You are on page 1of 11

Jurnal PSYCHE

Hubungan Antara Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder Dengan Konsep Diri Pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta
(The Correlation between Self-Acceptance on Secondary Sexual Development and Self-Concept among the Female Adolescent Students at SMPN 10 Yogyakarta)
Rina Oktaviana Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang

Abstract Physical and sexual development of a female adolescent are influenced by many factors. On of them is the change of body appearance as the result of the female adolescents secondary sexual development that is perceived unlike with the cultural standard. The female adolescents discomfort with her own body development will be greater a long with her awareness of her own selfappearance. This study aimed to find out the correlation between selfacceptance on secondary sexual development and self-concept among female students of SMPN (Public Junior High School) 10, Yogyakarta. The subject were of this study were 99 students with the age of 14 15 years. The data were collected using two scales: (1) Self-acceptance on Secondary Sexual Development Scale, and (2) Self-Concept Scale. The item validity assessed using Pearsons Product Moment Correlation, meanwhile the reliability using Hoyts ANOVA technique. The data were analyzed by means of Pearsons Product Moment Correlation. Data analysis showed that rxy = 0.518; p < 0,01. Therefore, there are positif and significant correlation between self-acceptance on secondary sexual development and self-concept among the female adolosent students at SMPN 10 Yogyakarta. Keywords: self-acceptance, secondary sexual development, self-concept.

Rina Oktaviana

Vol. 1 No. 2, Desember 2004

Pendahuluan Remaja putri adalah sosok yang sedang berkembang baik dari segi fisik maupun seksual. Pada masa remaja, seorang remaja belum mempunyai tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangannya. Perkembangan fisik dan seksual pada remaja merupakan hal yang sangat tak dapat dipisahkan justru karena pemasakan seksualitas genital harus dipandang dalam hubungan dengan perkembangan fisik seluruhnya. Bila ditinjau dari hubungan antara perkembangan psikososial dan perkembangan fisik, nampak bahwa perkembangan fisik memberikan impulsimpuls baru pada perkembangan psikososial. Sebaliknya, reaksi individu terhadap perkembangan fisik tergantung lagi dari pengaruh lingkungannya dan dari sifat pribadinya sendiri, yaitu interpretasi yang diberikan terhadap lingkungan itu. Perkembangan organ-organ genital (seksual) baik di dalam maupun di luar badan juga sangat menentukan dalam pola perilaku, sikap, dan kepribadian. Tanda-tanda kelamin sekunder yang terdapat pada diri remaja putri itu adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang khas wanita. Tanda-tanda yang khas tersebut, menurut Sarwono (2000), ditandai oleh suatu peristiwa yang disebut dengan menarche (menstruasi untuk pertama kalinya). Selain itu, pada diri remaja putri akan terjadi perubahan ciriciri seksual sekunder seperti panggul yang besar, payudara yang mulai berkembang, dan suara yang merdu. Hurlock (1994) menyatakan perkembangan seksual sekunder akan membedakan pria dari wanita. Perbedaan seksual sekunder pada masingmasing jenis kelamin, akan membuat akan menarik jenis kelamin yang lain. Ciri ini tidak berhubungan dengan reproduksi meskipun secara tidak langsung ada hubungannya yaitu karena pria tertarik pada wanita dan begitu juga sebaliknya. Inilah sebabnya mengapa ciri ini disebut sekunder dibandingkan dengan organ-organ seks primer yang berhubungan langsung dengan reproduksi. Remaja putri pada umumnya, tak terkecuali remaja putri yang ada pada SLTPN 10 Yogyakarta, dalam menghadapi perkembangan dan perubahan ini kebanyakan kurang siap. Mereka diharuskan menerima tubuh atau perubahan yang baru berkembang tersebut sebagai ciri-ciri fisik tertentu yang tidak dapat diubah. Hurlock (1994) menyatakan hanya sedikit remaja yang mengalami kateksis tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih banyak dialami di beberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan mengalami

Penerimaan Diri dan Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder

Jurnal PSYCHE

kateksis tubuh menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja. Dion dkk (dalam Hurlock, 1994) menerangkan alasan mengapa kepuasan terhadap perubahan fisik yang terjadi ketika tubuh anak beralih menjadi dewasa adalah sangat penting. Menurut mereka, penampilan seseorang beserta identitas seksualnya merupakan ciri pribadi yang paling jelas dan paling mudah dikenali oleh orang lain dalam interaksi sosial. Meskipun pakaian dan alat-alat kecantikan dapat digunakan untuk menyembunyikan bentuk-bentuk fisik yang tidak disukai remaja dan untuk menonjolkan bentuk fisik yang dianggap menarik, namun hal ini belum cukup menjamin adanya kateksis tubuh. Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Monks dkk. (1994), kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhdap penilaian diri. Penelitian Helmi (1995); Murdoko (1994) menunjukkan bahwa konsep diri sangat penting bagi keberhasilan individu dalam hubungan sosialnya, hal ini berarti bahwa dengan konsep diri yang positif individu akan berperilaku positif sehingga akan mendapat umpan balik yang positif dari lingkungan. Walgito (1993) menyatakan terbentuknya konsep diri akan mempengaruhi harga diri, dengan konsep dirinya remaja putri akan mengevaluasi pengalamanpengalamannya yang berkaitan dengan penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap dirinya.

Tinjauan Pustaka Konsep Diri Self menurut Sulaeman (1995) adalah keseluruhan ide-ide dan sikapsikap seseorang sebagai apa dan siapa dia. Self meliputi semua pengalaman yang membentuk kesadaran seseorang tentang keberadaannya. Ide-ide dan sikap telah berkembang pada awal masa kanak-kanak. Self juga sebagai suatu cara bagaimana seseorang bereaksi terhadap dirinya sendiri. Suryabrata (1995) menyatakan bahwa self mengandung empat aspek yaitu: (1) bagaimana orang mengamati dirinya sendiri, (2) bagaimana orang berpikir tentang dirinya sendiri, (3) bagaimana orang menilai dirinya sendiri, (4)
Rina Oktaviana 3

Vol. 1 No. 2, Desember 2004

bagaimana orang berusaha dengan berbagai cara untuk menyempurnakan dan mempertahankan diri. Cawagas (dalam Poedjijogdjanti, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri menyangkut seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian dan kegagalan. Bringham (1991) mengemukakan pandangannya konsep diri berdasarkan penilaian dari orang lain yaitu merupakan skema diri yang menunjukkan kualitas seseorang. Johnson & Johnson (dalam Helmi, 1995) mengatakan bahwa konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang kuat. Harga diri merupakan penilaian tentang keberartian diri dan nilai seseorang yang didasarkan pada proses pembuatan konsep dan pengumpulan informasi tentang diri beserta pengalaman. Menurut Sumadi (1992), struktur diri terbentuk atas tiga tingkat. Tingkat pertama adalah konsep diri secara global mengenai gambaran atau persepsi individu dalam memahami dirinya secara keseluruhan. Tingkat kedua adalah konsep diri mayar, yaitu sebagai sikap dan keyakinan individu dalam memahami komponen atau sekumpulan komponen dari keseluruhan individu, misalnya konsep diiri sosialnya. Tingkat ketiga, adalah konsep diri spesifik yaitu bagaimana individu dalam memahami bagian-bagian diri yang spesifik, konkret, dan terperinci. Aspek-aspek yang mempengaruhi konsep diri menurut Bersonsky (dalam Sumadi, 1992) terdiri dari: 1) aspek fisik, meliputi: penilaian individu terhadap semua yang dimiliki seperti pakaian, tubuh dan benda-benda yang dimilikinya; 2) aspek moral meliputi: nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan; 3) aspek psikis, meliputi: perasaan, kemauan dan sikap individu terhadap diri sendiri; dan 4) aspek sosial, meliputi: peranan sosial yang dimainkan individu dan sejauhmana penilaian individu terhadap penampilannya. Konsep diri remaja ada yang positif dan pula yang negatif. Coulhorn dan Acocella (1990) menyatakan bahwa ciri-ciri remaja yang memiliki konsep diri positif antara lain: 1) yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, 2) merasa setara dengan orang lain, 3) menerima pujian tanpa merasa malu, 4) menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, dan

Penerimaan Diri dan Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder

Jurnal PSYCHE

5) mampu memperbaiki diri, karena ia sanggup mengungkapkan sapek-aspek kepribadian yang disenanginya dan berusaha untuk mengubahnya. Selanjutnya, Coulhorn dan Acocella (1990) mengatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri negatif memiliki ciri-ciri antara lain: 1) peka terhadap kritikan, 2) pesimis terhadap kompetisi, 3) merasa tidak disenangi orang lain sehingga ia sulit menciptakan kehangatan dan keakraban dengan orang lain, 4) hiperkritis terhadap orang lain, dan 5) responsif terhadap pujian meskipun mungkin ia pura-pura menghindarinya. Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder Pemahaman akan ciri-ciri perkembangan seksual sekunder tidak dapat dipisahkan dari konsep tentang perkembangan, khususnya perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada masa pubertas. Secara sederhana, perkembangan adalah urut-urutan perubahan yang progresif dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan. Perkembangan merupakan suatu proses di mana perubahan-perubahan di dalam diri seseorang dan proses-proses psikologik yang distimulir oleh perubahan-perubahan psikologik, yang selanjutnya diintegrasikan sedemikian rupa sehingga seseorang selanjutnya dapat menghadapi rangsanganrangsangan dari sekitar dengan baik. Masa pubertas menurut Hurlock (1994) adalah masa yang dialami oleh remaja usia 12,5 sampai dengan 14,5 tahun dengan kematangan rata-rata 13 tahun. Masa pembagi antara masa kanak-kanak dan masa remaja, saat di mana kriteria kematangan seksual muncul. Haid pada remaja perempuan merupakan ciri-ciri seksual sekunder yang terus berkembang dan sel-sel di produksi dalam organ-organ seksual. Ciri-ciri seksual sekunder pada remaja putri seperti pinggul menjadi tambah lebar dan bulat, kulit lebih halus dan poripori bertambah besar. Selanjutnya, ciri sekunder lainnya ditandai oleh kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, dan sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Hubungan Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder Terhadap Konsep Diri Menurut Hurlock (1973), penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri. Calhoun dan Acocella (1990) menambahkan bahwa individu yang bisa menerima diri secara baik tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri, sehingga lebih banyak memiliki
Rina Oktaviana 5

Vol. 1 No. 2, Desember 2004

kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Kesempatan itu membuat individu mampu melihat peluang-peluang berharga yang memungkinkan diri berkembang. Selanjutnya Hurlock (1974) mengemukakan ada beberapa kondisi yang mempengaruhi pembentukan penerimaan diri seseorang. Kondisi tersebut adalah: (1) pemahaman diri, (2) harapan yang realistis, (3) bebas dari hambatan sosial, (4) perilaku sosial yang menyenangkan, (5) konsep diri yang stabil, dan (6) adanya kondisi emosi yang menyenangkan. Remaja yang sedang berkembang, baik fisik maupun seksual, akan memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang dialaminya. Pemahaman terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri akan mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Hal ini dikarenakan remaja hidup bersama dengan segala karakter dirinya. Sikap sebagai salah satu aspek penerimaan diri, dapat diartikan sebagai kesiapan reaksi terhadap suatu obejek dengan cara-cara tertentu. Agaknya tidak keliru bila kesiapan dalam dipahami sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila remaja dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar, 1999). Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber keprihatinan tersebut adalahperubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan seksual sekunder yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang akhirnya mempengaruhi konsep diri remaja putri. Bila penerimaan diri remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Dikatakan oleh Hurlock (1994) hanya sedikit remaja yang mengalami lateksis tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya, kegagalan dalam kateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri dalam masa remaja. Akibat dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan seksual sekunder tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang merekaperoleh dengan apa yang mereka harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk konsep diri karena di dalam perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi
Penerimaan Diri dan Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder 6

Jurnal PSYCHE

kecenderungan remaja adalah sebelumnya mereka telah terlebih dahulu telah memiliki pandangan yang baik tentang diri sendiri serta memiliki konsep diri yang tidak realistik mengenai penampilan diri. Pengambilan sikap positif atau negatif dalam mengahdapi perubahan dan perkembangan seksual sekundernya akan ditentukan oleh sikap. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan, Ada hubungan positif antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 Yogyakarta. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder maka konsep dirinya semakin tinggi dan semakin rendah penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder maka konsep dirinya semakin rendah.

Metodologi Penelitian Variabel-Variabel Penelitian Variabel bebas penelitian ini adalah penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder. Selanjutnya, variabel tergantungnya adalah konsep diri. Subjek Populasi penelitian ini adalah siswa putri SMPN 10 Yogyakarta, dengan usia 14-15 tahun. Subjek penelitian terdiri dari 99 remaja putri, yang diambil dari populasi dengan menggunakan ini teknik purposive random sampling. Alat Ukur Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua buah skala, yaitu: 1) Skala Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder, yang digunakan untuk mengukur penerimaan diri terhadap ciriciri perkembangan seksual sekunder remaja puteri, dan 2) Skala Konsep Diri, yang digunakan untuk mengukur konsep diri remaja puteri. Sebelum kedua skala tersebut digunakan, terlebih dahulu dilakukan try out. Try out terhadap Skala Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder dilakukan terhadap 83 subjek dengan item sebanyak 56. Hasilnya, diperoleh item valid sebanyak 37 butir dan gugur sebanyak 19 butir. Validitas berkisar antara rxy 0,312 sampai 0,725 dan tingkat reliabilitas (rtt) sebesar 0,898. Selanjutnya, hasil uji coba terhadap 50 item Skala Konsep Diri, diperoleh item yang valid sebanyak 39 butir dan gugur sebanyak 11 butir;
Rina Oktaviana 7

Vol. 1 No. 2, Desember 2004

validitas berkisar pada rxy antara 0,270 hingga 0,674 dan tingkat reliabilitas (rtt) sebesar 0,869. Data yang dikumpulkan ditujukan untuk mendukung analisis terhadap hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian diuji dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pearsons Product Moment, yang dikomputasikan dengan bantuan program SPS 2000, yang disusun oleh Soetrisno Hadi dan Seno Pamardiyanto.

Hasil Setelah dilakukan analisis deskriptif, diperoleh skor total masing-masing subjek skor untuk penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder (PCP), dengan skor terendah = 65, skor tertinggi = 123, nilai rata-rata = 92,606, serta SD = 10,664. Pada konsep diri, skor terendah = 73, skor tertinggi = 133, nilai rata-rata = 110,051, dan SD = 10,840. Penelitian ini memperoleh rerata empirik penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder sebesar 92,606 sedangkan rerata hipotetik sebesar 92,5. Hal ini berarti berarti bahwa penerimaan terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder pada remaja putri secara umum adalah sedang. Sedangkan rerata empirik konsep diri sebesar 110,051 dan rerata hipotetik sebesar 97,5. Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri remaja putri adalah tinggi. Selanjutnya, uji korelasi Product Moment Tangkar dari Pearson menghasilkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,518 dengan peluang galat (p) = 0,000 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 yang saling berkorelasi sebesar 0,518. Hal ini berarti pula bahwa penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder yang sedang secara umum memberikan pengaruh terhadap konsep diri yang tinggi. Sumbangan efektif penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder terhadap konsep diri dapat dilihat dari koefisien determinan (R2) sebesar 0,269. Penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder memberikan sumbangan efektif sebesar 26,9% terhadap konsep diri, sementara sisanya sebesar 63,1% adalah faktor yang berasal dari luar penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder. Kemungkinan faktor lain tersebut seperti yang telah diungkapkan oleh rapport (dalam Suryabrata, 1992) adalah faktor fisik, perkembangan kognitif, hubungan

Penerimaan Diri dan Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder

Jurnal PSYCHE

dengan lawan jenis maupun sesama jenis, dan faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada.

Pembahasan Adanya hubungan yang sangat signifikan antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 Yogyakarta, sebagaimana dinyatakan oleh penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut. Remaja dalam perkembangannya seringkali prihatin selama bertahun-tahun di awal masa remaja. Hal ini disebabkan oleh kesadaran akan adanya reaksi sosial terhadap adanya perubahan tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku, sebagai akibat perkembangan seksual sekunder yang dialami remaja putri. Keprihatinan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam penerimaan diri remaja. Maslow (1970); Hjelle dan Ziegler (1981) mengatakan bahwa pengenalan diri secara utuh merupakan modal penting bagi seseorang. Calhoun dan Acocella (1990) menambahkan, individu yang bisa menerima diri secara baik tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri, sehingga ia lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Remaja putri, menurut Monks dkk. (1994), merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai rangsang sosial. Bila remaja mengerti bahwa badannya memenuhi persyaratan sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat psitif terhadap penerimaan diri yang selanjutnya akan mempengaruhi konsep dirinya. Bila penerimaan diri remaja putri itu rendah, maka sang remaja akan merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah. Hal ini akan mengibatkan adanya perasaan tidak puas pada remaja putri dengan penampilan dirinya. Kesadaran akan penampilan, semakin penting dalam kehidupan sosial remaja yang akan menumbuhkan sikap positif remaja dalam menghadapi perubahan dan perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada remaja. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 Yogyakarta. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi penerimaan diri remaja putri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekundernya, maka akan semakin tinggi pula konsep dirinya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri remaja putri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekundernya, maka akan semakin rendah pula konsep dirinya.
Rina Oktaviana 9

Vol. 1 No. 2, Desember 2004

Daftar Pustaka Azwar, S. 1999. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bringham, J.G. 1991. Social Psychology. New York: Harper Gillins Publisher Inc. Coulhorn, J.F., & Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. New York: McGraw-Hill Publishing Company. Helmi, F.A. 1995. Konsep dan Teknik Pengenalan Diri. Buletin Psikologi, 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Hurlock, E.B. 1974. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd. _______. 1991. Adolocent Development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd. _______. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, R.S. 1994. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mordoko, E.W.H. 1994. Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal pada Remaja. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Poedjijogdjanti, R.G. 1993. Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Penelitian Unika Atmajaya. Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja: Dimensi-Dimensi Perkembangan. Bandung: CV Mandar Maju.

Penerimaan Diri dan Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder

10

Jurnal PSYCHE

Suryabrata, S. 1992. Hubungan Motivasi Agresi dan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Siswa SMA se-Jawa Tengah. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta. Walgito, B. 1993. Konsep Diri, Harga Diri dan Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi, 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Rina Oktaviana

11

You might also like