You are on page 1of 12

Disusun Oleh:

Dwi Halima Sari Muh. Kautsar Ashari Kamelia Malik Husni Syam Fardiana Fatha Aswin Syam Muh. Yusuf Hadriah

Arfah Hasti Hidayah Rahman A. Rahmayanti Agustina Fitriah Amalia Syamriani

Fakultas Ilmu Sosial Pendidikan Antropologi Universitas Negeri Makassar


Situs Bersejarah di Toraja Lemo

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kami sehingga Makalah Penelitian di Situs Lemo ini dapat terselesaikan dengan baik dan insya allah dapat dipahami dengan mudah. Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan pengetahuan dan pemahaman serta pengaplikasian dalam bangunan bersejarah peninggalan nenk moyang orang Toraja Lemo. Seandainya didalam Makalah ini, masih terdapat kekhilafan atau kekurang sempurnaan, maka saya dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesarbesarnya. Saran yang konstruktif sangat kami hargai demi penyempurnaan dimasa depan. Dengan demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan Allah SWT memberikan Rahmat-Nya berupa pengetahuan. Amin.

Makassar, 25 Desember 2011

Penulis

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Daftar Isi

Judul Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian Bab II Pembahasan A. Latar Belakang Situs Lemo B. C. ..

Bab III Penutup A. Kesimpulan B. Saran

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang

Nama Toraja, semua orang pasti bakal terlintas dibenaknya kuburan-kuburan di lereng bukit batu. di Toraja mereka mempunyai kepercayaan dimana masih ada kehidupan setelah mati. Sehingga mereka akan mengadakan pesta sebesar-besarnya untuk mengantarkan seseorang yang telah meninggal dunia ke keburannya Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat. Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat". Ada juga versi lain bahwa Kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja. Wilayah Tanah Toraja juga digelar Tondok Lili'na Lapongan Bulan Tana Matari'allo arti harfiahnya adalah "Negri yang bulat seperti bulan dan matahari". Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja). Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa - dalam bahasa Toraja). Lain lagi versi dari DR. C. CYRUT seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Tiongkok). Proses akulturasi antara kedua

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indochina dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah tersebut. Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu', serta Ma'nene', dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo' diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Bab II Pembahasan

A. Latar Belakang Situs Lemo

Kuburan Batu Lemo (Foto: 22 Maret 2012)

Tepatnya di Sulawesi Selatan di Kabupaten Toraja berbagai budaya, tradisi, kepercayaa, serta wisata yang ada di daerah tersebut. Lemo yang hanya 15 menit ditempuh perjalanan darat dari kota Rantepao ini berkhas kampung dengan jalan akses yang belum beraspal mulus tetapi hanya masih tanah yang dilapisi batu-batu sungai, kemudian kita serasa masuk ke kaki-kaki bukit dan bertemu desa ini. Nama Kampung dari situs lemo' yaitu kampung Bunten. objek wisata yang ada di lemo' yaitu kuburan pahat atau biasa disebut tau-tau, berkaitan dengan kuburan pahat itu bahwa sudah 18 generasi dan pemilik pertama lemo' dari generasi pertama yang dikuburkan bernama Songgi Pattalo.

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, yang merupakan kuburan alam yang dipahat pada abad XVI atau setempat disebut dengan Liang Paa'. Jumlah liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik. Adat masyarakat Toraja adalah menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah rumah (Pa'tane). Kuburan Batu Lemo yang terletak di Toraja, Sulawesi Selatan, merupakan kuburan tertua nomor dua di Toraja setelah Songgi Patalo. Di situs yang dibangun sekitar abad ke-16 tersebut, terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan 40 patung orang yang telah meninggal, semakin tinggi lubang kuburan maka semakin dekat dengan Tuhannya atau sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di Desa Lemo. Tiap-tiap lubang merupakan kuburan satu keluarga dan setiap orang yang meninggal dikuburkan bersama harta bendanya seperti uang, emas, dll. Di pemakaman Lemo kita dapat melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. kuburan untuk yang meninggal dunia juga lain dari yang lain, kuburannya ada di lereng bukit dimana dinding bukit dibuat lubang yang bisa dimasukkan peti mati. Proses sebelum memasukkan peti mati inilah yang dipestakan besar-besaran oleh masyarakat Toraja. Karena pesta besar-besaran, maka tidak heran jika jarak antara pesta dan waktunya yang meninggal dunia itu bisa jauh sekali bahkan sampai ada yang bertahun-tahun. karena jika belum dipestakan si peti mati belum bisa dimasukkan ke lerangbukit, maka si peti mati dismpan dulu sementara di Tongkonan yang berkaki empat seperti di foto dibawah ini:

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Lemo adalah tempat pekuburan dinding berbatu. Letaknya di Desa Lemo. Disebut Lemo, karena pekuburan batu utama memiliki dinding yang berkerut-kerut seperti kulit jeruk atau lemo dalam bahasa setempat. Di dalam lubang-lubang batu tersebut juga ditemui patung-patung dari mereka yang sudah meninggal dan dimakamkan di sini (tau-tau). Tidak semua orang bisa dibuatkan tau-tau. Biasanya yang dari kalangan bangsawan sajalah yang dibuatkan tau-tau sesudah memenuhi persyaratan tertentu. Di lereng bukit setelah peti mati dimasukkan di depan lobangnya akan dipasang patung ukiran dari kayu yang mirip dengan wajah yang meninggal dunia. Patung ini disebut juga Tau Tau oleh orang Toraja. Tau-tau adalah patung yang menggambarkan almarhum. Pada pemakaman golongan bangsawan atau penguasa/pemimpin masyarakat salah satu unsur Rapasan (pelengkap upacara acara adat), ialah pembuatann Tau-tau. Tau-tau dibuat dari kayu nangka yang kuat dan pada saat penebangannya dilakukan secara adat. Mata dari Tau-tau terbuat dari tulang dan tanduk kerbau. Pada jaman dahulu kala, Tau-tau dipahat tidak persis menggambarkan roman muka almarhum namun akhir-akhir ini keahlian pengrajin pahat semakin berkembang hingga mampu membuat persis roman muka almarhum.

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Tau-Tau di Lemo (Foto: 22 Maret 2012)

Deretan Tau-Tau (Foto: 22 Maret 2012)

Di sisi pekuburan batu Lemo, dijumpai beberapa pintu yang fungsinya untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur batu tersebut. Pintu tersebut ada yang ditutupi dengan kayu, ada pula dengan bambu.

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

Pintu Kayu di Dinding Lemo (Foto: 22 Maret 2012)

Pintu Bambu di Kubur Batu Lemo (Foto: 22 Maret 2012)

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

10

B. Nilai Tradisi Vs Keagamaan Dalam kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk sementara begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda. Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk, yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo dan jiwanya akan tersesat. "Agar jiwa orang yang bepergian itu tidak tersesat, tetapi sampai ke tujuan, upacara yang dilakukan harus sesuai aluk dan mengingat pamali. Ini yang disebut sangka atau darma, yakni mengikuti aturan yang sebenarnya. Kalau ada yang salah atau biasa dikatakan salah aluk (tomma liong-liong), jiwa orang yang bepergian itu akan tersendat menuju siruga (surga)," kata Tato Denna, salah satu tokoh adat setempat, yang dalam stratifikasi penganut kepercayaan Aluk Todolo mendapat sebutan Ne Sando. Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap akan memperhatikan dari dekat kehidupan keturunannya. Oleh karena itu, upacara kematian menjadi penting dan semua aluk yang berkaitan dengan kematian sedapat mungkin harus dijalankan sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan kapan dan di mana jenazah dimakamkan, pihak keluarga harus berkumpul semua, hewan korban pun harus disiapkan sesuai ketentuan. Pelaksanaannya pun harus dilangsungkan sebaik mungkin agar kegiatan tersebut dapat diterima sebagai upacara persembahan bagi tomebali puang mereka agar bisa mencapai puyo alias surga Jika ada bagian-bagian yang dilanggar, katakanlah bila yang meninggal dunia itu dari kaum bangsawan namun diupacarakan tidak sesuai dengan tingkatannya, yang bersangkutan

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

11

dipercaya tidak akan sampai ke puyo. Rohnya akan tersesat. Sementara bagi yang diupacarakan sesuai aluk dan berhasil mencapai puyo, dikatakan pula bahwa keberadaannya di sana juga sangat ditentukan oleh kualitas upacara pemakamannya. Dengan kata lain, semakin sempurna upacara pemakaman seseorang, maka semakin sempurnalah hidupnya di dunia keabadian yang mereka sebut puyo tadi. To na indanriki lino To na pake sangattu Kunbai lau ri puyo Pa Tondokkan marendeng Kita ini hanyalah pinjaman dunia yang dipakai untuk sesaat. Sebab, di puyo-lah negeri kita yang kekal. Di sana pula akhir dari perjalanan hidup yang sesungguhnya. Bisa dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa yang akan bepergian itu dengan pemotongan hewan-biasanya berupa kerbau dan babisebanyak mungkin. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang ikut dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke puyo. Kepercayaan pada Aluk Todolo pada hakikatnya berintikan pada dua hal, yaitu padangan terhadap kosmos dan kesetiaan pada leluhur. Masing-masing memiliki fungsi dan pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti dalam hal "mengurus dan merawat" arwah para leluhur, bencana pun tak dapat dihindari. Berbagai bentuk tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para penganut kepercayaan Aluk Todolo-termasuk ritus upacara kematian adat Tana Toraja yang sangat dikenal luas itu-kini pun masih bisa disaksikan. Meski terjadi perubahan di sana-sini, kebiasaan itu kini tak hanya dijalankan oleh para pemeluk Aluk Todolo, masyarakat Tana Toraja yang sudah beragama Kristen dan Katolik pun umumnya masih melaksanakannya. Bahkan, dalam tradisi penyimpanan mayat dan upacara kematian, terjadi semacam "penambahan" dari yang semula lebih sederhana menjadi kompleks dan terkadang berlebihan.

Situs Bersejarah di Toraja Lemo

12

You might also like