You are on page 1of 8

5 Jenis Cacing Penyebab Cacingan

Cacingan masih merupakan masalah utama kesehatan anak-anak Indonesia. Sanitasi yang buruk dan kurangnya kesadaran pola hidup bersih adalah dua faktor penyebab utama tingginya prevalensi cacingan. Berikut adalah empat jenis cacing yang paling umum menginfeksi manusia.
1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

Cacing gelang adalah cacing yang paling umum menginfeksi manusia. Cacing gelang dewasa berukuran 10 30 cm dengan tebal sebesar pensil dan dapat hidup hingga 1 sampai 2 tahun. Siklus hidup cacing gelang: Cacing gelang menular melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi telurnya. Ketika sekelompok telur cacing tertelan dan memasuki usus, mereka menetas menjadi larva. Larva kemudian beredar melewati dinding usus, menuju paru-paru melalui aliran darah. Selama tahap ini, gejala seperti batuk (bahkan batuk cacing) dapat terjadi. Dari paru-paru, larva memanjat melalui saluran bronkial ke tenggorokan, di mana mereka kemudian tertelan melalui ludah. Larva lalu kembali ke usus kecil hingga tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur dalam 2 bulan setelah telur menetas. Seekor cacing betina dapat memproduksi hingga 240.000 telur dalam sehari, yang kemudian dibuang ke dalam tinja dan menetas di dalam tanah. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi cacing gelang karena mereka cenderung meletakkan segala sesuatu di mulut mereka, termasuk tanah, dan sering kurang bisa menjaga kebersihan dibandingkan orang dewasa. Cacingan ringan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala baru muncul pada cacingan yang parah. Anak-anak lebih mungkin dibanding orang dewasa untuk mengalami gangguan gastrointestinal dan gejala kurang gizi. Perut buncit dan lesu/kurang semangat bisa menjadi pertanda anak terkena infeksi cacing gelang yang parah.

MANFAAT CACING TANAH-ANTI BAKTERI- ANTI INFEKSI

Khasiat cacing tanah untuk mengobati demam, tifus,dan gangguan pasca stroke bukan lagi cuma sebatas bisik-bisik. Meskipun masih memerlukan penelitian lebih seksama, prospek cacing tanah sebagai bahan obat alami sudah sangat menjanjikan. Di RRC, Korea, Vietnam, dan banyak tempat lain di Asia Tenggara, cacing tahah terutama dari jenis Lumbricus spp, bisa digunakan sebagai obat sejak ribuan tahun yang lalu. Cacing tanah telah dicantumkan dalam Ben Cao Gang Mu, buku bahan obat standar (farmakope) pengobatan tradisional China. Di China, cacing tanah akrab disebut naga tanah. Nama pasaran cacing tanah kering di kalangan pedagang obat-obatan tradisional China adalah ti lung kam. Secara empiris, nenek atau ibu kita tanpa kita tahu mungkin memberikan jamu cacing saat kita demam atau diare. Dan ternyata penyakit kita sembuh!! Hasil penelitian terhadao cacing tanah menyebutkan bahwa senyawa aktifnya mampu melumpuhkan bakteri patogen, khususnya Eschericia coli penyebab diare. Bisik-bisik pengalaman nyata lain juga santer menyebutkan cacing bermanfaat untuk menyembuhkan rematik, batu ginjal, dan cacar air. Di beberapa negara Asia dan Afrika, cacing tanah yang telah dibersihkan dan dibelah kemudian dijemur hingga kering, lazim dijadikan makanan obat (healing foods). Biasanya disangrai atau digoreng kering, disantap sebagai keripik cacing. Diduga kebiasaan menyantap cacing ini dapat membantu menekan angka kematian akibat diare di negara-negara miskin Asia-Afrika. Dalam dunia moderen sekarang ini, senyawa aktif cacing tanah digunakan sebagai bahan obat. Bahkan, tak sedikit produk kosmetik yang memanfaatkan bahan aktif tersebut sebagai substrat pelembut kulit, pelembab wajah, dan antiinfeksi. Sebagai produk herbal, telah banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai campuran bahan aktif. Enzim Penghancur Gumpalan Darah Baik dalam bentuk segar maupun kering, si naga tanah ini di Korea diolah menjadi sup penyegar yang lazim disantap menjelang tidur, agar esok hari penyantapnya dapat bekerja penuh semangat. Setelah dibersihkan kotorannya melalui pengolahan dengan teknik khusus, cacing tanah banyak dijual sebagai obat tradisional di Korea. Do Tat Loi, MD, PhD, direktur Hanoi National Institute of Pharmaceutical di Vietnam, termasuh salah seorang penulis yang getol menyebarluaskan khasiat cacing tanah. Ba Hoang, MD, PhD, juga di Vietnam, yang berpraktek pengobatan konvensional dan pengobatan tradisional China, telah membuktikan efektivitas cacing tanah untuk mengobati pasien-

pasiennya yang mengidap stroke, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah (arterosklerosis), kejang ayan (epilepsi), dan berbagai penyakit infeksi. Resep-resepnya telah banyak dijadikan obat paten untuk pengobatan alergi, radang usus, dan stroke. Kegunaan cacing tanah sebagai penghancur gumpalan darah (fibrimolysis) telah dilaporkan oleh Fredericq dan Krunkenberg pada tahun 1920-an. Sayangnya, laporan tersebut tidak mendapat tanggapan memadai dari para ahli saat itu. Sesudah masa tersebut, Mihara Hisahi, peneliti dari Jepang, berhasil mengisolasi enzim pelarut fibrin dalam cacing yang bekerja sebagai enzim proteolitik. Karena berasal dari Lumbricus (cacing tanah), maka enzim tersebut kemudian dinamakan lumbrokinase. Canada RNA Biochemical, Inc. kemudian mengembangkan penelitian tersebut dan berhasil menstandarkan enzim lumbrokinase menjadi obat stroke. Obat berasal dari cacing tanah ini populer dengan nama dagang Boluoke. Lazim diresepkan untuk mencegah dan mengobati penyumbatan pembuluh darah jantung (ischemic) yang berisiko mengundang penyakit jantung koroner (PJK), tekanan darah tinggi (hipertensi), dan stroke. Selama ini obat penghancur gumpalan darah uang banyak digunakan adalah aktivator jaringan plasminogen (tissue-plasminogen activator, tPA) dan stretokinase. Padahal, kedua jenis obat tersebut daya kerjanya lambat. Selain itu, aspirin-pun sering digunakan untuk mencegah penggumpalan darah, sayangnya reaksinya terlalu asam bagi tubuh, sehingga banyak pengguna tidak tahan dan beresiko mengakibatkan tukak lambung. Penelitian terhadap khasiat cacing tanah sudah pernah dilakukan juga secara besar-besaran di China sejak tahun 1990, melibatkan tiga lembaga besar. Yakni Xuanwu Hospital of Capital Medical College, Xiangzi Provicial Peoples Hospital, dan Xiangxi Medical College. Uji coba klinis serbuk enzim cacing tanah ini dikalukan terhadap 453 pasien pengderita gangguan pembuluh darah (ischemic cerebrovascular disease) dengan 73% kesembuhan total.

2. Cacing kremi Enterobius vermicularis)

Seperti halnya cacing gelang, cacing kremi atau cacing kerawit hanya menginfeksi manusia, Anda tidak bisa tertulari cacing ini dari hewan peliharaan. Siklus hidup cacing kremi:

Telur cacing kremi dapat menempel pada tangan Anda melalui kotoran manusia. Ketika tangan Anda yang tercemar masuk ke mulut Anda, telur dapat masuk ke dalam tubuh, menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar. Di sana cacing kremi melekat pada dinding usus dan makan. Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah dan bertelur pada kulit berlipat di sekitar dubur. Saat itulah Anda mungkin curiga terkena cacingan karena merasakan gatal-gatal di sekitar anus (pruritus) yang biasanya lebih intens di malam hari. Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan dari menelan telur cacing ke merasakan gatal-gatal di anus. Cacing kremi dewasa berukuran 3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang. Telur cacing kremi dapat bertahan hidup hingga tiga minggu. Karena bentuknya yang sangat kecil, Anda tidak dapat melihatnya sehingga bisa tanpa sengaja tertulari ketika menggunakan baju, kasur, bantal, mainan anak, uang kertas, peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet. Untuk memastikan apakah gatal-gatal disebabkan oleh cacing kremi, Anda dapat meletakkan sepotong selotip di anus. Semua cacing atau telur akan menempel ke selotip. Lalu bawalah selotip itu ke dokter untuk diperiksa.
3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Cacing tambang bisa menginfeksi manusia maupun mamalia lain seperti kucing dan anjing. Siklus hidup cacing tambang: Cacing tambang dewasa berada dalam usus kecil manusia, di mana mereka melekatkan diri di dinding usus dengan mulut mereka. Mereka makan darah dan menyebabkan perdarahan di usus yang ditempati. Cacing betina memproduksi telur cacing, yang dikeluarkan lewat tinja. Jika tinja jatuh ke tanah, dan cuaca hangat, telur cacing akan menetas menjadi larva dalam waktu sekitar dua hari. Larva kemudian menjadi dewasa dalam seminggu, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama jika kondisi mendukung. Larva yang mendapatkan kontak dengan kaki telanjang manusia akan menembus kulit kaki dan masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva kemudian bergerak ke saluran udara menuju tenggorokan dan tertelan. Mereka menuju ke usus kecil. Larva lalu melekat pada dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa. Pada sekitar usia lima bulan, cacing mulai memproduksi telur.

Infeksi cacing tambang biasanya tidak memberikan gejala spesifik. Anemia (kekurangan darah) dan keluhan terkait peradangan usus seperti mual, sakit perut dan diare adalah beberapa gejala yang mungkin timbul.
4. Cacing cambuk (trichinella spiralis)

Cacing cambuk ditularkan melalui konsumsi daging hewan yang mengandung larva cacing ini. Cacing cambuk dewasa mencapai panjang sekitar 1- 2 mm. Siklus hidup cacing cambuk: Manusia terinfeksi karena memakan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk ke usus kecil, menembus mukosa, dan menjadi dewasa dalam 6-8 hari. Cacing betina dewasa melepaskan larva yang bisa bertahan hidup sampai 6 minggu. Larva yang baru lahir bermigrasi melalui aliran darah dan jaringan tubuh, tetapi akhirnya hanya bertahan di sel otot rangka lurik. Larva mengkista (encyst) sepenuhnya dalam 1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit intraselular. Larva yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. Siklus ini terus berlanjut hanya jika larva mengkista dicerna oleh karnivora lain. Gejala awal infeksi cacing cambuk termasuk edema, nyeri otot, dan demam.
5. Cacing pita (Taenia saginata dan Taenia solium)

Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada dua jenis cacing pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:

a. Cacing pita sapi (Taenia saginata)

Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1X1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya. Siklus hidup Taenia saginata: Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan. Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll). b. Cacing pita babi (Taenia solium) Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama, namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium yang terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang juga mengganggu kesehatan.

Manfaat Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus)


Cacing tanah termasuk binatang invertebrata (tidak bertulang belakang). Ia hidup di dalam tanah yang gembur dan lembab. Cacing tanah mengandung kadar protein tinggi, sekitar 76%, jauh lebih tinggi daripada kadar protein pada daging mamalia (65%) dan ikan (50%).

Cacing tanah mempunyai banyak khasiat untuk menyembuhkan penyakit dan menjaga kesehatan. Sudah banyak orang yang mengkonsumsi tanpa bersentuhan dengan efek samping.

Beberapa penelitan juga membuktikan adanya daya antibakteri dan protein hasil ekstrasi cacing tanah, yang sanggup menghambat pertumbuhan bakteri gram negarif Escherichia coli, Shigella dysenterica, Staphylococcus aureus dan Salmonelllathypus.

Tidak mengherankan jika cacing tanah bisa dimanfaatkan sebagai media pengobatan. Ia mampu mengobati berbagai infeksi saluran pencernaan seperti typus, disentri, diare, serta gangguan perut lainnya seperti maag. Bisa juga untuk mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan seperti batuk, asma, influenza, dan TBC. Bahkan, cacing tanah dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi, serta menurunkan kadar gula darah pagi penderita diabetes. Selain itu, dapat digunakan untuk mengobati wasir, eksim, alergi, luka, sakit gigi, mengurangi pegal linu akibat keletihan atau akibat reumatik.

Cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan, terutama meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, bahkan menambah vitalitas seksual kaum lelaki. Tak mengherankan pula jika sekarang banyak dipasarkan kapsul herbal yang berisi ekstrak cacing tanah. Bukan rahasia lagi jika sebagian prosuk kosmetik juga menggunakan cacing tanah sebagai bahan bakunya, terutama pelembab kulit dan lipstik. Bahkan di beberapa negara maju, cacing tanah diolah menjadi makanan spesial yang nikmat dan kaya nutrisi. Tak hanya itu, cacing tanah juga dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti pembuatan pakan ayam dan pellet ikan. Pakan Unggas dan Ikan Selain diekstrak untuk keperluan pembuatan obat herbal, cacing tanah juga dapat diolah menjadi pakan unggas dan pakan ikan (pellet). Mengingat banyaknya peternak unggas dan pemubudidaya ikan di Indonesia, pengolahan cacing menjadi bahan pakan ini memiliki prospek cerah. Di samping kaya protein (50 72%), cacing tanah juga mengandung beberapa asam amino yang sangat penting bagi unggas seperti arginin (10,7%), tryptophan (4,4%) dan tytosin (2,25%). Ketiga asam amino ini jarang ditemui pada bahan pakan lainnya.

Oleh karena itu, cacing tanah memiliki potensi baik untuk mengganti tepung ikan dalam ransum unggas dan dapat menghemat pemakaian bahan dari biji-bijian sampai 70%. Meski demikian, penggunaan cacing tanah dalam ransum unggas disarankan tidak lebih dari 20% total ransum. Pemanfaatan cacing tanah untuk ransum unggas relatif mudah. Bisa diberikan dalam bentuk segar atau dijadikan tepung cacing untuk dicampurkan bersama bahan-bahan penyusun ransum unggas lainnya seperti jagung, dedak, konsentrat, dan sebagainya. Pellet Ikan Untuk membuat pellet ikan, bahan-bahan yang dipersiapkan adalah telur ayam yang telah direbus (diambil kuningnya saja), tepung kanji, terigu, dedak, dan tepung cacing. Semua bahan ditimbang, sesuai dengan analisis bahan. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah alat penggiling tepung, alat penggiling daging dan baskom. Sebelumnya, kita mesti mengolah dulu cacing segar menjadi tepung. Caranya, cacing segar dipisahkan dari medianya, kemudian dicuci dan dibilas dengan air bersih serta ditimbang. Cacing ditebar diatas seng, kemudian dijemur di bawah terik matahari selama sehari. Jika sudah kering, cacing dapat dibuat menjadi tepung dengan menggunakan penggiling tepung. Tepung cacing ditimbang dan siap digunakan. Jika ingin membuat pellet dengan kadar protein 35%, maka formula ransumnya terdiri atas tepung cacing (47%), telur ayam (20%), dedak (18%), terigu (14%), dan kanji (1%). Campurkan semua bahan, kemudian diaduk hingga merata. Tambahkan air hangat secukupnya hingga adonan menjadi liat. Tapi ingat, jangan terlalu banyak memberi air, karena dapat mengurangi daya simpannya. Adonan yang sudah liat bisa dicetak dengan mesin penggiling daging, sehingga menghasilkan pellet basah yang panjangnya seperti mi. pellet yang masih basah dipotong (misalnya sepanjang 0,5cm) sehingga membentuk butiran-butiran. Karena masih mengandung air, pellet dijemur dulu dibawah terik matahari, sampai kering sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Sekarang pellet sudah jadi dan siap digunakan. Kalau mau dijual, masukkan ke kantong plastik dengan bobot tertentu.

You might also like