You are on page 1of 104

Cover dalam

LONGSOR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/SMK/MAK
Penulis: Drs. Heni Waluyo Siswanto, M.Pd
Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.
PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA, 2009
Modul Ajar
Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Modul Ajar Pengintegrasian
Pengurangan Risiko LONGSOR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/SMK/MAK
Penulis: Drs. Heni Waluyo Siswanto, M.Pd
Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.
Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie
Ilustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)
Ilustrator Isi:
Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:
Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-233-5
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp : +62 21 390 5484 (hunting)
Fax : +62 21 391 8604
E-mail : secretariat@sc-drr.org
Website : www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through
Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development
Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,
Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International
Development (AusAID)
SAMBUTAN
I
ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi
bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban
jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang
membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat
kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat
bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi
bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita
ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan
terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan
hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat
belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling
cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga
dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan
di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu
fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami
tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang
penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi
kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan
dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun
serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian
pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara
keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
KEPALA
PUSAT KURIKULUM
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.
Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat
Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS
dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)
yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui
berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari
panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,
pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum
satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan
bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi
SAMBUTAN
I
ndonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografsnya pada posisi
pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.
Selain itu dengan kompleksitas kondisi demograf, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat
terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam
menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi
tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah
negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World
Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan
risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon
II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan
Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through
Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan
ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai
upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya
dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai
SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB
dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan
beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata
pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra
kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana
dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana
yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus
untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi
kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi
bencana.
Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk
mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,
sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat
penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:
Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di
sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari
bencana di sekolah.
Membuka peluang dan membangun kreatiftas guru dalam menerapkan
pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan
dengan konteks sekolah yang dibinanya
Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara
pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di
Sekolah.
Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan
pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di
sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi
bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih
tanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
SAMBUTAN
M
enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah
tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia
telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 2009, sebagai komitmen dalam
mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang
merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2005 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 2009 tersebut, Pemerintah
telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko
bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun
2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah
dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan
turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)
melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia
tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri
telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau
yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in
Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5
tahun (2007 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana
menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk
mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan
melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan
dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan
pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko
bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh
masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;
(4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program
pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran
publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah
bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di
tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan
kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,
pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan
simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum
terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS
DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT
DIRECTOR SCDRR
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan
bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan
masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya
tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 2007).
Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan
kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana
kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa;
(2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru
dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang
terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana);
dan (6) Kondisi bangunan fsik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,
tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga
bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun
Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.
Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra
maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum,
Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan
pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul
ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal
integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional
ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah
disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi
pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan
sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL V
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,
BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VII
DAFTAR ISI IX
DAFTAR TABEL XI
DAFTAR GAMBAR XIII
DAFTAR KOTAK XV
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Landasan dan Pedoman 1
1.1.1 Landasan Filosofs 3
1.1.2 Landasan Sosiologis 4
1.1.3 Landasan Yuridis 4
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam
Sistem Pendidikan Nasional 5
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 6
1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana
dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 6
1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9
2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 9
2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya
dengan istilah Gerakan Tanah ? 10
2.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi ? 11
2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng ? 12
2.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak ? 13
2.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah ? 14
2.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor ? 14
Daftar Isi
x
2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda
gerakan tanah atau longsor ? 15
2.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 18
2.1.9. Klasifkasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19
2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22
BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 24
3.1 Pengurangan Risiko Bencana 24
3.1.1 Bencana 25
3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan
dan Kapasitas 27
3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 29
3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29
3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33
3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 34
3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34
3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 35
3.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 36
3.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40
4.1 Identifkasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40
4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 44
4.3.1. Tahap Persiapan 44
4.3.2. Tahap Pelaksanaan 44
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN
RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH ATAS (SMA/MA/SMK/MAK) 46
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor
dalam Mata Pelajaran 48
5.1.1 Identifkasi Materi Pembelajaran Risiko Longsor 50
5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
Mata Pelajaran Terintegrasi 51
5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 51
5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Mata Pelajaran Terintegrasi 62
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan
Risiko Longsor 68
5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal 70
5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 72
5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 74
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
xi
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam
Kegiatan Pengembangan Diri 77

DAFTAR ISTILAH 80
DAFTAR PUSTAKA 84
Daftar Isi
xii
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
untuk SMA/SMK/MA/MAK 41
Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran
Pengurangan Risiko Longsor 43
Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor. 50
Tabel 5.2 Analisis Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar
Untuk Mata Pelajaran Terintegrasi
Pengurangan Risiko Longsor 52
Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi
Pengurangan Risiko Longsor Ke Dalam Mata Pelajaran 63
Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal
Pengurangan Risiko Longsor 74
Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Muatan Lokal
Pengurangan Risiko Longsor 75
Tabel 5.6 Contoh Pengembangan Program Kegiatan Model
Ekstrakulikuler Terintegrasi
Pengurangan Risiko Longsor 79
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10
Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;
H = tinggi lereng 11
Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;
H = tinggi lereng 11
Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12
Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor 23
Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan
banjir di Bahorok Sumatera Utara
yang memakan korban sekitar 200 orang. 23
Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari
jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23
Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana,
kerentanan dan bahaya 25
Gambar 3.2 Gempa bumi 26
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana
Berdasarkan Jenis Bencana 27
Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam
pada lereng bagian atas di dekat pemukiman
mengakibatkan bahaya longsor. 36
Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal
bila membangun permukiman. 36
Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. 37
Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. 37
Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal. 37
Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37
Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. 37
Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37
Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 48
Daftar Gambar
xvi
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan
Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 64
Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan
Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 76
Daftar Kotak
xviii
1.1 Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World
Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari
2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi
2005-2015 dengan tema Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap
Bencana memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan
yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap
bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifkasi cara-cara
untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-
pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang,
pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut
mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-
2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).
Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas
secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun
kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan
negara dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya
pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan
pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,
dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan
rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat
bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu
pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifkasi lima Prioritas Aksi yang
spesifk: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki
informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan
ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat
kesiapan untuk bereaksi.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang
strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.
Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifkasi cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana
dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan
didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada
akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan
dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_
kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian
yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan
jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-
anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana
sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 20052014 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable
Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal
dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan
aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir
efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang
pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para
perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah
tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis
masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan
menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh
pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)
menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak
terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah yang
dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction)
hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-
anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama
yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana,
gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang
sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak
bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak
sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,
pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain
itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas
isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional,
pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan
antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan
membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
3
masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan
melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian
bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan
di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,
yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan
tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-
anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak
bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan
keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana
alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu
bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi
generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-
mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah
membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan
perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan
pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu
dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal
ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun
individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan
di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/
regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi
secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya
ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka
kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di
segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak
melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan.
Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa
dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan
risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3)
ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan
menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan
diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan Filosofs
Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara flosofs, pengurangan risiko
bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik
Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
Pendahuluan
4
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak
setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan Sosiologis
Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama
secara geografs, demografs dan geologis, Indonesia merupakan negara
rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti
kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada
terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana
itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan
dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan
bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan
yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan
tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu,
pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat
pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang
aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya
partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan Yuridis
Pertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran
hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum
dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen
untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau
peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan
keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban
atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan
bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-
usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk
Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk
meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam
melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan
peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara
mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam
kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan
pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
5
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial
modul dan modul pelatihan adalah:
1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.
5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.
6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Darurat).
9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan
Mendiknas No. 6 Tahun 2007.
13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balitbang Depdiknas.
14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.
15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.
16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Sistem
Pendidikan Nasional
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan
provinsi untuk pendidikan menengah
Pendahuluan
6
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan
kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah
dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17
menyebutkan:
1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,
dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang
mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar
sesuai dengan kondisi geografs dan demografs untuk daerah, kebutuhan,
potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya
diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan Pasal 1:
1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan
kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan
bencana dalam terminologi pendidikan layanan khusus. Yakni pendidikan
bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
7
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko
Bencana
1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254
untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan
(Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014,
dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana
(alam) telah diidentifkasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah
DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana
didefnisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, Pendidikan sangat penting
untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai
dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan
berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk
pembangunan berkelanjutan . Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi
untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan
dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan
kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 2015 yang
menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari
prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam
program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup
semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang
bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan
melalui identifkasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-
langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian
dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development -
ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu:
1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan
hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan
emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan
Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko
Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan
termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
Pendahuluan
8
Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan
pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR
sebagai berikut: Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah
proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat
dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko
bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas.
Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional
dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi
bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan
informal.
Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana
dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan
menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda
dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai
suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(2005-2015) dari PBB .
1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana
dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya
untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta
tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan
bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.
Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar
dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko
bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fsik, serta kerentanan
prilaku dan motivasi,
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara
individu maupun kolektif
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan
karena terjadinya bencana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak
2.1. Fenomena Longsor di Indonesia
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen
pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana
didefnisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan
masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-
sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan
potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman
nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia
yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda,
gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.
Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam
kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut
memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa
alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah
pembunuh yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa
dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat ketidakmampuan manusia untuk
menyikapi alam secara arif. Apabila manusia memiliki kearifan dalam berinteraksi
dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi
sehingga dapat terhindar dari bencana.
Gejala umum:
1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru
3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:
1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut
2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul
FENOMENA DAN PERISTIWA
LONGSOR
BAB II
Fenomena dan peristiwa longsor
10
3. Merupakan daerah aliran air hujan
4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan
tinggi
Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yang
perlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa
memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor,
penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah
rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat
longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan
tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.
2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah?
Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan
Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah
dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan
massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus.
Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.
Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor
(Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :
Gerakan Tanah
Longsor
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
11
2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi?
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan
pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepat
sampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan
bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit;
(2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil
momentum dalam luncuran tersebut.
Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya
longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke
dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.
Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur,
hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut
dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya
dapat berlangsung secara alami mau pun sebagai ulah manusia.
Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena
gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya
gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringan
lereng; H = tinggi lereng
Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringan
lereng; H = tinggi lereng
Fenomena dan peristiwa longsor
12
Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia.
Berikut faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan
lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi
pada suatu kawasan:
1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karena
erosi
2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau
naiknya air tanah
3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau
penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel
tanah;
4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan
proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan
tanah sebagai tempat pembuangan sampah;
5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;
6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan
dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.
2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng?
Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung,
pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng,
pelapisan batuan (stratigraf), patahan, kekar, retakan pada lereng yang
membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi
hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi
rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila
ada pemicu.
Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
13
2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak?
Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak
ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng
yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak:
1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan
lebih 2 meter.
2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.
3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.
4. Lembah sungai jalur patahan
5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-
bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).
6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas
Fenomena dan peristiwa longsor
14
7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah?
Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:
1. Daerah yang terletak di kaki bukit
2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat
pemukiman
2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor?
Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal
yang dapat memicu gerakan tanah/longsor:
Infltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap
air.
1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat
pada lereng.
2. Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan
lereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat
dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
15
2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau
Longsor?
Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya
dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika
kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awal
longsor.
1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.
2. Terjadi amblesan tanah.
3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.
4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi
perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.
5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.
6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit
dibuka.
7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.
8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir
bandang yang dipicu longsor).
9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah
hujan
10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan
12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada
lereng
13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi
penguat lereng
14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng
15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba
16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba
17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
Fenomena dan peristiwa longsor
16
Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng
yang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan
tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya
longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim
penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas normal 115-300mm)
-- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat
besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan
banjir dan tanah longsor.
Jenis Gerakan Tanah/Longsor
Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan
lambat.
1. Gerakan Cepat:
Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran.
Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir.
Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan
rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari jatuhan
tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta batu.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
17
Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis
material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan.
Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan bahan
rombakan tanah dan batu.
Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak
adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran
tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
2. Gerakan Lambat:
Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat.
Jenis material yang bergerak adalah tanah.
Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :
Fenomena dan peristiwa longsor
18
JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR
Jatuhan/ Runtuhan /
Robohan (pergerakan
tanpa melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Luncuran
(pergerakan melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Aliran (pergerakan
massa jenuh air)
Rayapan (pergerakan
massa yang Lambat)
Gerakan
Cepat
Gerakan
Lambat
GERAKAN
TANAH
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Bahan Rombakan
Jatuhan Tanah
Jatuhan Batuan
Jatuhan Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
Luncuran Tanah
Luncuran Batuan
Luncuran Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
MEKANISME
GERAKAN
JENIS MATERIAL
YG BERGERAK
JENIS
GERAKAN TANAH
2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan :
1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau
2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng
lebih curam dari 20
o
.
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya
berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti
di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak
dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat
kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang
siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan
apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan
yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan
oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,
yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi
hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk
lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
19
lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif
mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan
ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan
permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan
lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan
(retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya
beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan
tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya,
sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap
dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.
2.1.9. Klasifkasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor
Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasifkasikan menjadi:
Tipologi A
Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Lereng
Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20 (40%).
Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun oleh tanah
penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya
tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di atas batuan
dasamya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal, dan batulempung)
yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng tersusun oleh tanah
penutup tebal (> 2m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya
tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat
bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan
permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan
kepadatan lebih tinggi dan permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang
tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur
retakan / kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh
perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring
searah kemiringan lereng), misainya perlapisan batu lempung, batu
lanau, serpih, napal dan tuf.
Curah Hujan
Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm
per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah hujan
kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari
dua jam, hingga beberapa hari.
Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeabel.
Fenomena dan peristiwa longsor
20
Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan
tanah.
2. Faktor Aktivitas Manusia
Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami
tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./ ladang dan
hutan pinus.
Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau
bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur
perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis
kestabilan lereng.
Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya
air kolam ke dalam lereng.
Sistem drainase tidak memadai.
Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi:
Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.
Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan
rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak
beraturan.
Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan
batuan.
Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
Dengan gerakan relatif cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat
mencapai 25 m per menit).
Tipologi B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10 (20%) hingga 20
(40%).
Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan lereng
yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang apabila
jenuh air (jenis montmorillonite).
Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan
tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa
Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeable.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
21
2. Faktor Aktivitas Manusia
Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya
air kolam ke dalam lereng.
Sistem drainase tidak memadai.
Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui
daya dukung tanah.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor)
Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa
rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.
Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang
dari 2 m per hari).
Tipologi C
Daerah tebing/lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik
berikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai
lebih dari 10 (40%).
Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial
atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan
lebih dari 2 m.
Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujan
tahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat
meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.
Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,
tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeable.
Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan
tanah.
2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :
kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,
struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),
pemanfaatan lereng,
kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
Fenomena dan peristiwa longsor
22
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor,
dibedakan menjadi:
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat
konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering
mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan
atau saat gempa bumi terjadi.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi
bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap
manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang
berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat
permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan
sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.
2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia
Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar
dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan
lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya
penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan
air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Akibatnya terjadi rongga-rongga dalam
tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.
Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di
bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada
musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,
sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau
mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah
barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya.
Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau
tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.
Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918
lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah
327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53
lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT,
Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
23
Akhir akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnya
musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak
terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah
air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di
kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,
batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan
sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru
akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan
terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.
Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan
akibat longsor .
Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa
arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera
Utara yang memakan korban
sekitar 200 orang.
Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor
disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya
dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah
pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas
sifat-sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan
organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap
friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi
(kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang,
dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan,
menimbulkan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan
kuat gesernya.
Gambar 2. 8 Tim evakuasi
bencana longsor.
Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus
yang terperosok keluar dari jalan raya
akibat terjangan longsoran tanah
3.1. Pengurangan Risiko Bencana
Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia
akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman
penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana
alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya
risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami
dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,
kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia,
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan
industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana
akibat ulah manusia terkait dengan konfik antar manusia akibat perebutan
sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu
daerah.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.
Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan
menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi
karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman
bahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun.
Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih
berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan
longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal
yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang
melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa
faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam
BAB III
PENGURANGAN RISIKO
LONGSOR
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
25
3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan
4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya
3.1.1. Bencana
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen,
ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan
kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk
menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial
ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang
ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fsik, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap
dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya
akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka,
kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian
dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi
antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.
Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .
Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu
bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan
kapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKO
BENCANA
BENCANA
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya
Pengurangan Risiko longsor
26
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana
alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam,
contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana
akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia
seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana
yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia
sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
1. Bahaya
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana
yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung
meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat
dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa
yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana
letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana
banjir, dan lain-lain.

Gambar 3.2 Gempa bumi
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak
menguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki
potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu,
kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya
ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki
kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi
bencana yang sangat tinggi.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
27
3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %
Gempa bumi,
31 %
Kebakaran,
17 %
Epidemik,
4 %
Mass
movwet,
2 %
Letusan
Gunung merapi,
3 %
Kekeringan,
6 %
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan
jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 2008. Kejadian bencana
di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa
Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman
bencana.
Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat
besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin
mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik,
maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan
tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan
dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat
gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa
Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya;
hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa
Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang
melingkupi.
1. Ancaman Bencana
Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S.
Pribadi ancaman bencana merupakan:
Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam
atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau
kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan
bencana.
Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan
kerugian fsik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan
Pengurangan Risiko longsor
28
kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman,
kegiatan budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan
akibat kondisi lingkungan yang rentan.
2. Kerentanan
Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan
atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak
suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan
kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana.
3. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :
Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan
serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan
penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana,
termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui
penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam
upaya-upaya pengurangan risiko bencana
Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,
Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat,
infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko
bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka
masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran
sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi,
bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa
dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan
4. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana.
Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:
Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor
Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir
Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor,
Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon
baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor
Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan
gempa
Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadi
gempa
Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang
lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
29
3.1.3. Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko
bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-
faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan
terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan
lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan
terhadap kejadian yang merugikan.
3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana
1. Mitigasi Bencana
Tujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan
strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam
sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi
dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang
dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah upaya
untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu fsik dan nonfsik. Rencana mitigasi bencana longsor
dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap
sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut
:
Identifkasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana
tersebut.
Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan
dimiliki oleh pemegang kebijakan.
Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang
menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara
berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.
Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan
code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.
Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan
kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.
Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman
risiko.
Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang
lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari
longsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut.
Pengurangan Risiko longsor
30
2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman :
Tindakan kesiapsiagaan
Tidak menebang atau merusak hutan
Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba,
bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yang gundul
Membuat saluran air hujan
Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal
Memeriksa keadaan tanah secara berkala
Mengukur tingkat kederasan hujan
3. Dampak Longsor
Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh dan
mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yang
berada di jalur longsornya tanah.
Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal,
bisa mencapai 75 kilometer per jam.
Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan
dari luar.
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir;
pembangunan tanggul sungai dan lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan
mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan
bangunan
Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum
pendidikan penanggulangan bencana
4. Upaya Pengurangan Risiko Longsor
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat
dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi,
menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana. Tanah longsor
tidak membawa bencana sepanjang manusia yang ada di sekitar peristiwa
mampu mengantisipasinya. Korban jiwa dan material dapat dihindari
apabila setiap orang memiliki kompetensi dalam mengantisipas. Berikut
beberapa kemampuan yang perlu dimiliki untuk menghindari adanya
korban jiwa dan materi:
Mengenali tanda-tanda/ gejala lereng akan bergerak.
Pemetaan zona rentan & rawan gerakan tanah, serta Jalur Evakuasi
Pemetaan letak Instansi-instansi penting (Rumah Sakit, Kantor-kantor
penting) untuk penanganan korban & pertolongan saat kondisi
darurat.
Memasang tanda/memberi rambu pada lerenglereng yang rawan
gerakan tanah/ menetapkan sempadan lereng
Pemasangan alat pantau atau alat peringatan dini longsor
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
31
Melakukan tindakan pencegahan, misalnya pengaturan drainase lereng
(membuat saluran air permukaan & bawah permukaan), malakukan
rekayasa vegetasi, dan perbaikan/pelandaian lereng.
Koordinasi dengan satlak & aparat terkait
Sosialisasi serta latihan pencegahan gerakan tanah & pemeliharaan
lereng
Hindari gangguan pada lereng (penggalian, pemotongan, pembebanan
dan penggundulan lereng yang tidak terkontrol)
Penanggulangan Bencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa:
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap
meliputi:
prabencana;
saat tanggap darurat; dan
pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana
meliputi:
dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
perencanaan penanggulangan bencana;
pengurangan risiko bencana;
pencegahan;
pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
persyaratan analisis risiko bencana;
pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
pendidikan dan pelatihan; dan
persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
analisis kemungkinan dampak bencana;
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan
alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan Risiko longsor
32
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk
yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak
terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
pengembangan budaya sadar bencana;
peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;
dan
penerapan upaya fsik, nonfsik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
Pencegahan meliputi:
identifkasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana;
kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber
bahaya bencana;
pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau
berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang
dapat diidentifkasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak
diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus
dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi
lainnya seperti:
Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap
Bencana.
Menyusun rencana aksi sekolah, seperti.
perencanaan penanggulangan bencana;
pengurangan risiko bencana;
pencegahan;
pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
persyaratan analisis risiko bencana;
pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
- pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
- pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
- analisis kemungkinan dampak bencana;
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
33
- pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
- penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan
- alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang
tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
- pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
- perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
- pengembangan budaya sadar bencana;
- peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana; dan
- penerapan upaya fsik, nonfsik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
Pencegahan meliputi:
- identifkasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya
atau ancaman bencana;
- kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi
sumber bahaya bencana;
- pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/
atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana;
- penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
- penguatan ketahanan sosial masyarakat.
3.2. Kesiapsiagaan Longsor
Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengan-
tisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini,
penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.
Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam
mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa,
Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing
2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana
3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik
sebelum, pada saat dan sesudah bencana.
Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana longsor
kepada siswa.
Pengurangan Risiko longsor
34
3.2. 1. Tindakan Sebelum Terjadi Longsor
1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan
beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika
terjadi bencana.
2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila
terjadi bencana longsor.
3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota
keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.
4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan
seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-
obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api,
kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi
tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor
telepon penting.
5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko longsor :
Pembuatan sistem peringatan dini
Membuat sistem pemantauan ancaman
Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
Pembuatan rencana evakuasi
Membuat tempat dan sarana evakuasi
Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini
3.2. 2. Tindakan Saat Terjadi Longsor
Tanda-tanda yang muncul:
Muncul gerakan tanah, pengembungan lereng atau rembesan air
1. Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area
yang lebih stabil
2. Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti
bola dengan kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan
perlindungan terbaik untuk badan Anda.
3. Segera menutup retakan tanah dengan material kedap (minimbun dengan
tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng.
4. Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan
air permuikaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak.
5. Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/ bambu) untuk
menguras air yang telah meresap ke dalam lereng.
6. Menjauh dari lereng rentan pada saat hujan.
7. Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan
menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi
longsor
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
35
8. Seluruh langkah di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih
berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam
3.2. 3. Tindakan Sesudah Terjadi Longsor
1.Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi
untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta
benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:
Evakuasi
Pencarian dan penyelamatan
Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang,
papan, kesehatan, konseling
Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi,
listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap
darurat
Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi
Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung
memasuki daerah longsoran
Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor
Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak,
orang tua dan orang cacat
Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan
terkini
Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor
Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang
berwenang
Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya
longsor
Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk
menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat
menyebabkan banjir bandang
Mintalah nasihat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk
mengurangi risiko tanah longsor
3.2. 4. Adaptasi Setelah Terjadi Longsor
Bagaimana pencegahan terhadap tanah longsor? Pencegahan terhadap tanah
longsor dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, vegetasi LOKAL atau
melakukan penanaman pohon yang mempunyai sifat berakar dalam, bertajuk
ringan, cabang-cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas misalnya
Pengurangan Risiko longsor
36
lamtoro (leucaena eucocephala) dan pete (parkia sp) dan membatasi lahan
sawah dan kolam. Kedua, lakukan penanaman pohon pada tebing, seperti
misalnya pohon sonokeling, sono sisoo, dan sono brit. Ketiga, di kaki lereng
dilakukan penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla
(mahony with large leaves Albisia (albisia) dan bambu. Keempat, pada alur
sungai ditanam bambu (bambu apus) ditanam pada alur-alur erosi mengikuti
kontur dengan jarak 0.3 m x 0.3 m.
Di samping itu jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng
bagian atas di dekat pemukiman. Hal ini akan mengakibatkan beban tanah
meningkat dan mengakibatkan tanah longsor. Buatlah terasering (sengkedan)
pada lereng yang terjal bila membangun permukiman.
Gambar 3. 4 Mencetak sawah
dan membuat kolam pada lereng
bagian atas di dekat pemukiman
mengakibatkan bahaya longsor.
Gambar 3. 5 Buatlah terasering
(sengkedan) pada lereng
yang terjal bila membangun
permukiman.
Dihimbau tidak mendirikan rumah atau membuat pemukiman di tepi lereng
yang terjal. Pembangunan rumah atau pemukiman yang benar adalah di
lereng bukit. Bukankah korban akibat tanah longsor yang banyak terjadi
diakibatkan oleh pembangunan rumah atau pemukiman di bawah lereng
yang terjal atau rawan longsor? Selanjutnya yang termasuk larangan adalah
jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Dan pembangunan
rumah yang salah dilakukan di lereng bukit.
Gambar 3. 6 Jangan mendirikan
bangunan di bawah tebing
yang terjal.
Gambar 3. 7 Pembangunan rumah
yang salah di lereng bukit.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
37

Gambar 3. 8 Jangan mendirikan
permukiman di tepi lereng yang terjal.
Gambar 3. 9 Pembangunan rumah
yang benar di lereng bukit
Larangan lain untuk mengurangi bahaya tanah longsor adalah jangan
memotong tebing jalan menjadi tegak. Di samping itu jangan mendirikan
rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
Gambar 3. 10 Jangan memotong tebing
jalan menjadi tegak.
Gambar 3.11Jangan mendirikan rumah
di tepi sungai yang rawan erosi
3.2. 5. Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat
1. Mengurangi Kemungkinan/Dampak
Dalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan
pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana
terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan oleh
kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang baik akan
bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna
dan tepat waktu.
Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan
korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa
mengurangi risiko ini.
2. Menjalin Kerjasama
Penanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama
antara masyarakat dan pemerintah serta pihakpihak terkait. Kerjasama ini
sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.
Pengurangan Risiko longsor
38
Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang
bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak
masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan
pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam
usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak tersebut
sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah
bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan
pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi seperti Dinas Sosial, Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Badan Meteorologi dan Geofsika (BMG), Search
and Rescue (SAR), Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat), Puskesmas (Pusat
Kesehatan Masyarakat), Polisi Daerah, Hansip / Linmas, Palang Merah
Indonesia (PMI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media Massa, dan
Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB).
3. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial,
ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan
tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak
berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah
longsor sulit dikendalikan.
4. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak
menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan
oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang
dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah
untuk tempat-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah
(menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifkasi lereng
(pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali
lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa
menstabilkan lokasi hunian.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
39
4.1 Identifkasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
P
otret keadaan geografs wilayah Indonesia yang sangat rentan terjadi bencana
tanah longsor mengharuskan para siswa di Indonesia memiliki pengetahuan
tentang bencana tersebut dan bagaimana upaya pencegahannya melalui
berbagai kegiatan yang dapat dilakukan sesuai keadaan dan potensi peserta
didik. Pada jenjang sekolah dasar, para siswa sudah dapat diberikan pengetahuan
dasar tentang bencana tanah longsor dan upaya pencegahan secara sederhana
sehingga ketika bencana itu benar-benar terjadi, mereka dapat melakukan upaya
penyelamatan diri. Selain itu, dalam upaya mencegah tanah longsor, para siswa
dapat diajak untuk berperan serta dalam pelestarian lingkungan di sekitar mereka.
Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMA disusun dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya
Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang
lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan
tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki ma syarakat
dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada
peserta didik.
2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkungan
Setiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan
dengan kebutuhan pendidikan PRB.
3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Pengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat
diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.
BAB IV
MATERI PEMBELAJARAN
PENGURANGAN RISIKO LONGSOR
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
41
4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat longsor
Muatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan
kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya longsor. Untuk itu diperlukan
pengetahuan dan pemahaman terjadinya longsor, zona rawan longsor, hal-
hal yang terjadi ketika dan setelah longsor.
5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya
bencana yang diakibatkan banjir
Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan
mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik
yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang
secara optimal, agar selamat ketika banjir terjadi. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat,
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta
didik.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi muatan pendidikan PRB mencakup keseluruhan dimensi kompetensi
yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.
7. Belajar sepanjang hayat
Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
Pemetaan Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor untuk jenjang
Pendidikan Menengah Umum dan Kejuruan (SMA/SMK/MA/MAK) seperti terlihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
NO. TAHAPAN PERISTIWA MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum Terjadi
Bencana Tanah
Longsor
1. Tanah Longsor
a. Pengertian bencana.
b. Pengertian resikorisiko bencana.
c. Pengertian tanah longsor.
d. Pengertian resikorisiko bencana tanah longsor.
e. Penyebab terjadinya tanah longsor .
f. Ciri-ciri lahan dan lereng rentan tanah longsor.
g. Gejala awal lereng akan longsor.
h. Tindakan darurat yang harus dilakukan bila ada
gejala lereng akan longsor.
i. Tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
pada lahan atau lereng yang rentan longsor.
2. Tindakan Pemeliharaan lingkungan
1.
Saat Terjadi
Tanah Longsor
1. Memberitahukan adanya tanah longsor kepada
masyarakat (termasuk warga sekolah).
2. Memahami tanda-tanda tertentu yang ditetapkan
sebagai tanda evakuasi apabila terjadi
tanah longsor.
3. Menyelamatkan diri sendiri dari resikorisiko
bencana tanah longsor.
4. Berpartisipasi secara aktif dengan memberi
pertolongan (evakuasi) kepada orang lain yang
terkena musibah bencana tanah longsor.
2.
Setelah Terjadi
Tanah Longsor
1. Berpartisipasi dengan memberi pertolongan
(evakuasi) kepada orang lain yang terkena
musibah bencana tanah longsor.
2. Membuat dapur umum.
3. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
perbaikan infrastruktur umum.
4. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
tindakan pemeliharaan lingkungan.
3.
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
42
NO. TAHAPAN PERISTIWA MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum Terjadi
Bencana Tanah
Longsor
1. Tanah Longsor
a. Pengertian bencana.
b. Pengertian resikorisiko bencana.
c. Pengertian tanah longsor.
d. Pengertian resikorisiko bencana tanah longsor.
e. Penyebab terjadinya tanah longsor .
f. Ciri-ciri lahan dan lereng rentan tanah longsor.
g. Gejala awal lereng akan longsor.
h. Tindakan darurat yang harus dilakukan bila ada
gejala lereng akan longsor.
i. Tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
pada lahan atau lereng yang rentan longsor.
2. Tindakan Pemeliharaan lingkungan
1.
Saat Terjadi
Tanah Longsor
1. Memberitahukan adanya tanah longsor kepada
masyarakat (termasuk warga sekolah).
2. Memahami tanda-tanda tertentu yang ditetapkan
sebagai tanda evakuasi apabila terjadi
tanah longsor.
3. Menyelamatkan diri sendiri dari resikorisiko
bencana tanah longsor.
4. Berpartisipasi secara aktif dengan memberi
pertolongan (evakuasi) kepada orang lain yang
terkena musibah bencana tanah longsor.
2.
Setelah Terjadi
Tanah Longsor
1. Berpartisipasi dengan memberi pertolongan
(evakuasi) kepada orang lain yang terkena
musibah bencana tanah longsor.
2. Membuat dapur umum.
3. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
perbaikan infrastruktur umum.
4. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
tindakan pemeliharaan lingkungan.
3.
NO. TAHAPAN PERISTIWA MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum Terjadi
Bencana Tanah
Longsor
1. Tanah Longsor
a. Pengertian bencana.
b. Pengertian resikorisiko bencana.
c. Pengertian tanah longsor.
d. Pengertian resikorisiko bencana tanah longsor.
e. Penyebab terjadinya tanah longsor .
f. Ciri-ciri lahan dan lereng rentan tanah longsor.
g. Gejala awal lereng akan longsor.
h. Tindakan darurat yang harus dilakukan bila ada
gejala lereng akan longsor.
i. Tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
pada lahan atau lereng yang rentan longsor.
2. Tindakan Pemeliharaan lingkungan
1.
Saat Terjadi
Tanah Longsor
1. Memberitahukan adanya tanah longsor kepada
masyarakat (termasuk warga sekolah).
2. Memahami tanda-tanda tertentu yang ditetapkan
sebagai tanda evakuasi apabila terjadi
tanah longsor.
3. Menyelamatkan diri sendiri dari resikorisiko
bencana tanah longsor.
4. Berpartisipasi secara aktif dengan memberi
pertolongan (evakuasi) kepada orang lain yang
terkena musibah bencana tanah longsor.
2.
Setelah Terjadi
Tanah Longsor
1. Berpartisipasi dengan memberi pertolongan
(evakuasi) kepada orang lain yang terkena
musibah bencana tanah longsor.
2. Membuat dapur umum.
3. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
perbaikan infrastruktur umum.
4. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
tindakan pemeliharaan lingkungan.
3.
4.2 Pemetaan Indikator Siswa
Sasaran akhir dari pengintegrasian pembelajaran pengurangan risiko bencana
(PRB) ini adalah terjadinya perubahan sikap pada diri setiap siswa. Perubahan sikap
dimaksud adalah terjadinya perubahan pada cara berfkir dan bertindak siswa yang
selama ini acuh atau tidak peduli dengan pengendalian risiko bencana menjadi
peduli, terutama untuk melindungi diri sendiri, teman, saudara, sehingga menjadi
acuan bagi orang lain. Perwujudan sikap tersebut diawali dengan pemahaman
terhadap bahaya longsor, mulai dari kemampuan membaca tanda-tanda kawasan
rawan longsor, tanda-tanda akan terjadi longsor, tindakan pencegahan agar
tidak terjadi korban pada saat longsor terjadi, serta tindakan pencegahan jangka
panjang. Jika kemampuan ini dimiliki oleh setiap siswa, diharapkan peristiwa alam
tidak akan memakan korban jiwa atau benda, atau setidaknya jumlah korban dapat
ditekan seminimal mungkin.
Artinya, setiap anak memiliki kompetensi untuk mengantisipasi sebelum terjadi
longsor, melakukan tindakan yang tepat pada saat terjadi longsor, melakukan
tindakan yang tepat setelah bencana terjadi. Apabila kompetensi ini dimiliki oleh
setiap siswa, walaupun peristiwa longsor tidak dapat dihindari, korban dapat
diminimalkan.
Indikator merupakan ukuran yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa siswa
telah menguasai kompetensi yang dibelajarkan.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
43
Tabel 4.2 Indikator Perilaku Siswa dalam Pengurangan Risiko Longsor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Kemampuan Dasar
Menjelaskan penyebab longsor,
ciri-ciri lahan dan lereng rentan
longsor, gejala awal lereng akan
longsor, tindakan darurat yang
harus segera dilakukan apabila
gejala lereng akan longsor
muncul, serta berbagai tindakan
yang tidak boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
Mampu mempraktekkan tindakan
pencegahan bencana longsor dan
tindakan penyelamatan diri dari
bencana longsor yang
telah dipahami dari butir 1 di atas.
Mampu mempraktekkan tindakan
pemeliharaan lingkungan
dan lereng yang rentan agar
longsor dapat dicegah.
Memiliki sikap selalu peduli dan
berusaha menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor,
serta waspada dan siap
melakukan tindakan pencegahan
dan penyelamatan diri dari
bencana longsor.
Memiliki rasa tanggung jawab
dan sikap untuk siap bekerja sama
dalam membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor
Indikator
t.FOKFMBTLBO
penyebab longsor.
t.FOHJEFOUJLBTJ
ciri-ciri lahan dan
lereng rentan longsor,
t.FOHFOBMJHFKBMB
awal lereng akan longsor.
t.FOFOUVLBOUJOEBLBO
darurat yang harus segera
dilakukan apabila gejala
lereng akan longsor
sudah muncul.
t.FOHFOBMJCFSCBHBJ
tindakan yang tidak boleh
dilakukan pada lereng dan
lahan yang rentan longsor.
t.FNQSBLUFLLBOUJOEBLBO
pencegahan
bencana longsor.
t.FNQSBLUJLLBOUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5FSBNQJMEBMBNNFNCBOUV
tindakan pemeliharaan l
ingkungan
t.FNQSBLUJLBOUJOEBLBO
dalam memelihara lereng
yang rentan agar longsor
dapat dicegah.
t4FMBMVQFEVMJEBOCFSVTBIB
menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor.
t8BTQBEBEBOTJBQ
melakukan tindakan
pencegahan dan
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQQFEVMJEBO
berusaha menjaga
kelestarian lingkungan
rawan longsor.
t.FNJMJLJLFTJBQTJBHBBO
melakukan tindakan
penyelamatan diri dari
bencana longsor
t.FNJMJLJSBTBUBOHHVOH
jawab untuk membantu
pengurangan risiko
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQTJBQ
bekerja sama dalam
membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor.
Materi
t1FOZFCBCMPOHTPS
t$JSJDJSJMBIBOEBOMFSFOH
rentan longsor.
t(FKBMBBXBMMPOHTPS
t5JOEBLBOEBSVSBU
menghadapi gejala
lereng akan dan
sudah longsor.
t5JOEBLBOZBOHUJEBL
boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
bencana longsor.
t1SBLUJLUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5JOEBLBOQFNFMJIBSBBO
lingkungan.
t5JOEBLBONFNFMJIBSB
lereng yang rentan
longsor.
t.FOKBHBLFMFTUBSJBO
lingkungan rawan
longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
dan penyelamatan diri
dari bencana longsor.
t6TBIBNFOKBHB
kelestaraian lingkungan
rawan longsor.
t,FTJBQBONFMBLVLBO
tindakan penyelamatan
diri dari bencana longsor.
t1FOHVSBOHBOSJTJLP
bencana longsor.
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
44
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Kemampuan Dasar
Menjelaskan penyebab longsor,
ciri-ciri lahan dan lereng rentan
longsor, gejala awal lereng akan
longsor, tindakan darurat yang
harus segera dilakukan apabila
gejala lereng akan longsor
muncul, serta berbagai tindakan
yang tidak boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
Mampu mempraktekkan tindakan
pencegahan bencana longsor dan
tindakan penyelamatan diri dari
bencana longsor yang
telah dipahami dari butir 1 di atas.
Mampu mempraktekkan tindakan
pemeliharaan lingkungan
dan lereng yang rentan agar
longsor dapat dicegah.
Memiliki sikap selalu peduli dan
berusaha menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor,
serta waspada dan siap
melakukan tindakan pencegahan
dan penyelamatan diri dari
bencana longsor.
Memiliki rasa tanggung jawab
dan sikap untuk siap bekerja sama
dalam membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor
Indikator
t.FOKFMBTLBO
penyebab longsor.
t.FOHJEFOUJLBTJ
ciri-ciri lahan dan
lereng rentan longsor,
t.FOHFOBMJHFKBMB
awal lereng akan longsor.
t.FOFOUVLBOUJOEBLBO
darurat yang harus segera
dilakukan apabila gejala
lereng akan longsor
sudah muncul.
t.FOHFOBMJCFSCBHBJ
tindakan yang tidak boleh
dilakukan pada lereng dan
lahan yang rentan longsor.
t.FNQSBLUFLLBOUJOEBLBO
pencegahan
bencana longsor.
t.FNQSBLUJLLBOUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5FSBNQJMEBMBNNFNCBOUV
tindakan pemeliharaan l
ingkungan
t.FNQSBLUJLBOUJOEBLBO
dalam memelihara lereng
yang rentan agar longsor
dapat dicegah.
t4FMBMVQFEVMJEBOCFSVTBIB
menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor.
t8BTQBEBEBOTJBQ
melakukan tindakan
pencegahan dan
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQQFEVMJEBO
berusaha menjaga
kelestarian lingkungan
rawan longsor.
t.FNJMJLJLFTJBQTJBHBBO
melakukan tindakan
penyelamatan diri dari
bencana longsor
t.FNJMJLJSBTBUBOHHVOH
jawab untuk membantu
pengurangan risiko
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQTJBQ
bekerja sama dalam
membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor.
Materi
t1FOZFCBCMPOHTPS
t$JSJDJSJMBIBOEBOMFSFOH
rentan longsor.
t(FKBMBBXBMMPOHTPS
t5JOEBLBOEBSVSBU
menghadapi gejala
lereng akan dan
sudah longsor.
t5JOEBLBOZBOHUJEBL
boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
bencana longsor.
t1SBLUJLUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5JOEBLBOQFNFMJIBSBBO
lingkungan.
t5JOEBLBONFNFMJIBSB
lereng yang rentan
longsor.
t.FOKBHBLFMFTUBSJBO
lingkungan rawan
longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
dan penyelamatan diri
dari bencana longsor.
t6TBIBNFOKBHB
kelestaraian lingkungan
rawan longsor.
t,FTJBQBONFMBLVLBO
tindakan penyelamatan
diri dari bencana longsor.
t1FOHVSBOHBOSJTJLP
bencana longsor.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Kemampuan Dasar
Menjelaskan penyebab longsor,
ciri-ciri lahan dan lereng rentan
longsor, gejala awal lereng akan
longsor, tindakan darurat yang
harus segera dilakukan apabila
gejala lereng akan longsor
muncul, serta berbagai tindakan
yang tidak boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
Mampu mempraktekkan tindakan
pencegahan bencana longsor dan
tindakan penyelamatan diri dari
bencana longsor yang
telah dipahami dari butir 1 di atas.
Mampu mempraktekkan tindakan
pemeliharaan lingkungan
dan lereng yang rentan agar
longsor dapat dicegah.
Memiliki sikap selalu peduli dan
berusaha menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor,
serta waspada dan siap
melakukan tindakan pencegahan
dan penyelamatan diri dari
bencana longsor.
Memiliki rasa tanggung jawab
dan sikap untuk siap bekerja sama
dalam membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor
Indikator
t.FOKFMBTLBO
penyebab longsor.
t.FOHJEFOUJLBTJ
ciri-ciri lahan dan
lereng rentan longsor,
t.FOHFOBMJHFKBMB
awal lereng akan longsor.
t.FOFOUVLBOUJOEBLBO
darurat yang harus segera
dilakukan apabila gejala
lereng akan longsor
sudah muncul.
t.FOHFOBMJCFSCBHBJ
tindakan yang tidak boleh
dilakukan pada lereng dan
lahan yang rentan longsor.
t.FNQSBLUFLLBOUJOEBLBO
pencegahan
bencana longsor.
t.FNQSBLUJLLBOUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5FSBNQJMEBMBNNFNCBOUV
tindakan pemeliharaan l
ingkungan
t.FNQSBLUJLBOUJOEBLBO
dalam memelihara lereng
yang rentan agar longsor
dapat dicegah.
t4FMBMVQFEVMJEBOCFSVTBIB
menjaga kelestarian
lingkungan rawan longsor.
t8BTQBEBEBOTJBQ
melakukan tindakan
pencegahan dan
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQQFEVMJEBO
berusaha menjaga
kelestarian lingkungan
rawan longsor.
t.FNJMJLJLFTJBQTJBHBBO
melakukan tindakan
penyelamatan diri dari
bencana longsor
t.FNJMJLJSBTBUBOHHVOH
jawab untuk membantu
pengurangan risiko
bencana longsor.
t.FNJMJLJTJLBQTJBQ
bekerja sama dalam
membantu upaya
pengurangan risiko
bencana longsor.
Materi
t1FOZFCBCMPOHTPS
t$JSJDJSJMBIBOEBOMFSFOH
rentan longsor.
t(FKBMBBXBMMPOHTPS
t5JOEBLBOEBSVSBU
menghadapi gejala
lereng akan dan
sudah longsor.
t5JOEBLBOZBOHUJEBL
boleh dilakukan pada
lereng dan lahan yang
rentan longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
bencana longsor.
t1SBLUJLUJOEBLBO
penyelamatan diri dari
bencana longsor.
t5JOEBLBOQFNFMJIBSBBO
lingkungan.
t5JOEBLBONFNFMJIBSB
lereng yang rentan
longsor.
t.FOKBHBLFMFTUBSJBO
lingkungan rawan
longsor.
t5JOEBLBOQFODFHBIBO
dan penyelamatan diri
dari bencana longsor.
t6TBIBNFOKBHB
kelestaraian lingkungan
rawan longsor.
t,FTJBQBONFMBLVLBO
tindakan penyelamatan
diri dari bencana longsor.
t1FOHVSBOHBOSJTJLP
bencana longsor.
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar
4.3.1 Tahap Persiapan
Dalam rangka persiapan pengintegrasian pendidikan pengurangan resiko
bencana tanah longsor ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian,
yaitu:
1. Berpusat pada kondisi daerah potensi bencana dan jenis bencana yang
terjadi serta kebutuhan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan
penanggulangan bencana.
2. Pendidikan PRB mengikuti prinsip beragam yaitu dikembangkan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan daerah potensi bencana serta integrasi
ke dalam matapelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri.
Dimungkinkan pula untuk dikembangkan dalam materi pengembangan
diri atau dapat bentuk kegiatan temporer, bahkan dalam bentuk lainnya.
3. Tanggap terhadap perkembangan dengan memperhatikan perkembangan
kondisi wilayah setempat, kemajuan iptek, dan pengembangan potensi
daerah setempat.
4. Relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat agar dapat diterapkan
dalam situasi yang membutuhkan.
5. Pendidikan PRB disusun untuk dipergunakan dan dikembangkan dengan
berkesinambungan sehingga memuat pengetahuan dan pemahaman
yang komprehensif dan melekat dalam kehidupan siswa.
4.3.2 Tahap Pelaksanaan
Pendekatan pengintegrasian Pengurangan Resiko Bencana dalam pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:
1. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang
sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu
yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual.
Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan
cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke
abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
45
2. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak dan dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua
aspek perkembangan anak. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan
pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan
kebutuhan masing-masing anak.
3. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan
dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-
kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin
tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal
baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis,
mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam
situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode,
materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.
4. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar
Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu
memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan
alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik.
Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak
dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.
5. Mengembangkan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan
kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang
berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi
serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan
hidupnya.
P
ermen Diknas No.41 thn 2007 tentang Standar Proses mengamanatkan
bahwa proses pembelajaran untuk mencapai KD Dlakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fsik serta
psikologis peserta didik. Selain itu, proses pembelajaran juga harus menggunakan
metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,
yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfrmasi.
Berbagai model pembelajaran dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar
agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Untuk itu, guru perlu mengupayakan kegiatan pembelajaran
tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diberikan pada siswa SD
adalah model pembelajaran terintegrasi.
Pembelajaran integrasi adalah pembelajaran yang memasukkan materi tertentu ke
dalam suatu bidang studi dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan.
Diharapkan pembelajaran integrasi ini dapat memotivasi anak dalam belajar Dan
memberikan pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang bermakna bagi anak.
Bahan ajar dikembangkan berdasarkan materi yang berkaitan dengan pengurangan
risiko bahaya longsor dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa.
Pengembangan bahan ajar perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Sahih
Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji
kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan
materi, sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan
jaman dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat Kepentingan
Dalam memilih materi di sini perlu dipertimbangkan pertanyaan berikut:
Sejauh mana materi tersebut penting dipelajari? Penting untuk siapa? Dimana
dan mengapa penting?. Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan
tentunya memang yang benar-benar diperlukan oleh siswa.
BAB V
PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK
PENGURANGAN RISIKO LONGSOR
KE DALAM KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN
MENENGAH ATAS (SMA/MA/SMA/MAK)
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
47
3. Kebermanfaatan
Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun non
akademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi
yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan
yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya.
Bermanfaat secara non akademis maksudnya adalah bahwa materi yang
diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
4. Layak dipelajari
Materinya memungkinkan untuk dipeljari, baik dari aspek tingkat kesulitannya
(tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya
terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat)
5. Menarik minat
Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk
mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus
mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, sehingga memunculkan
dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Oleh karena sasaran utama dalam pengintegrasian pendidikan pengurangan risiko
bencana ini adalah perubahan atau pembentukan sikap, maka proses pembelajaran
yang paling diutamakan adalah simulasi, praktik, dan kreatiftas siswa. Simulasi
dapat dilakukan melalui sosiodrama, atau peragaan yang mirip dengan situasi yang
sebenarnya. Guru perlu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, perencanaan
pembelajaran, alokasi waktu, dan perencanaan evaluasi.
Sejalan dengan pembelajaran, evaluasi harus mengukur ketercapaian kompetensi,
yaitu perubahan sikap/perilaku siswa berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi
bencana. Sasaran evaluasi adalah hasil dan proses pembelajaran.
Proses di atas dapat gambarkan dalam kerangka kerja sebagai berikut:
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
48
Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
Substansi
Pembelajaran
Proses
Eksogenik
Bentuk Muka
Bumi
Proses
Endogenik
Bentang Alam
Gunung,
Pegunungan
Bukit,
Perbukitan
Lereng, Lembah
Longsor
Ciri Kawasan
Rentan Longsosor
Jenis Longsor
Tanda- tanda akan
terjadi longsor
Penanggulangan
Risiko Bencana

Pencegahan
(Prevensi)
Mitgasi
Adaptasi
Membangun sikap:
Waspada dan
Siaga bencana
Perencanaan
(silabus dan
RPP)
Metode
Pembelajaran:
Praktk/simulasi
Evaluasi Hasil
dan Proses
Bahan Ajar
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor dalam Mata
Pelajaran
Tahapan dalam pengintegrasian materi PRB terhadap mata pelajaran di tingkat
SMA/SMK/MA sebagai berikut :
1. Identifkasi Materi Pembelajaran tentang PRB
Konsep mengenai pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya:
Agama Islam, Bahasa Indonesia, PKn, Fisika, Geograf, Biologi, Sosiologi,
Antropologi dan lainnya .
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
49
2. Analisis KD yang Memungkinkan dapat diintegrasikan dengan PRB
Kompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan
dengan materi PRB dalam bentuk model KTSP daerah bencana. Model ini
disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan
pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain
yang punya karakteristik yang sama.
Setelah kurikulum, bahan ajar sebagai acuan yang lebih operasional dalam
melaksanakan pembelajaran di sekolah, merupakan komponen yang sangat
berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai
bencana dan kesiapsiagaan bencana terhadap warga negara, khususnya
peserta didik.
3. Menyusun Silabus yang Terintegrasi PRB
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar yang diintegrasikan
dengan nilai-nilai pengurangan risiko bencana (PRB).
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Silabus Integrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya.
Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya
adalah sebagai berikut.
Mengkaji dan menentukan standar kompetensi (SK) yang dapat
diintegrasikan dengan PRB.
Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar (KD) yang sesuai dengan SK
yang diintegrasikan.
Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (dengan mengacu pada
SK dan KD).
Mengidentifkasi Materi Pokok/Pembelajaran yang sesuai dengan PRB
longsor.
Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PBR longsor, seperti
penyampaian informasi bahaya longsor, simulasi penyelamatan diri,
pertolongan pertama, dan lainnya.
Menentukan Jenis Penilaian.
Menentukan Alokasi Waktu.
Menentukan Sumber Belajar yang berhubungan dengan PRB longsor.
4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manejemen pembe-
lajaran yang berisi kebijakan strategik tentang pelaksanaan pembelajaran yang
akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
50
saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metode/teknik, media, alat evaluasi, dan
penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling ber-
kaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko bencana (PRB).
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP
yang terintegrasi PRB longsor disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan
materi ajar PRB longsor.
Untuk lebih jelasnya, tahapan pengintegrasian dijelaskan sebagai berikut.
5.1.1 Identifkasi Materi Pembelajaran tentang Pengurangan Risiko Longsor
Berbagai materi mengenai pengurangan risiko longsor yang dapat diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran telah diidentifkasi dalam tabel berikut.
Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
NO. TAHAPAN PERISTIWA MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum Terjadi
Bencana Tanah
Longsor
1. Tanah Longsor
a. Pengertian bencana.
b. Pengertian resikorisiko bencana.
c. Pengertian tanah longsor.
d. Pengertian resikorisiko bencana tanah longsor.
e. Penyebab terjadinya tanah longsor .
f. Ciri-ciri lahan dan lereng rentan tanah longsor.
g. Gejala awal lereng akan longsor.
h. Tindakan darurat yang harus dilakukan bila ada
gejala lereng akan longsor.
i. Tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
pada lahan atau lereng yang rentan longsor.
2. Tindakan Pemeliharaan lingkungan
1.
Saat Terjadi
Tanah Longsor
1. Memberitahukan adanya tanah longsor kepada
masyarakat (termasuk warga sekolah).
2. Memahami tanda-tanda tertentu yang ditetapkan
sebagai tanda evakuasi apabila terjadi
tanah longsor.
3. Menyelamatkan diri sendiri dari resikorisiko
bencana tanah longsor.
4. Berpartisipasi secara aktif dengan memberi
pertolongan (evakuasi) kepada orang lain yang
terkena musibah bencana tanah longsor.
2.
Setelah Terjadi
Tanah Longsor
1. Berpartisipasi dengan memberi pertolongan
(evakuasi) kepada orang lain yang terkena
musibah bencana tanah longsor.
2. Membuat dapur umum.
3. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
perbaikan infrastruktur umum.
4. Berpartisipasi secara aktif untuk melakukan
tindakan pemeliharaan lingkungan.
3.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
51
5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata
Pelajaran Terintegrasi
Standar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengantisipasi
bahaya longsor adalah mampu mengantisipasi sebelum longsor terjadi,
bertindak tepat pada saat dan setelah setelah longsor terjadi. Berkaitan dengan
hal tersebut, siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan dalam melakukan
tindakan praktis untuk (1) menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana
longsor; (2) Berpartisipasi dalam membantu upaya pemeliharaan lingkungan
dan lereng rentan agar tidak longsor.
Di bawah ini terdapat contoh format analisis kompetensi dasar dari beberapa
mata pelajaran yang dapat diintegrasikan dalam pendidikan pengurangan
risiko bencana longsor.
5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat komponen yang harus
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya. Komponen tersebut terdiri atas Standar Kompetensi (SK),
Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Silabus harus menjawab pertanyaan
kompetensi apa yang harus dicapai anak? Bagaimana cara mencapainya? Dan
bagaimana cara menilai ketercapaian kompetensi itu?
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para
guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau
beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau
Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus
disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk setiap jenjang.
T
a
b
e
l

5
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

S
t
a
n
d
a
r

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

d
a
n

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

u
n
t
u
k

M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n

T
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

1
.
3

M
e
n
a
m
p
i
l
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u








s
e
b
a
g
a
i

k
h
a
l
i
f
a
h

d
i

b
u
m
i









s
e
p
e
r
t
i

t
e
r
k
a
n
d
u
n
g

d
a
l
a
m







Q
S

A
l
-
B
a
q
a
r
a
h
;
3
0
,






A
l
-

M
u
k
m
i
n
u
n
;

1
2
-
1
4
,







A
z
-
Z
a
r
i
y
a
t
;

5
6

d
a
n







A
n

N
a
h
l

:
7
8
.







(
s
e
m
e
s
t
e
r

1
)
4
.
1

M
e
n
y
e
b
u
t
k
a
n

p
e
n
g
e
r
t
i
a
n







p
e
r
i
l
a
k
u

h
u
s
n
u
z
h
a
n
.







(
s
e
m
e
s
t
e
r

1
)
4
.
2

M
e
n
y
e
b
u
t
k
a
n

c
o
n
t
o
h
-






c
o
n
t
o
h

p
e
r
i
l
a
k
u

h
u
s
n
u
z
h
a
n






t
e
r
h
a
d
a
p

A
l
l
a
h
,

d
i
r
i

s
e
n
d
i
r
i






d
a
n

s
e
s
a
m
a

m
a
n
u
s
i
a
.






(
s
e
m
e
s
t
e
r

1
)
4
.
3

M
e
m
b
i
a
s
a
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u







h
u
s
n
u
z
h
a
n

d
a
l
a
m






k
e
h
i
d
u
p
a
n

s
e
h
a
r
i
-
h
a
r
i
.







(
s
e
m
e
s
t
e
r

1
)
A
g
a
m
a

I
s
l
a
m
4
.
3

M
e
m
b
i
a
s
a
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u








b
e
r
t
a
u
b
a
t

d
a
n

r
a
j
a


d
a
l
a
m







k
e
h
i
d
u
p
a
n

s
e
h
a
r
i
-
h
a
r
i






(
s
e
m
e
s
t
e
r

1
)
.
7
.
3

M
e
m
b
i
a
s
a
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u






m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n






l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

s
e
p
e
r
t
i







t
e
r
k
a
n
d
u
n
g

d
a
l
a
m






Q
S
.

a
l

R
u
m
:

4
1
-
4
2
,







Q
S

A
l
-
A

r
a
f
:

5
6
-
5
8
,







d
a
n

S
h
a
d
:

2
7
.






(
s
e
m
e
s
t
e
r

2
)
8
.
1

M
e
n
a
m
p
i
l
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u

y
a
n
g







m
e
n
c
e
r
m
i
n
k
a
n

k
e
i
m
a
n
a
n






t
e
r
h
a
d
a
p

K
i
t
a
b
-
k
i
t
a
b

A
l
l
a
h
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
.
3

M
e
m
b
i
a
s
a
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u







b
e
r
e
t
o
s

k
e
r
j
a

s
e
p
e
r
t
i






t
e
r
k
a
n
d
u
n
g

d
a
l
a
m

A
l







M
u
j
a
d
a
l
a
h

:

1
1

d
a
n







Q
S
.

A
l
-
J
u
m
u
a
h

:
9
-
1
0







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
.
8
.
1

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

t
a
n
d
a
-
t
a
n
d
a






k
e
i
m
a
n
a
n

k
e
p
a
d
a







Q
a
d
h
a


d
a
n

Q
a
d
a
r
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
8
.
2

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

h
i
k
m
a
h








b
e
r
i
m
a
n

k
e
p
a
d
a








Q
a
d
h
a


d
a
n

Q
a
d
h
a
r
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
9
.
2

M
e
n
a
m
p
i
l
k
a
n

c
o
n
t
o
h







p
e
r
i
l
a
k
u

p
e
r
s
a
t
u
a
n

d
a
n






k
e
r
u
k
u
n
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
T
a
b
e
l

5
.
2
:

A
n
a
l
i
s
i
s

S
t
a
n
d
a
r

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

d
a
n

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

u
n
t
u
k

M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n

T
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

L
o
n
g
s
o
r
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
1
.
1

M
e
n
a
n
g
g
a
p
i

s
i
a
r
a
n

a
t
a
u







i
n
f
o
r
m
a
s
i

d
a
r
i

m
e
d
i
a

e
l
e
k
t
r
o
n
i
k







(
b
e
r
i
t
a

d
a
n

n
o
n
b
e
r
i
t
a
)







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
2

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

u
n
s
u
r







s
a
s
t
r
a

(
i
n
t
r
i
n
s
i
k

d
a
n

e
k
s
t
r
i
n
s
i
k
)







s
u
a
t
u

c
e
r
i
t
a

y
a
n
g

d
i
s
a
m
p
a
i
k
a
n







s
e
c
a
r
a

l
a
n
g
s
u
n
g

/







m
e
l
a
l
u
i

r
e
k
a
m
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:

2
.
3

M
e
n
c
e
r
i
t
a
k
a
n

b
e
r
b
a
g
a
i







p
e
n
g
a
l
a
m
a
n

d
e
n
g
a
n

p
i
l
i
h
a
n







k
a
t
a

d
a
n

e
k
s
p
r
e
s
i

y
a
n
g

t
e
p
a
t
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
m
b
a
c
a
:
3
.
2

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

i
d
e

t
e
k
s







n
o
n
s
a
s
t
r
a

d
a
r
i

b
e
r
b
a
g
a
i







s
u
m
b
e
r

m
e
l
a
l
u
i

t
e
k
n
i
k







m
e
m
b
a
c
a

e
k
s
t
e
n
s
i
f
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
6
.
1

M
e
n
g
e
m
u
k
a
k
a
n

h
a
l
-
h
a
l

y
a
n
g







m
e
n
a
r
i
k

a
t
a
u

m
e
n
g
e
s
a
n
k
a
n







d
a
r
i

c
e
r
i
t
a

p
e
n
d
e
k

m
e
l
a
l
u
i







k
e
g
i
a
t
a
n

d
i
s
k
u
s
i
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
6
.
2

M
e
n
e
m
u
k
a
n

n
i
l
a
i
-
n
i
l
a
i

c
e
r
i
t
a






p
e
n
d
e
k

m
e
l
a
l
u
i

k
e
g
i
a
t
a
n






d
i
s
k
u
s
i





(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
B
a
h
a
s
a

I
n
d
o
n
e
s
i
a
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
2
.
1

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

s
e
c
a
r
a

l
i
s
a
n






u
r
a
i
a
n

t
o
p
i
k

t
e
r
t
e
n
t
u

d
a
r
i

h
a
s
i
l







m
e
m
b
a
c
a

(
a
r
t
i
k
e
l

a
t
a
u

b
u
k
u
)
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
n
u
l
i
s
:
4
.
1

M
e
n
u
l
i
s

p
r
o
p
o
s
a
l

u
n
t
u
k






b
e
r
b
a
g
a
i

k
e
p
e
r
l
u
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
5
.
1

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

p
e
r
i
s
t
i
w
a
,








p
e
l
a
k
u

d
a
n

p
e
r
w
a
t
a
k
a
n
n
y
a
,










d
i
a
l
o
g
,

d
a
n

k
o
n

i
k

p
a
d
a








p
e
m
e
n
t
a
s
a
n

d
r
a
m
a








(
S
e
m
e
s
t
e
r
1
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
6
.
1

M
e
n
y
a
m
p
a
i
k
a
n

d
i
a
l
o
g

d
i
s
e
r
t
a
i






g
e
r
a
k
-
g
e
r
i
k

d
a
n

m
i
m
i
k
,

s
e
s
u
a
i







d
e
n
g
a
n

w
a
t
a
k

t
o
k
o
h
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
6
.
2

M
e
n
g
e
k
p
r
e
s
i
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u

d
a
n






d
i
a
l
o
g

t
o
k
o
h

p
r
o
t
o
g
o
n
i
s

d
a
n







a
t
a
u

a
n
t
a
g
o
n
i
s
.

(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
9
.
1

M
e
r
a
n
g
k
u
m

i
s
i

p
e
m
b
i
c
a
r
a
a
n






d
a
l
a
m

s
u
a
t
u

d
i
s
k
u
s
i

a
t
a
u







s
e
m
i
n
a
r
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
1
.
1

M
e
m
b
e
d
a
k
a
n

a
n
t
a
r
a

f
a
k
t
a







d
a
n

o
p
i
n
i

d
a
r
i

b
e
r
b
a
g
a
i







l
a
p
o
r
a
n

l
i
s
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
2

M
e
n
g
o
m
e
n
t
a
r
i

b
e
r
b
a
g
a
i







l
a
p
o
r
a
n

l
i
s
a
n

d
e
n
g
a
n

m
e
m
-






b
e
r
i
k
a
n

k
r
i
t
i
k

d
a
n

s
a
r
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
2
.
1

M
e
n
y
a
m
p
a
i
k
a
n

g
a
g
a
s
a
n

d
a
n







t
a
n
g
g
a
p
a
n

d
e
n
g
a
n

a
l
a
s
a
n







y
a
n
g

l
o
g
i
s

d
a
l
a
m

d
i
s
k
u
s
i
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
2

M
e
n
y
a
m
p
a
i
k
a
n

i
n
t
i
s
a
r
i

b
u
k
u







n
o
n

k
s
i

d
e
n
g
a
n

m
e
n
g
g
u
-






n
a
k
a
n
b
a
h
a
s
a

y
a
n
g

e
f
e
k
t
i
f







d
a
l
a
m

d
i
s
k
u
s
i
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
m
b
a
c
a
:
3
.
1

M
e
n
e
m
u
k
a
n

i
d
e

p
o
k
o
k

d
a
n







p
e
r
m
a
s
a
l
a
h
a
n

d
a
l
a
m

a
r
t
i
k
e
l







m
e
l
a
l
u
i

k
e
g
i
a
t
a
n

m
e
m
b
a
c
a







i
n
t
e
n
s
i
f
.

(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
3
.
2

M
e
m
b
a
c
a

n
y
a
r
i
n
g

t
e
k
s

p
i
d
a
t
o






d
e
n
g
a
n

i
n
t
o
n
a
s
i

y
a
n
g

t
e
p
a
t
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
9
.
1

M
e
n
y
i
m
p
u
l
k
a
n

i
s
i

i
n
f
o
r
m
a
s
i








y
a
n
g

d
i
s
a
m
p
a
i
k
a
n

m
e
l
a
l
u
i







t
u
t
u
r
a
n

l
a
n
g
s
u
n
g
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
9
.
2

M
e
n
y
i
m
p
u
l
k
a
n

i
s
i

i
n
f
o
r
m
a
s
i







y
a
n
g

d
i
d
e
n
g
a
r

m
e
l
a
l
u
i

t
u
t
u
r
a
n







t
i
d
a
k

l
a
n
g
s
u
n
g

(
r
e
k
a
m
a
n

a
t
a
u






t
e
k
s

y
a
n
g

d
i
b
a
c
a
k
a
n
)
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
1
0
.
1

M
e
m
b
e
r
i
k
a
n

k
r
i
t
i
k

t
e
r
h
a
d
a
p










i
n
f
o
r
m
a
s
i

d
a
r
i

m
e
d
i
a

c
e
t
a
k








d
a
n

a
t
a
u

e
l
e
k
t
r
o
n
i
k
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
0
.
2

M
e
m
b
e
r
i
k
a
n

p
e
r
s
e
t
u
j
u
a
n
/








d
u
k
u
n
g
a
n

t
e
r
h
a
d
a
p








a
r
t
i
k
e
l

y
a
n
g

t
e
r
d
a
p
a
t

d
a
l
a
m








m
e
d
i
a

c
e
t
a
k

d
a
n

a
t
a
u









e
l
e
k
t
r
o
n
i
k
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
u
l
i
s
:
1
2
.
2

M
e
n
u
l
i
s

g
a
g
a
s
a
n

u
n
t
u
k










m
e
y
a
k
i
n
k
a
n

a
t
a
u

m
e
n
g
a
j
a
k









p
e
m
b
a
c
a

b
e
r
s
i
k
a
p

a
t
a
u









m
e
l
a
k
u
k
a
n

s
e
s
u
a
t
u

d
a
l
a
m









b
e
n
t
u
k

p
a
r
a
g
r
a
f

p
e
r
s
u
a
s
i
f









(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
.
1
2
.
4

M
e
n
y
u
s
u
n

t
e
k
s

p
i
d
a
t
o
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
.
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
9
.
2

M
e
n
g
o
m
e
n
t
a
r
i

p
e
n
d
a
p
a
t







s
e
s
e
o
r
a
n
g

d
a
l
a
m

s
u
a
t
u






d
i
s
k
u
s
i

a
t
a
u

s
e
m
i
n
a
r
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
1
0
.
1

M
e
m
p
r
e
s
e
n
t
a
s
i
k
a
n

h
a
s
i
l









p
e
n
e
l
i
t
i
a
n

s
e
c
a
r
a

r
u
n
t
u
t








d
e
n
g
a
n

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n









b
a
h
a
s
a

y
a
n
g

b
a
i
k

d
a
n

b
e
n
a
r
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
0
.
2

M
e
n
g
o
m
e
n
t
a
r
i

t
a
n
g
g
a
p
a
n









o
r
a
n
g

l
a
i
n

t
e
r
h
a
d
a
p









p
r
e
s
e
n
t
a
s
i

h
a
s
i
l

p
e
n
e
l
i
t
i
a
n
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
m
b
a
c
a
:
1
1
.
1

M
e
n
g
u
n
g
k
a
p
k
a
n

p
o
k
o
k
-









p
o
k
o
k

i
s
i

t
e
k
s

d
e
n
g
a
n










m
e
m
b
a
c
a

c
e
p
a
t

3
0
0

k
a
t
a










p
e
r

m
e
n
i
t
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
1
.
2

M
e
m
b
e
d
a
k
a
n

f
a
k
t
a

d
a
n









o
p
i
n
i

p
a
d
a

e
d
i
t
o
r
i
a
l

d
e
n
g
a
n









m
e
m
b
a
c
a

i
n
t
e
n
s
i
f
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
u
l
i
s
:
1
2
.
1

M
e
n
u
l
i
s

r
a
n
g
k
u
m
a
n
/








r
i
n
g
k
a
s
a
n

i
s
i

b
u
k
u
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
d
e
n
g
a
r
k
a
n
:
9
.
1

M
e
n
g
a
j
u
k
a
n

s
a
r
a
n

p
e
r
b
a
i
k
a
n







t
e
n
t
a
n
g

i
n
f
o
r
m
a
s
i

y
a
n
g






d
i
s
a
m
p
a
i
k
a
n

s
e
c
a
r
a

l
a
n
g
s
u
n
g
.





(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
9
.
2

M
e
n
g
a
j
u
k
a
n

s
a
r
a
n

p
e
r
b
a
i
k
a
n







t
e
n
t
a
n
g

i
n
f
o
r
m
a
s
i

y
a
n
g







d
i
s
a
m
p
a
i
k
a
n

m
e
l
a
l
u
i








r
a
d
i
o
/
t
e
l
e
v
i
s
i
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
1
0
.
2

B
e
r
p
i
d
a
t
o

t
a
n
p
a

t
e
k
s

d
e
n
g
a
n








l
a
f
a
l
,

i
n
t
o
n
a
s
i
,

n
a
d
a
,

d
a
n

s
i
k
a
p








y
a
n
g

t
e
p
a
t
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
m
b
a
c
a
:
1
1
.
1

M
e
n
e
m
u
k
a
n

i
d
e

p
o
k
o
k

s
u
a
t
u









t
e
k
s

d
e
n
g
a
n

m
e
m
b
a
c
a

c
e
p
a
t









3
0
0
-
3
5
0

k
a
t
a

p
e
r

m
e
n
i
t
.












(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
1
.
2

M
e
n
e
n
t
u
k
a
n

k
a
l
i
m
a
t












k
e
s
i
m
p
u
l
a
n

(
i
d
e

p
o
k
o
k
)







d
a
r
i

b
e
r
b
a
g
a
i

p
o
l
a

p
a
r
a
g
r
a
f











i
n
d
u
k
s
i
,

d
e
d
u
k
s
i

d
e
n
g
a
n









m
e
m
b
a
c
a

i
n
t
e
n
s
i
f
.









(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
u
l
i
s
:
1
2
.
1

M
e
n
u
l
i
s

k
a
r
a
n
g
a
n

b
e
r
-









d
a
s
a
r
k
a
n

t
o
p
i
k

t
e
r
t
e
n
t
u










d
e
n
g
a
n

p
o
l
a

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n










d
e
d
u
k
t
i
f

d
a
n

i
n
d
u
k
t
i
f
.










(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

B
a
h
a
s
a

I
n
d
o
n
e
s
i
a
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

B
a
h
a
s
a

I
n
d
o
n
e
s
i
a
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
1
4
.
2

M
e
n
g
h
u
b
u
n
g
k
a
n

i
s
i

p
u
i
s
i










d
e
n
g
a
n

r
e
a
l
i
t
a
s

a
l
a
m
,








s
o
s
i
a
l

b
u
d
a
y
a
,

d
a
n









m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
e
l
a
l
u
i

d
i
s
k
u
s
i
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
.
M
e
n
u
l
i
s
:
1
6
.
1

M
e
n
u
l
i
s

k
a
r
a
n
g
a
n

b
e
r
-








d
a
s
a
r
k
a
n

k
e
h
i
d
u
p
a
n

d
i
r
i









s
e
n
d
i
r
i

d
a
l
a
m

c
e
r
p
e
n









(
p
e
l
a
k
u
,

p
e
r
i
s
t
i
w
a
,

l
a
t
a
r
)








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
.
1
6
.
2

M
e
n
u
l
i
s

k
a
r
a
n
g
a
n

b
e
r
-








d
a
s
a
r
k
a
n

p
e
n
g
a
l
a
m
a
n

o
r
a
n
g









l
a
i
n

d
a
l
a
m

c
e
r
p
e
n








(
p
e
l
a
k
u
,

p
e
r
i
s
t
i
w
a
,

l
a
t
a
r
)







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
.
M
e
n
u
l
i
s
:
1
2
.
2

M
e
n
u
l
i
s

n
o
t
u
l
e
n

r
a
p
a
t

s
e
s
u
a
i







d
e
n
g
a
n

p
o
l
a

p
e
n
u
l
i
s
a
n
n
y
a
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
2
.
3

M
e
n
u
l
i
s

k
a
r
y
a

i
l
m
i
a
h

s
e
p
e
r
t
i









h
a
s
i
l

p
e
n
g
a
m
a
t
a
n
,

d
a
n









p
e
n
e
l
i
t
i
a
n
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
B
e
r
b
i
c
a
r
a
:
1
4
.
1

M
e
n
g
e
k
s
p
r
e
s
i
k
a
n

d
i
a
l
o
g










p
a
r
a

t
o
k
o
h

d
a
l
a
m










p
e
m
e
n
t
a
s
a
n

d
r
a
m
a
.










(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
4
.
2

M
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

g
e
r
a
k
-
g
e
r
i
k
,









m
i
m
i
k
,

d
a
n

i
n
t
o
n
a
s
i
,

s
e
s
u
a
i









d
e
n
g
a
n

w
a
t
a
k

t
o
k
o
h

d
a
l
a
m








p
e
m
e
n
t
a
s
a
n

d
r
a
m
a
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
m
b
a
c
a
:
1
5
.
1

M
e
n
g
u
n
g
k
a
p
k
a
n

h
a
l
-
h
a
l










y
a
n
g

m
e
n
a
r
i
k

d
a
n

d
a
p
a
t









d
i
t
e
l
a
d
a
n
i

d
a
r
i

t
o
k
o
h
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
u
l
i
s
:
1
6
.
1

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u









m
a
n
u
s
i
a

m
e
l
a
l
u
i

d
i
a
l
o
g









n
a
s
k
a
h

d
r
a
m
a
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
6
.
2

M
e
n
a
r
a
s
i
k
a
n

p
e
n
g
a
l
a
m
a
n









m
a
n
u
s
i
a

d
a
l
a
m

b
e
n
t
u
k

a
d
e
g
a
n








d
a
n

l
a
t
a
r

p
a
d
a

n
a
s
k
a
h

d
r
a
m
a
.










(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
u
l
i
s
:
1
2
.
2

M
e
n
u
l
i
s

e
s
a
i

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n









t
o
p
i
k

t
e
r
t
e
n
t
u

d
e
n
g
a
n

p
o
l
a









p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

p
e
m
b
u
k
a
,









i
s
i
,

d
a
n

p
e
n
u
t
u
p
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)

M
e
n
u
l
i
s
:
1
6
.
1

M
e
m
a
h
a
m
i

p
r
i
n
s
i
p
-
p
r
i
n
s
i
p









p
e
n
u
l
i
s
a
n

k
r
i
t
i
k

d
a
n

e
s
a
i
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
6
.
2

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

p
r
i
n
s
i
p
-
p
r
i
n
s
i
p









p
e
n
u
l
i
s
a
n

k
r
i
t
i
k

d
a
n

e
s
a
i

u
n
t
u
k








m
e
n
g
o
m
e
n
t
a
r
i

k
a
r
y
a

s
a
s
t
r
a
.









(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

P
K
n
1
.
4

M
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

s
e
m
a
n
g
a
t







k
e
b
a
n
g
s
a
a
n
,

n
a
s
i
o
n
a
l
i
s
m
e

d
a
n







p
a
t
r
i
o
t
i
s
m
e

d
a
l
a
m

k
e
h
i
d
u
p
a
n







b
e
r
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
,

b
e
r
b
a
n
g
s
a

d
a
n






b
e
r
n
e
g
a
r
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
5
.
1

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

k
e
d
u
d
u
k
a
n









w
a
r
g
a

n
e
g
a
r
a

d
a
n







p
e
w
a
r
g
a
n
e
g
a
r
a
a
n

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

p
e
r
s
a
m
a
a
n















k
e
d
u
d
u
k
a
n

w
a
r
g
a

n
e
g
a
r
a







d
a
l
a
m
k
e
h
i
d
u
p
a
n







b
e
r
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
,









b
e
r
b
a
n
g
s
a

d
a
n

n
e
g
a
r
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
3

M
e
n
g
h
a
r
g
a
i

p
e
r
s
a
m
a
a
n







k
e
d
u
d
u
k
a
n

w
a
r
g
a
n
e
g
a
r
a







t
a
n
p
a

m
e
m
b
e
d
a
k
a
n

r
a
s
,







a
g
a
m
a
,

g
e
n
d
e
r
,

g
o
l
o
n
g
a
n
,







b
u
d
a
y
a
,

d
a
n

s
u
k
u
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
2
.
2

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

c
i
r
i
-
c
i
r
i








m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
a
d
a
n
i
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
4
.
5

M
e
n
g
h
a
r
g
a
i

k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
n







p
e
r
j
a
n
j
i
a
n

i
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g






b
e
r
m
a
n
f
a
a
t

b
a
g
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

p
e
r
s

y
a
n
g

b
e
b
a
s

d
a
n

b
e
r
t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

s
e
s
u
a
i

k
o
d
e

e
t
i
k

j
u
r
n
a
l
i
s
t
i
k

d
a
l
a
m

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
e
m
o
k
r
a
t
i
s

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
.

(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
M
e
n
g
e
v
a
l
u
a
s
i

k
e
b
e
b
a
s
a
n

p
e
r
s

d
a
n

d
a
m
p
a
k

p
e
n
y
a
l
a
h
g
u
n
a
a
n

k
e
b
e
b
a
s
a
n

m
e
d
i
a

m
a
s
s
a

d
a
l
a
m

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
e
m
o
k
r
a
t
i
s

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
.
(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

F
i
s
i
k
a
1
.
1

M
e
n
g
u
k
u
r

b
e
s
a
r
a
n

s
i
k
a








(
m
a
s
s
a
,

p
a
n
j
a
n
g
,

d
a
n

w
a
k
t
u
)
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
1

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

b
e
s
a
r
a
n

s
i
k
a







p
a
d
a

g
e
r
a
k

d
e
n
g
a
n

k
e
c
e
p
a
t
a
n







d
a
n

p
e
r
c
e
p
a
t
a
n

k
o
n
s
t
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

b
e
s
a
r
a
n






s
i
k
a

p
a
d
a

g
e
r
a
k










m
e
l
i
n
g
k
a
r

d
e
n
g
a
n

l
a
j
u







k
o
n
s
t
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
3

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

H
u
k
u
m







N
e
w
t
o
n

s
e
b
a
g
a
i

p
r
i
n
s
i
p






d
a
s
a
r

d
i
n
a
m
i
k
a

u
n
t
u
k

g
e
r
a
k





l
u
r
u
s
,

g
e
r
a
k

v
e
r
t
i
k
a
l
,

d
a
n






g
e
r
a
k

m
e
l
i
n
g
k
a
r

b
e
r
a
t
u
r
a
n
.





(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
4
.
1

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

p
e
n
g
a
r
u
h









k
a
l
o
r

t
e
r
h
a
d
a
p

s
u
a
t
u

z
a
t
.





(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
4
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

c
a
r
a







p
e
r
p
i
n
d
a
h
a
n

k
a
l
o
r
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
4
.
3

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

a
s
a
s

B
l
a
c
k







d
a
l
a
m

p
e
m
e
c
a
h
a
n

m
a
s
a
l
a
h
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
1
.
3

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

p
e
n
g
a
r
u
h

g
a
y
a







p
a
d
a

s
i
f
a
t

e
l
a
s
t
i
s
i
t
a
s

b
a
h
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
4

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

h
u
b
u
n
g
a
n







a
n
t
a
r
a

g
a
y
a

d
e
n
g
a
n

g
e
r
a
k






g
e
t
a
r
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
5

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

h
u
b
u
n
g
a
n








a
n
t
a
r
a

u
s
a
h
a
,

p
e
r
u
b
a
h
a
n







e
n
e
r
g
i

d
e
n
g
a
n

h
u
k
u
m






k
e
k
e
k
a
l
a
n

e
n
e
r
g
i

m
e
k
a
n
i
k






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
6

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

h
u
k
u
m







k
e
k
e
k
a
l
a
n

e
n
e
r
g
i






m
e
k
a
n
i
k

u
n
t
u
k

m
e
n
g
a
n
a
-






l
i
s
i
s

g
e
r
a
k

d
a
l
a
m







k
e
h
i
d
u
p
a
n

s
e
h
a
r
i
-
h
a
r
i
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
7

M
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

h
u
b
u
n
g
a
n






a
n
t
a
r
a

k
o
n
s
e
p

i
m
p
u
l
s

d
a
n







m
o
m
e
n
t
u
m

u
n
t
u
k






m
e
n
y
e
l
e
s
a
i
k
a
n

m
a
s
a
l
a
h







t
u
m
b
u
k
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
M
e
m
f
o
r
m
u
l
a
s
i
k
a
n

t
e
o
r
i
r
e
l
a
t
i
v
i
t
a
s

k
h
u
s
u
s

u
n
t
u
k

w
a
k
t
u
,

p
a
n
j
a
n
g
,

d
a
n

m
a
s
s
a
,

s
e
r
t
a

k
e
s
e
t
a
r
a
a
n

m
a
s
s
a

d
e
n
g
a
n

e
n
e
r
g
i

y
a
n
g

d
i
t
e
r
a
p
k
a
n

d
a
l
a
m

t
e
k
n
o
l
o
g
i
.

(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

B
i
o
l
o
g
i
1
.
1

M
e
n
d
e

n
i
s
i
k
a
n

b
e
n
c
a
n
a

b
a
-







h
a
y
a

b
i
o
l
o
g
i
,

w
a
b
a
h

p
e
n
y
a
k
i
t
.








(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
1

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

c
i
r
i
-
c
i
r
i
,







r
e
p
l
i
k
a
s
i
,

d
a
n

p
e
r
a
n

v
i
r
u
s

d
a
l
a
m







k
e
h
i
d
u
p
a
n

d
a
n

m
e
m
b
e
r
i
k
a
n







c
o
n
t
o
h

p
e
n
y
a
k
i
t

a
k
i
b
a
t

v
i
r
u
s






(
m
e
m
p
e
r
k
e
n
a
l
k
a
n

p
e
n
y
a
k
i
t






i
n
f
e
k
s
i

m
e
n
u
l
a
r

a
k
i
b
a
t

v
i
r
u
s

:






D
e
m
a
m

b
e
r
d
a
r
a
h

d
e
n
g
u
e
,






p
o
l
i
o
,

h
e
p
a
t
i
t
i
s
,

u

b
u
r
u
n
g
,





H
I
V

A
I
D
S

)






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
2

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

c
i
r
i
-
c
i
r
i








A
r
c
h
a
e
o
b
a
c
t
e
r
i
a

d
a
n








E
u
b
a
c
t
e
r
i
a

d
a
n

p
e
r
a
n
a
n
n
y
a








b
a
g
i

k
e
h
i
d
u
p
a
n

d
a
n

m
e
m
-







b
e
r
i
k
a
n

c
o
n
t
o
h

p
e
n
y
a
k
i
t








a
k
i
b
a
t

b
a
k
t
e
r
i

(

T
y
f
o
i
d
,

D
i
s
e
n
t
r
i
,







l
e
p
t
o
s
p
i
r
o
s
i
s
,

T
B
,

)







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
5
.

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

c
i
r
i
-
c
i
r
i

d
a
n









j
e
n
i
s
-
j
e
n
i
s

p
r
o
t
o
z
o
a
,

h
e
l
m
i
n
t
h









b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

h
a
s
i
l

p
e
n
g
a
m
a
t
a
n
,








p
e
r
c
o
b
a
a
n
,

d
a
n

k
a
j
i
a
n

l
i
t
e
r
a
t
u
r









s
e
r
t
a

p
e
r
a
n
a
n
n
y
a

b
a
g
i

k
e
h
i
-








d
u
p
a
n

d
a
n

m
e
m
a
h
a
m
i

b
a
h
a
y
a









y
a
n
g

d
i
t
i
m
b
u
l
k
a
n
n
y
a

(
F
i
l
a
r
i
a
s
i
s
,







m
a
l
a
r
i
a
,

c
h
i
k
u
n
g
u
n
y
a
)








(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
3
.
2

M
e
n
g
k
o
m
u
n
i
k
a
s
i
k
a
n








k
e
a
n
e
k
a
r
a
g
a
m
a
n

h
a
y
a
t
i








I
n
d
o
n
e
s
i
a
,

d
a
n

u
s
a
h
a








p
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n

s
e
r
t
a

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n








s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

a
l
a
m

d
a
n

a
k
i
b
a
t








d
a
m
p
a
k

k
e
r
u
s
a
k
a
n

y
a
n
g








d
i
t
i
m
b
u
l
k
a
n







(
j
e
n
i
s

b
e
n
c
a
n
a
)






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

B
i
o
l
o
g
i
G
e
o
g
r
a

4
.
2

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

k
e
t
e
r
k
a
i
t
a
n

a
n
t
a
r
a








k
e
g
i
a
t
a
n


m
a
n
u
s
i
a

d
e
n
g
a
n








m
a
s
a
l
a
h

p
e
r
u
s
a
k
a
n
/
p
e
n
-







c
e
m
a
r
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n








p
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n







d
a
m
p
a
k

y
a
n
g

d
i

a
k
i
b
a
t
k
a
n
n
y
a
.






(
k
e
b
a
k
a
r
a
n

h
u
t
a
n
,

b
a
n
j
i
r
,

t
a
n
a
h







l
o
n
g
s
o
r
,

k
e
k
e
r
i
n
g
a
n
/






p
e
m
a
n
a
s
a
n
,

a
n
g
i
n

t
o
p
a
n
)







d
a
n

m
i
t
i
g
a
s
i
n
y
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
4
.
3

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

j
e
n
i
s
-
j
e
n
i
s

l
i
m
b
a
h







d
a
n

d
a
u
r

u
l
a
n
g

l
i
m
b
a
h

d
a
n







d
a
m
p
a
k

y
a
n
g

d
i

a
k
i
b
a
t
k
a
n
n
y
a






m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
r
a
n






p
e
n
y
a
k
i
t

m
e
l
a
l
u
i

p
e
r
k
e
m
b
a
n
g






b
i
a
k
a
n

v
e
k
t
o
r

:

(
D
B
D
,

m
a
l
a
r
i
a
,






c
h
i
k
u
n
g
u
n
y
a
,
l
e
p
t
o
s
p
i
r
o
s
i
s
)





(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
2
.
3

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n







S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

A
l
a
m

s
e
c
a
r
a

a
r
i
f
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
3
.
1

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n








p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n







h
i
d
u
p

d
a
l
a
m

k
a
i
t
a
n
n
y
a







d
e
n
g
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n






b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
3
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

p
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n






l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

d
a
l
a
m






k
a
i
t
a
n
n
y
a

d
e
n
g
a
n






p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n






b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
3
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

k
a
i
t
a
n

a
n
t
a
r
a






k
o
n
s
e
p

w
i
l
a
y
a
h

d
a
n






p
e
w
i
l
a
y
a
h
a
n

d
e
n
g
a
n






p
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n






w
i
l
a
y
a
h
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
3
.
2

M
e
n
g
a
n
a
l
i
s
i
s

w
i
l
a
y
a
h

d
a
n






p
e
w
i
l
a
y
a
h
a
n

n
e
g
a
r
a







m
a
j
u

d
a
n

b
e
r
k
e
m
b
a
n
g
.





(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

S
o
s
i
o
l
o
g
i
1
.
1

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
o
l
o
g
i







s
e
b
a
g
a
i

i
l
m
u

y
a
n
g

m
e
n
g
k
a
j
i







h
u
b
u
n
g
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n







l
i
n
g
k
u
n
g
a
n






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
2

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

n
i
l
a
i

d
a
n






n
o
r
m
a

y
a
n
g

b
e
r
l
a
k
u

d
a
l
a
m






m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
3

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

p
r
o
s
e
s






i
n
t
e
r
a
k
s
i

s
o
s
i
a
l

s
e
b
a
g
a
i







d
a
s
a
r

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

p
o
l
a







k
e
t
e
r
a
t
u
r
a
n

d
a
n

d
i
n
a
m
i
k
a







k
e
h
i
d
u
p
a
n

s
o
s
i
a
l
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
1

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

s
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

s
e
b
a
g
a
i






p
r
o
s
e
s

d
a
l
a
m

p
e
m
b
e
n
t
u
k
a
n






k
e
p
r
i
b
a
d
i
a
n
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
2
.
2

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

t
e
r
j
a
d
i
n
y
a






p
e
r
i
l
a
k
u

m
e
n
y
i
m
p
a
n
g

d
a
n







s
i
k
a
p
-
s
i
k
a
p

a
n
t
i

s
o
s
i
a
l
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
2
.
3

M
e
n
e
r
a
p
k
a
n

p
e
n
g
e
t
a
h
u
a
n






S
o
s
i
o
l
o
g
i

d
a
l
a
m

k
e
h
i
d
u
p
a
n







b
e
r
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

2
)
2
.
1

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

h
a
k
i
k
a
t








l
e
m
b
a
g
a

s
o
s
i
a
l
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
2

M
e
n
g
k
l
a
s
i

k
a
s
i
k
a
n

t
i
p
e
-
t
i
p
e







l
e
m
b
a
g
a

s
o
s
i
a
l
.







(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
3

M
e
n
d
e
s
k
r
i
p
s
i
k
a
n

p
e
r
a
n

d
a
n






f
u
n
g
s
i

l
e
m
b
a
g
a

s
o
s
i
a
l
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
5
.
1
.
2

A
n
a
l
i
s
i
s

K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

D
a
s
a
r

y
a
n
g

M
e
m
u
n
g
k
i
n
k
a
n

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

B
e
n
c
a
n
a

L
o
n
g
s
o
r
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i

S
i
a
g
a

B
e
n
c
a
n
a
M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n
K
D

K
e
l
a
s

X
K
D

K
e
l
a
s

X
I
K
D

K
e
l
a
s

X
I
I
1
.

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b

l
o
n
g
s
o
r
,





c
i
r
i
-
c
i
r
i

l
a
h
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,





g
e
j
a
l
a

a
w
a
l

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,

t
i
n
d
a
k
a
n





d
a
r
u
r
a
t

y
a
n
g

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n





a
p
a
b
i
l
a

g
e
j
a
l
a

l
e
r
e
n
g

a
k
a
n

l
o
n
g
s
o
r





m
u
n
c
u
l
,

s
e
r
t
a

b
e
r
b
a
g
a
i

t
i
n
d
a
k
a
n

y
a
n
g





t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
l
a
k
u
k
a
n

p
a
d
a

l
e
r
e
n
g

d
a
n





l
a
h
a
n

y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

l
o
n
g
s
o
r
.
2
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n





t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
p
a
h
a
m
i





d
a
r
i

b
u
t
i
r

1

d
i

a
t
a
s
.
3
.

M
a
m
p
u

m
e
m
p
r
a
k
t
e
k
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n





p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
a
n

l
e
r
e
n
g





y
a
n
g

r
e
n
t
a
n

a
g
a
r

l
o
n
g
s
o
r

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
.
4
.

M
e
m
i
l
i
k
i

s
i
k
a
p

s
e
l
a
l
u

p
e
d
u
l
i

d
a
n





b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
j
a
g
a

k
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n





l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

r
a
w
a
n

l
o
n
g
s
o
r
,
s
e
r
t
a

w
a
s
p
a
d
a





d
a
n

s
i
a
p

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
i
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
-




g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

d
a
r
i





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
.
5
.

M
e
m
i
l
i
k
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b

d
a
n

s
i
k
a
p




u
n
t
u
k

s
i
a
p

b
e
k
e
r
j
a

s
a
m
a

d
a
l
a
m





m
e
m
b
a
n
t
u

u
p
a
y
a

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o





b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

A
n
t
r
o
p
o
l
o
g
i
1
.
3

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

b
e
r
b
a
g
a
i







a
l
t
e
r
n
a
t
i
f

p
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n







m
a
s
a
l
a
h

a
k
i
b
a
t

a
d
a
n
y
a







k
e
b
e
r
a
g
a
m
a
n

b
u
d
a
y
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
1
.
4

M
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

s
i
k
a
p

t
o
l
e
r
a
n
s
i







d
a
n

e
m
p
a
t
i

s
o
s
i
a
l

t
e
r
h
a
d
a
p







k
e
b
e
r
a
g
a
m
a
n

b
u
d
a
y
a
.






(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
3

M
e
n
g
i
d
e
n
t
i

k
a
s
i

k
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k





d
i
n
a
m
i
k
a

b
u
d
a
y
a

m
e
l
a
l
u
i






c
o
n
t
o
h

y
a
n
g

t
e
r
d
a
p
a
t

d
i






m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
t
e
m
p
a
t

d
a
n






b
e
r
b
a
g
a
i

f
a
k
t
o
r

y
a
n
g






m
e
n
d
o
r
o
n
g

t
e
r
j
a
d
i
n
y
a





d
i
n
a
m
i
k
a

b
u
d
a
y
a
.





(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
2
.
3

M
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u






k
e
a
g
a
m
a
a
n

y
a
n
g

b
e
r
d
a
m
p
a
k





d
a
l
a
m

k
e
h
i
d
u
p
a
n






b
e
r
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t





(
S
e
m
e
s
t
e
r

1
)
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
62
5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD.
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fsik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap Kompetensi Dasar
(KD) yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru
merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
terdiri atas:
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifkasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester
pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
Kompetensi Dasar dan beban belajar.
K
O
M
P
E
T
E
N
S
I
D
A
S
A
R
I
N
D
I
K
A
T
O
R
M
A
T
E
R
I

P
O
K
O
K
K
E
G
I
A
T
A
N

P
E
M
B
E
L
A
J
A
R
A
N
P
E
N
I
L
A
I
A
N
T
E
K
N
I
K
B
E
N
T
U
K
W
A
K
T
U
S
U
M
B
E
R
B
E
L
A
J
A
R
C
O
N
T
O
H
I
N
S
T
R
U
M
E
N
2
.
3

M
e
n
j
e
l
a
s
k
a
n







p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n







S
u
m
b
e
r

D
a
y
a






A
l
a
m

s
e
c
a
r
a







a
r
i
f
-

M
e
n
g
l
d
e
n
t
l

k
a
s
l




j
e
n
i
s
-
j
e
n
i
s

S
u
m
b
e
r




D
a
y
a

A
l
a
m
-

M
e
n
[
e
l
a
s
k
a
n




m
a
n
f
a
a
t

S
u
m
b
e
r




D
a
y
a

A
l
a
m

b
a
g
l




k
e
h
l
d
u
p
a
n

m
a
n
u
s
l
a
-

M
e
m
b
e
r
l

c
o
n
t
o
h




p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

s
u
m
-



b
e
r

d
a
y
a

a
l
a
m

b
e
r
-



d
a
s
a
r
k
a
n

p
r
l
n
s
l
p




e
k
o
e

s
l
e
n
s
l
S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

A
l
a
m
-

M
e
n
g
u
m
p
u
l
k
a
n

d
a
t
a

d
a
n

l
n
f
o
r
m
a
s
l



t
e
n
t
a
n
g

[
e
n
l
s
-
[
e
n
l
s

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a



A
l
a
m

d
a
r
l

b
e
r
b
a
g
a
l

s
u
m
b
e
r
-

M
e
n
d
l
s
k
u
s
l
k
a
n

d
a
n

m
e
m
p
r
e
s
e
n
t
a
s
l
-


k
a
n

h
a
s
l
l

p
e
n
g
u
m
p
u
l
a
n

d
a
t
a

t
e
n
t
a
n
g



[
e
n
l
s
-
[
e
n
l
s

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

a
l
a
m
2

x

4
5

P
o
r
m
a
t

P
e
n
g
a
m
a
t
a
n

d
e
n
g
a
n

m
e
m
-
b
u
a
t

k
r
i
t
e
r
i
a

t
e
n
t
a
n
g

a
s
p
e
k
-
a
s
p
e
k

y
a
n
g

a
k
a
n

d
l
n
l
l
a
l
.

M
l
s
a
l
-
n
y
a
:

k
e
a
k
t
i
f
a
n
,

k
e
r
j
a
s
a
m
a
,

l
o
g
l
s

m
e
n
-
[
a
w
a
b
,

m
e
n
g
-
h
a
r
g
a
l

p
e
n
d
a
-
p
a
t

y
a
n
g

b
e
r
b
e
d
a
B
u
k
u

G
e
o
g
r
a


k
e
l
a
s

X
I

S
M
A
/

S
M
K

d
a
n

r
e
f
e
r
-
e
n
s
i

l
a
i
n

y
a
n
g

r
e
l
e
v
-
a
n

t
e
r
k
a
i
t

d
e
n
g
a
n

b
a
h
a
s
a
n

t
e
n
t
a
n
g

s
u
m
b
e
r

d
a
y
a

a
l
a
m
U
n
j
u
k
k
e
r
j
a
N
o
n

t
e
s
T
a
b
e
l

5
.
3

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

S
l
l
a
b
u
s

M
o
d
e
l

|
n
t
e
g
r
a
s
l

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

P
l
s
l
k
o

G
e
m
p
a

k
e

d
a
l
a
m

M
a
t
a

P
e
l
a
[
a
r
a
n

G
e
o
g
r
a

S
e
k
o
l
a
h



:

S
M
A
/
S
M
K
K
e
l
a
s
/
S
e
m
e
s
t
e
r


:

X
I
/
1
M
a
t
a

P
e
l
a
[
a
r
a
n


:

G
e
o
g
r
a

S
t
a
n
d
a
r

K
o
m
p
e
t
e
n
s
l




:

2
.

M
e
m
a
h
a
m
l

S
u
m
b
e
r

D
a
y
a

A
l
a
m
T
a
b
e
l

5
.
3
:

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

S
i
l
a
b
u
s

M
o
d
e
l

I
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

L
o
n
g
s
o
r

k
e

d
a
l
a
m

M
a
t
a

P
e
l
a
j
a
r
a
n

G
e
o
g
r
a
f
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
64
8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran.
Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor pada Mata
Pelajaran Geograf
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA/SMK
Mata Pelajaran : Geograf
Kelas/Semeste : XI/1
Standar Kompetensi : Memahami Sumber Daya Alam
Kompetensi Dasar : Menjelaskan pemanfaatan Sumber Daya Alam secara
arif
I n d i k a t o r :
Mengidentifkasi jenis-jenis Sumber Daya Alam.
Menjelaskan manfaat Sumber Daya Alam bagi
kehidupan manusia.
Memberi contoh pemanfaatan sumber daya alam
berdsarkan prinsip ekoefsiensi.
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit ( 2 x pertemuan)
1. Tujuan Pembelajaran
Dengan melalui pengumpulan data dan informasi melalui berbagai sumber
dan dilaksanakan dengan diskusi kelompok, serta presentasi, siswa mampu:
Mengidentifkasijenis-jenisSumberDayaAlam.
MenjelaskanmanfaatSumberDayaAlambagikehidupanmanusia.
Memberi contoh pemanfaatan sumber daya alam berdsarkan prinsip
ekoefsiensi.
2. Materi Pembelajaran
Sumber daya alam
3. Metode
Ceramah, Penugasan, Diskusi, Presentasi.
4. Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan(persiapan)
- Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
- Guru memberi penjelasan tentang materi, tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari, dan kompetensi yang diharapkan dimiliki peserta didik
setelah mengikuti pembelajaran, serta manfaatnya bagi kehidupan
peserta didik sehari-hari.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
65
- Bertanya jawab secara sederhana tentang jenis-jenis sumber daya alam
yang diketahui peserta didik, mengapa kita tidak boleh memotong
pepohonan di sekitar perbukitan bahkan justru disarankan untuk
menanam pepohonan, apa manfaat pepohonan bagi kehidupan
makhluk hidup.
KegiatanInti(kegiatanpokok)
- Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 hingga 5 siswa
untuk setiap kelompoknya.
- Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok. Misalnya:
tentang jenis-jenis sumber daya alam, bagaimana memanfaatkan
sumber daya alam secara benar, manfaat pepohonan dalam kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
- Hasil kerja dituliskan dalam bentuk laporan tertulis, bisa ditambah
dengan membuat fip chart atau power point terkait dengan tugas
masing-masing untuk bahan presentasi. Kemudian masing-masing
kelompok mempesentasikan hasil dan diberi kesempatan kelompok
lain untuk memberi tanggapan atau bertanya.
Penutup(kegiatanakhir)
- Peserta didik memberi tanggapan dengan menceritakan hikmah yang
diambil / didapatkan selama mengikuti pembelajaran yang baru saja
dilakukan.
- Guru bersama peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang
dibahas.
- Guru menekankan pentingnya mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam dengan arif agar bisa terhindar dari risiko terjadinya bencana
yang mungkin timbul seperti bahaya banjir atau tanah longsor.
- Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap dan tabah
dalam menghadapi segala cobaan yang mungkin bisa terjadi kapan
saja dari ALLAH SWT.
Alat/SumberPembelajaran
- Buku Geograf kelas XI SMA / SMK.
- Panduan penanggulangan risiko bencana banjir atau tanah longsor.
- Referensi yang relevan baik tercetak atau non cetak terkait dengan
bahasan sumber daya alam.
- Alat: kertas fip chart (bila ada), kertas koran, komputer (bila ada).
Penilaian
Penilaian dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran.
Penilaian lebih ditekankan melalui aktivitas siswa saat diskusi. Teknik
penilaian yang digunakan adalah unjuk kerja.
Keterangan:
- Nilai yang didapat peserta didik didasarkan pada kondisi real yang
terjadi pada saat pengamatan oleh guru (tenaga pendidik) yang sifatnya
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
66
NO. NAMA PESERTA DIDIK ASPEK YANG DINILAI
BOBOT
TERTINGGI
1. Freddy
Total
Keaktifan
Kerjasama
Logis menjawab
Menghargai pendapat
3. Widyawati Utama
2.
Total
Tuti Herawaty Keaktifan
Kerjasama
Logis menjawab
Menghargai pendapat
Keaktifan
Kerjasama
Logis menjawab
Menghargai pendapat
Total
Total
4. dst.
30
30
15
25
100
25
30
30
15
30
30
15
25
100
30
30
25
15
100
100
Keaktifan
Kerjasama
Logis menjawab
Menghargai pendapat
NILAI
30
25
25
90
10
25
14
25
25
25
12
85
29
28
86
-
-
-
-
Contoh Format Model 1 :
Keterangan:
Rentang Nilai
1. 85 100 = Sangat Bagus
2. 65 84 = Bagus
3. < 64 = Cukup
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
67
subyektif. Namun bila diperlukan indikator diperbolehkan. Maksudnya
seandainya siswa dapat 30 atau di bawahnya kriterianya seperti apa.
- Format penilaian di atas adalah hanya contoh model yang tidak baku,
artinya guru dipersilahkan berkreasi sendiri.
Contoh format model 2:
No. Nama peserta didik, aspek, kriteria, rentang nilai, nilai yg didapat
Keterangan:
Tindak Lanjut
Hasil belajar yang dievaluasi lebih ditekankan pada kinerja dan sikap/perilaku siswa.
Melalui instrumen yang tepat, perubahan sikap/perilaku/kinerja siswa. Instrumen
digunakan di sepanjang proses berlangsung, guru dapat memberikan catatan di
sepanjang proses berlangsung. Hasil akhir dari proses ini akan menggambarkan
tingkat pencapaian/ketuntasan, apabila guru dapat melakukan secara tepat, pada
akhir pembelajaran usahakan semua anak mencapai ambang batas minimum yang
diharapkan.
Apabila guru dapat melakukan evalusai di sepanjang proses pembelajaran, maka
ketidakmampuan siswa dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian, tidak ada
siswa yang tidak tuntas di akhir pembelajaran. Sebagai contoh, jika dalam skala 5,
posisi 3 merupakan ambang batas minimum, jika ada anak pada indicator pertama
berada di posisi 2, atau 1, untuk anak yang bersangkutan diberikan pembinaan
agar hal-hal yang belum dikuasai dapat diantisipasi sejak awal. Sementara bagi
anak yang berada di atas ambang batas, seperti 4 dan 5, anak yang bersangkutan
diberikan pengayaan. Dalam upaya mencapai ketuntasan minimum bagi setiap
anak, anak-anak yang telah mencapai abang batas atau berada di ambang batas
minimum terlebih dahulu, mereka dapat menjadi tutor sebaya bagi anak yang
belum tuntas.
NO. NAMA PESERTA DIDIK ASPEK/KRITERIA
NILAI
YANG DIDAPAT
1. Freddy
Total
Keaktifan
Kerjasama
Logis menjawab
Menghargai pendapat
2. dst.
Contoh Format Model 2 :
No. Nama Peserta Didik, Aspek, Kriteria, Rentang Nilai, Nilai Yang Didapat
Keterangan:
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
68
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko
Longsor
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan
daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang
ada. Substansi mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh satuan pendidikan
disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.
Muatan Lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat
pada Standar Isi dan harus diwujudkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal merupakan bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan
di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan
kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan
mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal
mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain.
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus
mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis
Muatan Lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu
tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran Muatan
Lokal. Pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal dapat dilaksanakan secara
Berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai.
Tujuan
Muatan Lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan
dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap
tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/
aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan
daerah serta pembangunan nasional.
Lebih jelas lagi agar peserta didik dapat:
1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan
budayanya,
2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai
daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada
umumnya,
3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang
berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur
budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
4. Menyadari lingkungan dan masalah-masalah yang ada di masyarakat serta
dapat membantu mencari pemecahannya.
5. Memiliki keterampilan khusus yang dapat menciptakan lapangan kerja.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
69
Acuan Pengembangan
1. Potensi dan kebutuhan lingkungan;
2. Kebutuhan, minat dan bakat peserta didik;
3. Ketersediaan daya dukung/potensi satuan pendidikan internal dan eksternal.
Potensi Lingkungan
1. Sumber Daya Alam (SDA)
2. Sumber Daya Manusia
3. Geografs
4. Budaya
5. Historis
Kedudukan Muatan Lokal
Mata pelajaran Muatan Lokal mempunyai kedudukan yang sama dengan mata
pelajaran lain. Hal ini sesuai dengan Struktur Kurikulum pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006, karena memiliki alokasi waktu sebanyak
2 jam pelajaran per minggu di setiap satuan pendidikan. Apabila dipandang
perlu, sekolah dapat menambahkan alokasi waktu lebih dari 2 jam sesuai dengan
kebutuhannya.
Ruang Lingkup
1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang
pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi,
dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang
diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan
hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan
dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan.
Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai
dengan keadaan perekonomian daerah
Meningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan sehari-hari, dan
menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut
(belajar sepanjang hayat)
Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
2. Lingkup isi/jenis Muatan Lokal,
Memiliki ciri khas dan potensi daerah. Mata pelajaran Muatan Lokal meliputi
cakupan: Budaya Lokal, Keterampilan Wirausaha/Keterampilan Pra-vokasional,
Pendidikan Lingkungan dan Kekhususan Lokal lain. Pada akhirnya dari ketiga
lingkup tersebut bersinergi membentuk kecakapan hidup (life skill) yang
dimiliki peserta didik.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
70
Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran penanggulangan risiko bencana
juga dapat diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yaitu sebagai
muatan lokal. Bencana longsor dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Semua
anggota masyarakat harus paham bagaimana cara-cara yang aman untuk
mengantisipasi bahya longsor. Bukan hanya bagi mereka yang bermukim di
daerah rawan longsor saja, anggota masyarakat yang tinggal di daderah yang
aman pun perlu memahaminya. Mungkin saja suatu saat mereka berurusan
dengan bahaya longsor mengingat topograf wilayah Indonesia banyak yang
rawan longsor.
Untuk itu, satuan pendidikan perlu mempertimbangkan penanggulangan
risiko bencana longsor menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal. Namun
demikian, karena standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
muatan lokal harus dikembangkan sendiri, sebaiknya sebelum melakukan
penyusunan mata pelajaran muatan lokal, satuan pendidikan perlu melakukan
studi atau analisis konteks terlebih dahulu.
5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal
Analisis konteks diperlukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan:
1. Mengapa pelajaran penanggunlangan risiko bencana longsor diperlukan?
2. Seberapa penting siswa memiliki kompetensi tersebut
3. Bagaimana ketersediaan bahan ajar?
4. Siapa yang mengajarkan, adakah guru yang ahli dalam mengajarkan hal
tersebut?
5. Bagaimana metode pembelajarannya? Jangan sampai pembelajaran hanya
bersifat teori, karena yang diperlukan bukan penguasaan teori, melainkan
sikap dan perilaku.
6. Bagiamana system penilaianya?.
Pertanyaan tersebut harus dijawab, untuk itu kita perlu mengkaji kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi.
Kekuatan :
Kekuatan dapat diperoleh dari ketersediaan bahan ajar, atau tenaga yang
dimiliki. Kemudahan memperoleh bahan ajar misalnya disebabkan karena di
daerah dekat sekolah tersebut terdapat pemukiman yang rawan longsor. Hal
ini menjadi kekuatan karena akan memotivasi siswa untuk belajar bagaimana
tindakan penyelamatan diri untuk mengurangi risiko bencana longsor.
Kekuatan juga dapat diperoleh dari mudahnya akses sumber belajar dan
ketersediaan tenaga ahli di sekitar sekolah.
Kelemahan :
Kelemahan dapat bersumber dari sulitnya mendapat bahan belajar atau
tenaga ahli di bidang itu. Namun kelemahan bukan berarti hambatan, atau
menjadi penghambat, kelemahan justeru menjadi inspirasi bagi sebagian
orang mencari peluang.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
71
Peluang
Banyak orang berfkir bahwa kelemahan dapat menjadi peluang. Perilaku
masyarakat yang kurang mendukung program penghijauan di sekitar lereng,
dapat menjadikan peluang bagi sekolah untuk melakukan pendidikan
masyarakat antara lain melalui pembelajaran muatan lokal.
Tantangan
Tantangan sering kali muncul dari perilaku masyarakat pada umumnya.
Misalnya terkait dengan kebiasaan mereka yang tidak memperhatikan aspek
keamanan jangka panjang.
Kondisi tersebut dapat dijadikan dasar untuk memperkuat alasan perlunya
penanggulangan bencana menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal.
Implementasi
Melalui implementasi Muatan Lokal yang dikembangkan di satuan pendidikan,
peserta didik diharapkan dapat:
1. mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan
2. alam, sosial, dan budaya daerah;
3. mememiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai lingkungan yang berguna bagi dirinya dan masyarakat pada
umumnya;
4. memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur
budaya daerah;
5. berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah daerah.
Langkah Awal Penyusunan Mulok
1. Identifkasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah
2. Identifkasi potensi satuan pendidikan
3. Menentukan muatan lokal
4. Menyiapkan perangkat dan sarana pendukung muatan lokal
5. Kerjasama dengan pihak lain
Rambu-rambu Penyusunan Mulok
Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam penyusunan muatan lokal
1. Dalam menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta
silabusnya dapat melaksanakan muatan lokal sendiri sesuai dengan yang
diprogramkan
2. Bagi yang belum mampu menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar serta silabus muatan lokal sendiri, dapat bekerjasama dengan satuan
pendidikan terdekat yang masih dalam satu kecamatan/kotamadya. Bila
beberapa sekolah dalam satu kecamatan/ kotamadya belum mampu
mengembangkan muatan lokal, dapat meminta bantuan Tim Pengembang
Kurikulum (TPK) dari Dinas atau LPMP.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
72
3. Materi pembelajaran muatan lokal hendaknya sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan
dan cara berpikir, emosi, dan sosial. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu
penguasaan mata pelajaran lain. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan
lokal menghindari adanya pekerjaan rumah (PR).
4. Program pembelajaran muatan lokal hendaknya dikembangkan secara
kontekstual dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi
kedekatan secara fsik dan psikis. Dekat secara fsik maksudnya materi
pembelajaran muatan lokal terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan
sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa
materi pembelajaran dan informasinya mudah dipahami oleh peserta didik
sesuai dengan perkembangan usianya. Untuk itu, bahan pembelajaran
muatan lokal hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu bertitik
tolak dari: (a) hal-hal konkret ke abstrak; (b) yang diketahui ke yang belum
diketahui; (c) pengalaman lama ke pengalaman baru; (d) yang mudah/
sederhana ke yang lebih sukar/ rumit. Selain itu materi pembelajaran/
pelajaran hendaknya bermakna/ bermanfaat bagi peserta didik sebagai
bekal mereka dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
5. Materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam
memilih metode pembelajaran dan sumber belajar seperti buku, sarana lain
dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan
dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan
potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/
industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu guru
hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan
peserta didik aktif dalam proses pembelajaran, baik secara mental, fsik,
maupun sosial.
6. Materi pembelajaran muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam
arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi
makna kepada peserta didik. Namun demikian, materi pembelajaran
muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diberikan mulai
dari kelas X s.d. XII. Setiap jenis muatan lokal diberikan minimal satu
semester.
7. Pengalokasian waktu untuk materi pembelajaran muatan lokal perlu
memperhatikan jumlah minggu efektif untuk muatan lokal pada setiap
semester.
5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal
Pengurangan Risko Longsor
Standar kompetensi merupakan kemampuan yang meyeluruh mencakup
tiga ranah kemampuan (kognitif, psikomotor, dan afektif ). Kompetensi dasar
merupakan bagian atau dapat juga disebut tahapan dari pencapaian standar
kompetensi. Indikator, merupakan cirri atau bukti bahwa kompetensi tersebut
dikuasai oleh siswa.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
73
Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Standar Kompetensi
Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan
pada materi sebagai basis pengetahuan.
2. Pengembangan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa.
Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli
dari instansi lain yang sesuai.
Rambu-rambu Penyusunan SK-KD
1. Pengembangan SK dan KD Muatan Lokal ditentukan sekolah berdasarkan
hasil analisis kondisi dan kebutuhan daerah, potensi peserta didik,
dukungan internal dan eksternal
2. Sistematika pengembangannya:
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup
Penentuan SK dan KD
Arah Pengembangan
3. SK dapat menunjukkan kemampuan umum yang diharapkan dapat
dimililiki peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.
4. KD dijabarkan dari SK yang merupakan kemampuan minimal yang harus
dimiliki setiap peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.
5. Indikator dijabarkan dari KD sebagai penanda bahwa kompetensi dalam
KD telah tercapai
6. SK, KD dan Indikator pada mulok penganggulangan kebakaran hendaknya
ditujukan untuk mencapai kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Berikut contoh penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan
Lokal.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
74
Tabel 5.4: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal
Pengurangan Risiko Longsor
STANDAR KOMPETENSI
1. Mempraktikkan tindakan
pencegahan bencana longsor
dan tindakan penyelamatan
diri dari bencana longsor.
KOMPETENSI DASAR
1.1 Mempraktikkan tindakan pencegahan
bencana longsor
1.2 Mempraktikkan tindakan penyelamatan
diri dari bencana longsor.
5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Silabus Mulok harus memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus yaitu:
ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual,
feksibel, dan menyeluruh.
Pengembangan silabus meliputi:
1. Pengkajian SK dan KD,
2. Identifkasi Materi Pembelajaran,
3. Pengembangan Kegiatan Pembelajaran,
4. Perumusan indikator pencapaian kompetensi,
5. Penentuan jenis penilaian,
6. Penentuan alokasi waktu,
7. Penentuan sumber belajar
Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP mulok penanggulangan tanah longsor disusun dan dikembangkan
berdasarkan silabus yang telah dibuat dengan mengikuti kaidah yang benar.
Dalam mulok penanggulangan tanah longsor hendakanya dalam metode
pembelajaran lebih menekankan pada demonstrasi dan simulasi.
Penilaian
Penilaian pencapaian Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar
dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, portofolio, dan
penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok penanggulangan tanah longsor.
K
O
M
P
E
T
E
N
S
I
D
A
S
A
R
I
N
D
I
K
A
T
O
R
M
A
T
E
R
I

P
O
K
O
K
K
E
G
I
A
T
A
N

P
E
M
B
E
L
A
J
A
R
A
N
P
E
N
I
L
A
I
A
N
T
E
K
N
I
K
B
E
N
T
U
K
W
A
K
T
U
S
U
M
B
E
R
B
E
L
A
J
A
R
C
O
N
T
O
H
I
N
S
T
R
U
M
E
N
-

M
e
m
p
r
a
k
t
l
k
k
a
n



t
l
n
d
a
k
a
n

p
e
n
-


c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
-


n
a

t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
-

M
e
n
[
e
l
a
s
k
a
n

t
l
n
d
a
-


k
a
n
-
t
l
n
d
a
k
a
n

t
e
r
h
a
-


d
a
p

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n



r
l
s
l
k
o

b
e
n
c
a
n
a

t
a
n
a
h



l
o
n
g
s
o
r
-

M
e
m
p
r
a
k
t
l
k
k
a
n



t
l
n
d
a
k
a
n

u
n
t
u
k

p
e
n
-


c
e
g
a
h
a
n


b
e
n
c
a
n
a



t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
T
l
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

r
l
s
l
k
o

b
e
n
c
a
n
a

t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
-

M
e
n
d
l
s
k
u
s
l
k
a
n

t
l
n
d
a
k
a
n
-
t
l
n
d
a
k
a
n



p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

c
a
r
a

m
e
n
g
h
l
n
-


d
a
r
l

t
e
r
[
a
d
l
n
y
a

k
e
b
a
k
a
r
a
n
-

D
e
m
o
n
s
t
r
a
s
l

m
e
l
a
k
u
k
a
n

t
l
n
d
a
k
a
n




p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

r
e
s
l
k
o
r
l
s
l
k
o

b
e
n
c
a
n
a




t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
T
e
s
T
e
s

l
l
s
a
n
2

x

4
5
'
1
e
l
a
s
k
a
n

b
e
-
b
e
r
a
p
a

t
l
n
-
d
a
k
a
n

p
e
n
-
c
e
g
a
h
a
n

p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

r
l
s
l
k
o

b
e
n
c
a
n
a

t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
!
P
a
n
d
u
a
n

p
e
n
a
n
g
-
g
u
l
a
n
g
a
n

r
l
s
l
k
o

b
e
n
c
a
n
a

t
a
n
a
h

l
o
n
g
s
o
r
U
n
[
u
k
k
e
r
[
a
N
o
n

t
e
s
T
a
b
e
l

5
.
5

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

S
l
l
a
b
u
s

M
u
a
t
a
n

L
o
k
a
l

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

P
l
s
l
k
o

L
o
n
g
s
o
r
S
e
k
o
l
a
h



:

S
M
A
/
S
M
K
K
e
l
a
s
/
S
e
m
e
s
t
e
r


:

X
|
/
l
M
a
t
a

P
e
l
a
[
a
r
a
n


:

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

P
e
s
l
k
o
P
l
s
l
k
o

8
e
n
c
a
n
a

T
a
n
a
h

L
o
n
g
s
o
r
S
t
a
n
d
a
r

K
o
m
p
e
t
e
n
s
l




:

l
.

M
e
m
p
r
a
k
t
l
k
k
a
n

t
l
n
d
a
k
a
n

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r

d
a
n

t
l
n
d
a
k
a
n

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
l
r
l

d
a
r
l

b
e
n
c
a
n
a

l
o
n
g
s
o
r
T
a
b
e
l

5
.
5
:

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

S
i
l
a
b
u
s

M
u
a
t
a
n

L
o
k
a
l

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

L
o
n
g
s
o
r
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
76
Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan RPP Model Muatan Lokal Pengurangan
Risiko Longsor
Pengembangan RPP Muatan Lokal
Nama Sekolah : SMA/SMK
Mata Pelajaran : Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor
Kelas/Semester : XI/1
Standar Kompetensi : Mempraktikkan tindakan pencegahan bencana
longsor dan tindakan penyelamatan diri dari bencana
longsor.
Kompetensi Dasar : Mempraktikkan tindakan pencegahan risiko bencana
tanah longsor
.I n d i k a t o r :
Menjelaskan tindakan tindakan terhadap
pencegahan risiko bencana tanah longsor.
Mempraktikkan tindakan untuk pencegahan bencana
tanah longsor.
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit ( 1 x pertemuan)
1. Tujuan Pembelajaran
Dengan melalui diskusi kelompok dan demonstrasi siswa mampu:
Menjelaskan tindakan tindakan terhadap pencegahan risiko bencana
tanah longsor.
Mempraktikkan tindakan untuk pencegahan bencana tanah longsor.
2. Materi Pembelajaran
Tindakan pencegahan risiko bencana tanah longsor
3. Metode
Diskusi dan demonstrasi.
4. Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan (persiapan)
- Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
- Guru memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan manfaatnya
bagi kehidupan sehari-hari peserta didik.
- Bertanya jawab secara sederhana tentang cara mencegah dan
menghindari timbulnya kebakaran dan memberikan tanggapan
terhadap penjelasan tersebut
Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )
- Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 hingga 5 siswa
untuk setiap kelompoknya.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
77
- Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok tentang
upaya mencegah dan menghindari pada sebelum, saat terjadi, dan
pasca terjadi tanah longsor.
- Hasil kerja dituliskan pada fip chart dan dipajang. Kemudian masing-
masing kelompok saling berkunjung untuk memberi tanggapan atau
bertanya pada masing-masing kelompok.
- Bersama-sama peserta didik mencoba melakukan demonstrasi
memperagakan tindakan pencegahan pengurangan risiko bencana
tanah longsor.
Penutup ( kegiatan akhir )
- Peserta didik memberi tanggapan dengan menceritakan hikmah yang
diambil / didapatkan selama mengikuti pembelajaran yang baru saja
dilakukan.
- Guru bersama peserta didik menyimpulkan dari materi yang dibahas.
- Guru menekankan pentingnya melakukan pencegahan risiko terjadinya
bencana tanah longsor yang dapat meminta korban harta benda
bahkan jiwa.
- Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah tanah longsor sebagaimana sering terjadi.
- Alat/Sumber Pembelajaran
- Buku Panduan Pendidikan Siaga Bencana.
- Panduan penanggulangan risiko bencana tanah longsor.
Penilaian
Penilaian dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran.
Penilaian lebih ditekankan melalui kegiatan tanya jawab di kelas, aktivitas
siswa saat diskusi. Teknik penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan
unjuk kerja.
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Kegiatan
Pengembangan Diri Dan Ekstrakurikuler
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai
bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan
diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang
dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah
pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta
kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan,
kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna
pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan
konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan
khusus peserta didik.
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan
oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
78
atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling
dan kegiatan ekstra kurikuler dapat megembangankan kompetensi dan kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan
terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan
secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang
diikuti oleh semua peserta didik.
Pengintegrasian PRB ke dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat diprogramkan
melalui kegiatan rutin setiap bulan melalui Pramuka, PMR, dan UKS terutama
yang berkaitan dengan pertolongan pertama pada korban bencana. Pengaturan
kegiatan disesuaikan dengan SK, KD, Dan Indikator PRB.
Contoh Pengintegrasian Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor
pada Kegiatan Ekstrakurikuler (Pramuka atau Palang Merah Remaja).
N
O
.
W
A
K
T
U

K
E
G
I
A
T
A
N
S
A
S
A
R
A
N
R
A
N
G
K
A
I
A
N

K
E
G
I
A
T
A
N
T
E
M
P
A
T

K
E
G
I
A
T
A
N
P
E
R
A
L
A
T
A
N
Y
A
N
G

D
I
G
U
N
A
K
A
N
P
E
L
A
K
S
A
N
A
P
E
N
G
O
R
G
A
N
I
S
A
S
I
A
N

K
E
G
I
A
T
A
N
M
i
n
g
g
u

I

B
u
l
a
n

N
o
v
e
m
b
e
r
S
i
s
w
a

k
e
l
a
s

X

d
a
n

X
I

S
i
m
u
l
a
s
i

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

t
a
h
a
p

1
1
.
H
a
l
a
m
a
n

s
e
k
o
l
a
h
/
l
a
p
a
n
g
a
n
-

P
e
t
a

s
e
k
o
l
a
h
-

T
a
n
d
a
-
t
a
n
d
a

[
a
l
u
r




e
v
a
k
u
a
s
i
-

8
e
n
d
a
-
b
e
n
d
a

y
a
n
g




d
i
a
n
g
g
a
p

s
e
b
a
g
a
i




a
n
c
a
m
a
n
P
e
m
b
l
n
a

p
u
t
r
a

d
a
n

p
u
t
r
i
B
e
r
b
e
n
t
u
k


r
e
g
u
M
i
n
g
g
u

I
V

B
u
l
a
n

N
o
v
e
m
b
e
r
S
i
s
w
a

k
e
l
a
s

X

d
a
n

X
I

-

P
e
n
a
n
a
m
a
n

p
o
h
o
n

t
a
h
a
p

2



s
e
[
u
m
l
a
h

l
0

p
o
h
o
n



(
t
e
n
t
a
t
i
f

s
e
s
u
a
i



k
e
m
a
m
p
u
a
n
)
4
.
P
e
m
b
l
n
a

p
u
t
r
a

d
a
n

p
u
t
r
i
B
e
b
e
r
a
p
a

r
e
g
u

b
e
r
b
e
n
t
u
k

l
i
n
g
k
a
r
a
n
M
i
n
g
g
u

I
I
I

B
u
l
a
n

N
o
v
e
m
b
e
r
S
i
s
w
a

k
e
l
a
s

X

d
a
n

X
I

-

P
e
n
a
n
a
m
a
n

p
o
h
o
n

t
a
h
a
p

l



s
e
[
u
m
l
a
h

2
0

p
o
h
o
n



(
t
e
n
t
a
t
i
f

s
e
s
u
a
i



k
e
m
a
m
p
u
a
n
)
3
.
D
i

a
r
e
a

p
e
r
b
u
k
i
t
a
n

a
t
a
u

d
a
e
r
a
h

a
l
i
r
a
n

s
u
n
g
a
i

d
i

s
e
k
i
t
a
r

s
e
k
o
l
a
h
-

P
e
r
a
l
a
t
a
n
:

s
e
p
e
r
t
l

l
l
n
g
g
l
s
,



c
a
n
g
k
u
l
,

e
m
b
e
r

a
l
r
,

d
a
n



g
a
y
u
n
g
D
i

a
r
e
a

p
e
r
b
u
k
i
t
a
n

a
t
a
u

d
a
e
r
a
h

a
l
i
r
a
n

s
u
n
g
a
i

d
i

s
e
k
i
t
a
r

s
e
k
o
l
a
h
-

P
e
r
a
l
a
t
a
n
:

s
e
p
e
r
t
l

l
l
n
g
g
l
s
,



c
a
n
g
k
u
l
,

e
m
b
e
r

a
l
r
,

d
a
n



g
a
y
u
n
g
P
e
m
b
l
n
a

p
u
t
r
a

d
a
n

p
u
t
r
i
B
e
r
b
e
n
t
u
k


r
e
g
u
M
i
n
g
g
u

I
I

B
u
l
a
n

N
o
v
e
m
b
e
r
S
i
s
w
a

k
e
l
a
s

X

d
a
n

X
I

S
i
m
u
l
a
s
i

p
e
n
y
e
l
a
m
a
t
a
n

d
i
r
i

t
a
h
a
p

2
H
a
l
a
m
a
n

s
e
k
o
l
a
h
/
l
a
p
a
n
g
a
n
-

P
e
t
a

s
e
k
o
l
a
h
-

T
a
n
d
a
-
t
a
n
d
a

[
a
l
u
r




e
v
a
k
u
a
s
i
-

8
e
n
d
a
-
b
e
n
d
a

y
a
n
g




d
i
a
n
g
g
a
p

s
e
b
a
g
a
i




a
n
c
a
m
a
n
P
e
m
b
l
n
a

p
u
t
r
a

d
a
n

p
u
t
r
i
B
e
r
b
e
n
t
u
k


r
e
g
u
2
.
T
a
b
e
l

5
.
6

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

P
r
o
g
r
a
m

K
e
g
l
a
t
a
n

M
o
d
e
l

L
k
s
t
r
a
k
u
r
l
k
u
l
e
r

T
e
r
l
n
t
e
g
r
a
s
l

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

P
l
s
l
k
o

L
o
n
g
s
o
r
1
e
n
l
s

K
e
g
l
a
t
a
n

:

P
r
a
m
u
k
a
8
u
l
a
n




:

N
o
v
e
m
b
e
r
P
P
O
G
P
A
M

K
L
G
|
A
T
A
N

L
K
S
T
P
A
K
U
P
|
K
U
L
L
P

T
A
H
U
N

P
L
L
A
1
A
P
A
N

2
0
0
9
/

2
0
l
0
1
a
k
a
r
t
a
,



M
e
n
g
e
t
a
h
u
l
,
K
e
p
a
l
a

S
e
k
o
l
a
h
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
N
|
P
.
P
e
n
a
n
g
g
u
n
g

1
a
w
a
b

K
e
g
l
a
t
a
n

P
r
a
m
u
k
a
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
N
|
P
.
T
a
b
e
l

5
.
6
:

C
o
n
t
o
h

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

P
r
o
g
r
a
m

K
e
g
i
a
t
a
n

M
o
d
e
l

E
k
s
t
r
a
k
u
l
i
k
u
l
e
r

T
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

R
i
s
i
k
o

L
o
n
g
s
o
r
Daftar Istilah
80
DAFTAR ISTILAH
Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana
melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab
dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman,
penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan
yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang
merugikan.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat dan Negara
Pengarusutamaan PRB
Proses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana
dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan
keputusan dalam pembangunan ekonomi, fsik, politik, sosial-budaya suatu negara
pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana
pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
tersebut
Pendidikan Siaga Bencana
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Komite Sekolah
Organisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan,
dan efsiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi
orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan
kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen
yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra
kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan
sekolah.
KTSP
Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus
berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah
supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.
Kurikulum
Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahanpelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
81
Ekstrakurikuler
adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk
membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan
di sekolah/madrasah.
Standar Kompetensi
ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti
suatuproses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.
Kompetensi
kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai
perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.
Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan
di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a.
standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik
dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan,
g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.
Sumber/bahan belajar
adalah rujukan, obyek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara
sumber, serta lingkungan fsik, alam, sosial, dan budaya.
Standar isi
adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar proses
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan.
Standar kompetensi lulusan
adalah kualifkasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan
adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fsik maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
Daftar Istilah
82
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar pengelolaan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efsiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
Standar pembiayaan
adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
Standar penilaian pendidikan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Bencana
adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang
dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya
jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat
setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk
menanggulanginya.
Bahaya
adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografs, sosial, ekonomi, politik,
budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.
Kerentanan
adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah,
menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan dapat berupa kerentanan fsik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat
ditimbulkan oleh beragam penyebab.
Kemampuan
adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat,
yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan,
menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari
akibat bencana
Risiko
adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa
kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pencegahan
adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin
dengan meniadakan bahaya.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK
83
Mitigasi
adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara
fsik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fsik, maupun non fsik-
struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
Kesiapsiagaan
adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui
pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan Dini
adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan
akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak
membingungkan, resmi
Tanggap Darurat
adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban
dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
Bantuan Darurat
merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan,
kesehatan, sanitasi dan air bersih
Pemulihan
adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan
melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air
bersih, pasar, puskesmas, dll).
Rehabilitasi
adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan
menghidupkan kembali roda perekonomian.
Rekonstruksi
adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fsik, sosial
dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang
sama atau lebih baik dari sebelumnya.
Penanggulangan Bencana
adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan
bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap
darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
Daftar Pustaka
84
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Penataan Ruang dalam
Pencegahan Bencana Banjir: Kasus Pulau Jawa dan Kawasan Jabodetabek-
Bopunjur. Makalah disajikan sebagai Supporting Paper dalam Workshop Persiapan
3rd World Water Forum yang diselenggarakan di Bali , 31 Januari1 Februari 2003.
Ginting, P., Fathurrahman, M, dan S. Pinem. (2007). IPS Geograf untuk SMP Kelas VIII
Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
INEE/UNESCO. (2009). Minimum Standards for Education in Emergencies, Chronic
Crises and Early Reconstruction.
Kabul Basah Suryolelono. (2006). Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu
Geoteknik, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, tidak dipublikasikan.
Ninil R. M. Jannah. (2009). Draft Konsep Pendidikan pengurangan Risiko Bencana
dan Pengarusutamaan Pengurangan Risiko bencana pada Satuan Pendidikan.
Jakarta: Konsorisum Pendidikan Bencana.
Modul Pelatihan Antisipasi Bahaya Longsor. Yogyakarta: Teknik Geologi, Fakultas
Teknik Universitas Gajah Mada.

You might also like