You are on page 1of 3

1.

Perkembangan Dialektologi
Dialektologi banyak mendapat perhatian dari para ahli bahasa menjelang abad ke-19. Dua tokoh terkenal yang dianggap sebagai bapak ilmu geografi dialek adalah Gustav Wenker dan Jules Louis Gillieron. Wenker mengirimkan daftar tanyaan (kuisioner) kepada para guru di daerah Renia (Jerman) pada tahun 1876, sedangkan Gillieron di daerah Vionnaz (Swiss) pada 1880. Metode yang digunakan adalah metode pupuan (angket) lapangan untuk pembuatan atlas bahasa. Kedua penelitian inilah yang mengawali penelitian dialektologi yang kemudian mempengaruhi penelitian dialek di negara-negara lain. Berikut adalah gambaran singkat penelitian geografi dialek sesudah dan sebelum tahun 1875. Masa Sebelum 1875. Sebelum tahun 1875, tulisan-tulisan mengenai dialek hampir selalu dikaitkan dengan ilmu bahasa bandingan dan filologi, terutama bahasa-bahasa Indo Eropa. Tulisan-tulisan tersebut pada umumnya berakhir dengan adanya dugaan bahwa bahasa-bahasa atau dialek yang ditelaah tersebut berkerabat. Kaidah fonetik dalam dialektologi dikembangkan pertama kali oleh Franz Bopp, yang kemudian diikuti oleh para peneliti lain, seperti Friedrich Diez, Brugmann, Osthoff, Braune, Sievers, dan Paul. Sementara itu, kemungkinan untuk membuat peta bahasa dikemukakan oleh Baron Claude Francois Etienne Dupin pada tahun 1814 yang mengeluarkan perintah untuk mempelajari dialek. Di samping itu, Dessire Monnier melihat adanya kemungkinan peta tersebut secara fonetik (peta fonetik). Masuknya unsur folklore mendapat perhatian dari N.St. des Etangs pada tahun 1845. Bernadino Biondelli yang terbit pada tahun 1853 di Italia, bahannya dikumpulkan dengan menggunakan metode pupuan sinurat dan metode pupuan lapangan. Gagasan-gagasannya kemudian mempengaruhi kajian dialektologi Italia. Salah satu pendapatnya adalah bahawa bahan dialek harus dikumpulkan langsung dari tuturan tanpa menggunakan dokumen tertentu. Masa Sesudah 1875 Masa sesudah 1875 terbagi atas aliran Jerman dan Perancis. Aliran Jerman Das Rhenischen Platt adalah buah karya Gustav Wenker, seorang filsuf Jerman pada tahun 1876. tulisan tersebut adalah hasil pemetaan fonetik bahasa rakyat di daerah Renia. Sampel dilakukaan dengan mengirimkan daftar tanyaan berupa 40 kalimat sederhana kepada para guru di daerah tersebut. Wenker mengumpulkan bahan dengan cara yang sama untuk daerah Jerman Tengah dan Utara pada tahun 1881 dan Jerman Selatan pada 1887. Daftar tanyaan yang berisi 335 patah kata yang terdapat dalam 40 buah kalimat dalam bahasa satra Jerman. Metode yang dipakai adalah metode pupuan sinurat dengan mengirimkan daftar tanyaan tersebut melalui para penilik sekolah agar diteruskan kepada para guru yang bersangkutan. Akan tetapi, kecaman terhadap metode pupuan sinurat menimbulkan kecaman oleh Karl Haag. Langkah baru yang diambil adalah menggunakan metode pupuan sinurat dan pupuan lapangan sekaligus, yang dilakukan oleh Gustav Wenker dan Ferdinand Wrede. Hasilnya diumumkan dalam rangkaian Deutsche Dialektgeographie yang terbit pada 1908. Lalu, masalah fonetik juga lebih diperluas. Wenker dan murid-muridnya kemudian menghubungkan antara sejarah dengan bahasa. Penjurusan ke arah geografi budaya dilandasi oleh kenyataan bahwa penelitian dialek di Jerman tampaknya dibatasi oleh faktor kesejarahan. Wrede meneruskan usaha-usaha Wenker yang meninggal pada 1991, yang kemudian menerbitkan buku pertama atlas bahasa Jerman. Arah lain perkembangan geografi dialek yang dikembangkan Wenker adalah atlas etnografi dialek. Metode pupuan sinurat yang dilakukannya kemudian disempurnakan dengan gambargambar yang memudahkan pembahan agar tidak salah mengartikan dalam daftar tanyaan. Selain di Jerman, geografi dialek juga berkembang di beberapa negara lain, yaitu Swiss (atlas folklore Swiss), Belanda, dan Slowakia.

Aliran Perancis Jules Louis Gillieron melakukan penelitian lapangan di daerah Vionnaz (Swiss) yang menghasilkan Patois de la commune de Vionnaz (Bas-Valais) (Paris, 1880) yang kemudian menjadi landasan penelitian-penelitian selanjutnya. Sasaran utamanya adalah gejala-gejala fonetik, yang kemudian lahir buah karyanya yang lain, Petit atlas phonetique du Valai roman (sud du Rhone) (Paris, 1880). Dalam penelitiannya Gillieron memilih 200 kata untuk menentukan kaidah fonetik. Kata-kata tersebut adalah kata-kata yang umum dikenal di suatu daerah. Pada tahun 1887, pendeta P.J. Rousselot menulis Introduction a l etude des patois (Revue des patois gallo-romans). Salah satu gagasannya adalah setiap kata yang dikumpulkan hendaknya dilakukan dengan melakukan obrolan langsung, sehingga seorang peneliti harus mempunyai kemampuan meneliti, cara memberi keterangan, dan mengetahui masalah yang diteliti dengan baik. Pengumpulan bahan untuk pembuatan Atlas linguistique de France(ALF) baru dimulai pada 1897 oleh Edmond Edmont. Dalam penyusunan kamus selama 4 tahun di seluruh Perancis tersebut, Edmont tidak mencari bahan di kota sebab orang di kota jarang menggunakan dialek. Di samping itu, Edmont hanya mengumpulkan bahan dari satu orang, meskipun ia menggunakan pembahan sampai empat orang. Jawaban yang masuk dimuat dalam peta yang menggunakan alih tulis fonetis. Albert Dauzat menyarankan agar pengumpulan bahan didasarkan kepada daftar tanyaan umum yang sebagian besar diambil dari daftar tanyaan ALF dan sebagian lagi dari pertanyaan yang bertalian khusus dengan daerah penelitian. Karyanya: Nouvel atlas linguistique de France par regions pada tahun 1939. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para ahli dari Jerman dan Perancis terhadap dialektologi menyebabkan perkembangan yang pesat setelah tahun 1875. Istilah aliran hanya diberikan untuk membedakan metode yang dipakai. Aliran Jerman menggunakan metode pupuan sinurat, sedangkan aliran Perancis menggunakan metode lapangan. Perbedaan pandangan tersebut tidak menyurutkan usaha-usaha para ahli setelah masa tersebut terhadap ketertarikan pada bidang dialektologi. Hasil dari penelitian terdahulu, pada masa sekarang penelitian dialek difokuskan pada kata, bukan kalimat. Penulisan dalam bentuk fonetis juga masih dipakai sampai saat ini.dan kebudayaan.

2. Pengertian Dialektologi

Dialektologi merupakan salah satu cabang Linguistik Historis. Keduanya cenderung menelaah masalah kesejarahan ragam-ragam bahasa. Dialektologi dapat disebut sebagai studi tentang dialek tertentu atau dialek-dialek suatu bahasa. Dalam arti luas penelitian dialektologi berupaya memerikan perbedaan pola linguistik, baik secara horisontal (diatopis) yang mencakup variasi geografis maupun yang vertikal (sintopis) yang mencakup variasi di suatu tempat. Variasi di suatu tempat yang bersifat sintopis ini dapat pula merambah pada kajian dialek sosial yang melibatkan faktor-faktor sosial.

3. Tujuan Mempelajari Dialektologi


a. Tujuan praktis; dapat mengangkat eksistensi seseorang sebagai manusia yang humanitas. b. Tujuan teoritis; untuk mengetahui yentang bahasa sebagai material primernya. Artinya bahwa pada tataran ini para linguis dapat mengkaji bahasa dari segi internal bahasa dan dapat pula meneropong bahasa dari kegiatan bahasa itu sendiri.

c. Tujuan historis; mempelajari perkembangan bahasa dari wakyu ke waktu atau dari masa ke masa.

4. Objek Khusus Yang Dipelajari Dalam Dialektologi


a. Cabang linguistik fonologi; mempelajari tentang binyi bahasa khususnya fonemik dan fonetik. b. Objek studi morfologi; berbicara tentang morfem dan seluk beluk pembentukan kata. c. Sintaksis; ilmu yang mempelajari hubungan antar kalimat, hubungan antar kata dan frase.

You might also like