta KB Aktif dan KB Baru Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat MURA MUBA Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Law ang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 31,9 26,46 17,72 22,35 10,87 17,91 32,02 69,08 66,44 77,05 77,35 57,34 78,46 74,75 44,63 69,39 34,93 80,43 24,73 78,3 20,21 74,95 70,7 29,03 46,62 25,8 57,28 25,42 64,68 15,08 84,92 20 40 60 80 100 120
140
Pada gambar di atas, terlihat bahwa Cakupan Peserta KB Aktif tahun 2009 di Provinsi Sumatera Selatan sekitar 69,08% (Rentang : 46,62% - 84,92%). Cakupan Tertinggi Peserta KB Aktif ada di Kota Lubuk Linggau (84,92%) dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (80,43%), sedangkan cakupan terendah terjadi di Kota Palembang (46,62%). Cakupan Peserta KB Baru di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 31,90% (Rentang : 10,87% - 132,18%). Cakupan Peserta KB Baru tertinggi terjadi di Kabupaten Musi Rawas (132,18%), sedangkan cakupan terendah terjadi di Kota Palembang (10,87%). Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB Baru maupun peserta KB Aktif adalah suntikan kemudian pil dan implant.
Page 76
Gambar 4.18 Persentase Cakupan Pelayanan Peserta KB Baru Berdasarkan Jenis Alat Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
33,052 40,301 319,954 30,202 165,013 IUD MOP/MOW Implant Suntik Pil Kondom 433,708
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Gambar 4.19 Cakupan Peserta KB Aktif Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Cakupan peserta KB aktif di Kota Palembang masih rendah capaiannya yaitu dibawah 50%, sedangkan di Kabupaten Banyuasin, Lahat, OKU, Kota Prabumulih dan Pagar Alam berada pada range 50%-70%. 8 Kabupaten/kota lainnya sudah memenuhi target standar pelayanan minimum minimal 70%. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 77
Dibandingkan tahun 2008, persentase peserta KB aktif Provinsi Sumatera Selatan adalah 74,79% (1.036.348 peserta KB Aktif) menurun menjadi 69,08% (1.022.230 peserta KB Aktif) pada tahun 2009. Tetapi terjadi peningkatan persentase peserta KB baru, yaitu pada tahun 2008 sebesar 24,78% (343.323 peserta KB baru) menjadi 31,90% (472.124 peserta KB baru) pada tahun 2009.
4.1.4. Pelayanan Imunisasi Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proyeksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan Immunisasi (PD3I). Dalam hal ini Pemerintah mentargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa/kelurahan. UCI Desa merupakan indikator penting dalam program imunisasi. Target UCI tahun 2009 adalah >98 %, artinya target UCI tercapai bila minimal 98 % desa/kelurahan di kabupaten/kota telah memenuhi target imunisasi campak sebagai imunisasi rutin terakhir. Cakupan UCI Desa tahun 2009 Provinsi Sumatera Selatan saat ini adalah 82,5 %, artinya masih sangat jauh dibanding target (98 %). Apalagi tahun 2010 ini target UCI harus 100 % desa/keluarahan, sesuai Kepmenkes nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) kabupaten/Kota. Adapun cakupan UCI Desa tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar berikut:
Page 78
Gambar 4.20 Hasil Cakupan Desa UCI Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
HASIL TARGET Plg 100 98
Mura 95 98
Lb.Lg 94.4 98
4 Lwg 94.2 98
OKU 94 98
Lahat 86.1 98
Prabu 75.7 98
OKI 67.6 98
O.Ilir 65.4 98
Berdasarkan Gambar di atas terlihat bahwa dari 15 kabupaten/kota, ternyata hanya 3 (tiga) kabupaten/kota mencapai UCI Desa, yaitu Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin dan Muara Enim. Sedangkan kabupaten/kota lainnya tidak mencapai target UCI desa. Hal ini memerlukan perhatian yang serius bagi kabupaten/kota yang belum mencapai target, karena UCI merupakan salah satu Indikator Penting pencapaian Indonesia Sehat 2010. Hal ini juga menjadikan kab/kota yang belum UCI tersebut menjadi daerah resiko tinggi penularan PD3I, dan harus diwaspadai kemungkinan sewaktu-waktu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), akibat banyaknya anak yang tidak diimunisasi lengkap sehingga tidak kebal terhadap PD3I. Sebagai perbandingan, cakupan Desa UCI sejak tahun 2003 hingga 2009 per kabupaten/kota se Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar berikut:
Page 79
Gambar 4.21 Hasil Cakupan Desa UCI Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-3009
HASIL CAKUPAN DESA U.C.I. PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2003-2009
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
PLG 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 94,1 94,2 97,1 98,1 100 99,1 100 MUBA B.Asin MURA 90,2 97 97,2 95,8 89,9 97,2 90,4 95,7 97,3 96 97,3 98,2 98,6 99,1 84,3 86,1 91,9 86,1 93,9 90,8 95 M.Eni m 93 88,6 76,6 84 93,5 95,8 98,7 Lahat 80,5 81,4 77 86 77,8 69,3 86,1 L.Ling au 100 89,8 90,3 0 86,1 94,4 94,4 OKI 73,2 80,6 91,6 90,3 94,6 79,5 67,6 OKU 82,3 84,2 85,2 80,7 86,1 80,1 94 OKUT OKUS 0 0 88,3 85,5 87,3 76,3 95 0 0 40,6 9,7 88,1 76,3 12,1 PRAB U 62,9 83,9 71 78,4 62,2 75,7 75,7 P.Ala m 96,4 88,6 91,4 88,6 100 94,3 88,6
4 Ogan Sumse Lawan Ilir l g 0 75,6 78 95,3 93 82,1 65,4 0 0 0 0 0 32,7 94,2 84,4 82,4 83,6 84 89,3 81,9 82,5
Dari Gambar di atas terlihat bahwa dari tahun ke tahun cakupan Desa UCI di kabupaten/kota terjadi fluktuasi dan tidak stabil. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih lanjut, karena tahun 2009 semua petugas kabupaten/kota sudah dilatih mengenai program imunisasi, baik teknis program maupun cold chain. Selain itu juga sarana dan prasarana sebagian sudah disediakan dari provinsi, termasuk dana untuk bimbingan teknis dan pertemuan koordinasi tingkat puskesmas di kabupaten/kota masing-masing. Perlu dipikirkan untuk intervensi pejabat yang lebih tinggi, supaya cakupan imunisasi yang merupakan kegiatan rutin ini dapat diperbaiki kinerjanya.
Page 80
Gambar 4.22 Hasil Cakupan Desa UCI Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Distribusi cakupan desa UCI belum merata, terdapat 3 (tiga) wilayah yang memenuhi standar pelayanan minimum 98%, yaitu Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin dan Muara Enim. 12 Kabupaten lainnya yang terdiri dari Kabupaten MUBA, MURA, Empat lawang, Lahat, OKU, OKUT, Kota Lubuk Linggau, Prabumulih, dan Pagar Alam berada pada range 70-98%, sedangkan cakupan Kabupaten OKUS, OI, dan OKI masih dibawah 70%.
4.1.4.1. Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Salah satu strategi yang tercantum dalam Global Immunization Vision and Strategy (GIVS) 2006 2015 adalah to protect more people in a changing world. Untuk mengimplementasikan visi tersebut, maka kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah melakukan pemberian imunisasi pada anak yang lebih tua, dalam hal ini adalah murid sekolah dasar. Pemberian imunisasi pada murid sekolah yang disebut BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) telah dilaksanakan secara rutin sejak tahun 1984, dimana saat ini murid kelas 1 SD/MI menerima imunisasi DT dan Campak, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 81
sedangkan murid kelas 2 dan kelas 3 menerima imunisasi TT. Pelaksanaan BIAS ini merupakan salah satu kegiatan rutin yang harus dilaksanakan bekerjasama dengan pihak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Namun demikian masih ada kabupaten/kota yang tidak melaksanakan BIAS tersebut dengan berbagai permasalahan. Untuk tahun 2008, kabupaten yang tidak melaksanakan BIAS DT adalah Kota Prabumulih, Kab. OKI, Lahat, Empat Lawang dan OKU Timur. sehingga pada tahun 2009 nanti harus melaksanakan BIAS DT untuk murid kelas 1 dan kelas 2. Sedangkan yang tidak melaksanakan BIAS TT adalah Kota Prabumulih, Kab. OKU Timur dan Empat Lawang, sehingga tahun 2009 nanti harus melaksanakan BIAS TT pada murid kelas 2 hingga kelas 4.
Gambar 4.23 Hasil Cakupan BIAS DT Klas I Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
HASIL TARGET Mura 100 100 OKUT 100 100 Lb.Lg 99.8 100
OKU 98 100
Muba 98 100
P.Alam 100
OKUS 100
Dari Gambar di atas menunjukan bahwa hanya Kabupaten MURA dan OKU Timur yang mencapai cakupan BIAS DT l00 %. Sedangkan yang tidak
melaksanakan BIAS DT/TT adalah Kota Pagaralam dan Kab. OKU Selatan. Akibatnya pada tahun 2010 ini selain harus tetap melaksanakan BIAS Campak dan DT pada murid kelas 1 SD/MI, juga harus melaksanakan BIAS TT untuk murid kelas
Page 82
2 hingga kelas 4. Untuk kabupaten Ogan Ilir hanya melaksanakan di 6 wilayah kerja puskesmas saja. Tidak dilaksanaanya BIAS di 3 (tiga) kabupaten/kota tersebut seperti kebijakan Depkes, disebabkan karena tidak tersedianya dana operasional. Gambar berikut menunjukan Cakupan BIAS TT dengan 100 % hanya
terdapat di Kabupaten OKU Timur. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Kampanye Imunisasi Campak tahun 2006 di Sumatera Selatan, dan sebagai upaya menuju tahapan Reduksi Campak di Indonesia, maka mulai tahun 2007 dilaksanakan BIAS Campak bagi murid SD/MI kelas 1. Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada murid sekolah ini dimaksudkan sebagai booster, yang akan meningkatkan kekebalan terhadap penyakit campak seumur hidup.
Gambar 4.24 Hasil Cakupan BIAS Klas II & III Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
HASIL TARGET OKUT 100 100 Lahat 99.8 100 Lb.Lg 99.7 100
Hasil Cakupan BIAS Klas II & III Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009
OKU 99 100
P.Alam OKUS Sumsel Tdk mlk Tdk mlk 100 100 88.9 100
Namun demikian Kabupaten OKU Selatan juga tidak melaksanakan BIAS Campak ini, sehingga pada tahun 2010 nanti harus melaksanakan BIAS Campak
Page 83
pada semua murid SD/MI kelas 1 dan kelas 2. Adapun hasil pelaksanaan BIAS Campak tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.25 Hasil Cakupan Bias Campak Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
DES '08 TARGET
Lahat 99 100
4.1.5. Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan juga dilakukan secara khusus kepada kelompok Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut, dimana pada kelompok ini biasanya banyak mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Pada gambar 4.18 terlihat bahwa persentase lanjut usia yang dibina mengalami peningkatan dari 27,4% menjadi 41,18%, namun sebaliknya, persentase cakupan puskesmas yang melayani kesehatan usia lanjut mengalami penurunan dari 82,23% menjadi 81,95%. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat Indonesia. Dimana pada RPJMN DepKes tahun 2009 diharapkan terjadi peningkatan dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun. Dengan meningkatnya UHH maka populasi penduduk yang berusia lanjut juga mengalami peningkatan sangat bermakna. Pada tahun 2010 diperkirakan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 84
jumlah penduduk berusia lanjut di Indonesia sebesar 24 Juta Jiwa atau 9,7% dari Jumlah Penduduk.
Gambar 4.26 Jumlah Usila Dibina dan PKM yang membina Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
100 80 60 40 20 0
Usila Dibina PKM Membina OKU OKI M.E Lahat MUR MUB PLG PBM A A 9,2 100 P.A LLG B.A O.I OKU OKU T S 4L SUM SEL
91,51 27,75 12,11 2,62 31,21 16,22 25,53 93 78,26 95,45 70,37 66,67 100 100
31,44 24,89 20,97 17,21 70,51 8,45 100 100 96,55 95,24 72,73 92,86
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Untuk mengetahui sejauh mana pengembangan program kesehatan usila di Propinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada data di bawah ini :
Gambar 4.27 Persentase Cakupan Lanjut Usia yang Dibina dan Cakupan Puskesmas Melayani Kesehatan Usia Lanjut Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 82,23 72,28 81,95 86,64 88,66
2005
2006
2007
2008
Puskesmas membina
Page 85
4.2. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat. Sebagian besar sarana pelayanan Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan sedangan RS yang dilengkapi berbagai fasilitas di samping memberikan pelayanan pada kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani untuk kunjungan rawat jalan.
Gambar 4.28 Persentase Kunjungan Rawat Jalan menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Mura Muba Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumuli Pagar Alam Lubuk Linggau 0 11,11 18,66 4,41 1,97 19,49 9,04 16,93 6,43 0 4,38 0 0,27 21,89 68,06 17 0,23 10 20 30 40 50 60 70 80
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
4.2.1. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (BOR), rata-rata lama hari perawatan (LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (BTO), persentase pasien keluar yang meninggal (GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal , < 24 jam perawatan (NDR).
Page 86
4.2.2. Pemanfaatan Obat Generik Penggunaan obat generik merupakan salah satu langkah dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menjangkau obat yang berkualitas.
Keberhasilan dalam sosialisasi pemanfaatan obat generik sangat dipengaruhi oleh keseriusan tenaga kesehatan dan terjaminnya ketersediaan obat generik di fasilitas kesehatan. Data mengenai persentase penulisan resep obat generik tahun 2009 tidak tersedia.
4.2.3. Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat Tujuan penyelenggaraan Jamkesmas yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Berikut adalah gambaran persentase program Jamsoskes Sumsel Semesta tahun 2009.
Gambar 4.29 Persentase Peserta Jamsoskes Sumsel Semesta Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
60 59 58 57 56 55 54 53 52 51
KU O at m KI O Eni Lah . M R M B M BA S UT KU K O O I O ng ulih lam gau ba g m bum P.A Lin e al Pra L. P 4L
Dari gambar tersebut terlihat bahwa cakupan jamsoskes sumsel semesta ratarata diatas 50%, tertinggi dicapai oleh kabupaten Muara Enim (59,84%) dan terendah di kabupaten Banyuasin (54,06%).
Page 87
4.3. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR Upaya pemberantasan penyakit menular lebih ditekankan pada pelaksanaan surveilans epidemiologi dengan upaya penemuan penderita secara dini yang ditindaklanjuti dengan penanganan secara cepat melalui pengobatan penderita. Di samping itu pelayanan lain yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan pemberian imunisasi, upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan serta peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan. Uraian singkat berbagai upaya tersebut seperti berikut ini :
4.3.1. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan keracunan
sampai saat ini masih menyebabkan masalah utama kesehatan masyarakat. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, perilaku masyarakat, tingkat ekonomi, faktor lingkungan seperti kebersihan lingkungan, MCK, sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat, dan yang tidak kalah pentingnya kerusakan lingkungan yang turut berperan terjadinya perubahan pola musim dan kejadian penyakit di masyarakat. Berdasarkan rekapitulasi laporan program surveilans KLB selama tahun 2008, telah terjadi KLB di kabupaten/kota sebanyak 41 kali. Jumlah penderita nya adalah sebanyak 2.791 orang, dengan 26 kematian (CFR 0,93%). Secara umum, dibanding tahun-tahun sebelumnya frekuensi KLB cenderung menurun, namun angka kematian (CFR) meningkat. Pada tahun 2009 terjadi sebanyak 97 kali KLB dengan angka serangan sebesar 7.534 penderita dan kematian 0 penderita (CFR 0%) Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI (Kepmenkes) nomor 1091 tahun 2004 tentang SPM-KLB, maka ditetapkan bahwa setiap terjadi KLB harus ditanggulangi dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada tahun 2008 ditargetkan minimal 95 % desa/kelurahan sudah dilaksanakan penanggulangan KLB dalam waktu kurang dari 24 jam oleh Tim Gerak Cepat Kab/kota masing-masing. Namun demikian
Page 88
seiring dengan kalah cepatnya petugas menerima laporan adanya KLB, maka target tersebut belum bisa direalisasikan.
Gambar 4.30 Desa/Kelurahan KLB Ditangani < 24 Jam Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
100 80 60 40 20 0
Ketepatan Indikator PLG 100 95 BA 100 95 MUBA 100 95 PRB 87 95 ME 100 95 PA 100 95 LL 100 95 MURA OKUT 100 95 100 95 OI 100 95 OKI 95 95 OKU 96 95 OKUS 85 95 4.L 95 95 LHT 92 95
Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota telah melakukan investigasi KLB dalam waktu kurang dari 24 jam. Diharapkan masa mendatang tak ada lagi KLB yang terlambat diantisipasi, sehingga faktor resikonya segera diketahui, lalu angka kesakitan dan/atau kematian dapat dicegah. Bila terjadi KLB pada suatu daerah, maka harus ditindaklanjuti dengan pengiriman laporan KLB <24 jam (Laporan W1) secara berjenjang dari puskesmas ke kab/kota lalu ke provinsi dan ke Depkes RI. Hal ini menunjukkan bahwa KLB yang terjadi memang sudah diinvestigasi dan ditindaklanjuti supaya tidak meluas. Adapun kelengkapan laporan W-1 per kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
Page 89
100
50
0
PLG Kelengkapan Indikator 100 95 BA 100 95 MUBA PRB 100 95 95 95 ME 100 95 PA 100 95 LL 100 95 MURA OKUT OKU OKUS 100 95 100 95 4.L OI OKI LHT 91,67 91,67 91,67 91,67 91,67 83,33 95 95 95 95 95 95
Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kabupatenkota telah mengirimkan laporan W1 secara lengkap. Laporan yang belum lengkap diterima adalah dari Kabupaten OKU, OKUS, Empat Lawang, OKI dan Lahat. Sedangkan untuk ketepatan laporan W1 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.32 Ketepatan Laporan W1 Dari Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
110 90 70 50 30 10 -10
BA Ketepatan Indikator 100 90 MUBA 100 90 OI 100 90 OKI 100 90 PRB 100 90 ME 100 90 PA 100 90 LL 100 90 MURA OKUS 100 90 100 90 4.L 100 90 LHT 90,38 90 OKUT 90 90 OKU 85 90 PLG 85 90
Data di atas menunjukkan bahwa 90 % kabupaten/kota telah tepat waktu (dalam waktu 24 jam) menyampaikan laporan W1 sejak terjadi KLB. Laporan yang selalu terlambat justru terjadi di Kota Palembang, Kabupaten OKU dan OKU Timur.
Page 90
Pada tahun 2009, di Sumatera Selatan terjadi KLB sebanyak adalah 38 kali. Adapun jenis KLB yang dimaksud adalah Keracunan Makanan dan Penyakitr Menular (difteri, tetanus neonatorum, campak, chikungunya, flu strain baru (H1N1) dan diare. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Frekuensi dan Jumlah Kasus KLB Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
PENYAKIT Frekuensi KLB KASUS MENINGGAL C F R
NO
1 2 3 4 5 6 7
5 7 10 4 9 2 2 38
0 2 4 0 0 0 0 6
0 28,5 25 0 0 0 0
20
Dari tabel di atas menunjukan frekuensi KLB tahun 2009 sebanyak 38 kejadian dengan jumlah penderita 10.129 orang dan meninggal 6 orang (CFR 0,05 %). Adapun jenis KLB yang terjadi secara rinci adalah sebagai berikut: Gambar 4.33 Frekuensi Desa KLB per Penyakit Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
15
10
0
Frekuensi
Ker-Mak 6
Difteri 2
Campak 1
H1N1 2
Chikungunya 83
Diare 3
Page 91
Dari gambar di atas terlihat bahwa penyakit Chikungunya merupakan penyakit yang paling dominan menimbulkan KLB, diikuti oleh penyakit menular lainnya dan tidak ada kematian. Untuk data kejadian KLB sejak tahun 2003 hingga 2009 di Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 4.34 Perbandingan Frekuensi dan Penderita KLB Penyakit & Keracunan Makanan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2009
8000 7500 7000 6500 6000 5500 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Penderita Frekuensi Meninggal CFR
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Dari Gambar 4.35 berikut, laporan KLB terbanyak melalui SMS sebesar 27%. Frekuensi KLB paling tinggi terjadi pada tahun 2006. Hal ini disebabkan karena semua petugas kabupaten/kota telah mengikuti PAEL (Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan), sehingga makin sensitif terhadap kejadian KLB, sehingga secara cepat ditanggulangi dan dilaporkan. Dengan demikian diharapkan pengamatan terhadap penyakit potensial KLB dapat lebih ditingkatkan sehingga kemungkinan terjadinya KLB dapat dicegah sedini mungkin, seperti terlihat pada tahun-tahun berikutnya yang cenderung menurun dengan korban yang makin sedikit.
Page 92
Gambar 4.35 Persentase Jenis Pelaporan KLB dari Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
SMS Masyarakat 0%
Hasil PE 24%
W1 22%
Email 0%
Gambar 4.36 Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB Yang Dilakukan Penyelidikan Epidemiologi <24 Jam Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Page 93
Gambar diatas menunjukkan sebagian besar wilayah yang mengalami KLB sudah memenuhi target pencapaian SPM, yaitu 100%. Hanya Kabupaten OKI, MURA, Lahat dan Muara Enim yang masih berada pada range 70-100%. 4.3.2. Pemberantasan Penyakit Polio Penemuan kasus AFP pada tahun 2009 mencapai 85 kasus (target : 42 kasus) dengan AFP rate 4 per 100.000 anak usia < 15 tahun. Pencapaian spesimen adekuat sebesar 92.9%. Pencapaian Kinerja Surveilans AFP dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
Tabel 4.2 Kinerja Surveilans AFP Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
NO KABUPATEN/ KOTA KASUS AFP TARGET DITEMUKAN AFP RATE SPECIMEN ADEKUAT KELENGKAPAN LAPORAN (%) PKM RS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
OKU OKI Muara Enim Lahat Musi Rawas Muba Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir 4 Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam L. Linggau SUMSEL
2 4 4 3 4 2 4 2 3 2 1 8 1 1 1 42
3 7 4 5 8 2 8 3 5 6 1 25 0 4 4 85
3,00 3,50 2,00 3,33 4,00 2,00 4,00 3,00 3,33 6,00 2,00 6,25 0,00 8,00 8,00 4,05
100 100 100 80 87,5 100 100 100 100 100 0 92 0 75 75 92,9
Page 94
Tabel di atas menunjukkan bahwa AFP Rate di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 4,05, yang berarti ada peningkatan dibanding tahun 2008 sebesar 3,9 dan tahun 2007 yang hanya 3,25 (target: 2). Sedangkan specimen adekuat 92,9 %, (target: 80 %). Hanya Kota Prabumulih menunjukkan kinerja yang belum baik. Hal ini disebabkan karena dari target 1 (satu) kasus AFP, selama tahun 2009 belum berhasil ditemukan. AFP Rate tertinggi pada Kota Pagar Alam dan Lubuk Linggau (rate 8,0). Sebagian besar kabupaten/kota telah melaksanakan tatalaksana spesimen secara adekuat.
Gambar 4.37 Persentase spesimen adekuat dan AFP Rate Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
100 80 60 40 20 0
PLG Spesimen Adekuat AFP Rate Target 92 6,25 80 PRB MUBA 0 0 80 100 2 80 OKI 100 3,5 80 OKU 100 3 80 M.ENI M 100 2 80
LHT 80 3,3 80
MURA 87,5 4 80
PGA 75 8 80
LGU B.ASIN O.ILIR OKUT OKUS 75 8 80 100 4 80 100 6 80 100 3,3 80 100 3 80
4L 0 2 80
Dari Gambar di atas terlihat hanya ada 1 (satu) kabupaten/kota yang tidak mencapai penemuan kasus dan spesimen adekuat yaitu Kota Prabumulih.
Page 95
Gambar 4.38 Pencapaian Kelengkapan Laporan Nihil (Zero Report) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
120 100 80 60 40 20 0
PLG PKM RS Target 97 100 90 PRB 100 100 90 MUBA 91 100 90 OKI 91.7 100 90 OKU 100 100 90 M.ENI M 73.4 44 90 LHT 91 100 90 MURA 80.9 53 90 PGA 100 100 90 LGU 81 100 90 B.ASI O.ILIR OKUT OKUS 4 LWG PROV N 89.9 89 90 98.3 * 90 58.4 0 90 77 * 90 75 * 90 87.4 84.7 90
100 80 60 40 20 0
Gambar di atas menunjukkan bahwa pencapaian kelengkapan laporan nihil (zero report) dari puskesmas mash ada yang belum mencapai target yaitu Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, OKUT, OKUS, Empat Lawang dan Kota Lubuk Linggau. Sementara di rumah sakit terdapat 3 kabupaten yaitu Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas dan Banyuasin.
Page 96
Gambar 4.39 Penemuan Kasus AFP Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 2009
27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
2008 2009 Target OKU 3 3 2 OKI 3 7 4 M.ENIM 9 4 4 LHT 4 5 3 MURA 5 8 4 MUBA 4 2 2 B.ASIN OKUS 22 8 4 1 3 2 OKUT 4 5 4 O.ILIR 10 6 2 4 LWG 0 1 1 PLG 14 25 8 PRB 0 0 1 PGA 2 4 1 LGU 2 4 1
Dari Gambar di atas menunjukkan bahwa penemuan kasus AFP bervariasi antara kab/kota yang satu dengan yang lainnya dan ada sebagian kab/kota yang mengalami peningkatan penemuan jika dibanding tahun 2008 yaitu Kabupaten OKI, Lahat, MURA,OKUS,OKUT,Empat Lawang, Kota Palembang, Pagar Alam, dan Lubuk Linggau. Dari data penemuan kasus AFP yang ditemukan, juga diperhatikan status imunisasinya. Adapun gambaran kasus AFP dan status imunisasi pada tahun 2008 2009 dapat dilihat pada Gambar berikut:
Page 97
Gambar 4.40 Proporsi Status Imunisasi Kasus AFP Non Polio Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 - 2009
8% 10% 4% 15%
82%
81%
Dari Gambar di atas dapat kita lihat bahwa anak-anak yang terdiagnosa sebagai kasus AFP yang tidak mendapat imunisasi (0 dosis) sebesar 8% pada tahun 2008, namun pada tahun 2009 menurun menjadi 4%. Sementara untuk 1-3 dosis meningkat dari 10% pada tahun 2008 menjadi 15% pada tahun 2009, dan yang > 4 dosis menurun sebesar 1% jika dibandingkan pada tahun 2008.
Gambar 4.41 Kasus AFP Non Polio Berdasarkan Kelompok Umur Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 - 2009
Tahun 2008
5% 27%
Tahun 2009
24% 2%
48% 20%
48% 26%
< 1 TH
1-4 TH
5-9 TH
10-<15 TH
< 1 TH
1-4 TH
5-9 TH
10-<15 TH
Dari Gambar di atas terlihat bahwa kasus AFP pada tahun 2008 tertinggi terjadi pada kelompok umur 1 - 4 tahun yaitu sebesar 48%, dan terendah pada Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 98
kelompok umur < 1 tahun yaitu sebesar 5%. Pada tahun 2009 tertinggi pada kelompok umur 1 - 4 tahun sebesar 48%, dan terendah pada kelompok umur < 1 tahun sebesar 2%.
Gambar 4.42 Sumber Laporan Kasus AFP Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 - 2009
Tahun 2008 Tahun 2009
33%
38%
67%
62%
CBS
HBS
CBS
HBS
Dari Gambar diatas terlihat bahwa pada tahun 2008 penemuan kasus AFP terbanyak bersumber dari masyarakat (community) yaitu sebesar 67% dan pada tahun 2009 menurun menjadi 62%.
Page 99
Gambar 4.43 AFP Rate per 100.000 penduduk <15 tahun Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas terlihat bahwa hanya terdapat satu kabupaten yaitu Prabumulih yang belum memenuhi target SPM, yaitu masih dibawah 1. 14 Kabupaten/kota lainnya sudah mencapai target SPM yaitu minimal 2.
4.3.3. Pemberantasan TB Paru Upaya pencegahan dan pemberantasan TB-Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observe Treatment Shortcourse) atau Pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.
Page 100
Gambar 4.44 Angka Keberhasilan (Succes Rate) Pengobatan Penderita TB Paru BTA (+) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
120 100 80 60 40 20 0
O KU O KI t s in T S m ha wa ni as KU KU La Ra .E yu O O . M an M .B M O g g u ih m ul an ban la ga .m P.A ng aw em P L Li L. E. Pal I
SR target
Berdasarkan standar WHO, angka keberhasilan pengobatan penderita TB Paru minimal 85%. Angka keberhasilan pengobatan penderita pada tahun 2009 di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 94,01%. Hanya Kabupaten Empat Lawang yang belum memenuhi target angka keberhasilan penyembuhan (success rate), yaitu baru mencapai 60,85%.
4.3.4. Pemberantasan Penyakit ISPA Pada tahun 2009 jumlah penemuan kasus P2 ISPA Provinsi Sumatera Selatan adalah 21.059 kasus atau 30,6 % dari target terdiri dari target penemuan penderita sebanyak 68.785 balita. Pada kasus pneumonia golongan umur <1 tahun sebanyak 6.753 kasus (32,07%) dan untuk golongan umur 1-5 tahun sebanyak 11.182 kasus (53,10%) dari seluruh kasus pneumonia. Pada pneumonia berat untuk golongan umur <1 tahun sebanyak 570 kasus (2,7%) dan pada golongan umur 1-5 tahun sebanyak 300 kasus (1,42%). Hasil kegiatan penemuan kasus dapat dilihat pada tabel terlampir. Dilihat dari realisasi cakupan penderita berdasarkan target penemuan yang ada persentase tertinggi dicapai oleh kabupaten Lahat (80,7%) sedangkan kabupaten terendah yaitu Kabupaten Empat lawang dan Kota Pagaralam masing-masing sebsesar 0 (0%). Belum dapat disimpulkan bahwa rendahnya penemuan ini didasari
Page 101
oleh memang tidak terdapatnya penderita atau kurang aktifnya petugas dalam melakukan pelacakan kasus.
Gambar 4.45 CDR Pneumonia Balita per Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
120
100
80
PERSENTASE
60
CDR TARGET
40
20
0
OKU CDR TARGET 36,06 100 OKI 19,6 100 M.EN LAHA MUR M T A MUB A BA OKUS OKUT 8,73 100 OI 10,4 100 4 LWG 0 100 PLG 42,56 100 PRAB P.AL U AM 0,73 100 0 100
54,46 29,23 68,19 12,18 29,42 22,84 100 100 100 100 100 100
Tabel 4.3 Gambaran Penemuan kasus ISPA Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 2009
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kab/Kota
Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau Ogan Ilir OKUS OKU MURA Lahat OKI Banyuasin Muara Enim OKUT MUBA Empat Lawang
2003
6236 273 191 734 10251 2553 2206 3283 2429 3332 1535 -
2004
5447 201 11 856 9286 1010 326 3203 970 4316 1613 -
2005
7299 56 4 608 925 268 2857 889 806 1166 1732 4601 4195 1428 -
2006
7604 32 82 921 928 1326 2752 1064 556 1462 2099 4598 3151 1290 -
2007
7346 117 201 651 1099 2360 2971 2205 468 1719 2166 3927 1450 1829 -
2008
7006 13 1 43 492 1407 2119 2314 1240 1329 300 3537 270 1146 0
2009
6124 10 0 51 400 758 963 3450 997 1387 2407 3367 508 637 0
16
Provinsi
33027
27240
26834
27865
28509
21597
21059
Page 102
Kabupaten Empat Lawang tahun 2009 tidak ada kasus. Terjadi penurunan kasus di tahun 2009, dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah kasus tertinggi tahun 2009 yaitu terjadi di Kabupaten Musi Rawas dan Muara Enim dan Kota Palembang.
Gambar 4.46 Cakupan Penemuan Pneumonia Balita Program ISPA Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
50 40 30 20 10 0
2003 39,2
2004 33,6
2005 34
2006 35,3
2007 39,2
2008 31,8
2009 31,01
Realisasi
Dari gambar diatas terlihat bahwa cakupan penemuan pneumonia mengalami penurunan dari 31,8% pada tahun 2008 menjadi 31,01% pada tahun 2009.
Page 103
Gambar 4.47 Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas, hanya kabupaten Musi Rawas yang memenuhi target SPM minimal 60%. 14 Kabupaten lainnya masih dibawah target, terdiri dari 1 kabupaten yaitu Muara Enim berada pada range 50-60%, 13 kabupaten berada pada range terendah yaitu di bawah 50%. Untuk penyakit pneumonia, Ditjen ISPA, Depkes RI melakukan revisi target SPM dari 86% diturunkan menjadi 60%.
4.3.5. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS Penderita HIV/AIDS di Sumatera Selatan pertama kali ditemukan tahun 1995, dan sejak itu jumlah penderita terus meningkat. Adapun distribusi penemuan kasus adalah sebagai berikut:
Page 104
Tabel 4.4 Distribusi Penemuan Kasus HIV / AIDS Melalui Klinik VCT Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
KAB/KOTA OKU OKI Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau Sumatera Selatan
Dari tabel di atas terlihat bahwa penemuan HIV tertinggi terjadi di Kota Palembang yaitu 51 HIV dan 45 AIDS dan diikuti oleh Kota Lubuk Linggau yaitu 15 penderita HIV dan 5 AIDS. Gambar berikut menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2009 ada sebanyak 174 orang yang menderita AIDS dan masih dalam kondisi hidup dan masih mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV) secara teratur dan rutin.
Page 105
Gambar 4.48 Distribusi AIDS Menurut Kondisi Saat Dilaporkan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1995-2009
MENINGGAL 74
4.4. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR Faktor lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam proses timbulnya gangguan kesehatan baik secara individual maupun masyarakat umum. Upaya pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar pada prinsipnya dimaksudkan untuk memperkecil atau meniadakan faktor risiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat dari lingkungan yang kurang sehat. Bentuk upaya yang dilakukan dalam peningkatan kualitas lingkungan, antara lain melakukan pembinaan kesehatan lingkungan pada masyarakat dan institusi, surveilans vektor dan pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)
4.4.1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan Upaya pembinaan kesehatan lingkungan diarahkan pada masyarakat dan institusi yang memiliki potensi pengancam kesehatan masyarakat yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pembinaan dimaksud mencakup upaya pemantauan,
Page 106
penyuluhan dan pemberian rekomendasi terhadap aspek penyediaan fasilitas sanitsai dasar (air bersih dan jamban), pengelolaan sampah, sirkulasi udara, pencahayaan, dan lain-lain.
4.4.1.1. Pengawasan Sarana Air Bersih Pengawasan sarana air bersih yang dilakukan melalui Supervisi maupun pelaporan yang diterima adalah sebagai mana tabel berikut:
Gambar 4.49 Cakupan Penduduk yang Menggunakan Sarana Air Bersih Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
L.Linggau P.Alam Prabumulih Palembang 4 Lawang OI OKUT OKUS B.Asin MUBA MURA LAHAT M.Enim OKI OKU 0 10 20 30 98,78 65,94 65,94 65,94 34,66 39,19 67,19 70,79 92,57 65,94 54,1 65,94 65,94 77,28 65,94 40 50 60 70 80 90 100
Berdasarkan gambar tersebut di atas cakupan penduduk yang menggunakan Sarana Air Bersih pada tahun 2009 yaitu sebesar 66,41 %. Hal tersebut sudah menunjukan peningkatan bila dibandingkan dengan data tahun 2008 yaitu 62, 48 %. Dari 15 Kabupaten / Kota di Sumatera Selatan cakupan tertinggi Kota Lubuk Linggau dengan cakupan sebesar 98,78 %, cakupan terendah Kabupaten Empat Lawang dengan cakupan 34,66 %. Sedangkan Kabupaten Empat Lawang belum pernah ada laporan mengingat kabupaten tersebut pemekaran dari kabupaten Lahat. Peningkatan tersebut disamping karena adanya proyek WSLIC-2 dan PAMSIMAS di Provinsi Sumatera Selatan juga karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sarana air bersih. Dengan kata lain Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 107
peningkatan tersebut tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan penggunaan sarana air bersih baik yang dibangun secara mandiri maupun oleh pemerintah. Disamping itu peran tenaga kesehatan yang memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Disadari juga bahwa penyakit yang timbul melalui media air ini cukup banyak. Untuk itu perlu terus disosialisasikan tentang pentingnya arti penggunaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan baik dari segi sarana maupun kualitas air yang digunakan.
JUMLAH (KAB/KOTA)
Page 108
Dari Gambar diatas, terlihat bahwa cakupan Rumah Sehat secara umum sudah mencapai lebih dari 50 %. Cakupan tertinggi di Kota Palembang denga persentase 76.62 %, dan Persentase terendah terdapat pada Kabupaten Musi rawas dengan Persentase 54.82 %.
Gambar 4.50 Persentase Rumah Sehat Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
O
76,62 66,04 58,46 61,2 54,82 67,79 63,58 57,6 70,51 68,72 70,12 71,34 67,53 60,04 62,1 66,7
% Pencpaian
I KU OK
t ha RA BA La MU MU
BA O
KU
S O
KU
4L
G M PL PB
I PA LLG INS V O PR
Kab / Kota Sumber : Bidang PP & PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Page 109
36,81 46,46
56,6 58,15
23,21
75
40 50 60 70 80
Dari Gambar di atas, terlihat bahwa cakupan Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sekitar 56,6%. Jika dilihat per kabupaten/kota variasinya masih sangat besar perbedaannya (Rentang :15,04% 90,48%). Cakupan terendah terjadi di Kabupaten Banyuasin (15,04%), dan Ogan Komering Ilir (15,36%), sedangkan persentase cakupan tertinggi di Kabupaten Ogan Ilir (90,48%) kemudian diikuti Kota Palembang (84,26%). Dari 15 kabupaten/kota, ada 1 (satu) kabupaten yang belum tersedia datanya yaitu kabupaten Empat Lawang.
Page 110
Dari Gambar di atas, terlihat bahwa cakupan Jamban Keluarga di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 baru mencapai 55,35% (Rentang: 6,38% - 91,0%). Cakupan tertinggi terjadi di Kota Pagar Alam (91,0%) dan terendah (40,7%) terjadi di Kabupaten OKI (6,38%).
4.4.2. Surveilans Vektor Upaya surveilans vektor dilakukan untuk mengendalikan vektor potensial dalam penularan penyakit antara lain oleh nyamuk. Kegiatan yang dilakukan meliputi survei vektor untuk mengetahui jenis potensial, bionomik serta strategi pengendaliannya. Pada tahun 2009 dari 15 Kabupaten/Kota, hanya 4 Kabupaten/Kota yang tidak menyampaikan data tentang Persentase Rumah/Bangunan yang bebas jentik, sehingga Angka Bebas Jentik di Provinsi Sumatera Selatan meningkat dari 26,57% pada tahun 2008 menjadi 70,53% pada tahun 2009.
Page 111
Gambar 4.53 Persentase Angka ABJ Penyakit DBD Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 0 73,03 84,01 74,6 52,54 0 74,6 72,65 0 0 74,5 13,49 88,84 89,81 83,04 81,92 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tabel 4.6 Jenis Vektor Malaria Menurut Kabupaten / Kota No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kabupaten / Kota Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Palembang Pagar Alam Prabumulih Lubuk Linggau Vektor/Suspek
An.barbirostris
Tahun Survei
Survei jentik 2005 Survei tahun 2007 Survei tahun 2007 Survei jentik 2005 Survei tahun 2007 Survei jentik 2005 Survei jentik 2005
Tempat Perindukan
Kolam Perkebunan Perkebunan Kolam Perkebunan Perkebunan Genangan air Genangan air
Tidak ditemukan
An. Hyrcanus An. Hyrcanus An.barbirostris An.Umbrosus An.Umbrosus An.vagus An.vagus
Tidak ditemukan
4.4.3. Pengawasan Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan Pengawasan terhadap Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM) dilakukan untuk meminimalkan faktor risiko sumber penularan bagi masyarakat yang memanfaatkan TTU dan TUPM. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengawasan kualitas lingkungan TTU dan TUPM secara berkala, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 112
bimbingan, penyuluhan dan saran perbaikan dalam pengelolaan lingkungan yang sehat, hingga pemberian rekomendasi untuk penerbitan izin usaha.
Tabel 4.7 Cakupan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
NO 1 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
KAB/KOTA 2 OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ILIR MUARA ENIM LAHAT MUSI RAWAS MUSI BANYUASIN BANYUASIN OKU SELATAN OKU TIMUR OGAN ILIR EMPAT LAWANG KOTA PALEMBANG KOTA PRABUMULIH KOTA PAGAR ALAM KOTA LUBUK LINGGAU
TERDAFTAR 3 298 149 1.243 166 68 268 409 408 445 90 2.533 451 181 21 6.730
DIPERIKSA 4 234 144 1.243 166 68 88 346 192 374 90 1.752 250 153 21 5.121
% 6 81,2 68,8 55,2 54,8 82,4 60,2 69,1 67,7 68,7 72,2 68,7 80,4 82,4 100,0 66,7
JUMLAH (KAB/KOTA)
Dari tabel diatas, terlihat bahwa cakupan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) sehat di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sekitar 66,7% (Rentang : 54,8% - 100%). Cakupan tertinggi di Kota Lubuk Linggau sedangkan terendah terjadi di Kabupaten Lahat (54,8 %). (100 %),
Page 113
Tabel 4.8 Cakupan Sarana Ibadah Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kab / Kota OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ILIR MUARA ENIM LAHAT MUSI RAWAS MUSI BANYUASIN BANYUASIN OKU SELATAN OKU TIMUR OGAN ILIR EMPAT LAWANG KOTA PALEMBANG KOTA PRABUMULIH KOTA PAGAR ALAM KOTA LUBUK LINGGAU 288 342 640 0 871 244 0 13 616 327 0 1361 78 165 287 Sarana Ibadah Dibina 202 342 588 0 871 117 0 13 437 327 0 1361 74 165 166
% 70,14 100 91,88 0 100 47,95 0 100 70,94 100 0 100 94,87 100 57,84
SUMSEL 5232 4663 89,12 Sumber : Bidang PP & PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Dari tabel di atas menunjukan bahwa cakupan pengawasan Sarana Ibadah tertinggi di Kabupaten Musi Rawas, Ogan Ilir, Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau(100%) dan terendah Lahat,Empat Lawang, dan Banyuasin 0 %.
Tabel 4.9 Cakupan TTU I Sarana Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No Kab / Kota 1 2 3 4 5 6 7 OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ILIR MUARA ENIM LAHAT MUSI RAWAS MUSI BANYUASIN BANYUASIN 342 10 551 0 639 538 0 Institusi Pendidikan Dibina 255 10 524 0 639 233 0 %Dibina 74,56 100 95,10 0 100 43,3 0
Page 114
No 10 11 12 13 14 15
Kab / Kota OGAN ILIR EMPAT LAWANG KOTA PALEMBANG KOTA PRABUMULIH KOTA PAGAR ALAM KOTA LUBUK LINGGAU SUMSEL 589 0 708 140 111 0 4537
Institusi Pendidikan Dibina 275 0 708 126 47 0 3584 %Dibina 46,69 0 100 90 42,34 0 78,99
4.5. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakikatnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan ditemukan beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai padsa kelompok masyarakat adalah kekurangan Kalori Protein, kekurangan vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, dan anemia gizi besi.
4.5.1. Pemantauan Pertumbuhan Balita Upaya pemantauan status gizi pada kelompok balita difokuskan melalui pemantauan terhadap pertumbuhan berat badan yang dilakukan melalui kegiatan penimbangan di Posyandu secara rutin setiap bulan, serta pengamatan langsung terhadap penampilan fisik balita yang berkunjung di fasilitas pelayanan kesehatan.
4.5.2. Pemberian Kapsul Vitamin A Upaya perbaikan gizi juga dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun (Februari dan Agustus) dan pada ibu nifas diberikan 1 kali. Cakupan distribusi kapsul Vitamin A balita tahun 2009 sebesar 83,98%.
Page 115
4.5.3. Pemberian Tablet Besi Pelayanan pemberian tablet besi dimaksudkan untuk mengatasi kasus Anemia serta meminimalisasi dampak buruk akibat kekurangan Fe khususnya yang dialami ibu hamil. Persentase pemberian tablet besi pada ibu hamil (Fe-1 dan Fe-3) pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Gambar 4.54 Persentase Pemberian Tablet Besi Pada Ibu Hamil (Fe1 dan Fe3) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 86,23 93,19 86,89 96,14 91,58 96,66 81,28 92,26 92,49 64,83 79,08 71,89 92,57 39,24 79,44 73,44 20 40 60 80,26 74,48 56,55 87,69 85,76 91,36 65,9 81,12 89,15 69,76 75,6 73,18 93,83 79,7 73,82 91,5 80 100 120
Fe1
Fe3
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Cakupan distribusi tablet besi folat tahun 2009 yaitu Fe1 sebesar 86,23% dan Fe3 sebesar 80,26%. Cakupan Fe1 dan Fe3 ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu cakupan Fe1 75,21% dan Fe3 sebesar 67,32%.
4.5.4. Bayi dengan ASI Eksklusif ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh bayi hingga berusia enam bulan (ASI Ekslusif). Riset Medis mengatakan bahwa ASI Eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page 116
Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Provinsi Sumatera Selatan menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar berikut ini:
Gambar 4.55 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel OKU OKI Muara Enim Lahat Musirawas Musi Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau 0 36,33 19,05 15,51 12,29 31,27 46,94 49,26 48,97 73,39
6,44
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Pada Gambar terlihat bahwa cakupan pemberian ASI Ekslusif di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 36,33% (Rentang: 6,44%-77,63%). Cakupan tertinggi dicapai oleh Kabupaten Ogan Ilir (77,63%) sedangkan yang terendah dicapai oleh Kabupaten OKU Timur (77,63%). 4.6. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Upaya pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna. Upaya tersebut dimaksudkan untuk (1) menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan obat esensial yang bermutu bagi masyarakat, (2) mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik, (3) meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan farmasi klinik serta pelayanan kesehatan dasar, serta (4) melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan , mutu, dan keamanan.
Page 117
4.6.1. Peningkatan Penggunaan Obat Rasional Upaya peningkatan penggunaan obat rasional, diarahkan kepada peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan pembinaan penggunaan obat yang rasional melalui pelaksanaan advokasi secara lebih internsif agar terseujud dukungan masyarakat yang kondusif serta terbangunnya kemitraan dengan unit pelayanan kesehatan formal. Penggunaan Obat Rasional (POR) diukur dengan 2 (dua) indikator yaitu pemakaian antibiotik dan injeksi pada 3 kasus penyakit yaitu Diare Non Spesifik, ISPA Non Pneumonia, dan Myalgia. Pada saat ini Kabupaten OKU yang memberikan laporan secara rutin dimana pemakaian antibiotik 54,27% dan injeksi 21,48% menurun dibandingkan tahun 2008 yaitu pemakaian antibiotik 63,89% dan injeksi 26,19%.
4.6.2. Pelayanan Farmasi Komunitas dan Farmasi Klinik Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan farmasi omunitas dan pelayanan farmasi klinik, yang dilaksanakan antara lain mencakup penyusunan standar/pedoman pelayanan farmasi komunitas dan pelayanan farmasi di rumah sakit, standar/pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, serta peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM farmasi.
4.6.3. Penerapan Penggunaan Obat Esensial Generik Kegiatan ini dimaksudkan agar terjaminnya ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat dalam pelayanan kesehatan, yang pelaksanaannya mencakup pengadaan buffer stock obat generik esensial, revitalisasi pemasyarakatan konsepsi obat esensial dan penerapan penggunaan obat esensial generik pada fasilitas pelayanan pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2009 ketersediaan obat esensial di Provinsi Sumatera Selatan sudah mencapai 90%.
Page 118
4.6.4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kegiatan ini dimaksudkan agar masyarakat terlindungi dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan, mutu dan keamanan, yang dilaksanakan melalui antara lain monitoring sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dalam rangka Cara Pembuatan Alat Kesehatan (CPAK).
4.7. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA Data kejadian bencana di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2003 2009 dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut :
Tabel 4.10 Data Kejadian Bencana Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
NO 1 TAHUN 2003 LOKASI BENCANA Kab.M.Enim Kab OKU Kab OKI Palembang 8 ilir Kab Lahat Kab Banyu Asin Palembang Ilir Barat I Kab Musi rawas Palembang Ilir Timur II Musi Rawas Srikaton Kab. Banyu Asin Kota Pagar alam Kab OKU Kota Palembang Kab. Muba Kab.Muba Pagar alam Lahat Kab OKUS Kab Banyu Asin Kab OKI Kab Musi rawas Kab lahat JENIS BENCANA Banjir Banjir Banjir Kebakaran Banjir & tanah longsor Angin Putting Baliung Kebakaran Banjir Kebakaran Kebakaran Tanah Longsor Rawan pangan Banjir Bandang Banjir Pasang Banjir Pasang Banjir Putting Beliung Banjir banding Kebakaran Angin Putting Beliung Angin Putting Beliung Banjir Bandang Angin Putting Beliung KET 825 rumah terendam Sawah & Perkebunan 2459 rumah terendam 1 unt rumah Jln desa R. Berat 8 unt rumah 1 SD 1 unt rumah 8 bedeng 7272 KK/130594 jiwa 24 unt bedeng terbakar 100 kios 8 rumah 1 Musholla hancur 2624 KK 42 KK 1200 unt rmh 25 sekolah 2350 KK 307 KK 42 rmh R.B,18 RR 80 KK 204 rmh hangus 4 rumah RB, 22 RR 54 rmh rusak 12 rmh roboh, 6 RB, 3 hanyut, 175 terendam, 1 jembatan RB 28 rmh RR
2004
Page 119
NO 3
TAHUN 2005
2007
LOKASI BENCANA Kab OKUT Kab OI Kab. Muara Enim Kab OKI Kab Lahat Kota Prabumulih Kab Muba Kab Muba OKU Selatan Muara Enim Palembang kertapati Mura Pagar alam OKI Palembang Banyu Asin Palembang Karang anyar Palembang 17 ilir Palembang 3/4 ulu Kab.Banyu Asin Kab lahat Kab OKUT Kab OKI Kab OI Kab Mura Pagar alam Palembang Gandus Kab OKUS Lahat Rantau Tenang Lahat Batu Pance Ogan Ilir Muara Enim Lahat Suka Dana Mura Ogan Ilir Lahat Simpang 3 Pumu Lahat Seleman Ilir Palembang Seberang ulu 1 OKUS Bumi agung
JENIS BENCANA Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Angin Putting beliung Amuk Gajah Kebakaran Kebakaran Angin putinh beliung Kebakaran Angin Putting Beliung Kebakaran Angin Putting Beliung Kebakaran Kebakaran Kebakaran Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Kebakaran Banjir & T.Longsor Kebakaran Kebakaran Angin putting beliung Tanah longsor Kebakaran Angin Putting Beliung Angin Putting Beliung Kebakaran Kebakaran Kebakaran Kebakaran
KET
126 unit rmh roboh 12 nir rumah 14 unt rumah 1 sekolah 3 unit rmh rusak 141 unt rumah 16 unt rmh rusak 2 unt rumah 11 unit rumah 1 unit hotel 9 unt rumah +3m +3m +3m 6509 Ha sawah terendam 272 Ha sawah terendam +3m 5 unit rumah 73 KK 2 unt rumah 11 unir rumah hangus & 5 unt R.berat 49 rumah roboh 47 unt rumah 17 rumah roboh 18 unt rumah 6 unt rumah 39 unt rumah 29 unt rumah
Page 120
NO 5.
JENIS BENCANA Gempa Bumi Angin Puting Beliung Angin Puting Beliung Angin Puting Beliung Angin Puting Beliung Banjir Angin Puting Beliung Angin Puting Beliung Angin Puting Beliung Kebakaran Kebakaran Kebakaran Kebakaran Kebakaran Kebakaran Banjir Banjir 6 2009 Banjir Kebakaran Kebakaran SPPBU Terapung terbakar Muara Enim Angin Puting Beliung Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
TAHUN 2008
LOKASI BENCANA Lahat Jarai Lahat OKU Selatan OKI Palembang Muara Enim Gn. Megang Ogan Ilir Muara Enim Banyuasin Ogan Ilir OKU Timur Lbk. Linggau Empat lawang Palembang OKU Selatan Ogan Ilir Musi Rawas OKI Pagar Alam Banyuasin Palembang
KET
100 unit rumah 34 unit rumah terbakar 45 unit rumah terbakar 1unit rumah terbakar, 1 unit rumah rusak berat 352 unit rumah rusak berat
Dari tabel di atas terlihat bahwa Wilayah Sumatera Selatan sebagian besar merupakan daerah rawan bencana yang perlu mendapatkan perhatian dari unsur-unsur terkait, sehingga terdapat koordinasi yang saling mendukung apabila terjadi Bencana.
Page 121
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokkan menjadi sarana kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan, yang dapat dilihat pada bab ini, adalah sebagai berikut :
5.1. SARANA KESEHATAN Pada bab ini diuraikan tentang sarana kesehatan di antaranya puskesmas, rumah sakit, sarana Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM), dan institusi pendidikan tenaga kesehatan.
5.1.1. Puskesmas Pada periode tahun 2003 2009, jumlah puskesmas (termasuk puskesmas perawatan) terus meningkat dari 235 unit pada tahun 2002 menjadi 291 unit pada tahun 2009. Namun rasio puskesmas mengalami penurunan dari 3,70 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,58 per 100.000 penduduk pada tahun 2005, kemudian meningkat terus menjadi 3,62 per 100.000 penduduk pada tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 4 per 100.000 penduduk pada tahun 2009.
Gambar 5.1. Jumlah Puskesmas dan Rasionya Terhadap 100.000 Penduduk Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 - 2009
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rasio Puskesmas / 100.000 penduduk
300
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Page122
Hal ini berarti bahwa pada periode tersebut setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 4 puskesmas. Jumlah puskesmas dan rasio puskesmas terhadap 100.000 penduduk pada tahun 2003 2009 disajikan pada gambar 5.1 di atas. Selanjutnya distribusi puskesmas menurut kabupaten/kota, di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar 5.2, berikut ini :
Gambar 5.2. Jumlah Puskesmas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
L.LINGGAU P.ALAM PRABUMULIH PALEMBANG EMPAT LWG O.ILIR OKUT OKUS B.ASIN MUBA MURA LAHAT M.ENIM OKI OKU 0 5 6 8 7 8 14 21 22 25 22 23 20 25 29 27 27 38
14 10 15
30
35
40
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Pada periode yang sama, jumlah puskesmas pembantu, justru mengalami penurunan dari 937 unit pada tahun 2003 menjadi 919 pada tahun 2007, hal ini disebabkan beberapa puskesmas pembantu ditingkatkan statusnya menjadi
puskesmas. Gambaran Puskesmas Pembantu dari tahun 2003 2009 dapat dilihat pada gambar 5.3 dan gambaran jumlah Puskesmas Pembantu menurut kabupaten/kota pada tahun 2009 disajikan pada gambar 5.4.
Page123
Gambar 5.3. Jumlah Puskesmas Pembantu Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 2009
950 940 930 920 910 900 890 Pustu 2003 937 2004 944 2005 920 2006 942 2007 914 2008 920 2009 920
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Gambar 5.4. Jumlah Puskesmas Pembantu Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
MURA MUARA ENIM MUBA BANYUASIN LAHAT OKI PALEMBANG OKU TIMUR OKU OKU SELATAN OGAN ILIR L.LINGGAU MURA P.ALAM 0 107 104 104 137
57 24 31 46
66
98 94
18 17 16 20
40
60
80
100
120
140
160
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
5.1.2. Rumah Sakit Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasionya terhadap jumlah penduduk. Kategori rumah sakit yang dimaksud adalah 1) rumah sakit pemerintah yang terdiri dari rumah sakit vertikal (milik Depkes RI), RSUD milik kabupaten/kota
Page124
dan rumah sakit milik TNI / Polri, 2) rumah sakit swasta dan 3) rumah sakit khusus seperti rumah sakit ibu dan anak, rumah bersalin.
Gambar 5.5 Jumlah Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan Khusus Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 2009
30 20 10 0 Pemerintah Swasta Khusus 2002 8 18 3 2003 12 9 12 2004 14 13 8 2005 15 20 4 2006 20 10 8 2007 22 10 8 2008 22 10 8 2009 22 17 8
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Pada Gambar di atas terlihat bahwa jumlah rumah sakit pemerintah cenderung meningkat dari 8 unit pada tahun 2002 menjadi 22 unit pada tahun 2009, rumah sakit swasta juga mengalami penurunan dari 18 unit pada tahun 2002 menjadi 17 unit pada tahun 2009. Peningkatan jumlah rumah sakit disebabkan adanya pemekaran wilayah kabupaten/kota, sehingga setiap daerah pemekaran berupaya untuk membangun rumah sakit di wilayahnya masing-masing.
Page125
Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan Khusus Menurut Kapasitas Tempat Tidur Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Kabupaten / Kota (1) OKU OKI Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau Jumlah Pemerintah / Government RSU TT (2) (3) 2 238 1 176 2 186 2 212 2 167 3 177 1 100 1 95 4 1.110 1 137 1 120 1 56 21 2.774 Swasta/Private RSU (4) 1 1 2 10 2 1 17 TT (5) 50 97 119 1261 230 30 1.787 Khusus/Special RSU (6) 1 8 9 TT (7) 300 442 742 Jumlah/Total RSU (8) 3 1 3 2 2 3 2 3 TT (9) 288 176 283 212 167 177 400 214
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
22 3 1 2 46
5.1.3. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) di antaranya adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Pondok Bersalin Desa), Toga (Tanaman Obat Keluarga), POD (Pos Obat Desa) dan sebagainya. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal di masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi, dan penanggulangan Diare. Untuk memantau perkembangannya, Posyandu
dikelompokkan ke dalam 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri. Gambaran perkembangan Posyandu dari Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page126
tahun 2002 2009 dan jumlah posyandu menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada gambar 5.6 dan gambar 5.7 berikut ini.
Gambar 5.6 Jumlah Posyandu Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 - 2009
7000 6500 6000 5500 5000 Posyandu 2002 6451 2003 6298 2004 6201 2005 6349 2006 5786 2007 6231 2008 6397 2009 5952
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Pada gambar di atas terlihat bahwa jumlah posyandu sempat mengalami penurunan dari 6.451 unit pada tahun 2002 menjadi 5.786 pada tahun 2006 dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2008 menjadi 6.397 dan kembali menurun pada tahun 2009 menjadi 5.952.
Gambar 5.7 Jumlah Posyandu Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
OKU OKI M.Enim Lahat MURA MUBA B.Asin OKUS OKUT Ogai Ilir Empat L. Palembang Prabumulih P.Alam L.Linggau 0 286 424 415 462 340 167 111 113 99 100 200 300 400 500 600 700 800 400 370 889 534 589 753
900
1000
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Page127
Gambar 5.8 Persentase Posyandu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah/ancaman kesehatan (termasuk bencana dan kegawat-daruratan kesehatan) secara madiri dalam rangka mewujudkan desa sehat. Tujuan desa siaga adalah untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Salah satu kriteria desa siaga adalah minimal memiliki 1 (satu) Poskesdes (Pos Kesehatan Desa). Berikut adalah persentase Poskesdes terhadap desa/kelurahan:
Gambar 5.9 Rasio Poskesdes terhadap Desa/Kelurahan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
OKU OKI M.Enim Lahat MURA MUBA B.Asin OKUS OKUT Ogai Ilir Empat L. Palembang Prabumulih P.Alam L.Linggau 0 0,2 0,4 0,53 0,44 0,64 0,72 0,76 0,56 0,7 0,73 0,6 0,8 0,82 1 1 1 1,2
0,79 1 1 0,95
Page128
Jumlah Poskesdes tahun 2009 di Provinsi Sumatera Selatan adalah 2.320 unit, dengan rasio terhadap desa/kelurahan adalah 0,75. Rasio tertinggi terdapat di kabupaten MUBA, OKUS, kota Pagar Alam dan Lubuk Linggau (1), artinya setiap desa di wilayah tersebut sudah memiliki Poskesdes. Rasio terendah terdapat di kabupaten Lahat (0,44).
Gambar 5.10 Cakupan Desa Siaga Aktif Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Dari gambar diatas menunjukkan distribusi desa siaga terdiri dari, 4 Kabupaten belum memenuhi target SPM dan berada pada range terendah dibawah 50% yaitu Kabupaten OKI, OI, OKU, dan Empat Lawang, 2 Kabupaten berada pada range antara 50%-65% yaitu kabupaten OKU Selatan dan Kota Lubuk Linggau. 8 Kabupaten/kota lainnya sudah memenuhi target SPM minimal 65%. Berdasarkan rasio jumlah Poskesdes terhadap jumlah desa pada gambar diatas, Kabupaten OKUS dan Kota Lubuk Linggau memiliki rasio 1, tetapi cakupan desa siaga di kedua Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 Page129
wilayah tersebut belum mencapai target SPM (warna kuning). Sebaliknya kabupaten Lahat memiliki rasio jumlah poskesdes terhadap jumlah desa paling rendah yaitu 0,44, tetapi cakupan desa siaga aktif memenuhi target SPM (warna hijau).
5.1.5. Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Pendidikan tenaga kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Pendidikan kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta melalui berbagai institusi pendidikan di berbagai jenjang. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan diberlakukannya undangundang nomor 20 tahun 2004 tentang pendidikan nasional, dari seluruh institusi pendidikan tenaga kesehatan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, hanya beberapa institusi yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan untuk pembinaannya. Tabel 5.2 menyajikan tentang penyebaran jenis institusi pendidikan tenaga kesehatan yang dibina oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
Tabel 5.2 Jumlah Institusi Diknakes Menurut Jenis Pendidikan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
No. 01. Jenis Institusi Poltekkes - Jurusan Keperawatan - Jurusan Kebidanan - Jurusan Analis - Jurusan Farmasi - Jurusan Gizi - Jurusan Kes. Gigi Akademi Keperawatan Akademi Kebidanan Akademi Kesehatan Lingkungan Akademi Farmasi Akademi Fisiotherapi APIKES SMF JUMLAH Status Kepemilikan Swasta Daerah 9 18 1 2 1 1 1 33 1 1 2 Jumlah 3 1 1 1 1 1 10 19 2 2 1 1 1 44
Pemerintah 3 1 1 1 1 1 8
TNI 1 1
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Page130
Disamping institusi pendidikan tenaga kesehatan jenjang diploma III seperti pada tabel di atas, masih ada institusi pendidikan tenaga kesehatan yang menyelenggaranan strata 1 seperti Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan baik negeri maupun swasta 5.2. TENAGA KESEHATAN Data mengenai tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta masih sulit diperoleh. Data yang ada diperoleh dari pengelolah program di Subdin Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Pada tabel 5.3 disajikan jumlah tenaga kesehatan menurut golongan medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya.
Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Golongan Medis, Paramedis, Tenaga Kesehatan Lainnya Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Tenaga Kesehatan Kabupaten/Kota Medis
(1) (2)
Perawatan
(3)
Non Perawatan
(4)
Apoteker
(5)
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
OKU 27 524 38 2 12 OKI 60 735 50 2 21 Muara Enim 68 652 53 3 21 Lahat 44 649 47 4 13 Musi Rawas 40 549 56 6 31 Musi Banyuasin 57 638 40 2 68 Banyuasin 67 528 54 28 79 OKU Selatan 9 342 29 11 OKU Timur 40 665 32 2 10 Ogan Ilir 27 309 34 0 12 Empat Lawang 14 181 13 9 Palembang 664 2.169 108 103 68 Prabumulih 97 613 34 2 36 Pagar Alam 26 202 20 4 11 Lubuk Linggau 15 210 19 12 12 Jumlah 1.201 8.966 627 170 414 Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Page131
Indikator ketersediaan tenaga kesehatan dapat dilihat dari rasio setiap jenis tenaga kesehatan per 100.000 penduduk. Berdasarkan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sebanyak 7.222.635 jiwa, maka didapatkan rasio masing-masing jenis tenaga kesehatan dan kebutuhan masing-masing jenis tenaga kesehatan. Pada tabel 5.4 disajikan Rasio Tenaga Kesehatan Menurut Jenis per 100.000 penduduk termasuk jumlah kebutuhannya. Pada tabel 5.4 berikut terlihat bahwa rasio dokter umum pada tahun 2009 baru mencapai 9,48 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang dokter melayani 10.548 penduduk, belum memenuhi target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 2.889 orang dokter umum.
Tabel 5.4 Rasio Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Per 100.000 Penduduk Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Jenis Tenaga Dokter Spesialis Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan Ahli Gizi Sanitarian SKM Apoteker Farmasi SPRG Fisioterapi Analis kesehatan
Jumlah 427 685 323 5.027 3.919 418 358 365 170 264 223 66 140
Rasio 5,91 9,48 4,47 69,60 54,26 5,79 4,96 5,05 2,35 3,66 3,09 0,91 1,94
Kebutuhan 433 2.889 794 8.486 7.222 1.589 2.889 2.889 722 2.166 2.166 288 1.083
Sumber : Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
Demikian juga dengan tenaga Bidan, baru mencapai 54,26 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Bidan melayani 1.843 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 100 per 100.000 penduduk atau 1 Bidan per
Page132
1.000 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 7.222 orang Bidan. Rasio Perawat, baru mencapai 69,60 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Perawat melayani 1.437 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 117,5 per 100.000 penduduk atau 1 Perawat per 851 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 8.486 orang Perawat. Rasio Ahli Gizi, baru mencapai 5,79 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Ahli Gizi melayani 17.271 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 22 per 100.000 penduduk atau 1 Ahli Gizi per 4.544 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 1589 orang Ahli Gizi. Rasio Sanitarian, baru mencapai 4,96 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Sanitarian melayani 20.161 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 2.889 orang Sanitarian. Rasio SKM, baru mencapai 5,05 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang SKM melayani 19.802 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 2.889 orang SKM. Rasio Apoteker, baru mencapai 2,35 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Apoteker melayani 42.553 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 722 orang Apoteker. Rasio SPRG, baru mencapai 3,66 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang SKM melayani 32.362 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 2.166 orang SPRG. Rasio Fisioterapis, baru mencapai 0,91 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang SKM melayani 109.890 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya
Page133
untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 2.166 orang Fisioterapis. Rasio Analis Kesehatan, baru mencapai 1,94 per 100.000 penduduk, sama dengan 1 orang Analis Kesehatan melayani 51.546 penduduk, masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 40 per 100.000 penduduk atau 1 Sanitarian per 2.500 penduduk. Artinya untuk saat ini Provinsi Sumatera Selatan masih membutuhkan 1.083 orang Analis Kesehatan.
Gambar 5.11 Persentase Anggaran Kesehatan Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
15 10 5 0 % Anggaran Kesehatan
2002 3,5
2003 2,2
2004 4,5
2005 0,5
2006 3
2007 2
2008 3,6
2009 10,83
Page134
Dari Gambar 5.11. di atas terlihat bahwa persentase anggaran kesehatan pada tahun 2008 dari total APBD Provinsi Sumatera Selatan baru mencapai 3,6% ,
meninkat cukup tinggi pada tahun 2009 menjadi 10,83% melampaui rata-rata persentase alokasi anggaran kesehatan selama periode 8 tahun berkisar 2,8%. Meskipun demikian, angka tersebut masih berada dibawah harapan sebesar 15%.
Page135
BAB 6 KESIMPULAN
6.1. KESIMPULAN Situasi Derajat Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Umur Harapan Hidup serta Status Gizi dan Angka Kesakitan. 1) Angka Kematian Ibu (AKI) tiap tahunnya mengalami penurunan dari 307 per 100.000 KH (SDKI 2002/2003) menjadi 228 per 100.000 KH (SDKI 2007), sedangkan AKI Sumatera Selatan 424 per 100.000 KH (BPS 2004) menjadi 262 per 100.000 KH (Susenas 2005). 2) Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) Nasional mengalami penurunan, yaitu 34 per 1000 KH (SDKI 2007). AKB Provinsi Sumatera Selatan 42 per 1000 KH (Susenas 2007). Target MDGs 2015 AKB diharapkan turun menjadi 23 per 1000 KH dan AKABA menjadi 32 per 1000 KH. 3) Umur Harapan Hidup (UHH) Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari 67,9 tahun pada tahun 2003 menjadi 69,9 tahun pada tahun 2009. 4) Status Gizi Masyarakat dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu BBLR, Status Gizi Balita. Proporsi BBLR Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 0,79% (rentang 0,19%-6.65%), prevalensi gizi buruk pada tahun 2009 0,03% (rentang 00,27%). 5) Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Provinsi Sumatera Selatan mengalami kenaikan dari 84,45% pada tahun 2008 menjadi 88,6% pada tahun 2009, masih dibawah target SPM sebesar 90%. 6) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 sebesar 38,89%, sudah melebihi target SPM 25,76%.
Page 136
7) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan mengalami peningkatan dari 84% pada tahun 2008 menjadi 87,83% pada tahun 2009 , sudah melampaui target SPM 85%. 8) Cakupan pelayanan nifas Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 96,49%, sudah melebihi target SPM 85%. 9) Cakupan neonatus dengan komplikasi yang dilayani Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 82,68%, sudah melebihi target SPM 79,99%. 10) Cakupan kunjungan bayi Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 87,47%, masih dibawah target SPM 89,99%. 11) Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 82,5%, masih dibawah target SPM 100%. 12) Cakupan pelayanan anak Balita Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 52,05%, masih dibawah target SPM 88,12%. 13) Cakupan pemberian MP ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 24,68%, masih dibawah target SPM 100%. 14) Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 100%, sesuai dengan target SPM 89,99%. 15) Cakupan peserta KB aktif Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 69,08%, sedikit dibawah target SPM 70%. 16) AFP rate per 100.000 penduduk <15 tahun Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 4,05, sudah melebihi target SPM >=2. 17) Penemuan penderita Pneumonia Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 29,53%, masih dibawah target SPM 60%. 18) Penemuan pasien baru TB BTA (+)Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 44,62%, masih dibawah target SPM 70%. 19) Penderita DBD yang ditangani Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 71,41%, masih dibawah target SPM 100%. 20) Penemuan penderita diare Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 3,24%, masih dibawah target SPM 100%. Profil Kesehatan Provinsi Sumsel Tahun 2010 Page 137
21) Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan Epidemiologi <24 jam Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 95,33%, masih dibawah target SPM 100%. 22) Cakupan desa siaga aktif Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 80,49%, masih dibawah target SPM 100%. 23) Jumlah kasus HIV pada tahun 2009 sebanyak 85 kasus, AIDS sebanyak 70 kasus. Kumulatif kasus HIV sampai dengan tahun 2009 sebanyak 491 kasus. 24) Jumlah kecelakaan yang terjadi pada tahun 2009 sebanyak 2.218 kasus, dengan jumlah korban sebanyak 4.247 orang dengan perincian 1.051 meninggal dunia, 1.470 luka berat, 1.726 luka ringan. Persentase kematian akibat kecelakaan tertinggi terjadi di Kabupaten OKU Timur sebesar 36,23% dan Musi rawas 35,29%. 25) Jumlah puskesmas di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sebanyak 291 puskesmas, rasio puskesmas mencapai 4,03 per 100.000 penduduk. Jumlah RSU sebanyak 22 buah tersebar di 14 kabupaten/kota, kecuali kabupaten Ogan Ilir dan OKU Selatan, terdiri dari 12 RSUD dan 10 RSU Vertikal dan TNI/Polri. 26) Rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk sampai dengan tahun 2009 masih dibawah rasio ideal. 27) Persentase Anggaran Pembangunan Kesehatan sudah mencapai 10,83% dari total APBD Provinsi Sumatera Selatan.
kesehatan, yang dapat dilihat dari pencapaian indikator standar pelayanan minimal (SPM) maupun indikator Indonesia Sehat 2010, perlu dilakukan beberapa upaya antara lain : 1. Perencanaan kegiatan pembangunan kesehatan harus berdasarkan fakta dilapangan (planning by evidence based) termasuk pencapaian indikator SPM dan indikator Indonesia Sehat minimal 3 tahun sebelumnya dan diupayakan mempunyai daya ungkit terhadap penurunan AKI, AKB dan peningkatan Profil Kesehatan Provinsi Sumsel Tahun 2010 Page 138
status gizi masyarakat serta memperhatikan kebijakan-kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. 2. Meningkatkan monitoring dan evaluasi pencapaian program kesehatan dengan melakukan supervisi-supervisi ke Kabupaten/Kota secara berkala (setiap triwulan). 3. Meningkatkan pertemuan-pertemuan dengan penanggung jawab program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maupun Dinas Kesehatan Provinsi dalam rangka memberikan feedback terhadap pelaksanaan program yang sedang berjalan. 4. Meningkatkan kemampuan petugas pengelolah data dan informasi melalui pelatihan atau bimbingan teknis. 5. Meningkatkan kemampuan pengelolah program kesehatan dalam menyusun perencanaan kesehatan berbasis kinerja. 6. Mengoptimalkan Jaringan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Siknas Online)
Page 139
2.1. KEADAAN PENDUDUK Perkiraan penduduk Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 berjumlah 7.222.635 jiwa (BPS, Susenas 2009). Dengan komposisi 3.650.615 penduduk lakilaki dan 3.572.020 penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Selatan sebesar 1,42 persen pada tahun 2009 menurun jika dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 1,45 persen.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun, Luas Daerah, Rata-rata Penduduk Desa Dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten /Kota Di Sumatera Selatan Tahun 2009
Kabupaten / Kota Jumlah Penduduk
(2)
(1)
OKU 267.022 152 OKI 707.627 309 Muara Enim 668.341 325 Lahat 341.055 376 Musirawas 505.940 277 Musi Banyuasin 523.025 218 Banyuasin 818.280 303 OKU Selatan 331.879 260 OKU Timur 581.665 298 Ogan Ilir 384.663 241 Empat Lawang 213.872 156 Palembang 1.438.938 107 Prabumulih 137.786 37 Pagar Alam 116.486 35 Lubuk Linggau 186.056 72 Jumlah 7.222.635 3.166 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Susenas 2009
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
2.773 17.058 8.588 4.076 12.135 4.477 12.143 5.494 3.410 2.513 2.556 374 422 579 420 87.018
4,04 4,00 4,19 3,92 3,92 4,09 4,09 4,00 3,82 4,01 4,05 4,35 4,12 4,03 4,05 4,08
Page 4
Tingkat kepadatan penduduk provinsi Sumatera Selatan sekitar 83 orang per km . Dari 15 Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi sebesar 3.847 orang per km2. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu 36 orang per km2. Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 30,03% penduduk Sumatera Selatan berusia muda (0-14 tahun), 64,16% berusia produktif (umur 15-59 tahun), dan hanya 5,81% yang berumur 60 tahun lebih, sehingga diperoleh angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Sumatera Selatan sebesar 50,90 artinya, setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 51 orang penduduk usia tidak produktif, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 36 orang penduduk usia tidak produktif.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Hasil Susenas Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Sumatera Selatan 2008 2009
Kelompok Umur
(1) 2
Laki-Laki
(2)
2008 Perempuan
(3)
Jumlah
(4)
Laki-Laki
(5)
2009 Perempuan
(6)
Jumlah
(7)
04 368.899 351.587 720.476 59 365.780 347.990 713.770 10 14 371.091 354.204 725.295 15 19 371.999 356.012 728.011 20 24 380.003 373.508 753.511 25 29 339.003 342.104 681.107 30 34 286.500 297.401 583.901 35 39 245.101 250.101 495.202 40 44 214.001 214.904 428.905 45 49 189.505 184.204 373.709 50 54 155.911 141.901 297.812 55 59 113.108 101.599 214.707 60 + 198.801 206.583 405.384 Jumlah 3.599.692 3.522.098 7.121.790 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Susenas 2009
371.212 365.405 374.902 362.301 384.798 346.898 294.102 251.002 218.799 193.499 162.600 119.900 205.098 3.650.615
353.006 282.650 358.300 344.999 373.508 342.104 297.401 250.101 214.904 184.204 141.901 101.599 214.802 3.572.020
724.218 711.206 733.202 707.300 761.698 695.599 598.204 509.003 438.601 384.101 312.002 227.601 419.900 7.222.635
Page 5
Gambar 2.1 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009
laki-laki
perempuan
2.2. LETAK GEOGRAFIS DAN LUAS WILAYAH Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1o sampai 4o Lintang Selatan dan 102o sampai 106o Bujur Timur dengan luas wilayah 87.018 km2 terdiri dari pegunungan dan pesisir pantai dan dilintasi oleh banyak sungai dan karenanya sering terjadi banjir. Sebagian besar lahan terdiri dari hutan produksi, lahan pertanian, eksplorasi dan ekploitasi gas bumi dan bahan galian lainnya seperti minyak tanah dan batubara. Batas daerah ini adalah di sebelah Utara dengan Provinsi Jambi, di sebelah Selatan dengan Provinsi Lampung, di sebelah Timur dengan Provinsi Bangka Belitung, di Pantai Timur tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayurawa (bakau). Semakin ke barat merupakan dataran tinggi dan terdapat daerah Bukit Barisan.
Page 6
2.3. KEADAAN PEMERINTAHAN Sejak tahun 2006, kembali Provinsi Sumatera Selatan mengalami pemekaran daerah, dari 14 (empat belas) kabupaten / Kota menjadi 15 (lima belas) kabupaten kota. Kabupaten yang mengalami pemekaran yaitu kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) menjadi Kabupaten OKU, OKU Selatan dan OKU Timur dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi Kabupaten OKI dan Kabupaten Ogan Ilir dan pada tahun 2007, kabupaten Lahat mengalami pemekaran lagi menjadi Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang, sehingga sampai dengan tahun 2009, Provinsi Sumatera Selatan mempunyai 15 kabupaten/kota. 2.4. PENDIDIKAN Sumber daya manusia akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Dari data Susenas 2008 data pendidikan disajikan dalam data partisipasi bersekolah, tingkat pendidikan penduduk dan kemampuan membaca dan menulis.
Tabel 2.3 Persentase Partisipasi Bersekolah, Tingkat Pendidikan Penduduk Dan Kemampuan Membaca dan Menulis Tahun 2009
Kota Partisipasi menurut kelompok Umur - 07 12 tahun - 13 15 tahun - 16 18 tahun - 19 24 tahun Pendidikan Tertinggi yg ditamatkan -Tidak tamat SD - SD / Sederajat - SLTP / Sederajat - SLTA / Sederajat -Diploma/Universitas 99,01 90,85 63,99 18,93 14,16 19,75 20,96 34,76 10,40 2009 Desa 97,16 80,59 47,12 6,17 29,65 36,89 18,64 12,82 2,00 96,43 Kota+Desa 97,80 84,64 54,08 11,57 23,50 30,09 19,56 21,52 5,33 97,20
% Melek Huruf 98,37 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan
Page 7
Secara umum di Sumatera Selatan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk perkotaan lebih besar dari APS penduduk pedesaan kecuali pada kelompok umur 7 12 tahun yang relative merata. Kemampuan baca tulis (melek huruf) merupakan keterampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat menuju hidup sejahtera. Persentase melek huruf yaitu persentase penduduk 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya sebesar 97,20% dari seluruh penduduk usia 10 tahun keatas pada tahun 2009. Ini berarti bahwa tingkat penduduk yang buta huruf relatif kecil yaitu sebesar 2,80%. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki merupakan indicator pokok kualitas pendidikan formal. Semangkin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu Negara dapat mencerminkan taraf intelektualitas suatu bangsa. Pada table 2.3. di atas terlihat bahwa penduduk Sumatera Selatan berumur 10 tahun ke atas yang tidak/belum memiliki ijazah sebesar 23,50 persen, tamat SD/MI sederajat sebesar 23,50 persen, SLTP/MTs sederajat sebesar 19,56 persen, SMU/MA sederajat sebesar 21,52 persen, Diploma sampai perguruan tinggi sebesar 5,33 persen.
2.5. EKONOMI Ukuran yang sering digunakan sebagai kemakmuran suatu daerah adalah pendapatan per kapita. Pada tahun 2008, pendapatan per kapita Sumatera Selatan atas dasar harga berlaku dengan Migas dan tanpa Migas meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari Rp. 13.292.695 tahun 2007 menjadi Rp.15.900.105 tahun 2008 (dengan Migas), sementara tanpa Migas naik dari Rp.9.025.731 menjadi 10.546.378. Sedangkan pendapatan perkapita atas dasar harga konstan dengan Migas dan tanpa Migas juga mengalami peningkatan yaitu dari Rp.6.623.790 tahun 2007 menjadi Rp.6.862.014 (dengan Migas), tanpa Migas dari Rp.5.032.531 menjadi Rp.5.275.313.
Page 8
Tabel 2.4 PDRB Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2004-2008 (Juta Rupiah)
Tahun 2004 2005 2006 r) 2007 *) 2008**) Atas Dasar Harga Berlaku Dengan MIGAS Tanpa MIGAS 64.319.375 45.470.766 81.531.510 52.726.675 95.928.763 63.500.068 109.895.707 74.905.270 133.358.882 88.794.817 Atas Dasar Harga Konstan Dengan MIGAS Tanpa MIGAS 47.344.395 33.969.083 49.633.536 36.317.674 52.214.848 38.971.024 55.262.114 42.106.149 58.080.027 44.777.677
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan r) Angka Revisi *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Page 9