You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahaminya. Sebagian dari masyarakat masih amat percaya pada mitos mitos yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual (Endarto, 2010). Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak anak menjadi perilaku seksual dewasa. Menurut Pangkahila, kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amatmerugikan kelompok remaja dan keluarganya (Soetjiningsih, 2004). Permasalah kesehatan reproduksi ada beberapa hal yang sering terjadi pada remaja putri, salah satu diantaranya adalah keputihan (fluor albus). Keputihan merupakan istilah yang sering dijumpai untuk keluarnya cairan berlebih dari jalan lahir atau vagina. Keputihan tidak selalu bersifat patologis, namun demikian pada umumnya orang menganggap keputihan pada remaja putri sebagai hal yang normal. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal memang merupakan hal yang wajar. Keputihan yang normal memang terjadi pada wanita, yaitu yang terjadi menjelang, pada saat, dan setelah masa subur. Keputihan normal itu akan hilang sendiri menjelang, pada saat, dan

setelah menstruasi. Namun, keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (Dechacare, 2010). Data keputihan tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Di Indonesia kejadian keputihan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 50% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan, kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 60% dan pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi hampir 70% wanta Indonesia pernah mengalami keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya (Katharini, 2009) Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candylomata acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003). Masalah keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Remaja merupakan salah satu bagian dari populasi beresiko terkena keputihan yang perlu mendapat perhatian khusus. Remaja mengalami pubertas yang ditandai dengan datangnya menstruasi. Pada sebagian orang saat menjelang menstruasi akan mengalami keputihan. Keputihan ini normal (fisiologis) selama jernih dan tidak berbau, tidak terasa gatal dan dalam jumlah yang tidak berlebihan. Bila cairan berubah menjadi berwarna kuning, bau dan isertai gatal maka telah terjadi keputihan patologis. Akibat keputihan ini sangat fatal bila lambat ditangani. tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil diluar kandungan dikarenakan terjadi penyumbatan pada saluran tuba, keputihan juga bisa merupakan gejala awal

dari kanker rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita dengan angka insiden kanker servik diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk per tahun, yang bisa berujung pada kematian (Iskandar dalam Katharini, 2009) Banyak remaja putri yang merasa berat dan malu untuk membicarakan organ genitalia dengan orang lain. Sehingga perawatan kesehatan alat kelamin terhambat oleh pantangan sosial dan kurangnya pengetahuan. Kalaupun ada hanya beberapa remaja putri yang berkonsultasi dengan dokter tentang masalah keputihan. Hal tersebut dapat menyebabkan pengetahuan remaja putri tentang keputihan menjadi terbatas. Keputihan masih dianggap bukan hal yang serius di kalangan remaja putri, sehingga dalam menjaga kebersihan organ genitalia pada remaja putri masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya remaja putri yang memakai celana ketat dan mereka cenderung memilih yang berbahan bukan dari katun, keputihan bisa jadi disebabkan oleh celana panjang yang ketat dan atau celana dalam yang terbuat dari serat sintetik/nilon (Clayton dalam Katharini, 2009). Menurut Sianturi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi (oleh kuman, jamur, parasit, virus ), adanya benda asing dalam liang senggama misalnya tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, gangguan hormonal akibat mati haid, adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin dan kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan organ genital. Sebelum seseorang melakukan perilaku menjaga kebersihan organ genital ada 3 tahapan yang harus dilalui yaitu: pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan (Notoatmojdo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Remaja putri akan melakukan pembersihan organ genitalia apabila ia mengetahui tujuan dan manfaatnya bagi kesehatannya, dan bahaya-bahayanya bila tidak melakukan hal tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmojdo, 2003). Pengetahuan ini akan membawa remaja putri untuk berfikir dan berusaha supaya tidak terkena keputihan. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga remaja tersebut berniat menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah supaya tidak terkena keputihan. Remaja ini mempunyai sikap tertentu tehadap objek tersebut. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah ketersediaan sumber atau fasilitas antara lain sumber mendapatkan informasi mengenai keputihan baik dari media audio, audio visual, visual dan fasilitas yang lainnya. Media informasi yang mudah didapat antara lain melalui majalah-majalah remaja putri yang didalamnya terdapat topik bahasan tantang kesehatan reproduksi remaja putri, khususnya tentang keputihan. Setelah seseorang mengetahui tentang keputihan (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya), kemudian akan mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang disikapinya (dinilai baik), di dukung pula dengan sumber atau fasilitas maka proses selanjutnya ia akan mempraktikkan apa yang diketahui dan yang disikapinya (dinilai baik). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) di SMA Negeri I Loceret Kabupaten Nganjuk tentang hubungan perilaku higiene pribadi (praktek kebersihan) dengan kejadian keputihan ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara higiene pribadi dengan kejadian keputihan. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 19 Januari 2011 pada kelas VIII A di SMP Negeri 29 Semarang dengan cara menyebarkan angket pada remaja putri sebanyak 17 orang di temukan 17 orang (100%) yang mengalami keputihan dan sebagian besar mereka telah

memiliki pengetahuan yang baik tentang keputihan. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian terhadap hal-hal yang mempengaruhi terjadinya fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. Untuk itu peneliti mengambil judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang.

B. Rumusan masalah Dari latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut : Faktor-faktor apa sajakah yang Mempengaruhi Terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang

2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. b. Mendeskripsikan sikap tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. c. Mendeskripsikan praktek kebersihan diri tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. d. Mendeskripsikan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang.

e. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. f. Menganalisis sikap dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. g. Menganalisis hubungan praktik kebersihan diri dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang.

D. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi masyarakat Untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran/ informasi dasar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri sehingga dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Instansi Kesehatan Sebagai masukan bagi jajaran kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam penentuan kebijakan peningkatan kesehatan masyarakat melalui kerjasama dengan instansi pendidikan atau melalui Dinas Pendidikan Kota Semarang.

E. Bidang ilmu Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu keperawatan maternitas.

You might also like