You are on page 1of 95

ABSTRACTION

SYSTEMS ANALYSIS INVENTORY CONTROL OF RAW MATERIAL


RUBBER BROWN CREEP USING POQ METODE
IN PT. AGRONESIA INKABA
By
Sukama Bin Said
NIM. 1.03.04.020
One of factor determining level efficacy of company is performance of company
control raw material inventory to produce be not pursued to fulfill requirement of
consumer. Specially company moving in industrial of manufacture, this industrial
sell product where method of planning of stock have important role. Raw material
inventory is one thing determining is requirement of consumer fufilled or no,
besides company also have to take care of feed amounts (Stock) to avoid
possibility of blankness of feedstock (Out of Stock), Hence have to be applied by
method planning of good stock.
See requirement of feedstock Brown Creep in monthly statement year 2009, hence
to be being done by company is by continuously take care of possibility of losing
of Project Order is not happened, because of at period March, for raw material
inventory happened insuffiency, where requirement at that moment counted
1.182,25 Kg while the feed remanence counted 505,40 Kg, hence from that
require to be done by analysis to planning of raw material inventory in PT.
Agronesia Inkaba.
Economic Order Quantity method, is method which applied in identifying feed
expense by determining quantity and frequency of ordering of natural rubber
feedstock Brown Creep, to provide quantity of stock of peacemaker (Safety Stock),
time return ordering (ReOrder Point) and stock of maximum (Maximum Stock)
which can be accomodated by receiving raw material.
Hence is inferential that, result of forecasting of requirement of 12 period apply
method double is exponential smoothing by 1 smoothing parameter from Brown
experience movement of increase of requirement of feedstock, level of level of
requirement of feedstock per period (week) with same carrying cost percentage
for third end feedstock item Brown, Creep, have an effect on large at feed costs.
At this research of method Period Order Quantity (POQ) applicable to planning
of requirement of feedstock Brown Creep II and IV, because residing in at level of
small relative requirement to equalized carrying cost percentage, yield except to
cheaper stock expense level of high requirement.
Keyword : Planning of stock, Economic Order Quantity method, and feed expense
ABSTRAK
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
KARET BROWN CREEP MENGGUNAKAN METODE POQ
DI PT. AGRONESIA INKABA
Oleh
Sukama Bin Said
NIM. 1.03.04.020
Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan perusahaan adalah
kemampuan perusahaan mengendalikan persediaan bahan baku agar produksi
tidak terhambat untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Khususnya perusahaan
yang bergerak di industri manufaktur, industri ini menjual produk dimana metode
perencanaan persediaan mempunyai peran penting. Persediaan bahan baku
merupakan salah satu hal yang menentukan apakah kebutuhan konsumen
terpenuhi atau tidak, selain itu perusahaan juga harus menjaga jumlah persediaan
(Stock) untuk menghindari kemungkinan kekosongan bahan baku (Out of Stock),
Maka harus digunakan metode perencanaan persediaan yang baik.
Melihat kebutuhan bahan baku Brown Creep dalam laporan bulanan tahun 2009,
maka yang harus dilakukan perusahaan adalah dengan terus menjaga agar
kemungkinan kehilangan Project Order tidak terjadi, dikarenakan pada periode
Maret, untuk persediaan bahan baku terjadi kekurangan, dimana kebutuhan pada
saat itu sebanyak 1.182,25 Kg sedangkan sisa persediaan yang ada sebanyak
505,40 Kg, maka dari itu perlu dilakukan analisis terhadap perencanaan
persediaan bahan baku di PT. Agronesia Inkaba.
Economic Order Quantity method, merupakan metode yang digunakan dalam
mengidentifikasi biaya persediaan dengan menentukan frekuensi dan kuantitas
pemesanan bahan baku karet alam Brown Creep, untuk menyediakan kuantitas
persediaan pengaman (Safety Stock), saat pemesanan kembali (ReOrder Point)
dan persediaan maksimum (Maximum Stock) yang bisa ditampung gudang bahan
baku.
Maka dapat disimpulkan bahwa, hasil peramalan kebutuhan 12 periode
menggunakan metode double eksponensial smoothing dengan 1 parameter
pemulusan dari Brown mengalami pergerakan kenaikan kebutuhan bahan baku,
besarnya tingkat kebutuhan bahan baku per periode (minggu) dengan persentase
biaya simpan yang sama untuk ketiga end item bahan baku Brown Creep,
berpengaruh besar pada biaya-biaya persediaan. Pada penelitian ini metode Period
Order Quantity (POQ) dapat digunakan untuk perencanaan kebutuhan bahan baku
Brown Creep II dan IV, karena berada pada tingkat kebutuhan yang relatif kecil
dengan persentase biaya simpan disamakan, menghasilkan biaya persediaan yang
lebih murah kecuali pada tingkat kebutuhan yang tinggi.
Kata kunci : Perencanaan persediaan, Economic Order Quantity method, dan biaya persediaan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas
rahmat-Nya penulisan laporan tugas akhir dengan judul : ANALISIS SISTEM
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KARET BROWN
CREEP MENGGUNAKAN METODE EOQ DI PT. AGRONESIA
INKABA. Ini dapat diselesaikan dengan cukup baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh
gelar Sarjana Stara Satu (S1) di Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Jurusan
Teknik Industri Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Penulis menyelesaikan tugas akhir ini selama satu semester. Penulis menyadari
bahwa adanya kekurangan dan keterbatasan dalam tugas akhir ini. Oleh karena
itu, dengan hati yang terbuka, penulis akan menerima masukan, saran, dan kritik
dari setiap pembacanya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam penulisan tugas akhir ini:
1. Ibu Julian Robecca.,M.T. sebagai dosen pembimbing, yang telah sabar dalam
menghadapi sikap saya yang lamban dalam pengerjaan laopran tugas akhir
ini.
2. Ibu Henny.,M.T. dan Bpk Alam Santosa.,MT sebagai sumber semangat yang
telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan laporan kerja
praktek karena mata kuliah kerja praktek menjadi hambatan bagi saya untuk
menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir.
3. Orang tua dan saudara saya yang telah sabar menanti kelulusan saya
4. Erniawati, (Wattawwgubrakks heuheu) sebagai sumber inspirasi dan
keinginan
5. Surya riky, Jaul patilawa, Rian ndut, Syofia wilistyana, Oby biant, terima
kasih banyak untuk kalian semua pendukung dan motivator terbaik untuk
saya, dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Semoga
Tuhan membalas semua kebaikan kalian.
Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
saja yang membacanya.
Bandung, Agustus 2010
Sukama Bin Said
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................i
LEMBAR PERUNTUKAN................................................................................ii
ABSTRAK..........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah .........................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................4
1.4. Pembatasan Masalah ........................................................................4
1.5. Asumsi..............................................................................................5
1.6. Sistematika Penulisan.......................................................................5
Bab 2 Landasan Teori ........................................................................................
2.1. Persediaan.........................................................................................7
2.1.1. Pengelompokan Persediaan ....................................................7
2.1.2. Alasan Diadakannya Persediaan.............................................9
2.1.3. Kerugian dan Ketidakpastian Pengadaan Persediaan .............10
2.1.4. Fungsi-Fungsi Persediaan.......................................................11
2.1.5. Biaya-Biaya yang Timbul Akibat Adanya Persediaan ...........12
2.2. Bahan Baku ......................................................................................13
2.3. Pengendalian Persediaan Bahan Baku .............................................16
2.3.1. Pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku..................16
2.3.2. Kebutuhan Bahan Baku ..........................................................16
2.3.3. Tingkat Penggunaan Bahan Baku...........................................19
2.3.4. Tujuan pengendalian Persediaan Bahan Baku........................20
2.3.5. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku........................20
2.4. Analisa Kebutuhan/Peramalan (Forecasting) ..................................20
2.4.1. Karakteristik Peramalan..........................................................22
2.4.2. Perinsip Peramalan .................................................................23
2.4.3. Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan..............................23
2.4.4. Teknik Peramalan Kuantitatif.................................................25
2.4.5. Metode Eksponensial Smoothing............................................26
2.4.6. Prosedur Peramalan ................................................................30
2.4.7. Akurasi Metode Peramalan.....................................................30
2.4.8. Validasi Hasil Peramalan........................................................32
2.5. Economic Order Quantity (EOQ) ....................................................34
2.6. Peroiod Order Quantty (POQ).........................................................35
2.7. Safety Stock dan Service Level .........................................................36
2.8. Titik Pemesanan Kembali (ReOrder Point) .....................................38
Bab 3 Metode Pemecahan Masalah...................................................................
3.1. Metode Pemecahan Masalah............................................................40
3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah...........................................41
3.2.1. Observasi dan Wawancara Langsung.....................................41
3.2.2. Tinjauan Pustaka.....................................................................41
3.2.3. Identifikasi, Tujuan dan Pembatasan Masalah .......................41
3.2.4. Pengumpulan Data..................................................................42
3.2.5. Pengolahan Data .....................................................................42
3.2.6. Analisis ...................................................................................47
3.2.7. Kesimpulan dan Saran ............................................................48
Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data........................................................
4.1. Pengumpulan Data ...........................................................................49
4.1.1. Sejarah Perusahaan .................................................................49
4.1.2. Profile Perusahaan ..................................................................50
4.1.3. Data Bahan baku.....................................................................53
4.2. Pengolahan Data...............................................................................58
4.2.1. Perhitungan Demand Terhadap Faktor Konversi ...................58
4.2.2. Ploting Data Total Demand ....................................................59
4.2.3. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Eksponential)
................................................................................................59
4.2.4. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Quadratic)61
4.2.5. Pemilihan metode peramalan terbaik......................................63
4.2.6. Validasi peramalan dengan uji Moving Range Chart (MR)...63
4.2.7. Proses Disagregasi ..................................................................66
4.2.8. Perhitungan Standar Deviasi...................................................66
4.2.9. Perhitungan perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep
menggunakan metode Period Order Quantity (POQ)............69
Bab 5 Analisis....................................................................................................82
5.1. Analisis peramalan (Forecasting) terhadap hasil demand peramalan
12 periode (minggu) mendatang ......................................................83
5.2. Analisis hubungan antara perhitungan POQ (Period Order Quantity)
dengan ROP (ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock
5.2.1. Brown Creep II .......................................................................85
5.2.2. Brown Creep III......................................................................85
5.2.3. Brown Creep IV......................................................................85
5.3. Analisis perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) menurut perhitungan menggunakan metode POQ (Period Order
Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan .................85
Bab 6 Kesimpulan dan Saran.............................................................................94
6.1. Kesimpulan.......................................................................................94
6.2. Saran.................................................................................................95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Setiap perusahaan baik perusahaan dagang maupun manufaktur dalam proses
produksinya harus mempunyai kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber
di dalam perusahaan yang akan diolah menjadi produk. Bagi perusahaan,
banyaknya bahan-bahan yang dapat disediakan akan menentukan besarnya
penggunaan sumber-sumber dalam perusahaan tersebut dan akan mempengaruhi
kelancaran proses produksinya. Dalam hal ini perusahaan akan membutuhkan
adanya manajemen persediaan yang baik merupakan kunci keberhasilan setiap
perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang.
Dalam melaksanakan kegiatan produksi, salah satu hal yang diperhatikan oleh
perusahaan adalah persediaan bahan baku, karena bahan baku merupakan
komponen utama yang melekat pada produk yang akan dihasilkan. Bahan baku
juga berpengaruh terhadap kelancaran proses produksi maupun kualitas produk.
Agar kegiatan produksi berjalan lancar dan kualitas produk terjamin, perusahaan
mengadakan pengendalian. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial
yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada
aspek ini. Persediaan bahan baku yang terlalu besar ataupun terlalu kecil dapat
menyebabkan kerugian. Oleh karena itu diperlakukan pengendalian persediaan
bahan baku yang efektif dan efisien untuk mengatur ketepatan persediaan bahan
baku.
Tujuan utama dari pengendalian bahan baku yaitu untuk dapat menjamin
kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang
tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. Persediaan yang terlalu
berlebihan (besar) akan merugikan perusahaan, karena akan lebih banyak biaya
yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya suatu
persediaan yang terlalu kecil (kurang) akan merugikan perusahaan karena
kelancaran dari kegiatan produksi dan distribusi perusahaan terganggu.
Persediaan yang terlalu kecil juga dapat mengakibatkan biaya pengisian kembali
persediaan akan meningkat, demikian pula risiko kehilangan pasar dan nama
baiknya di mata pelanggan. Melalui pengendalian bahan baku dapat diketahui
berapa jumlah unit persediaan bahan baku yang akan diselenggarakan dalam
kuantitas yang benar, kapan dan dimana bahan tersebut akan diperoleh.
PT. Agronesia mempunyai beberapa divisi industri dan salah satunya yang akan
diteliti adalah divisi industri karet bandung yakni PT. Agronesia Inkaba, dengan
family produk antara lain: Matting, Selang, Press, dan produk umum. Bahan baku
utama yang digunakan adalah karet berbagai jenis dengan sistem produksi lebih
dominan menggunakan sistem Make To Order. Oleh karena itu demi kelancaran
produksinya perusahaan harus memiliki sistem persediaan bahan baku yang baik.
PT. Agronesia Inkaba melakukan perencanaan persediaan bahan baku pada saat
pihak marketing mendapatkan Project Order yang kemudian akan menjadi
Perintah Kerja untuk beberapa bagian/divisi. Salah satunya ialah bagian PPIC
(Planning Production & Inventory Control) yang membuat detail kebutuhan
jumlah bahan baku, kemudian bahan baku yang dibutuhkan dapat di pesan oleh
bagian pengadaan untuk di produksi sesuai Project Order yang diinginkan
konsumen. Sehingga jarang sekali terjadi persediaan bahan baku karena
pemesanan bahan baku dilakukan hanya untuk memenuhi Project Order yang
telah di sepakati, metode seperti ini dapat di sebut juga sistem persediaan dengan
metode LFL (Lot For Lot). Bahan baku karet Brown Creep merupakan bahan
baku karet utama jenis karet alami, dalam produksinya digunakan untuk banyak
jenis produk, terkadang digunakan pada produksi Project Order dengan waktu
produksi lebih cepat yang seharusnya bahan baku ini digunakan pada produksi
Project Order lain yg telah ditentukan.
Pada persediaannya pernah terjadi kekurangan bahan baku (Out Of Stock), ini
terjadi pada periode 16 s/d 22 Februari 2009, perusahaan melakukan pembelian
sebanyak 2.000 kg tetapi bahan baku yang digunakan hanya sebanyak 574,60 kg
sehingga bahan baku yang tersisa sebanyak 1.425,40 kg, kemudian digunakan
kembali sebanyak 920 kg sampai periode 24 s/d 28 Februari 2009, dan
menyisakan 505,40 kg bahan baku karet Brown Creep yang akan disimpan dalam
gudang sebagai persediaan. Kemudian pada periode 03 s/d 08 Maret 2009
perusahaan yang akan melakukan produksi membutuhkan bahan baku sebanyak
1.182,25 kg tetapi bahan baku yang tersedia hanya 505,40 kg sehingga dapat
mengakibatkan kerugian atas kehilangan Project Order yang seharusnya dapat
dipenuhi. Hal ini dikarenakan fluktuasi tingkat kebutuhan di setiap periodenya
bervariasi, sehingga pemesanan secara berulang dalam periode (minggu) yang
sama sering dilakukan. (sumber: Assisten Manajer dan bagian produksi, Mei
2010).
Oleh karena itu perusahaan setidaknya memerlukan metode analisa kebutuhan
(Forecasting) bahan baku untuk meramalkan kebutuhan bahan baku setidaknya
12 periode (minggu) mendatang dan metode dalam sistem pengendalian
persediaan dengan pendekatan efisiensi frekuensi pemesanan dan kuantitas
pemesanan bahan baku, dalam hal ini metode POQ digunakan sebagai analisis
karena merupakan metode dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku
yang bertujuan menghemat total biaya persediaan dengan menentukan periode
pemesanan dengan kuantitas pemesanan penggabungan kebutuhan beberapa
periode. Perusahaan juga harus menghitung besarnya Safety Stock sehingga tidak
terjadi Out of Stock persediaan bahan baku yang ada digudang. Selain itu juga
harus menghitung Re Order Point sehingga dapat ditentukan waktu yang tepat
untuk melakukan pemesanan kembali.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mencoba
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana analisa kebutuhan/peramalan bahan baku karet Brown Creep
PT. Agronesia Inkaba untuk 12 periode (minggu) mendatang?
2. Bagaimana perhitungan persediaan bahan baku karet Brown Creep PT.
Agronesia Inkaba menggunakan metode POQ (Period Order Quantity)?
3. Bagaimana penentuan pemesanan kembali/ROP (ReOrder Point)
dilakukan dan bagaimana perhitungannya?
4. Berapa besar/banyak persediaan pengaman (Safety Stock) bahan baku
karet Brown Creep?
5. Berapa persediaan maksimum gudang dan kapasitasnya untuk bahan baku
karet Brown Creep?
6. Berapa besar total biaya persediaan bahan baku karet Brown Creep dan
penghematanya?
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan
baku (Out of Stock) dan efisiensi frekuensi pemesanan dalam sistem persediaan
bahan baku karet Brown Creep dengan metode POQ (Period Order Quantity) di
PT. Agronesia Inkaba. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan banyaknya kebutuhan bahan baku karet Brown Creep PT.
Agronesia Inkaba selama 12 periode (minggu) mendatang.
2. Menentukan Frekuensi pemesanan bahan baku karet Brown Creep dan
jumlah/unit kebutuhan bahan baku yang ekonomis
3. Menentukan kapan pemesanan kembali/ROP (ReOrder Point) dilakukan?
4. Menghitung seberapa banyak persediaan bahan baku karet Brown Creep
sebagai pengaman (Safety Stock) yang dibutuhkan.
5. Menghitung seberapa banyak persediaan maksimum bahan baku karet
Brown Creep.
6. Perbandingan TIC (Total Inventory Cost) menurut metode POQ (Period
Order Quantity) dengan metode yg diterapkan oleh PT. Agronesia Inkaba,
serta penghematan yang bisa diperoleh dengan metode POQ.
1.4. Pembatas Masalah
Batasan-batasan ini bertujuan untuk membuat penelitian ini lebih fokus dan tidak
meluasnya penelitian ini, agar penelitian dapat mencapai tujuan yang sesuai
dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal diatas maka batasan-batasan yang
diberikan adalah:
1. Penelitian dilakukan di bagian PPIC (Planing Production & Inventory
Control) PT. Agronesia Inkaba.
2. Penelitian hanya dilakukan pada bahan baku karet alami Brown Creep
dengan supplier PT.Wahana Karet Persada.
3. Pemanfaatan produk reject tidak di bahas atau diabaikan.
1.5. Asumsi
Asumsi merupakan anggapan-anggapan dasar mengenai beberapa hal yang
dijadikan konsep berfikir dan bertindak dalam penelitian. Berikut ini adalah
asumsi terhadap permasalahan perencanaan persediaan bahan baku:
1. Tingkat pelayanan (Service Level) perusahaan terhadap pemenuhan
permintaan konsumen sebesar 95%
2. Setiap pemesanan bahan baku dapat dipenuhi oleh supplier
3. Biaya-biaya yang digunakan diasumsikan tetap, selama periode penelitian
4. Sarana dan fasilitas yang ada di perusahaan dianggap mampu untuk
melaksanakan system perencanaan persediaan bahan baku yang diusulkan.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah :
Bab 1 Pendahuluan
Berisikan penjelasan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Landasan Teori
Berisikan teori-teori yang menunjang terhadap penelitian sebagai dasar pemikiran
dan sebagai dasar pemecahan masalah.
Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah
Penjelasan tantang model pemecahan masalah dan langkah-langkah pemecahan
masalah.
Bab 4 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Berisi penjelasan tentang data umum perusahaan, pengumpulan data penelitian,
serta pengolahan data.
Bab 5 Analisis
Berisikan analisis terhadap hasil yang diperoleh dari pengolahan data, sehingga
didapat suatu solusi pemecahan masalah.
Bab 6 Kesimpulan Dan Saran
Berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan bab-bab sebelumnya, serta saran-
saran bagi perusahaan.
Bab 2
Landasan Teori
2.1. Persediaan
Setiap perusahaan yang memproduksi barang pasti akan membutuhkan persediaan
untuk menjalankan proses produksinya. Tanpa adanya persediaan, perusahaan
akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaan pada suatu waktu tidak dapat
memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau meminta barang atau jasa
yang dihasilkan. Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan
baik perusahaan yang menghasilkan suatu barang atau jasa.
Pengertian persediaan menurut Assauri, Sofjan (1999: 169) adalah:
Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud
untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-
barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan
bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi.
Dapat dijelaskan bahwa persediaan merupakan suatu aktiva yang berupa barang-
barang milik perusahaan yang tersedia untuk dijual, masih dalam proses produksi
atau akan dipergunakan untuk produksi barang-barang jadi dalam rangka
menjalankan kegiatan suatu usaha.
2.1.1. Pengelompokan persediaan
Pengelompokan persediaan ditinjau dari fungsinya menurut Assauri, Sofjan
(1999: 170) dalam buku Manajemen Produksi adalah sebagai berikut:
1. Batch Stock (Lot Size Inventory)
Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-
bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang
dibutuhkan pada saat itu. Jadi pembelian yang dilakukan untuk jumlah besar,
sedang penggunaan atau pengeluaran dalam jumlah kecil. Terjadinya
persediaan karena pengadaan bahan/barang dilakukan lebih banyak daripada
yang dibutuhkan.
2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak dapat diramalkan. Perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat
memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan
keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak
dapat diramalkan terlebih dahulu.
3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk mengahadapi fluktuasi permintaan yang
dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun
dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang
meningkat. Anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu
jalannya produksi atau menghindari kemacetan produksi.
Sedangkan menurut Baroto, Teguh dalam buku Perencanaan dan Pengendalian
Produksi (2002: 52) di tinjau dari fisik, persediaan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Bahan mentah (Raw Materials)
Barang-barang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat atau bahan-bahan
mentah yang diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok,
atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses
produksinya sendiri.
2. Komponen
Barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang diperoleh dari
perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan dalam pembuatan
barang jadi atau barang setengah jadi.
3. Barang setengah jadi (Work in Process)
Barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah
memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun masih perlu
proses lebih lanjut utnuk menjadi barang jadi.
4. Barang jadi (Finished Good)
Barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke
konsumen.
5. Bahan pembantu (Supplies Material)
Barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan
barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan
penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.
2.1.2. Alasan diadakannya persediaan
Pada prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses produksi akan
menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi
dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyangkut menyebabkan suatu
perusahaan harus menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari
(2003:150), adalah sebagai berikut:
1) Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses produksi perusahaan
tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam jumlah
unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan
dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan baku
tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu, dimana jumlah
tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi
perusahaan yang bersangkutan dalam beberapa waktu tertentu pula. Dengan
keadaan semacam ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh perusahaan
namun belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk sebagai
persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.
2) Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan
bahan baku yang dipesan belum datang maka pelaksanaan proses produksi
dalam perusahaan tersebut akan terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut
akan mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan
bahan baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah
tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.
Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.
3) Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka suatu perusahaan
dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Tetapi persediaan
bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan terjadinya biaya
persediaan bahan yang semakian besar pula. Besarnya biaya yang semakin
besar ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu,
resiko kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan
bakunya besar.
2.1.3. Kerugian dari ketidakpastian pengadaan persediaan bahan baku
Pada umumnya penggunaan bahan baku didasarkan pada anggapan bahwa setiap
bulan selalu sama, sehingga secara berangsur-angsur akan habis pada waktu
tertentu. Agar jangan sampai terjadi kehabisan bahan baku yang berakibat akan
mengganggu kelancaran proses produksi sebaiknya pembelian bahan baku
dilaksanakan sebelum habis. Secara teoritis keadaan tersebut dapat
diperhitungkan, akan tetapi tidak semudah itu. Kadang-kadang bahan baku masih
cukup banyak namun sudah dilakukan pembelian sehingga berakibat
menumpuknya bahan baku digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan
akan memakan biaya penyimpanan.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian bahan baku
yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari
dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari perusahaan itu sendiri dalam
pemakaian bahan baku, karena pemakaian bahan baku oleh perusahaan tidaklah
selalu tepat dengan apa yang selalu direncanakan. Mungkin suatu saat ada
gangguan teknis sehingga akan mengganggu proses produksi yang akan
menyebabkan pemakaian bahan baku berkurang. Mungkin saja pemborosan-
pemborosan atau karena bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan
baku keluar dari rencana semula.
Disamping ketidakpastian bahan baku dari dalam perusahaan terdapat pula
ketidakpastian dari luar perusahaan. Dalam hal ini perusahaan pada saat
melaksanakan pembelian sudah diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli
tersebut datangnya tepat pada saat persediaan yang ada sudah habis. Namun
kenyataannya bahan baku tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang
telah diperhitungkan, atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan.
2.1.4. Fungsi-fungsi persediaan
Fungsi-fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan operasi
perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal sehingga
perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas. Fungsi persediaan pada dasarnya
terdiri dari tiga fungsi yaitu:
1) Fungsi Decoupling
Fungsi ini memungkinkan bahwa perusahaan akan dapat memenuhi
kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada suplier
barang. Untuk dapat memenuhi fungsi ini dilakukan cara-cara sebagai
berikut:
a) Persediaan bahan mentah disiapkan dengan tujuan agar perusahaan tidak
sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal kuantitas
dan pengiriman.
b) Persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang terlibat
dapat lebih leluasa dalam berbuat.
c) Persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi
permintaan yang bersifat tidak pasti dari langganan.
2) Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan dapat
berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam jumlah
yang cukup dengan tujuan agar dapat menguranginya biaya perunit produk.
Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah penghematan yang
dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang dapat memberikan
potongan harga, serta biaya pengangkutan yang lebih murah dibandingkan
dengan biaya-biaya yang akan terjadi, karena banyaknya persediaan yang
dipunyai.
3) Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka waktu
pengiriman barang dari perusahaan lain, sehingga memerlukan persediaan
pengamanan (safety stock), atau perusahaan mengalami fluktuasi permintaan
yang dapat diperkirakan sebeumnya yang didasarkan pengalaman masa lalu
akibat pengaruh musim, sehubungan dengan hal tersebut perusahaan
sebaiknya mengadakan seaseonal inventory (persediaan musiman)
(Asdjudiredja,1999:114).
Selain fungsi-fungsi diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam fungsi
penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan
antara lain:
1) Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang
yang dibutuhkan perusahaan
2) Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan
3) Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4) Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia dipasaran.
5) Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas
(quantity discount)
6) Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersediaanya barang yang
diperlukan.
2.1.5. Biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan
Biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan menurut Assauri, Sofjan (1999:
172) dalam buku Manajemen Produksi adalah:
1. Biaya pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan
(order) dibuat dan dikirim ke penjual, sampai barang-barang atau bahan-
bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi digudang. Yang
termasuk dalam biaya ini adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka
mengadakan pemesanan bahan tersebut.
2. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (Inventory Carrying Cost)
Biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan adanya persediaan yang
meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat
adanya sejumlah persediaan. Yang termasuk dalam biaya ini adalah semua
biaya yang timbul karena barang disimpan yaitu biaya pergudangan.
3. Biaya kekurangan persediaan (Out of Stock Cost)
Biaya ini meliputi biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan
yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan seperti kerugiaan/biaya-
biaya tambahan yang diperlukan karena pelanggan memesan suatu barang
sedangkan bahan yang dibutuhkan tidak tersedia.
4. Biaya-biaya yang berhubungan dengan kapasitas (Capacity Associated Costs)
Biaya-biaya tersebut terdiri atas biaya kerja lembur, biaya latihan, dan biaya
pemberhentiaan kerja. Biaya ini terjadi karena adanya penambahan atau
pengurangan kapasitas, atau bila terlalu banyak atau sedikit kapasitas yang
digunakan pada suatu waktu tertentu.
2.2. Bahan baku
Bahan baku diperlukan oleh pabrik untuk diolah, yang setelah melalui beberapa
proses diharapkan menjadi barang jadi (finished goods). Pengertiaan bahan baku
menurut Assauri, Sofjan (1999: 171) adalah:
Semua bahan yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali
terhadap bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan produk
yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut.
Jadi bahan baku merupakan bahan yang dipergunakan dalam perusahaan untuk
menjadi bagian dari produk tertentu.
2.2.1. Persediaan bahan baku
Persediaan bahan baku menurut Assauri, Sofjan (1999: 171) adalah persediaan
dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang
mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau
perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang
menggunakannya.
Dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku dari suatu perusahaan, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku tersebut. Menurut
Ahyari, Agus dalam buku Manajemen Produksi Pengendalian Produksi (1986:
163) faktor-faktor tersebut adalah:
1. Perkiraan pemakaian bahan baku
Sebelum perusahaan mengadakan pembeliaan bahan baku, terlebih dahulu
manajemen perusahaan mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan
baku untuk keperluan proses produksi dalam perusahaan. Dengan
memperkirakan pemakaian bahan baku, maka manajemen perusahaan akan
mempunyai gambaran tentang pemakaian bahan baku untuk pelaksanaan
proses produksi baik dalam hal jenis maupun jumlah bahan baku.
2. Harga bahan baku
Harga bahan baku yang akan dipergunakan di dalam perusahaan akan
menjadi faktor penentu besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan
dalam menyelenggarakan persediaan bahan baku. Semakin tinggi harga
bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan, maka semakin besar pula
dana untuk pengadaan bahan baku.
3. Biaya-biaya persediaan
Dalam menyelenggarakan persediaan bahan baku, perusahaan akan
menanggung biaya-biaya persediaan. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan.
4. Kebijakan pembelanjaan
Kebijakan pembelanjaan dalam perusahaan akan mempengaruhi
kebijaksanaan pembelian dalam perusahaan, dalam hal ini termasuk
penyelenggaraan persediaan bahan baku. Seberapa besar dana yang dapat
dipergunakan untuk investasi dalam persediaan bahan baku akan dipengaruhi
oleh kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan perusahaan.
5. Pemakaian bahan
Pemakaian bahan baku dari perusahaan dalam tahun-tahun sebelumnya untuk
keperluan produksi akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan dalam penyelenggaraan bahan baku. Hubungan antara
perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian bahan baku
sesungguhnya harus dianalisis secara baik, sehingga akan membantu
penyelenggaraan persediaan bahan baku dalam perusahaan.
6. Waktu tunggu (Lead Time)
Waktu tunggu merupakan tenggang waktu antara saat pemesanan bahan baku
dengan datangnya bahan baku yang dipesan tersebut. Waktu tunggu akan
berhubungan langsung dengan penggunaan bahan baku pada saat pemesanan
bahan baku sampai dengan datangnya bahan baku. Apabila pemesanan bahan
baku yang akan dipergunakan tidak memperhitungkan waktu tunggu, maka
kemungkinan akan terjadi kekurangan bahan baku yang akan menghambat
proses produksi.
7. Model pembeliaan bahan (Method)
Model pembeliaan bahan yang dipergunakan oleh perusahaan akan
menentukan besar kecilnya persediaan bahan baku yang diselenggarakan
perusahaan. Model pembeliaan bahan yang berbeda akan dapat menghasilkan
jumlah pembelian optimal yang berbeda pula.
8. Persediaan pengaman (Safety Stock)
Dengan tersediaanya persediaan pengaman, maka proses produksi di dalam
perusahaan akan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan
kehabisan bahan baku. Persediaan pengaman akan diselenggarakan dalam
suatu jumlah tertentu yang tetap dalam suatu periode yang telah ditentukan
sebelumnya.
9. Pembelian kembali (Re Order Point)
Perusahaan akan mengadakan pembeliaan kembali terhadap bahan baku
secara berkala dalam menjalankan operasi perusahaan. Pembelian kembali
ini akan mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan,
sehingga akan mendatangkan bahan baku tepat pada waktunya.
2.3. Pengendalian persediaan bahan baku
Perusahaan harus menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan produksinya
dapat berjalan dengan lancar dan efisien. Maka perusahaan harus melakukan
pengendalian persediaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
2.3.1. Pengertian pengendalian persediaan bahan baku
Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin
kelangsungan hidup usahanya. Kelancaran proses produksi bertahap dari produk
yang dikerjakan harus didukung oleh beberapa kegiatan yang penting, kegiatan
tersebut sangat mempengaruhi kelancaran seluruh kegiatan operasi perusahaan.
Pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi
perusahaan.
Pengertian pengendalian persediaan menurut Assauri, Sofjan (1999:176) dalam
buku Manajemen Produksi dan Operasi adalah:
Sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari
persediaan parts, bahan baku dan barang hasil/produk, sehingga perusahaan
dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-
kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
Pengedalian persediaan merupakan hal yang penting, karena jumlah persediaan
masing-masing bahan akan menentukan atau mempengaruhi kelancaran produksi
serta keefektifan dan efisiensi perusahaan tersebut. Jumlah atau tingkat
persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan, tergantung
dari volume produksinya, jenis pabrik dan prosesnya.
2.3.2. Kebutuhan bahan baku
Pada umumnya persediaan bahan baku yang diselenggarakan oleh suatu
perusahaan akan dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi
yang bersangkutan tersebut. Dengan demikian maka besarnya persediaan bahan
baku tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku tersebut untuk
pelaksanaan proses produksi yang ada didalam perusahaan. Jadi untuk
menentukan berapa banyak bahan baku yang akan dibeli oleh suatu perusahaan
pada suatu periode akan banyak tergantung kepada berapa besarnya kebutuhan
perusahaan tersebut akan masing-masing jenis bahan baku untuk keperluan proses
produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan yang bersangkutan
(Ahyari,2003:171)
Untuk dapat mengetahui berapa besarnya kebutuhan bahan baku yang diperlukan
perusahaan pada suatu periode tersebut maka manajemen perusahaan tentunya
akan menggunakan data yang cukup relevan untuk mengadakan peramalan
kebutuhan bahan baku dalam perusahaan tersebut. Beberapa data yang dapat
dipergunakan dalam penyusunan peramalan kebutuhan bahan baku ini antara lain
adalah data dari perencanaan produksi yang akan dilaksanakann dalam perusahaan
yang bersangkutan tersebut. Disamping data tersebut, maka kadang-kadang
manajemen perusahaan yang bersangkutan akan mempergunakan data
penggunaan bahn baku dari beberapa periode yang telah lalu. Hal ini lebih sering
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dimana proses produksi yang
dilaksanakan adalah proses produksi terus-menerus sehingga pelaksanaan proses
produksi dalam perusahaan ini merupakan pelaksanaan proses produksi dengan
cara, urutan dan non produk yang sama dari waktu ke waktu.
Peramalan perkiraan kebutuhan bahan baku yang baik adalah peramalan
kebutuhan bahan baku yang mendekati pada kenyataan yang disusun didalam
perusahaan yang bersangkutan tersebut merupakan suatu perkiraan-perkiraan
tentang keadaan masa yang akan datang dengan mendasarkan pada keadaan yang
ada pada waktu-waktu yang telah lalu.
Dalam penyusunan peramalan suatu kebutuhan bahan baku untuk pelaksanaan
proses produksi dalam suatu perusahaan ini, pada umumnya akan dipergunakan
data tentang penggunaan bahan baku pada waktu-waktu yang telah lalu.
Kebutuhan bahan baku untuk suatu unit produk pada umumnya akan relatif sama
dari waktu ke waktu, sehingga perubahan dari jumlah unit barang yang
diproduksikan akan berakibat terjadinya perubahan jumlah unit bahan baku yang
diperlukan untuk melaksanakan proses produksi dalam perusahaan tersebut.
Dengan demikian maka hubungan antara tingkat produksi yang dilaksanakan
dalam perusahaan dengan kebutuhan bahan baku yang diperlukan tersebut akan
menjadi erat. Atas dasar hal tersebut maka untuk mengetahui kebutuhan akan
bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi dalam suatu perusahaan ini,
manajemen perusahaan yang bersangkutan akan mempertimbangkan tingkat
produksi yang akan dilaksanakan dalam perusahaan untuk kemudian
diperhitungkan berapa bahan baku yang diperlukan untuk tingkat produksi
tersebut.
Dalam hubungannya dengan penyusunannya peramalan kebutuhan bahan baku
yang akan dipergunakan untuk keperluan proses produksi dalam suatu perusahaan
ini, sebenarnya pertambahan yang terjadi dalam penggunaan bahan baku ini
mempunyai pola yang teratur. Untuk menunjang keperluan produksi secara wajar
atau dalam keadaan normal, maka kebutuhan bahan baku tersebut dapat
diperhitungkan dengan cermat dengan batas toleransi yang wajar pula. Dalam
keadaan-keadaan khusus, perhitungan kebutuhan bahan baku untuk pelaksanaan
proses produksi harus disesuaikan dengan keadaan yang ada didalam pelaksanaan
proses produksi dari perusahaan yang bersangkutan tersebut karena dalam
keadaan khusus tersebut penyerapan bahan baku akan menjadi lebih besar apabila
dibandingkan dengan pelaksanaan proses produksi dalam keadaan wajar atau pada
waktu-waktu yang lain.
Apabila manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut telah mengetahui
berapa besarnya bahan baku yang dibutuhkan untuk keperluan proses produk
dalam suatu periode tersebut, maka jumlah bahan baku yang akan dibeli akan
dapat ditemukan pula. Penentuan jumlah bahan baku yang akan dibeli ini akan
didasarkan kepada jumlah kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses
produksi, dengan mengingat data tentang persediaan yang ada didalam
perusahaan. Persediaan awal yang benar-benar ada didalam perusahaan tersebut
serta rencana untuk persediaan akhir didalam perusahaan perlu untuk
diperhitungkan besarnya masing-masing. Jumlah bahan yang akan dibeli oleh
perusahaan yang bersangkutan ini akan sama dengan jumlah kebutuhan bahan
baku untuk keperluan proses produksi, kemudian dikurangi dengan persediaan
awal yang ada didalam perusahaan yang bersangkutan. (Ahyari,2003:175).
2.3.3. Tingkat Penggunaan Bahan Baku
Usaha untuk mengadakan peramalan kebutuhan bahan baku dari suatu perusahan
akan dapat dilaksanakan dengan perhitungan atas dasar tingkat penggunaan bahan
baku yang berlaku dan dipergunakan didalam perusahaan yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan tingkat penggunaan bahan baku ini adalah seberapa
banyak jumlah bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi
(Riyanto,2001:78).
Tingkat penggunaan bahan baku atau yang sering disebut dengan meterial usage
rate ini akan dapat dipergukan untuk menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku
untuk keperluan proses produksi apabila diketahui produk apa dan berapa jumlah
unit masing-masing yang akan diproduksikan didalam perusahaan yang
bersangkutan. Tingkat penggunaan bahan baku ini pada umumnya akan relatif
tetap didalam perusahaan tersebut kecuali terdapat perubahan-perubahan yang
terjadi dalam produk akhir perusahaan, atau didalam bahan baku itu sendiri.
Perubahan produk perusahaan ini misalnya terdapat perubahan desain dan bentuk
produk, perubahan kualitas produk dan lain sebagainya. Sedangkan yang terjadi
didalam bahan baku ini misalnya terdapat penurunan kualitas bahan sehingga
lebih banyak bahan baku yang menjadi afval dan sebagainya.(Ahyari,2003:175)
Apabila manajemen perusahaan tersebut mengetahui tingkat penggunaan bahan
yang berlaku dan yang dipergunakan didalam perusahaan tersebut, maka
manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut akan dapat menyusun
perkiraan kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi tersebut dengan
segera. Menurut Syamsuddin (2001:282), frekuensi atau jumlah penggunaan
bahan baku juga mempengaruhi tingkat persediaan.
2.3.4. Tujuan pengendalian persediaan bahan baku
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan tentu
mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri,
Sofjan (1999: 177) adalah sebagai berikut:
1) Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
2) Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak
terlalu besar.
3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan
berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
2.3.5. Sistem pengendalian persediaan bahan baku
Penentuan jumlah persediaan perlu ditentukan sebelum melakukan penilaian
persediaan. Jumlah persediaan dapat ditentukan dengan dua sistem yang paling
umum dikenal pada akhir periode yaitu:
1) Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik
agar jumlah persediaan akhir dapat diketahui jumlahnya secara pasti.
2) Perpectual system, atau book inventory yaitu setiap kali pengeluaran
diberikan catatan administrasi barang persediaan.
2.4. Analisa kebutuhan/Peramalan (Forecasting)
Analisa kebutuhan merupakan langkah bertujuan untuk melihat atau
memperkirakan prospek ekonomi atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan
terhadap prospek tersebut. Peramalan (Forecasting) adalah suatu aktivitas yang
berusaha memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-
produk tersebut dapat dibuat dalam jumlah atau kuantitas yang tepat (Vincent
Gasperz, 2001). Peramalan tidak sama dengan prediksi, karena peramalan
didasarkan pada data masa lalu yang diolah dengan teknik-teknik statistik.
Peramalan dilakukan apabila yang diramalkan tidak pasti. Jika suatu kondisi dapat
direncanakan atau dapat dihitung (bersifat pasti), maka tidak perlu menggunakan
peramalan.
Istilah Forecasting merupakan istilah yang diambil dari buku Forecasting
Method and Application karangan Makridalis Wheel Wright yang dapat diartikan
sebagai upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Objek yang diramalkan dapat meliputi apa saja tergantung kebutuhan
(kebutuhan permintaan produk, kebutuhan bahan baku, dll).
Perencanaan produksi secara umum dilakukan berbasis pada peramalan
(forecasting) akan permintaan di masa depan (John W. Toomey, 1996). Dengan
peramalan yang benar akan dapat menghemat banyak baiya dan waktu dalam
membuat perencanaan produksi. Peramalan jangka panjang dapat digunakan
untuk business plan, sedangkan peramalan jangka pendek digunakan untuk
membuat master production plan. Peramalan diperlukan disamping untuk
memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang juga pada
pengambil keputusan untuk menentukan perencanaan produksi keseluruhan
(Agregate Production Planning), jadwal induk produksi (Master Production
Schedulle), perencanaan kebutuhan bahan baku (Material Requirement Planning),
serta segala sesuatunya yang membutuhkan perencanaan terlebih dahulu agar
dalam proses produksi yang akan datang berjalan dengan baik karena segala
sesuatunya telah dipersiapkan jauh lebih awal.
Dalam suatu manufakturing peramalan merupakan langkah awal dalam
penyusunan Production Inventory Management, Manufacturing and Planning
Control, dan Manufacturing Resource Planning, dimana objek yang diramalkan
adalah kebutuhan. Selain itu ada beberapa informasi yang penting yang bisa
didapat dari peramalan yaitu informasi penjadwalan produksi, maupun informasi
tentang rencana perluasan usaha baik jumlah atau sumber daya.
Peramalan adalah alat bantu yang penting untuk melakukan suatu perencanaan
yang efektif dan efesien. Peramalan akan kebutuhan sangat diperlukan untuk:
a. Memperkirakan kebutuhan apa yang akan diperlukan di masa yang akan
datang.
b. Dasar pengambil keputusan untuk membuat perencanaan.
Pada industri yang menganut sistem Make to Stock peramalan merupakan input
utama. Sedangkan pada industri yang menganut Make to Order peramalan hanya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan mesin.
2.4.1. Karakteristik peramalan
Berberapa metode peramalan masing-masing mempunyai karakteristik tertentu,
berikut ini adalah karakteristik metode peramalan yang baik untuk digunakan
ialah sebagai berikut:
1) Mempunyai tingkat ketelitian
Tujuan utama peramalan adalah menghasilkan perkiraan yang akurat, oleh
karena itu metode peramalan harus mempunyai tingkat ketelitian yang cukup,
karena apabila tingkat ketelitian tidak diperhatikan akan menyebabkan
kerugian yang disebabkan meningkatnya nilai inventory yang berlebihan
ataupun perusahaan akan mengalami Lost Profit Probability dengan kata lain
kehilangan peluang keuntungan karena kekurangan persediaan yang
mengakibatkan kehilangan pelanggan.
2) Minimasi ongkos peramalan
Lakukan peramalan dengan minimasi ongkos peramalan serta memperhatikan
keakuratan peramalan, tingkat keakuratan dapat ditingkatkan dengan
mengembangkan model lebih kompleks dengan konsekuensi biaya menjadi
lebih mahal. Jadi ada nilai tukar antara biaya dan keakuratan.
3) Kestabilan permintaan
Ramalan harus stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi demand atau naik
turunya permintaan yang sering berubah-ubah setiap periodenya.
4) Peramalan sesuai kebutuhan
Teknik peramalan harus sederhana untuk menghindarkan salah interpretasi.
Keuntungan utama menggunakan peramalan yang sederhana yaitu
kemudahan untuk melakukan peramalan. Jika kesulitan terjadi pada metode
sederhana, diagnosa yang dilakukan akan lebih mudah. Secara umum, lebih
baik menggunakan metode paling sederhana yang sesuai dengan kebutuhan
peramalan.
2.4.2. Prinsip peramalan
Dalam beberapa metode peramalan tentunya akan menghasilkan beberapa
informasi yang berbeda hai itu tergantung pada kebutuhan yang diramalkan, oleh
sebab itu beberapa prinsip yang haus diperhatikan dalam melakukan peramalan
kebutuhan:
1) Dalam peramalan slalu akan terjadi error (kesalahan peramalan).
Peramalan hanya mengurangi ketidakpastian tetapi tidak menghilangkannya,
hal ini memungkinkan adanya kesalahan dalam setiap peramalan. maka pilih
peramalan dengan nilai kemungkinan kesalahan terkecil.
2) Kesalahan harus dapat diukur.
Peramalan sebaiknya memakai tolak ukur kesalahan peramalan. Besar
kesalahan dapat dinyatakan dalam satuan unit atau persentase permintaan
aktual akan jatuh dalam interval peramalan.
3) Meramalkan family produk akan lebih teliti daripada meramalkan end item
produk.
Jika satu family produk tertentu diramal sebagai satu kesatuan, persentase
kesalahan cenderung lebih kecil dari pada persentase kesalahan peramalan
produk-produk individu penyusunan family.
4) Peramalan untuk jangka pendek akan lebih teliti daripada peramalan untuk
jangka panjang.
Dalam waktu jangka pendek, kondisi yang mempengaruhi permintaan
cenderung tetap atau berubah lambat, sehingga peramalan jangka pendek
cenderung lebih akurat.
2.4.3. Pemilihan teknik dan metode peramalan
Dalam melakukan suatu analisa kebutuhan terhadap sebuah permasalahan harus
terlebih dahulu memilih teknik dan metode peramalan yang tepat untuk mengatasi
masalah tersebut. Ada enam faktor yang dapat mengidentifikasi sebagai teknik
dan pemilihan metode peramalan, yaitu:
1) Rentang waktu
2) Pola yang terbentuk data kebutuhan
3) Jenis dari model
4) Biaya
5) ketetapan
6) Mudah atau tidaknya aplikasi
Langkah penting dalam memilih suatu metode Time Series (deret berkala) adalah
dengan mempertimbangkan jenis pola data. Terdapat lima pola data yang
seringkali terjadi dalam data masa lalu (John W. Toomey, 1996), yaitu:
1) Linear/Horizontal, Pola data yang membentuk suatu garis lurus
2) Trend, Pola data ini memiliki kecendrungan naik atau kecendrungan turun
3) Seasonal/Musiman, Pola data ini berulang setiap periode tertentu dalam
setahun. Pola terjadi sehubungan dengan musim (musim panas, musim hujan),
hari libur dan kebiasaan tertentu seperti pada waktu Natal dan Tahun baru.
4) Cyclical/Siklis, Pola data yang berulang setiap periode tertentu. Pola ini terjadi
biasanya terjadi sehubungan dengan ekonomi nasional, perubahan politik, dan
termasuk juga karena perubahan bisnis.
Untuk melakukan analisis trend, misalkan kita memiliki data deret waktu yang
dicatat untuk selang waktu yang lebih pendek dari data tahunan, misalkan data
semesteran, atau kuartalan, atau bulanan, dan sebagainya, maka nilai ramalan
untuk selang waktu yang lebih pendek dapat dilakukan dengan menggunakan
variabel dummy sebagai unsur dari waktu yang bersesuaian.
Dari data dapat kita gambarkan bagaimana pencaran titik di dalam gambar yang
kita lukiskan, kemudian pilih sebuah model trend yang paling cocok kemudian
htung nilai koefisien korelasinya, di mana nilai koefisien korelasi terbesar
merupakan model trend yang paling cocok. Berikut ini diberikan beberapa model
trend:
Gambar 2.1 Pola Trend Linear dan Eksponen
Gambar 2.2 Pola Trend Parabola Kuadratik
Gambar 2.3 Pola Trend Parabola Kubik
2.4.4. Teknik keramalan kuantitatif
Teknik peramalan kuantitatif merupakan teknik meramalkan kebutuhan dengan
menggunakan data masa lalu untuk memproyeksikan perkiraan kebutuhan di masa
yang akan datang, teknik ini salah satunya adalah metode Time Series (model
deret berkala), pada metode ini pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variabel. Tujuan metode ini adalah menemukan pola
dalam deret data historis dan memproyeksikannya ke masa depan. Peramalan
kuantitatif dapat di terapkan jika terdapat tiga kondisi sebagai berikut:
1. Tersedia informasi tentang masa lalu.
2. Informasi tersebut dapat di kuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut
di masa akan datang.
Metode ini digunakan untuk kondisi yang tidak dapat menjelaskan faktor yang
menyebabkan terjadinya event yang diramalkan (Black Box), sehingga waktu yang
dianggap sebagai variabel terjadinya event tersebut.
2.4.5. Metode Eksponensial Smoothing
Dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang satu berbeda dengan
data pada periode sebelumnya dengan membentuk fungsi eksponensial, . Salah
satunya adalah:
1) Metode double eksponensial smoothing
a) Satu Parameter Brown
Dasar pemikiran dan pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah
serupa dengan rata-rata bergerak linier kedua nilai pemulusan tunggal dan
ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur
trend. Perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan pemulusan ganda
ditambah pada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend.
Metode ini dikembangkan oleh Brown untuk mengatasi adanya perbedaan
yang muncul antara data aktual dan nilai peramalan apabila terdapat trend
pada plot data.
Perhitungan peramalan DES Brown One, menggunakan rumus sebagai
berikut:
, )
'
1 t t
'
t
S 1 X . S

+ =
, )
"
1 t
"
t
S 1 Xt . S

+ =
, ) , ) , )
3
xt xt xt xt xt xt
1 Bt
3 4 2 3 1 2
+ +
=
t s t s . 2 t
' ' '
= , ) t " S t ' s
) 1 (

=
m bt at Ft . 1 1 + =
b) Dua Parameter Holt
Dasar pemikiran dari pemulusan linier dari Holt adalah karena kedua nilai
pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya.
Bilamana terdapat unsur trend, maka Holt memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang
asli.
Metode ini sebenarnya adanya penggabungan dari dua metode yaitu
metode double exponential smoothing dengan dua parameter yang
dikembangkan oleh Holt.
St =
1 1
bt St ( * ) 1 ( Xt *

+ + )
1 1
Bt * ) 1 ( ) St St ( * Bt

+ = m Bt St Ft * 1 1 + =
c) Dua Parameter Holt-Winter
Model Peramalan ini dapat digunakan untuk menyelidki apakah data deret waktu
dipengaruhi oleh faktor trend dan faktor musiman yang perhitunganya dilakukan
dengan menggunakan persamaan yang berbentuk
S = X + ( 1 - ) ( S + b )
t t t - 1 t-1
o o dengan
b = ( S - S ) + ( 1 - ) b
t t t-1 t - 1

Nilai peramalan pada waktu ( t + m ) ditentukan dengan rumus:
F = S + b m
t t t
Nilai yang digunakan berdasarkan nilai terbaik dari hasil penghalusan
eksponen, kemudian dengan menggunakan nilai tertentu, lakukan simulasi
untuk mendapatkan nilai yang terbaik yaitu yang memiliki nilai MAD atau
Nilai RMSE minimum.
Jika nilai ~ 0, maka data deret waktu mengalami perubahan yang halus jika
dibandingkan dengan data sebelumnya, tetapi jika nilai ~ 1, maka data deret
waktu mengalami perubahan yang cukup berarti jika dibandingkan dengan data
sebelumnya
2) Metode Triple Exponential Smoothing
a) Winter
Metode Winters didasarkan atas tiga persamaan pemulusan (smoothing),
yaitu untuk unsur stasioner, trend, dan musiman.
b) Quadratik
Kelompok metode MA dan exponential smoothing yang telah dibahas
digunakan untuk data stasioner maupun non-stasioner sepanjang data
tersebut tidak mengandung faktor musiman. Pola kesalahan data musiman
ditunjukkan dengan nilai positif kecuali nilai negatif pada setiap
pengulangan suatu periode. Jelas data tersebut memerlukan penggunaan
metode musimam jika pola kesalahan sistematis tersebut akan dihilangkan.
Metode itu adalah pemulusan trend dan musimam dari Winters. Metode
Winters didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu: untuk unsur
stasioner, trend dan musiman.
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan
merupakan ukuran tingkat perbedaan hasil peramalan dengan permintaan dengan
sebenarnya terjadi. Apabila dirumuskan
e
(t)
= X
(t)
F
(t)
Dalam menentukan ukuran kesalahan peramalan ada dua cara, yaitu:
1. Secara statistik
Terbagi atas lima jenis, yaitu:
a) Mean Error (ME)
1
n
t
t
e
ME
n
=
=

b) Mean Absolute Error (MAE)
1
n
t
t
e
MAE
n
=
=

c) Sum Square Error (SSE)
2
1
n
t
t
SSE e
=
=

d) Mean Square Error (MSE)
2
1
n
t
t
e
SSE
n
=
=

2. Secara persentase
Terbagi atas tiga jenis, yaitu:
e) Percentage Error (PE)
.100
t t
t
t
X F
PE
X
| |
=

\ .
f) Mean Percentage Error (MPE)
1
n
t
t
PE
MPE
n
=
=

g) Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
1
n
t
t
PE
MAPE
n
=
=

Hasil-hasil peramalan sangat diperlukan untuk menentukan keputusan-keputusan
yang akan diambil oleh organisasi antara lain:
a. Penjadwalan sumber-sumber tersedia, misalnya Peramalan tingkat permintaan
produk, material, keuangan, buruh atau pelayanan adalah input untuk
menjadwalkan produksi, transportasi, keuangan dan personil.
b. Kebutuhan sumber daya tambahan, misalnya Peramalan untuk kebutuhan
sumber daya tambahan masa datang.
c. Penentuan sumber daya yang diingnkan, misalnya peramalan faktor-faktor
lingkungan masa datang.
2.4.6. Prosedur Peramalan
Dalam melakukan peramalan perlu diikuti prosedur yang benar untuk
mendapatkan hasil yang baik. Prosedur peramalan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Urutkan data untuk random sampling sekitar tiga puluh item dengan interval
waktu harian, mingguan, atau bulanan tergantung dari kebutuhan perusahaan.
2. Plot data (part family) masa lalu.
3. Tentukan metode peramalan yang akan digunakan dengan di sesuaikan pola
data yang terbentuk.
4. Hitung parameter fungsi peramalan untuk masing-masing metode.
5. Hitung fitting error untuk semua metode yang digunakan.
6. Pemilihan metode terbaik dengan nilai kesalahan peramalan terkecil
7. Lakukan verifikasi peramalan
2.4.7. Akurasi metode peramalan
Akurasi metode peramalan merupakan salah satu kriteria terpenting untuk
membandingkan berbagai metode peramalan. Biaya, kemudahan aplikasi, dan
persyaratan spesifik dari suatu situasi perencanaan adalah faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemilihan metode permalan. Sukar menentukan metode mana
yang akan, memberikan ramalan paling akurat dalam suatu situasi tertentu. Tetapi,
selama bertahun-tahun, banyak bukti empirik telah dikumpulkan baik berupa data
hipotetik maupun nyata yang memungkinkan beberapa kesimpulan umum tentang
akurasi relatif dari berbagai metode peramalan.
Kesimpulan paling menonjol, didukung oleh sejumlah telaah, adalah bahwa
merode yang lebih canggih tidak menjamin dihasilkannya hasil yang lebih akurat
ketimbang metode yang lebih sederhana yang lebih mudah diterapkan dan lebih
murah. Juga ada dukungan kuat dalam literatur ata pandangan bahwa, terlepas dari
daya tarik logik mereka, model-model causal yang canggih tidak lebih baik
daripada model-model deret berkala (Amstrong, 1978). Apalagi, dengan perataan
eksponensial, model-model deret berkala yang lebih sederhana seringkali
memberi hasil yang cukup baik dibandingkan model-model deret berkala yang
lebih kompleks, contohnya adalah metode Box-jenkins (Makridakis, 19981).
Dalam beberapa situasi penting, lebih dari satu metode peramalan tampaknya
cocok untuk digunakan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita memilih
metode untuk peramalan. Makridakis dan Winkler (1983) secara empirik
memperkirakan dampak dari jumlah dan pilihan metode peramalan atas akurasi
ramalan bila hasil dari metode yang digunakan dirata-ratakan langsung untuk
mendapatkan hasil ramalan akhir. Temuan-temuan pokok mereka adalah sebagai
berikut:
a. Akurasi peramalan meningkat jika ramalan dari lebih banyak metode
dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan akhir, tetapi dampak marjinal
dari penambahan suatu metode berkurang semakin banyaknya jumlah metode
yang digunakan.
b. Resiko kesalahan yang lebih besar dalam peramalan yang mungkin
disebabkan oleh pemilihan metode yang keliru berkurang bila hasil dari dua
atau lebih metode dikobinasikan.
c. Variabilitas dalam akurasi ramalan di antara berbagai kombinasi metode
peramalan berkurang dengan makin banyaknya metode yang digunakan.
Jadi, alternatif praktis yang bisa kita lakukan bila kita tidak pasti mengenai
metode peramalan yang terbaik adalah mengambil rata-rata ramalan dari dua
atau beberapa model peramalan.
Berdasarkan bukti-bukti empirik yang dilaporkan dalam literatur, kita dapat secara
layak menyimpulkan bahwa dalam suituasi produksi atau operasi yang ditandai
oleh kebutuhan untuk menghasilkan ramalan untuk ribuan mata produk secara
rutin, perataan eksponensial adalah metode peramalan yang paling efektif biaya.
Dengan pengembagan program komputer yang cepat dan mudah digunakan (user
friendly), model peramalan deret berkala yang lebih canggih dapat menjadi praktis
untuk siutasi produksi atau operasi rutin.
2.4.8. Validasi hasil peramalan
Langkah penting setelah peramalan adalah verifikasi peramalan sedemikian rupa
sehingga dapat mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang
mendasari permintaan itu. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat
dipercaya dan sistem sebab akibat belum berubah, hasil peramalan akan terus
digunakan. Jika selama proses verifikasi ditemukan keraguan atas validitas
peramalan maka harus dicari metode yang lebih cocok.
Validitas harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Setelah suatu
peramalan dibuat maka akan selalu timbul pertanyaan kapankah suatu metode
peramalan baru harus digunakan. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan
permintaan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi
terhadap peramalan tersebut apabila ditemukan bukti meyakinkan akan adanya
perubahan pola permintaan. Selain itu penyebab perubahan pola permintaanpun
harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan segera setelah perubahan pola
permintaan diketahui.
Terdapat banyak perkakas yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan
dan mendeteksi perubahan sistem sebab akibat yang melatar belakangi perubahan
pola permintaan. Tetapi bentuk yang paling sederhana diusulkan oleh Biegel
adalah peta kendali peramalan, mirip dengan peta kendali kualitas. Peta kendali
ini dapat dibuat dengan ketersediaan data yang minim. Peta Moving Range
dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan.
Dengan kata lain, kita melihat data permintaan aktual dan membandingkannya
dengan nilai peramalan pada periode yang sama.
Peta tersebut dikembangkan ke periode yang akan datang hingga kita dapat
membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Selama periode dasar
(periode pada saat menghitung peramalan), peta Moving Range digunakan untuk
melakukan verifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan
ditentukan, peta Moving Range digunakan untuk pengujian kestabilan sistem
sebab-akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat didefinisikan
sebagai:
Dan rata-rata Moving Range persamaannya ialah:

1 N
MR
MR
Garis tengah peta Moving Range adalah pada titik nol. Batas kendali atas dan
bawah pada peta Moving Range adalah:
MR BKA 66 , 2 + = MR BKB 66 , 2 =
Sekurang-kurangnya harus ada 10 (lebih disukai 20) data jika ingin membuat pola
Moving Range. Batas ini ditetapkan sedemikian sehingga diharapkan hanya akan
ada tiga dari 1000 titik yang berada diluar batas kendali (jika sistem sebab-akibat
yang melatar belakangi tetap sama). Jika ditemukan satu titik yang berada diluar
batas kendali pada saat peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data
harus diabaikan atau mencari peramalan baru.
Jika ditemukan sebuah titik berada diluar batas kendali, maka harus diselidiki
penyebabnya. Penemuan itu mungkin saja membutuhkan penyelidikan yang
ekstensif. Jika semua titik berada dalam batas kendali, diasumsikan bahwa
peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika ada titik yang berada
diluar batas kendali, jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan harus
direvisi.
Suatu hasil peramalan dinyatakan tidak valid apabila memenuhi salah satu kondisi
berikit ini :
a. Terdapat satu atau lebih nilai error yang berada diluar batas kontrol
menunjukan bahwa metode peramalan tersebut tidak dapat digunakan untuk
peramalan selanjutnya, perlu dilakukan perbaikan dengan pengambilan data
baru (fakta-fakta) selanjutnya pada periode berikutnya untuk mengetahui
metode apalagi yg sesuai untuk digunakan.
b. Pada 3 titik nilai error yang berurutan, terdapat 2 titik atau lebih yang terdapat
diluar daerah A.
c. Pada 3 titik nilai error yang berurutan, terdapat 2 titik atau lebih yang terdapat
diluar daerah B.
d. Terdapat 8 titik berurutan yang berada disalah satu sisi.
2.5. Economical Order Quantity (EOQ)
Untuk menentukan kebijakan persediaan yang tepat dapat digunakan analisis
Kuantitas pesanan yang ekonomis (Economical Order Quantity). Economical
Order Quantity merupakan salah satu model yang diperkenalkan oleh Ford Harris
pada tahun 1914. Metode ini paling dikenal dalam teknik pengendalian persediaan
dan banyak digunakan sampai saat ini.
Menurut Martono, D A Harjito dalam buku Manajemen Keuangan (2005: 85)
Economical Order Quantity (EOQ) adalah jumlah bahan yang dapat dibeli
dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah pesanan bahan
yang optimal.
Dalam pengelolaan persedian bahan baku menggunakan metode ini ada dua jenis
biaya yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1. Biaya Pesan (Ordering Cost) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses
pemesanan suatu barang. Biaya pesan ini meliputi:
a. Biaya selama proses pesanan
b. Biaya pengiriman permintaan
c. Biaya penerimaan bahan
d. Biaya penempatan bahan kedalam gudang
e. Biaya proses pembayaran
2. Biaya Simpan (Carrying Cost) yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan
dalam rangka proses penyimpanan suatu barang yang dibeli.
a. Biaya sewa gudang
b. Biaya pemeliharaan bahan di gudang
c. Biaya modal (bunga) yang diperlukan untuk investasi barang yang
disimpan
d. Biaya asuransi
e. Biaya keusangan barang (kadaluarsa barang)
Elsayed, Boucher (1994 : 107) dalam bukunya Analysis and Control of
Production System metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan solusi
untuk perkiraan tingkat pelayanan (Service Level) yang tinggi hingga 95%. Secara
matematis perhitungan EOQ dapat dihitung dengan persamaan:
h
2.A.
EOQ
D
=
Keterangan :
EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis
S = Biaya pemesanan per pesanan
D = Rata-rata Demand per periode waktu
H = Biaya penyimpanan per unit
Biaya penyimpanan = Persentase biaya simpan x Harga per unit
2.6. Period Order Quantity (EOQ)
Penerapan lot size dengan menggunakan metode Periodic Order Quantity ( POQ )
ini perhitungannya didasarkan pada metoda Economic Order Quantity (EOQ)
kemudian dimodifikasi agar dapat dipakai pada periode permintaan yang bersifat
diskrit. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode EOQ tentunya dapat
diperoleh mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval
periode pemesanannya. Dibandingkan dengan metode EOQ, metoda ini akan
memberikan ongkos simpan yang lebih kecil dengan ongkos pesan yang sama.
Kesulitan yang dihadapi dalam metode ini adalah bagaimana menentukan besar
kecilnya interval periode pemesanan apabila sifat kebutuhannya adalah
diskontinu. Penerimaan order hanya dilaksanakan pada periode dengan demand
yang positif, artinya jika pada suatu periode penerimaan tidak ada demand, maka
penerimaan order disatukan pada periode terdekat dengan demand yang positif.
Pada POQ ini ukuran lot bervariasi untuk memenuhi demand selama peiode
waktu yang ditetapkan. Periode waktu yang ditetapkan dihitung seperti
menentukan Economic Order Interval (EOI) tetapi dengan menggunakan tingkat
demand rata-rata. Ukuran lot adalah total demand untuk selama EOI atau selang
waktu pemesanan.
D
EOQ
T POQ . =
Penerimaan order hanya dilaksanakan pada periode dengan demand positif,
artinya jika pada suatu periode penerimaaan tidak ada demand, maka penerimaan
order disatukan pada periode terdekat dengan demand positif.
2.7. Safety Stock dan Service Level
Persediaan Penyelamat (Safety Stock) menurut Assauri, Sofjan (1999: 186) adalah
persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan bahan (Out of Stock). Kemungkinan terjadinya Out of Stock
dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada
perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang
dipesan. Pengadaan persediaan penyelamat oleh perusahaan dimaksudkan untuk
mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya Out of Stock.
Untuk menaksir besarnya Safety Stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti
yaitu dengan metode sebagai berikut :
1. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian
maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu
(misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan Lead
Time. Berikut ini adalah persamaannya:
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time
2. Metode Statistika.
Untuk menentukan besarnya Safety Stock dengan metode ini, terlebih dahulu
harus menghitung Standar Deviasi dari demand. Standar Deviasi merupakan
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan
penyimpangan setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan
baku. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesalahan perhitungan
hasil peramalan (demand) terhadap demand rata-rata, ini akan berpengaruh
terhadap perhitungan Safety Stock/persediaan pengaman selama Lead Time.
Langkah-langkah menghitung Standar Deviasi dengan metode statistika
adalah:
h) Menghitung rata-rata demand
i) Menghitung deviasi (selisih antara demand dengan rata-rata demand)
j) Menghitung total deviasi.
k) Menghitung Standar Deviasi
Persamaan perhitungan standar deviasi ialah sebagai berikut:
Keterangan:
= Standar Deviasi (tingkat kesalahan)
Xi = Demand/kebutuhan bahan baku
= Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku
n = Jumlah periode
Untuk menghitung besarnya Safety Stock dipengaruhi dua faktor yaitu:
1. Besarnya derajat signifikan standar deviasi pada kurva normal (Z) yang
Digunakan dalam hal ini adalah Service Level.
2. Lamanya jangka waktu (Lead Time) yang digunakan sebagai dasar
perhitungan.
Penentuan kapasitas persediaan pengaman (Safety Stock) dilakukan untuk
menjaga atau menghindari kekosongan bahan baku (Out of Stock) sehingga
permintaan (Project Order) dapat di penuhi selama masa Lead Time. Adapun
persamaan dalam menghitung Safety Sstock adalah sebagai berikut:
, ) . . LT Z SS Stock Safety =
Keterangan:
SS= Persediaan pengaman selama Lead Time
Z = perhitungan pada table Z kurva normal
LT= Lead Time
= Standar Deviasi
Faktor-faktor yang menentukan persediaan pengaman menurut (Assauri, Sofjan)
adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan baku rata-rata
Untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode tertentu,
khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan
baku pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan karena setelah kita
mengadakan pesanan penggantian, maka pemenuhan kebutuhan atau
permintaan dari pelanggan sebelum barang yang dipesan datang, harus dapat
dipenuhi dari persediaan yang ada.
2. Faktor waktu (Lead Time)
Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan
bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut
dan diterima di gudang persediaan.
2.8. Titik pemesanan kembali (ReOrder Point)
ROP (Re Order Point) atau titik pemesanan kembali adalah saat harus diadakan
pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu
persediaan diatas safety stock sama dengan nol (Martono, D A Harjito, 2005: 88).
Untuk menentukan ReOrder Point (ROP) dapat digunakan persamaan sebagai
berikut:
Keterangan:
ROP = Titik pemesanan kembali (sisa persediaan)
SS = Persediaan pengaman (Safety Stock)
d = Kebutuhan bahan baku Brown Creep per hari
LT = (Lead Time)
Saat kapan pemesanan harus dilakukan kembali perlu ditentukan secara baik
karena kekeliruan saat pemesanan kembali tersebut dapat berakibat terganggunya
proses produksi.
Ada dua faktor yang menentukan ReOrder Point:
1. Penggunaan bahan selama Lead Time
Waktu tunggu (Lead Time) juga ditentukan oleh jarak antara perusahaan dan
sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain sebagainya. Selama
waktu tunggu proses produksi diperusahaan tidak boleh terganggu. Oleh
karena itu, penggunaan bahan selama waktu tunggu perlu diperhitungkan
dengan cermat sehingga perusahaan tidak sampai kekurangan bahan.
2. Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Adalah persediaan minimal yang ada dalam perusahaan. Persediaan ini
merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan
sampai di perusahaan. ROP harus dilakukan ketika jumlah barang atau bahan
tepat sama dengan jumlah barang yang dijadikan safety stock ditambah
kebutuhan selama waktu tertentu.
Bab 3
Metode Pemecahan Masalah
3.1. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah dalam penelitian ini, merupakan kerangka berpikir
dalam menyelesaikan penelitian pengendalian persediaan bahan baku karet di PT.
Agronesia Inkaba.
Gambar 3.1 Flowchart pemecahan masalah
3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
3.2.1. Observasi dan Wawancara Langsung
Untuk mendapatkan data-data yang di perlukan dalam penelitian ini, penulis
melakukan penelitian langsung ke bagian Planning Production & Inventory
Control (PPIC) dan bagian Receiving/gudang bahan baku di PT. Agronesia
Inkaba. Untuk mendapatkan data-data yang di perlukan penulis melakukan
wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan sebagai bahan identifikasi
masalah.
3.2.2. Tinjauan Pustaka.
Bentuk perolehan data yang bersumber dari sumber-sumber kepustakaan, tentang
teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian analisis pengendalian persediaan
bahan baku menggunakan metode Period Order Quantity (POQ) sebagai usaha
meminimumkan biaya persediaan di PT. Agronesia Inkaba.
3.2.3. Identifikasi, Tujuan, dan Pembatasan Masalah
Identifikasi metode pengendalian persediaan bahan baku, dengan menganalisis
bagaimana kondisi Total Inventory Cost/total biaya persediaan bahan baku PT.
Agronesia Inkaba.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan metode
pengendalian persediaan bahan baku yang diusulkan dengan metode pengendalian
persediaan bahan baku yang telah diterapkan oleh perusahaann terhadap nilai
Total Inventory Cost/total biaya persediaan sebagai usaha meminimumkan biaya
persediaan sehingga perusahaan bisa melakukan penghematan biaya produksi.
Batasan-batasan masalah disini ialah sebagai upaya agar penelitian ini lebih
terfokus dan tidak meluas pada bahasan yang tidak dicantumkan dalam penelitian
ini, sehingga penelitian dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang
diharapkan.
3.2.4. Pengumpulan Data
Pengumpulan beberapa data dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan
bagian Planning Production & Inventory Control (PPIC) dan bagian
Receiving/gudang bahan baku berupa profile umum PT. Agronesia Inkaba dan
beberapa data yang bersumber dari bagian produksi dan bagian Furchasing.
3.2.5. Pengolahan Data
Pengolahan data ini merupakan tindak lanjut dari langkah sebelumnya dengan
melakukan analisis pengendalian persediaan bahan baku menggunakan metode
Period Order Quantity (POQ), menentukan jumlah Safety Stock (SS), dan
menentukan ReOrder Point (ROP) yang ekonomis hingga di dapat total biaya
persediaan/Total Inventory Cost (TIC) sebagai pembanding dengan metode
pengendalian persediaan bahan baku yang telah di terapkan oleh PT. Agronesia
Inkaba. Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan datanya, yaitu:
3.2.5.1. Perhitungan total demand terhadap faktor konversi
Perhitungan ini dilakukan karena 3 jenis bahan baku karet merupakan satu family
bahan baku Brown Creep, untuk mendapatkan total demand/kebutuhan bahan
baku Brown Creep peneliti menggunakan faktor konversi berdasarkan tingkat
kebutuhan bahan baku Brown Creep selama 24 periode (minggu) terakhir tahun
2009, karena demand/kebutuhan bahan baku ini sangat fluktuatif terutama pada
kebutuhan bahan baku Brown Ccreep II dan IV sangat sedikit dibandingkan
kebutuhan bahan baku Brown Creep III, dan hal ini akan cukup berpengaruh pada
tingkat kebutuhan hasil peramalan di masa mendatang. total demand/kebutuhan
pada 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 akan dijadikan sebagai data masa
lalu untuk meramalkan kebutuhan bahan baku Brown Creep 12 periode (minggu)
mendatang. Adapun persamaan perhitungan demand terhadap faktor konversi
adalah sebagai berikut:
3.2.5.2. Ploting data total demand
Pembuatan plot data total demand bahan baku Brown Creep 24 periode (minggu)
terakhir tahun 2009 bertujuan untuk mengetahui pola data kebutuhan yang
terbentuk selama 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 sehingga peneliti dapat
menentukan beberapa alternatif metode peramalan yang dapat digunakan.
3.2.5.3. Analisa kebutuhan (Forecasting)/peramalan kebutuhan bahan baku
karet Brown Creep.
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa alternatif metode peramalan
menyesuaikan pola data yg terbentuk dalam ploting data demand 24 periode
(minggu) terakhir tahun 2009, penggunaan beberapa alternatif metode peramalan
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metode peramalan yang terbaik
untuk kebutuhan bahan baku Brown Creep.
3.2.5.4. Pemilihan metode peramalan terbaik
Pemilihan metode terbaik dilakukan dengan melihat perbandingan nilai MSE
terkecil dan pola data yang terbentuk di masa mendatang bergerak naik dari setiap
metode peramalan yang digunakan untuk mengetahui posisi jumlah permintaan 12
periode (minggu) mendatang.
3.2.5.5. Validasi peramalan dengan uji Moving Range Chart .
Uji Moving Range Chart merupakan pengujian terhadap validitas sebuah metode
peramalan, digunakan untuk pengujian kestabilan sistem sebab-akibat yang
mempengaruhi permintaan. peramalan dikatakan valid/sah jika data moving range
(MR) masih dalam batas BKA (Batas Kontrol Atas) dan BKB (Batas Kontrol
Bawah) dan sebaliknya. Jika ditemukan satu titik yang berada diluar batas kendali
pada saat peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data harus
diabaikan (dengan kata lain dapat di selidiki penyebabnya) atau mencari
peramalan baru. Adapun bentuk persamaan dari uji moving range chart tersebut
adalah sebagai berikut:
Perumusan nilai MR
Perumusan nilai rata-rata MR
Perumusan batas kontrol
Keterangan:
MR = Moving Range (jarak pergerakan antar demand)
D
t
= Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep pada periode (t)
D
t
= Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep hasil peramalan pada
periode (t)
= Rata-rata Moving Range (rata-rata jarak pergerakan antar demand)
n = Jumlah periode (t)
3.2.5.6. Proses disagregasi
Merupakan proses pengelompokan demand kembali dari hasil peramalan demand
Brown Creep menjadi demand masing-masing jenis Brown Creep, yakni Brown
Creep II, III, IV.perhitungan dilakukan dengan mengaikan demand hasil
peramalan dengan faktor konversi, sebagai berikut:
3.2.5.7.Perhitungan Standar Deviasi.
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesalahan perhitungan hasil peramalan
(demand) terhadap demand rata-rata, ini akan berpengaruh terhadap perhitungan
Safety Stock/persediaan pengaman selama Lead Time. Persamaan perhitungan
standar deviasi ialah sebagai berikut:
Keterangan:
= Standar Deviasi (tingkat kesalahan)
Xi = Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep
= Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep
n = Jumlah periode peramalan
3.2.5.8. Perhitungan persediaan bahan baku brown creep menggunakan
metode Period Order Quantity (POQ)
Dalam penelitian ini metode POQ digunakan karena merupakan metode dalam
sistem pengendalian persediaan bahan baku yang bertujuan menghemat total biaya
persediaan/Total Inventory Cost (TIC) dengan menentukan frekuensi pemesanan
dan kuantitas pemesanan bahan baku secara ekonomis. Perumusan metode POQ
ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis
POQ = Jumlah pemesanan berdasarkan periode
T = Jumlah periode
S = Biaya pemesanan per pesanan
D = Rata-rata Demand per periode waktu (minggu)
H = Biaya penyimpanan per unit
Biaya penyimpanan = Persentase biaya simpan x Harga per unit
3.2.5.9. Penentuan persediaan pengaman (Safety Stock)
Penentuan kapasitas persediaan pengaman (Safety Stock) dilakukan untuk
menjaga atau menghindari kekosongan bahan baku (Out of Stock) sehingga
permintaan (Project Order) dapat di penuhi selama masa Lead Time. Adapun
persamaan dalam menghitung Safety Sstock adalah sebagai berikut:
. . LT Z SS Stock Safety
Keterangan:
SS = Persediaan pengaman selama Lead Time
Z = perhitungan pada table Z kurva normal
LT = Lead Time (jarak antara waktu pesan dengan waktu kedatangan bahan
baku)
= Standar Deviasi
3.2.5.10. Penentuan pemesanan kembali (Re Order Point)
Titik pemesanan kembali (Re Order Point) merupakan saat dimana sisa bahan
baku mendekati jumlah unit Safety Stock sehingga perusahaan harus melakukan
pemesanan kembali agar tidak terjadi kekurangan bahan baku Brown Creep.
Perhitungan titik pemesanan kembali ialah:
Keterangan:
ROP = Titik pemesanan kembali
SS = Persediaan pengaman (Safety Stock)
d = Kebutuhan bahan baku Brown Creep per hari
LT = Waktu antara saat pemesanan sampai datangnya bahan baku (Lead
Time)
3.2.5.11. Penentuan persediaan maksimum (Maximum Stock)
Menentukan persediaan maksimum bahan baku dapat dihitung dengan
menjumlahkan jumlah unit pemesanan bahan baku berdasarkan perhitungan
metode POQ dengan jumlah unit persediaan pengaman (Safety Stock). Kapasitas
gudang dapat menampung sebanyak 4000 Kg unit bahan baku Brown Creep.
Berikut adalah persamaan perhitungan persediaan maksimum:
3.2.5.12. Menghitung total biaya persediaan (Total Inventoty Cost)
Perhitungan Total Inventory Cost atau total biaya persediaan dilakukan dengan
cara menjumlahkan biaya-biaya yang terjadi dalam perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep, antara lain adalah : Biaya pemesanan, Biaya penyimpanan,
dan Biaya pembelian.
3.2.6. Analisis
3.2.7.1. Analisis Demand terhadap hasil peramalan 12 periode (minggu)
mendatang
Analisis tingkat kebutuhan bahan baku karet Brown Creep terhadap perencanaan
kuantitas kebutuhan pada periode mendatang.
3.2.7.1. Analisis hubungan antara perhitungan POQ (Period Order Quantity),
ROP (ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock
Analisis yang dilakukan dari pengumpulan dan pengolahan data mengenai
hubungan yang terjadi antara perhitungan POQ (Period Order Quantity), ROP
(ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock terhadap frekuensi
pemesanan bahan baku Brown Creep untuk menghindari terjadinya kekurangan
bahan baku (Out of Stock) .
3.2.7.2. Analisis perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) menurut perhitungan menggunakan metode POQ (Period Order
Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan
Analisis bagaimana perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) bahan baku karet Brown Creep menurut perhitungan menggunakan metode
POQ (Period Order Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan.
3.2.7. Kesimpulan dan Saran
Berisikan tentang kesimpulan dan saran penulis mengenai peramalan dan usulan
sistem perencanaan persediaan bahan baku karet Brown Creep menggunakan
metode POQ (Period Order Quantity) di PT. Agronesia Inkaba.
Bab 4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1. Sejarah Perusahaan
Perseroan Terbatas (PT) Agonesia Divisi Barang Teknik dengan merk dagang
merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Propinsi
Jawa Barat yang dalam perkembangannya terbentuk melalui Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Barat No. 4 tahun 2002 tentang perubahan bentuk hukum
Perusahaan Daerah Industri Jawa Barat menjadi Perseroan Terbatas (PT) tanggal
12 april 2002 dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Barat
tahun 2002 No. 8 Seri D.
Selanjutnya dengan akta notaris Popy Kuntari Sustresna, S.H., M.Hum, dikota
Bandung tanggal 17 Juni 2002 nomor 8 telah didirikan sebagai Badan Hukum
Perseroan Terbatas dengan nama PT Agronesia.
Tujuan pendiriannya untuk menjadi:
1. Salah satu sarana dalam usaha pemerintah daerah menambah sumber
pendapatan daerah.
2. Turut serta dalam melaksanakan usaha-usaha pembangunan sesuai dengan
fungsinya serta meningkatkan produksi/jasa dan perdagangan di bidang
karet, plastik dan kimia.
Adapun bisnis intinya meliputi:
- Industri, meliputi: barang-barang ddari karet, makanan, minuman dan
pengalengan/pembotolan (amatil), es balok, tekstil, pengolahan kayu
triplek.
- Perdagangan, meliputi: ekspor-impor dan perdagangan makanan dan
minuman.
Dilihat dari sejarahnya, pendirian PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet
dengan merek dagang " " mengalami beberapa periode perubahan sebagai
berikut dibawah ini:
Tabel 4.1. Periode pendirian PT. Agoneia Divisi Industri Teknik Karet
No Periode Nama Perusahaan
Tahun
Pendirian
1 Sebelum 1945 N.V. FATERU (Fabriek Technische Rubberwaren) 1933
2 Sebelum 1945 Priangan Komo Kojo 1942
3 1945 1959 N.V. Fateru Bandoeng 1946
4 1959 1972
N.V. INKABA
(Perusahaan Negara Industri Karet Bandung)
1956
5 1959 1972 P.D. KARKIM Unit 2INKABA 1963
6 1972 1979 P.D. INKABA RUBIN 1972
7 1979 2002 P.D. Karet Kimia Unit Inkaba 1979
8 1979 2002 P.D. Karet Kimia Unit Inkaba 1981
9 1979 -2002 Perusahaan Daerah Industri Unit Inkaba 1999
10 2000 2004 P.T. Agronesia Divisi Barang Teknik Karet 2002
11 2004 - Sekarang P.T. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet 2004
4.1.2. Profil Perusahaan
4.1.2.1. Lokasi perusahaan
PT. AGRONESIA INKABA berlokasi di Jl. Simpang Industri No.2 Telp. (022)
6030352-6031385 Fax. 6030352. BANDUNG
4.1.2.2. Ruang lingkup usaha dan fasilitas
PT. Agronesia mempunyai beberapa divisi industri dan salah satunya yang akan
diteliti adalah divisi industri karet bandung yakni PT. Agronesia Inkaba, dengan
ruang lingkup produk antara lain:
1. Matting
2. Selang
3. Press dan
4. produk umum : sparepart automotif, dll
Sistem produksi lebih menggunakan sistem Make To Order dengan kata lain
produk akan di produksi berdasarkan Project Order (pesanan) yang diberikan oleh
bagian marketing, akan tetapi ada beberapa produk yang di produksi Make To
Stock (di produksi untuk di simpan sebagai persediaan) karena kebutuhan
permintaan produk dipastikan akan selalu ada. PT. Agronesia Inkaba dapat
memproduksi berbagai jenis barang teknik karet sesuai dengan spesifikasi
kebutuhan baik desain maupun sifat fisik yang dipersyaratkan antara lain:
Tahan panas.
Tahan gesek.
Tahan tekanan.
Tahan minyak/ oli.
Tahan kimia.
Dan lain-lain sesuai kebutuhan.
Barang teknik karet hasil produksi Inkaba sejalan dengan perkembangan teknologi
proses produksi, selalu memperhatikan beberapa aspek produksi seperti:
Aspek Material.
Aspek Fisika.
Aspek Kimia.
Aspek Mekanik.
Aspek desain/rekayasa.
Dalam pelaksanaan proses produksi saat ini PT. Agronesia Inkaba telah didukung
oleh beberapa sarana produksi antara lain:
1. Internal Mixer.
2. Open Mill Mixing.
3. Warming Mill.
4. Calendering.
5. Extruder.
6. Compression Moulding.
7. Steam Vulcanization Vessels.
8. Injection Mould.
9. CNC Milling.
PT. Agronesia Inkaba dalam beberapa tahun terakhir telah berupaya melengkapi
laboratorium pengujiannya dengan beberapa mesin uji untuk dapat memenuhi
standar mutu yang diharapkan, dan secara terus menerus selalu berupaya
meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia untuk dapat menghasilkan
produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Laboratorium Penelitian dan
Pengembangan " PT. Agronesia Inkaba " saat ini telah dilengkapi oleh beberapa
peralatan uji antara lain:
1. Mooney Visco Meter untuk pengukuran viscositas karet.
2. Rheometer untuk menguji laju vulkanisasi karet.
3. Tensile Strength Tester untuk menguji kekuatan putus karet.
4. Aging Tester untuk uji usang karet.
5. Abrassion Tester untuk pengujian ketahanan gesek karet.
6. Ozone Tester untuk menguji kekuatan karet terhadap sinar matahari.
7. Hardness Tester untuk menguji kekerasan karet.
8. Oil Resistant Tester untuk menguji ketahanan karet terhadap oli.
4.1.2.3. Standard Operation Procedure (SOP) Sistem Perencanaan
Persediaan Bahan Baku.
PT. Agronesia Inkaba melakukan perencanaan persediaan bahan baku pada saat
pihak marketing mendapatkan Project Order yang kemudian akan menjadi
Perintah Kerja untuk beberapa bagian/divisi. Salah satunya ialah bagian PPIC
(Planning Production & Inventory Control) yang membuat detail kebutuhan
jumlah bahan baku, kemudian bahan baku yang dibutuhkan dapat di pesan oleh
bagian pengadaan untuk di produksi sesuai Project Order yang diinginkan
konsumen. Sehingga jarang sekali terjadi persediaan bahan baku karena
pemesanan bahan baku dilakukan hanya untuk memenuhi Project Order yang
telah di sepakati, metode seperti ini dapat di sebut juga sistem persediaan dengan
metode LFL (Lot For Lot).
4.1.2.4. Bahan baku sebagai objek penelitian
Bahan baku karet Brown Creep merupakan bahan baku karet utama jenis karet
alami yang pemakaianya dalam produksi relatif konstan. Brown Creep selalu di
gunakan untuk banyak jenis produk, terkadang di gunakan pada produksi untuk
produk lain dengan waktu produksi lebih cepat yang seharusnya bahan baku ini di
gunakan pada produksi untuk produk lainnya yg telah dijadwalkan. Berikut ini
adalah bahan baku
4.1.3. Data Bahan Baku
4.1.3.1. Data Pemesanan Bahan Baku Karet Brown Creep
Data pemesanan bahan baku karet Brown Creep yang digunakan ialah data
pemesanan bahan baku selama 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009. Data ini
digunakan untuk mengetahui selisih antara pemesanan dengan penggunaan bahan
baku karet Brown Creep selama periode tersebut, lihat (Tabel 4.2)
Tabel 4.2. Data pemesanan bahan baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Periode
(minggu ke-)
Pemesanan bahan baku 24 periode (minggu) tahun 2009
Brown Creep I
(Kg)
Brown Creep II
(Kg)
Brown Creep III
(Kg)
Brown Creep IV
(Kg)
25 0,00 0,00 2.000,00 0,00
26 0,00 0,00 5.400,00 0,00
27 0,00 0,00 3.000,00 0,00
28 0,00 0,00 3.624,95 0,00
29 0,00 0,00 3.000,00 0,00
30 0,00 0,00 1.000,00 0,00
31 0,00 0,00 0,00 0,00
32 0,00 0,00 1.000,00 0,00
33 0,00 400,00 1.800,00 0,00
34 0,00 200,00 2.200,00 0,00
35 0,00 0,00 3.000,00 0,00
36 0,00 240,00 2.082,00 0,00
37 0,00 520,00 2.760,00 0,00
38 0,00 4.000,00 3.000,00 0,00
39 0,00 0,00 1.200,00 0,00
40 0,00 0,00 0,00 0,00
41 0,00 0,00 41,25 0,00
42 0,00 0,00 0,00 0,00
43 0,00 0,00 0,00 0,00
44 0,00 840,00 600,00 1.000,00
45 0,00 0,00 0,00 1.000,00
46 0,00 0,00 0,00 880,00
47 0,00 0,00 1.000,00 600,00
48 0,00 0,00 0,00 1.000,00
0,00 6.200,00 36.708,20 4.480,00
Sumber : Bagian Production PT. Agronesia Divisi Inkaba
4.1.3.2. Data Penggunaan Bahan Baku Karet Brown Creep
Data penggunaan bahan baku karet Brown Creep yang digunakan ialah data
penggunaan/pemakaian bahan baku selama 24 periode (minggu) terakhir tahun
2009. Data ini merupakan data masa lalu yang akan digunakan sebagai data deret
berkala pada peramalan (Forecasting) kebutuhan bahan baku Brown Creep 12
periode (minggu) mendatang, lihat (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Data penggunaan bahan baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Periode
(minggu ke-)
Penggunaan bahan baku 24 periode (minggu) tahun 2009
Brown
Creep
I (Kg)
+ / -
Brown
Creep
II (Kg)
+ / -
Brown
Creep
III (Kg)
+ / -
Brown
Creep
IV (Kg)
+ / -
25 0,00 0,00 0,00 0,00 3.441,75 -1.441,75 674,00 -674,00
26 0,00 0,00 0,00 0,00 3.834,25 1.565,75 0,00 0,00
27 0,00 0,00 0,00 0,00 4.011,25 -1.011,25 0,00 0,00
28 0,00 0,00 0,00 0,00 3.464,70 160,25 0,00 0,00
29 0,00 0,00 0,00 0,00 3.448,40 -448,40 0,00 0,00
30 0,00 0,00 0,00 0,00 814,00 186,00 0,00 0,00
31 0,00 0,00 0,00 0,00 416,00 -416,00 0,00 0,00
32 0,00 0,00 0,00 0,00 1.153,80 -153,80 0,00 0,00
33 0,00 0,00 0,00 400,00 1.220,00 580,00 0,00 0,00
34 0,00 0,00 600,00 -400,00 1.600,00 600,00 0,00 0,00
35 0,00 0,00 0,00 0,00 2.795,00 205,00 0,00 0,00
36 0,00 0,00 0,00 240,00 2.322,20 -240,20 0,00 0,00
37 0,00 0,00 760,00 -240,00 3.718,05 -958,05 0,00 0,00
38 0,00 0,00 0,00 4.000,00 1.833,00 1.167,00 0,00 0,00
39 0,00 0,00 0,00 0,00 1.175,00 25,00 0,00 0,00
40 0,00 0,00 0,00 0,00 538,00 -538,00 0,00 0,00
41 0,00 0,00 0,00 0,00 466,00 -424,75 0,00 0,00
42 0,00 0,00 487,00 -487,00 416,00 -416,00 0,00 0,00
43 0,00 0,00 47,00 -47,00 0,00 0,00 0,00 0,00
44 0,00 0,00 86,00 754,00 600,00 0,00 1.000,00 0,00
45 0,00 0,00 1.243,15 -1.243,15 0,00 0,00 0,00 1.000,00
46 0,00 0,00 891,00 -891,00 0,00 0,00 1.000,00 -120,00
47 0,00 0,00 964,00 -964,00 570,00 430,00 600,00 0,00
48 0,00 0,00 363,95 -363,95 430,00 -430,00 1.000,00 0,00
0,00 0,00 5.442,10 757,90 38.267,40 -1.559,20 4.274,00 206,00
Sumber : Bagian Production PT. Agronesia Divisi Inkaba
Keterangan:
- Penggunaan bahan baku karet Brown Creep I tahun 2009 sama sekali tidak
ada karena tidak ada project order yg menggunakan bahan baku tersebut,
maka bahan baku Brown Creep I tidak akan di analisis dalam penelitian ini.
- (+/-) adalah selisih antara pemesanan dengan penggunaan bahan baku
- (+/-) adalah saldo akhir atau dapat dikatakan inventori awal tahun 2010
4.1.3.3. Data Biaya Pemesanan, Pembelian dan Penyimpanan Bahan Baku
Karet Brown Creep
Total Inventory Cost atau Ongkos total persediaan dalam sistem persediaan
dipengaruhi oleh beberapa biaya-biaya antara lain:
1. Biaya Pengadaan/Pemesanan
Biaya pengadaan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pemesanan, mulai saat bahan baku ada di gudang supplier sampai
ke gudang pembeli.
Biaya Telepon
Perusahaan melakukan pemesanan bahan baku melalui telepon, karena
pemesanan bahan baku di lakukan pada agen yang berlokasi di Jakarta
maka tarif percakapan yang digunakan adalah SLJJ. Berdasarkan buku
petunjuk telepon bandung edisi juni 2005-2006, tariff untuk percakapan
SLJJ dengan jarak 30-200km pada jam 08.00-20.00 adalah Rp.1290/menit
dengan biaya pembebanan 129/6 detik, penggunaan telepon diperkirakan
10 menit untuk sekali pemesanan. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan
untuk pemesanan adalah : 10 menit x Rp. 1290 = Rp. 12900 / sekali pesan
Biaya Administrasi
Ongkos ini dihitung berdasarkan penggunaan formulir-formulir dalam
melakukan aktivitas administrasi pengadaan bahan, pembelian dan
penyimpanan bahan baku. Formulir-formuir yang dikeluarkan perusahaan
dalam melakukan kegiatan administrasi adalah:
Format pemesanan
Format rencana pembelian 2 rangkap
Format surat pesanan barang 3 rangkap
Bukti penerimaan barang 3 rangkap
Format laporan pembelian 2 rangkap
Formulir-formulir tersebut dibuat pada kertas A4 70gr dengan harga Rp.
28.000/rim ditambah biaya penggunaan print 11 lembar formulir sebesar
Rp. 5.500, sehingga biaya pemakaian formulir per pemesanan bahan baku
adalah ((Rp. 28.000/500) x 11 lembar) + Rp. 5.500 = Rp. 6.116 / sekali
pesan
Biaya Pengiriman
Biaya pengiriman yang dikeluarkan oleh PT. Agronesia Inkaba atas
pemesanan Brown Creep adalah Rp. 550.000 / sekali pesan
Biaya Pembongkaran dan Penetapan Bahan Baku
Proses pembongkaran dan penetapan bahan baku dilakukan 3 orang
pekerja lepas. Upah pekerja tersebut adalah Rp. 35.000, sehingga biaya
yang dikeluarkan adalah Rp. 35.000 x 3 orang = Rp. 105.000./ bongkar
muatan pesanan
Jadi total biaya pengadaan/pemesanan bahan baku adalah sebagai berikut,
lihat (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Data biaya pemesanan bahan baku Brown Creep
No Jenis Biaya Biaya (Rp)
1 Biaya Telepon 12.900
2 Biaya Administrasi
Biaya Pembuatan formulir-formulir 6.116
3 Biaya Pengiriman 550.000
4 Biaya Pembogkaran & Penetapan 105.000
Total 674.016
2. Biaya Pembelian
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku,
ongkos pembelian ditentukan oleh jumlah kebutuhan bahan baku dan harga
per unit.
3. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan bahan baku di hitung berdasarkan biaya yang tertanam
dalam persediaan, yaitu merupakan tingkat suku bunga saat itu pada sejumlah
modal tersebut,untuk itu pihak perusahaan memperkirakan ongkos simpan
berdasarkan tingkat suku bunga bank BUMN awal tahun 2010 dalam kisaran
12% per bulan maka menjadi 3 % per minggu per kg dari harga per unit
bahan baku Brown Creep, lihat (Tabel 4.5)
Tabel 4.5. Data bahan baku dengan supplier PT Wahana Karet Persada
Jenis Bahan
% Biaya
simpan/Minggu
Harga per
unit
(Rp)/Kg
Biaya
pemesanan
(Rp)/Pesan
Biaya
penyimpanan
(Rp)/minggu
Penggunaan
24 periode
(minggu)
Faktor
Konversi
Brown Creep
I
0 0 0 0 0 0
Brown Creep
II
3% 22.000 341.106 660 5.442,10 0,15
Brown Creep
III
3% 18.000 341.106 540 38.267 1
Brown Creep
IV
3% 15.250 341.106 458 4.274 0,12
Sumber : Bagian Purchasing PT. Agronesia Divisi Inkaba
Keterangan: faktor konversi merupakan faktor untuk menentukan tingkat
kebutuhan bahan baku secara agregat dari ke empat jenis bahan Brown Creep,
frekuensi atau jumlah penggunaan bahan baku juga mempengaruhi tingkat
persediaan. Untuk itu faktor konversi didasarkan pada jumlah kebutuhan bahan
baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 untuk menentukan tingkat
kebutuhan dari setiap jenis bahan baku Brown Creep.
4.1.3.4. Lead Time dan Tingkat pelayanan pelanggan (Service Level)
Waktu antara saat pemesanan sampai datangnya bahan baku (Lead Time) adalah 7
hari. divisi pelayanan pelanggan disiapkan antara lain untuk mengatasi permintaan
yang besarnya di atas rata-rata. Tingkat pelayanan (Service Level) yang di berikan
perusahaan sebesar 95%.
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Perhitungan demand terhadap faktor konversi
Pada perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah demand/kebutuhan
bahan baku berdasarkan family bahan baku Brown Creep dengan cara mengalikan
demand/kebutuhan per item bahan baku dengan faktor konversi yang digunakan.
Total demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep 24 periode (minggu) terakhir
tahun 2009 akan dijadikan data masa lalu sebagai data deret berkala pada
peramalan (Forecasting) untuk 12 periode (minggu) pertama tahun 2010, lihat
(Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Perhitungan demand terhadap faktor konversi
Periode
(minggu ke-)
Perhitungan demand bahan baku terhadap faktor konversi
Brown Creep
I (Kg)
Brown Creep
II (Kg)
Brown Creep
III (Kg)
Brown Creep
IV (Kg)
Total (Kg)
25 0,00 0,00 3.441,75 80,88 3.522,63
26 0,00 0,00 3.834,25 0,00 3.834,25
27 0,00 0,00 4.011,25 0,00 4.011,25
28 0,00 0,00 3.464,70 0,00 3.464,70
29 0,00 0,00 3.448,40 0,00 3.448,40
30 0,00 0,00 814,00 0,00 814,00
31 0,00 0,00 416,00 0,00 416,00
32 0,00 0,00 1.153,80 0,00 1.153,80
33 0,00 0,00 1.220,00 0,00 1.220,00
34 0,00 144,00 1.600,00 0,00 1.744,00
35 0,00 0,00 2.795,00 0,00 2.795,00
36 0,00 0,00 2.322,20 0,00 2.322,20
37 0,00 182,40 3.718,05 0,00 3.900,45
38 0,00 0,00 1.833,00 0,00 1.833,00
39 0,00 0,00 1.175,00 0,00 1.175,00
40 0,00 0,00 538,00 0,00 538,00
41 0,00 0,00 466,00 0,00 466,00
42 0,00 116,88 416,00 0,00 532,88
43 0,00 11,28 0,00 0,00 11,28
44 0,00 20,64 600,00 160,00 780,64
45 0,00 298,36 0,00 0,00 298,36
46 0,00 213,84 0,00 160,00 373,84
47 0,00 231,36 570,00 96,00 897,36
48 0,00 87,35 430,00 160,00 677,35
0,00 816,32 38.267,40 512,88 39.596,60
4.2.2. Ploting data total demand
Pola data yang terbentuk pada demand/kebutuhan bahan baku karet Brown Creep
tahun 2009 menunjukan pola data Trend dengan kecendrungan mengalami
kenaikan dan penurunan, lihat (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Ploting data total demand tahun 2009
Berdasarkan pertimbangan jenis pola data yang terbentuk adalah sangat ekstrim
membentuk pola data dengan terdapat kecenderungan (Trend) dan untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya pengaruh musiman di sekitar trend
tersebut dengan mengamati prilaku pola secara terpisah antara kecenderungan
(Trend), siklus, dan musiman. Maka alternatif metode peramalan yang akan untuk
digunakan adalah:
a) Metode Dekomposisi (Trend Model Eksponential), perhitungan menggunakan
zaitun software (Zaitun Time Series)
b) Metode Dekomposisi (Trend Model Quadratic), perhitungan menggunakan
zaitun software (Zaitun Time Series)
4.2.3. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Eksponential)
Metode dekomposisi (Trend Model Eksponential) digunakan untuk mengamati
prilaku pola data terhadap kecenderungan pola eksponen, dibawah ini adalah hasil
dari perhitungan peramalan menggunakan software zaitun time series.
Tabel 4.7. Perhitungan metode Dekomposisi (Trend model Eksponential)
Periode Demand Trend Detrended Seasonal Forecast Residual
1 3.522,63 4.086,70 0,86 0,80 3.254,21 268,42
2 3.834,25 3.633,10 1,06 0,63 2.295,38 1.538,87
3 4.011,25 3.229,84 1,24 0,78 2.528,87 1.482,38
4 3.464,70 2.871,34 1,21 1,31 3.759,19 -294,49
5 3.448,40 2.552,64 1,35 1,11 2.839,77 608,63
6 814,00 2.269,30 0,36 1,71 3.869,61 -3.055,61
7 416,00 2.017,42 0,21 0,66 1.335,63 -919,63
8 1.153,80 1.793,50 0,64 0,80 1.428,15 -274,35
9 1.220,00 1.594,43 0,77 0,63 1.007,35 212,65
10 1.690,00 1.417,45 1,19 0,78 1.109,83 580,17
11 2.795,00 1.260,12 2,22 1,31 1.649,76 1.145,24
12 2.322,20 1.120,25 2,07 1,11 1.246,27 1.075,93
13 3.832,05 995,91 3,85 1,71 1.698,22 2.133,83
14 1.833,00 885,37 2,07 0,66 586,16 1.246,84
15 1.175,00 787,10 1,49 0,80 626,76 548,24
16 538,00 699,73 0,77 0,63 442,09 95,91
17 466,00 622,07 0,75 0,78 487,06 -21,06
18 489,05 553,02 0,88 1,31 724,02 -234,97
19 7,05 491,64 0,01 1,11 546,94 -539,89
20 732,90 437,07 1,68 1,71 745,29 -12,39
21 186,47 388,55 0,48 0,66 257,24 -70,77
22 253,65 345,43 0,73 0,80 275,06 -21,41
23 786,60 307,09 2,56 0,63 194,02 592,58
24 604,59 273,00 2,21 0,78 213,75 390,84
25 317,74
26 240,03
27 327,08
28 112,89
29 120,71
30 85,15
31 93,81
32 139,45
33 105,34
34 143,54
35 49,54
36 52,98
Dari hasil perhitungan peramalan menggunakan software zaitun software, dibuat
ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model Eksponensial).
Gambar 4.2. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
4.2.4. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Quadratic)
Metode dekomposisi (Trend Model Quadratic) digunakan untuk mengamati
prilaku pola data terhadap kecenderungan pola quadratik, dibawah ini adalah hasil
dari perhitungan peramalan menggunakan software zaitun time series.
Tabel 4.8. Perhitungan metode Dekomposisi (Trend model Quadratic)
Periode Demand Trend Detrended Seasonal Forecast Residual
1 3.522,63 4.626,01 0,76 0,80 3.683,66 -161,03
2 3.834,25 4.225,54 0,91 0,63 2.669,68 1.164,57
3 4.011,25 3.846,36 1,04 0,78 3.011,60 999,66
4 3.464,70 3.488,48 0,99 1,31 4.567,15 -1.102,45
5 3.448,40 3.151,89 1,09 1,11 3.506,43 -58,03
6 814,00 2.836,60 0,29 1,71 4.836,96 -4.022,96
7 416,00 2.542,60 0,16 0,66 1.683,32 -1.267,32
8 1.153,80 2.269,89 0,51 0,80 1.807,50 -653,70
9 1.220,00 2.018,48 0,60 0,63 1.275,27 -55,27
10 1.690,00 1.788,36 0,95 0,78 1.400,24 289,76
11 2.795,00 1.579,54 1,77 1,31 2.067,95 727,05
12 2.322,20 1.392,01 1,67 1,11 1.548,59 773,61
13 3.832,05 1.225,77 3,13 1,71 2.090,18 1.741,87
14 1.833,00 1.080,83 1,70 0,66 715,56 1.117,44
15 1.175,00 957,18 1,23 0,80 762,20 412,80
16 538,00 854,83 0,63 0,63 540,08 -2,08
17 466,00 773,77 0,60 0,78 605,84 -139,84
18 489,05 714,00 0,68 1,31 934,78 -445,73
19 7,05 675,53 0,01 1,11 751,52 -744,47
20 732,90 658,35 1,11 1,71 1.122,62 -389,72
21 186,47 662,47 0,28 0,66 438,59 -252,12
22 253,65 687,88 0,37 0,80 547,76 -294,11
23 786,60 734,58 1,07 0,63 464,11 3.224,92
24 604,59 802,58 0,75 0,78 628,40 -23,81
25 1.167,65
26 1.115,22
27 1.934,27
28 852,40
29 1.164,17
30 1.047,36
31 1.467,92
32 2.766,56
33 2.639,70
34 4.525,14
35 1.956,99
36 2.611,44
Dari hasil perhitungan peramalan menggunakan software zaitun software, dibuat
ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model Quadratic).
Gambar 4.3. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
4.2.5. Pemilihan metode peramalan terbaik
Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan 2 metode diatas, kemudian
dilakukan pemilihan metode terbaik berdasarkan kriteria:
Memiliki pola data Trend (naik) pada hasil peramalan 12 periode (minggu)
pertama tahun 2010.
Nilai Mean Square Error (MSE) paling kecil, merupakan nilai rata-rata
kesalahan antara demand/kebutuhan aktual dengan hasil peramalan.
Hal ini menjadi kriteria utama dalam pemilihan metode peramalan terbaik, oleh
karena itu metode yang terpilih ialah metode Dekomposisi (Trend Model
Quadratic), lihat (Tabel 4.9).
Tabel 4.9. Perbandingan kriteria metode peramalan terbaik
Method
Kriteria
Nilai MSE Forecast Demand
Dekomposisi (Trend Model Eksponential) 1.061.574,25 Trend (Turun)
Dekomposisi (Trend Model Quadratic) 1.194.336,65 Trend (Naik)
4.2.6. Validasi peramalan dengan uji Moving Range Chart (MR)
Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual
dengan nilai peramalan dalam pengujian kestabilan sistem sebab-akibat yang
mempengaruhi permintaan, lihat (Table 4.10).
Tabel 4.10. Perhitungan nilai Moving Range
Periode Demand (D
t
) Peramalan (D'
t
) e
t
(D
t
- D'
t
) MR [MR]
1 3.522,63 3.683,66 -161,03
2 3.834,25 2.669,68 1.164,57 1.325,60 1.325,60
3 4.011,25 3.011,60 999,66 -164,92 164,92
4 3.464,70 4.567,15 -1.102,45 -2.102,10 2.102,10
5 3.448,40 3.506,43 -58,03 1.044,42 1.044,42
6 814,00 4.836,96 -4.022,96 -3.964,92 3.964,92
7 416,00 1.683,32 -1.267,32 2.755,63 2.755,63
8 1.153,80 1.807,50 -653,70 613,62 613,62
9 1.220,00 1.275,27 -55,27 598,43 598,43
10 1.690,00 1.400,24 289,76 345,03 345,03
11 2.795,00 2.067,95 727,05 437,29 437,29
12 2.322,20 1.548,59 773,61 46,56 46,56
13 3.832,05 2.090,18 1.741,87 968,26 968,26
14 1.833,00 715,56 1.117,44 -624,43 624,43
15 1.175,00 762,20 412,80 -704,64 704,64
16 538,00 540,08 -2,08 -414,88 414,88
17 466,00 605,84 -139,84 -137,76 137,76
18 489,05 934,78 -445,73 -305,89 305,89
19 7,05 751,52 -744,47 -298,74 298,74
20 732,90 1.122,62 -389,72 354,75 354,75
21 186,47 438,59 -252,11 137,61 137,61
22 253,65 547,76 -294,11 -41,99 41,99
23 786,60 464,11 322,49 616,60 616,60
24 604,59 628,40 -23,81 -346,30 346,30
25 1.167,65
26 1.115,22
27 1.934,27
28 852,40
29 1.164,17
30 1.047,36
31 1.467,92
32 2.766,56
33 2.639,70
34 4.525,14
35 1.956,99
36 2.611,44
Jumlah 18.350,36
Contoh Perhitungan :
= 177,00
Pada uji moving range chart terlihat bahwa ada satu nilai MR yang berada di luar
batas kontrol bawah, hal ini dapat diabaikan dikarenakan proses produksi make to
order sehingga fluktuasi demand sangat signifikan, seperti terlihat pada (Gambar
4.4)
Gambar 4.4. Plot Data Moving Range Chart
Berikut ini adalah demand/kebutuhan bahan baku 12 periode (minggu) pertama
tahun 2010 hasil peramalan (Forecasting) metode terpilih yakni metode
Dekomposisi (Trend Model Quadratic). Data demand hasil peramalan akan di
disagregasi ke dalam end item bahan baku Brown Creep II,III, dan IV, lihat (Tabel
4.11).
Tabel 4.11. Demand hasil peramalan terpilih
Demand hasil peramalan
Periode (minggu ke-) Demand (Kg)
1 1.167,65
2 1.115,22
3 1.934,27
4 852,40
5 1.164,17
6 1.047,36
7 1.467,92
8 2.766,56
9 2.639,70
10 4.525,14
11 1.956,99
12 2.611,44
23.248,82
4.2.7. Proses Disagregasi
Merupakan proses pengelompokan kembali ke dalam demand end item bahan
baku Brown Creep II, III, dan IV dengan cara mengalikan demand dengan faktor
konversi. Seperti terlihat pada (Tabel 4.12), Demand untuk setiap end item bahan
baku Brown Creep akan digunakan sebagai kebutuhan kotor (Gross Requirement)
dalam perencanaan persediaan menggunakan metode Period Order Quantity
(POQ).
Tabel 4.12. Perhitungan disagregasi demand terhadap faktor konversi
Perhitungan Disagregasi demand terhadap faktor konversi
Periode (minggu ke-)
Brown Creep
II
Brown Creep
III
Brown Creep
IV
1 175,15 1167,65 140,12
2 167,28 1115,22 133,83
3 290,14 1934,27 232,11
4 127,86 852,4 102,29
5 174,63 1164,17 139,7
6 157,1 1047,36 125,68
7 220,19 1467,92 176,15
8 414,98 2766,56 331,99
9 395,96 2639,7 316,76
10 678,77 4525,14 543,02
11 293,55 1956,99 234,84
12 391,72 2611,44 313,37
3487,33 23248,82 2789,86
Contoh perhitungan:
Demand Brown Creep II(minggu ke-3) = demand x faktor konversi BC II
= 1.934,27 Kg x 0,15 = 290,14 Kg
4.2.8. Perhitungan Standar Deviasi
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku Brown Creep terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku
Brown Creep. Standar deviasi dari demand Brown Creep akan digunakan dalam
perhitungan Safety Stock bahan baku Brown Creep, seperti terlihat pada (Tabel
4.13; 4.14; 4.15) dibawah ini adalah tabel-tabel perhitungan standar deviasi dari
demand bahan baku Brown Creep II,III, dan IV.
Tabel 4.13. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep II
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 175,15 -115,46 13331,0116
2 167,28 -123,33 15210,2889
3 290,14 -0,47 0,2209
4 127,86 -162,75 26487,5625
5 174,63 -115,98 13451,3604
6 157,10 -133,51 17824,9201
7 220,19 -70,42 4958,9764
8 414,98 124,37 15467,8969
9 395,96 105,35 11098,6225
10 678,77 388,16 150668,1856
11 293,55 2,94 8,6436
12 391,72 101,11 10223,2321
3.487,33 278730,9215
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep II:
minggu Kg
n
Xi
X / 61 , 290
12
33 , 487 . 3
12
72 , 391 ... 28 , 167 15 , 175
= =
+ + +
= =

,
minggu Kg
n
X Xi
/ 18 , 159
11
9215 , 730 . 278
1 12
2321 , 10223 ... 28899 , 15210 0116 , 13331
1
2
= =

+ + +
=

Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
Tabel 4.14. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep III
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 1.167,65 -769,75 592517,6283
2 1.115,22 -822,18 675982,693
3 1.934,27 -3,13 9,807336111
4 852,40 -1.085,00 1177228,617
5 1.164,17 -773,23 597887,2103
6 1.047,36 -890,04 792174,1684
7 1.467,92 -469,48 220413,0353
8 2.766,56 829,16 687503,5417
9 2.639,70 702,30 493222,949
10 4.525,14 2.587,74 6696389,682
11 1.956,99 19,59 383,7028028
12 2.611,44 674,04 454327,6748
23.248,82 12388040,71
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep III:
minggu Kg
n
Xi
X / 40 , 1947
12
82 , 248 . 23
12
44 , 611 . 2 ... 65 , 167 . 1
= =
+ +
= =

,
minggu Kg
n
X Xi
/ 22 , 1061
11
71 , 040 . 388 . 12
1 12
6748 , 327 . 454 ... 6283 , 517 . 592
1
2
= =

+ +
=

Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
Tabel 4.15. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep IV
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 140,12 -92,37 8532,2169
2 133,83 -98,66 9733,7956
3 232,11 -0,38 0,1444
4 102,29 -130,20 16952,04
5 139,70 -92,79 8609,9841
6 125,68 -106,81 11408,3761
7 176,15 -56,34 3174,1956
8 331,99 99,50 9900,25
9 316,76 84,27 7101,4329
10 543,02 310,53 96428,8809
11 234,84 2,35 5,5225
12 313,37 80,88 6541,5744
2.789,86 178388,4134
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep IV:
Kg
n
Xi
X 49 , 232
12
86 , 789 . 2
12
37 , 313 ... 83 , 133 12 , 140
= =
+ + +
= =

,
minggu Kg
n
X Xi
/ 35 , 127
11
4134 , 388 . 178
1 12
5744 , 6541 ... 2169 , 532 . 8
1
2
= =

+ +
=

Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
4.2.9. Perhitungan perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep
menggunakan metode Period Order Quantity (POQ)
Pada perhitungan perencanaan persediaan bahan baku karet Brown Creep
kebutuhan kotor (Gross Requirement) yang digunakan ialah demand hasil
peramalan terpilih yang telah di disagregasi. Dari perhitungan ini akan didapatkan
Total Inventory Cost (TIC) selama 12 periode (minggu) pertama tahun 2010.
4.2.9.1 Perhitungan kuantitas pemesanan Bahan baku Brown Creep II
menurut metode POQ
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 660 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 3487,33 Kg / 12 minggu
= 290,61 Kg/ minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 757,90 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 43 , 770
/ 660 .
61 , 290 016 . 674 . 2 . . 2
=

= =

periode
D
EOQ
T POQ 3 65 , 2
33 , 3487
43 , 770
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 3 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.16).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep II di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 82 , 20 18 , 159 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
20,82 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 61 , 290
12
33 , 3487
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 43 , 311 / 61 , 290 1 82 , 20 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 311,43 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 1364,04 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan. Dibawah
ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat (tabel 4.17)
Tabel 4.17. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 3 x Rp. 674.016 Rp 2.022.048
Biaya penyimpanan 5211,62 x Rp. 660 Rp 3.439.669
Rp 5.461.717
4.2.9.2 Bahan baku Brown Creep III
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 540 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 23248,82 / 12 minggu
= 1937,40 Kg / minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 0,00 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 19 , 2199
/ 540 .
40 , 1937 016 . 647 . 2 . . 2
=

= =

periode
D
EOQ
T POQ 1 14 , 1
82 , 23248
19 , 2199
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 1 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.18).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep III di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 75 , 53 22 , 1061 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
53,75 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 40 , 1937
12
82 , 23248
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 15 , 1991 / 40 , 1937 1 75 , 53 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 1991,15 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 4525,14 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya
pembelian. Dibawah ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat
(tabel 4.19)
Tabel 4.19. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 12 x Rp. 674.016 Rp 8.088.192
Biaya penyimpanan 645 x Rp. 540 Rp 348.300
Rp 8.436.492
4.2.9.3 Bahan baku Brown Creep IV
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 458 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 2789,86 / 12 minggu
= 232,49 Kg / minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 206,00 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 21 , 827
/ 458 .
49 , 232 016 . 674 . 2 . . 2
=

= =

periode
D
EOQ
T POQ 4 56 , 3
86 , 2789
21 , 827
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 1 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.20).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep IV di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 62 , 18 35 , 127 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
18,62 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 49 , 232
12
86 , 2789
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 11 , 251 / 49 , 232 1 62 , 18 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 251,11 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 1091,23 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya
pembelian. Dibawah ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat
(tabel 4.21)
Tabel 4.21. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 3 x Rp. 674.016 Rp 2.022.048
Biaya penyimpanan 4503,16 x Rp. 458 Rp 2.062.447
Rp 4.084.495
Bab 5
Analisis
Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi bahan analisis mengenai
sistem perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep di PT. Agronesia Inkaba
yang berlokasi di jalan simpang industri No.2 bandung. Perusahaan ini bergerak di
bidang industri pengolahan karet yang menempatkan posisi produknya
(positioning Product) sebagai produksi Make To Order, karena permintaan
terhadap produk yang bervariasi dan bahan bakunya memiliki nilai inventori
(Inventory Cost) cukup tinggi. Dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku,
bagian Production Planing Inventory Control (PPIC) menggunakan metode Lot
For Lot yakni metode dalam perencanaan persediaan bahan baku yang hanya
melakukan pemesanan bahan baku kepada supplier sesuai kebutuhan dari
Perintah Kerja yang diberikan pihak marketing.
Bahan baku karet Brown Creep merupakan bahan baku karet utama jenis karet
alami, dalam produksinya digunakan untuk banyak jenis produk. Pada periode 03
s/d 08 Maret 2009 perusahaan yang akan melakukan produksi membutuhkan
bahan baku sebanyak 1.182,25 kg tetapi bahan baku yang tersedia hanya 505,40
kg sehingga dapat mengakibatkan kerugian atas kehilangan Project Order yang
seharusnya dapat dipenuhi. Fluktuasi kebutuhan yang signifikan dan penggunaan
bahan baku untuk produksi Project Order Emergency dengan waktu produksi
lebih cepat yang seharusnya bahan baku ini digunakan pada produksi Project
Order lain yg telah dijadwalkan, sehingga pemesanan secara berulang dalam
periode (minggu) yang sama sering dilakukan mengakibatkan terjadinya
kokosongan bahan baku (Out of Stock).
Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti mencoba mengajukan sistem
pengendalian bahan baku Brown Creep dengan terlebih dahulu menganalisis
bagaimana peranan sebuah metode Period Order Quantity (POQ) dapat
menghidarkan kekosongan bahan baku (Out of Stock) dilihat dari segi biaya-biaya
persediaan yang terjadi. Setelah dilakukan pengolahan data beberapa hal yang
menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.1. Analisis peramalan (Forecasting) terhadap hasil demand peramalan 12
periode (minggu) mendatang
Peramalan (Forecasting) merupakan prosedur awal dalam sebuah perencanaan
kebutuhan bahan baku Brown Creep. Pemilihan metode Time Series (deret
berkala) dengan teknik peramalan kuantitatif metode dekomposisi (Trend Model
Eksponential) metode dekomposisi (Trend Model Quadratic), merupakan langkah
awal pengolahan data terhadap data penggunaan bahan baku Brown Creep masa
lalu, lihat (Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Ploting data total demand 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Kemudian pada tahap meramalkan kebutuhan bahan baku Brown Creep untuk 12
periode (minggu) pertama tahun 2010 dengan metode peramalan terpilih yakni
metode dekomposisi (Trend Model Quadratic). Pada hasil peramalannya kuantitas
kebutuhan bahan baku Brown Creep mengalami prilaku pola data yang serupa
dengan pola data masa lalu. Hal ini menandakan tingkat kebutuhan Brown Creep
ada kemungkinan dipengaruhi oleh faktor musiman (seasonal), dengan prilaku
pola data yang fluktuatif, lihat (Gambar 5.2).
Gambar 4.2. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
5.2. Analisis hubungan antara perhitungan POQ (Period Order Quantity)
dengan ROP (ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock
Hubungan metode Period Order Quantity pada perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep adalah pengaruh terhadap titik pemesanan kembali bahan baku
(ReOrder Point) guna menyediakan persediaan bahan baku pengaman (Safety
Stock) agar tidak terjadi kokosongan bahan baku Brown Creep (Out of Stock)
selama waktu antara pemesanan dan kedatangan bahan baku dari supplier (Lead
Time), serta kemampuan daya tampung gudang jika menggunakan perencanaan
persediaan bahan baku metode POQ, lihat (Table 5.1).
Tabel 5.1 Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode POQ
Perhitungan
Metode POQ
Brown Creep
II
Brown Creep
III
Brown Creep
IV
Kebutuhan Penggunaan 3487,33 23248,82 2789,86
Frekuensi Pemesanan 3,00 11,00 3,00
Pemesanan / Periode 3 1 4
Persediaan Pengaman (Safety Stock) 20,82 53,75 18,62
Saat Pemesanan Kembali (ReOrder Point) 311,43 1.991,15 251,11
Persediaan Maksimum (Maximum Stock) 791,25 2.252,94 845,83
Kapasitas Gudang Persediaan 8.000,00 8.000,00 8.000,00
5.2.1. Brown Creep II
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 311,43 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 20,82
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 3 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan 3 periode
dengan sekali pesanan.
5.2.2. Brown Creep III
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 1991,15 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 53,75
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 1 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan per periode
dengan sekali pesanan.
5.2.3. Brown Creep IV
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 251,11 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 18,62
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 4 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan 4 periode
dengan sekali pesanan.
5.3. Analisis perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) menurut perhitungan menggunakan metode POQ (Period Order
Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan
Untuk memperoleh total biaya persediaan bahan baku yang minimal diperlukan
adanya perbandingan antara perhitungan biaya persediaan bahan baku menurut
metode Period Order Quantity (POQ), dengan perhitungan biaya persediaan
bahan baku yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui berapa besar penghematan biaya persediaan total dalam
perusahaan.
Perhitungan biaya persediaan menurut perusahaan akan dihitung menggunakan
persediaan rata-rata yang ada diperusahaan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
TIC = (Persediaan rata rata) (C) + (P) (F)
Dimana:
C = Biaya penyimpanan
P = Biaya pemesanan tiap kali pesan
F = Frekuensi pemesanan yang dilakukan perusahaan
Berikut ini adalah perhitungan biaya-biaya persediaan perusahaan. Total biaya
penyimpanan setiap periodenya akan sama karena hanya memperhitungkan biaya
persediaan rata-rata selama 12 periode (minggu). Pemesanan bahan baku Brown
Creep dihitung berdasarkan pengurangan kebutuhan kotor (Gross Requirement)
terhadap saldo awal yang dimiliki pada periode sebelumnya. Biaya-biaya
persediaan bahan baku Brown Creep II, III dan IV menurut perhitungan
perusahaan setiap periode (minggu) dapat dilihat pada (Tabel 5.2; Tabel 5.3;
Tabel 5.4).
Untuk mengetahui perbandingan total biaya persediaan bahan baku menurut POQ
dengan total persediaan bahan baku yang dijalankan perusahaan dan penghematan
yang dihasilkan selama periode 12 minggu (Januari-Maret 2010) dapat dilihat dari
dua jenis biaya persediaan yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1. Biaya pemesanan (Ordering Cost)
Terlihat pada (Table 5.4) bahwa frekuensi pemesanan bahan baku Brown
Creep II menurut perhitungan POQ dilakukan sebanyak 3 kali sedangkan
menurut perhitungan perusahaan dilakukan sebanyak 9 kali berturut-turut, hal
ini disebabkan karena perusahaan melakukan pemesanan sesuai kebutuhan
saja. Begitupun dengan frekuensi pemesanan Brown Creep III dan IV,
pemesanan yang dilakukan relatef sedikit dibandingkan dengan pemesanan
yang dilakukan oleh perusahaan.
Jika di buat ke dalam grafik maka akan terlihat bahwa pendekatan efisiensi
frekuensi pemesanan cukup mempengaruhi biaya pemesanan (Ordering Cost)
pada semua end item bahan baku Brown Creep, penghematan biaya
pemesanan terbesar terjadi pada bahan baku Brown Creep IV sebesar Rp.
2.387.742,00 hal ini dikarenakan kuantitas pemesanan Economic Order
Quantity dapat memenuhi kebutuhan 2 s/d 3 minggu berikutnya, lihat
(Gambar 5.6).
Gambar 5.6. Grafik efisiensi biaya pemesanan (Ordering Cost)
2. Biaya penyimpanan (Carrying Cost)
Pendekatan efisiensi frekuensi pemesanan yang telah dilakukan berbanding
terbalik pada biaya penyimpanan bahan baku Brown Creep, lihat (Gambar
5.7) menunjukan bahwa dengan perencanaan persediaan metode POQ
mengakibatkan kenaikan pada biaya simpan.
Gambar 5.7. Grafik kenaikan biaya penyimpanan (Carrying Cost)
Kenaikan biaya penyimpanan terbesar terjadi pada bahan baku Brown Creep
II mencapai Rp. 3.439.669,20 dikarenakan pemesanan dilakukan dengan
menggabungkan kebutuhan 3 periode kedepan serta penambahan safety stock,
hal ini dilakukan untuk menyediakan bahan baku pengaman sebagai antisipasi
jika terdapat permintaan konsumen (project Order) yang harus disegerakan
produksinya, penanggulangan produk cacat serta pengganti bahan baku yang
berceceran dan berterbangan akibat proses produksi terutama pada proses
Compounding.
3. Total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Berdasarkan dua jenis biaya persediaan bahan baku yang berbanding terbalik
antara pendekatan minimalisasi frekuensi pemesanan (Ordering Cost) dengan
biaya penyimpanan (Carrying Cost) bahan baku Brown Creep, terdapat
penghematan total biaya persediaan (Total Inventory Cost) pada perencanaan
persediaan bahan baku Brown Creep II dan Brown Creep IV dengan
menggunakan metode POQ, (lihat table 5.4).
Penghematan ini terjadi karena kebutuhan bahan baku Brown Creep II dan
Brown Creep IV relatif kecil dengan biaya pemesanan yang cukup besar
untuk pemenuhan kebutuhan satu periode (minggu). Sebaliknya pada Brown
Creep III jika menggunakan metode POQ akan menimbulkan nilai
inventory/total biaya persediaan lebih besar dibandingkan metode perusahaan
karena tingkat kebutuhan yang cukup besar.
Gambar 5.8. Grafik total inventory cost (TIC)
Bab 6
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai analisis sistem pengendalian persediaan bahan
baku karet Brown Creep menggunakan metode Period Order Quantity (POQ) di
PT. Agronesia Inkaba, didapatkan beberapa kesimpulan antara lain:
1. Berdasarkan prosedur awal dalam perencanaan persediaan bahan baku,
peramalan 12 periode (minggu) pertama tahun 2010 dilakukan menggunakan
metode metode Dekomposisi (Trend model Quadratic). Banyaknya
kebutuhan bahan baku Brown Creep untuk 12 periode awal tahun 2010 setiap
periodenya mengalami fluktuatif serupa dengan pola data masa lalu.
2. Frekuensi pemesanan bahan baku untuk Brown Creep II, III dan IV menurut
perhitungan metode Period Order Quantity mengalami penurunan sebanyak
15 kali pemesanan dari total 32 pemesanan, ini terjadi karena jumlah
unit/pemesanan bahan baku dilakukan satu kali pesan untuk dapat memenuhi
kebutuhan permintaan konsumen satu sampai empat periode berikutnya.
3. Bagian Productian Planning Inventory Control harus melakukan pemesanan
kembali bahan baku untuk:
a. Brown Creep II, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 311,43 Kg
b. Brown Creep III, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 1991,15 Kg
c. Brown Creep IV, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 251,11 Kg
Pemesanan dilakukan untuk menghindari kekurangan/kekosongan bahan
baku (Out of Stock) selama lead Time.
4. Selama lead time kebutuhan per periode akan di penuhi oleh sisa bahan baku
saat pemesanan kembali dilakukan, dan ketika pesanan bahan baku datang
persediaan pengaman bahan baku yang akan tersisa ialah : Brown Creep II
sebanyak 20,82 Kg, Brown Creep III sebanyak 53,75 Kg, Brown Creep IV
sebanyak 18,62 Kg.
5. Persediaan maksimum dalam gudang pada setiap periodenya adalah : Brown
Creep II sebanyak 1364,04 Kg, Brown Creep III sebanyak 4525,14 Kg,
Brown Creep IV sebanyak 1091,23 Kg. total bahan baku yang akan tersimpan
setiap periodenya sebanyak 6980,41 Kg dapat ditampung dengan kapasitas
gudang yang mampu menampung khusus untuk bahan baku Brown Creep
saja sebanyak 8000 Kg.
6. Berdasarkan perbandingan Total Inventory Cost antara metode Period Order
Quantity (POQ) dengan metode perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Pada Brown Creep II, Total Inventory Cost mengalami penurunan sebesar
Rp. 1.345.969,80.- karena pengaruh frekuensi pemesanan pada tingkat
kebutuhan bahan baku yang relatif kecil.
b. Pada Brown Creep III, Total Inventory Cost mengalami kenaikan sebesar
Rp. 348.300,00.- karena pengaruh tingkat kebutuhan bahan baku yang
besar pada level harga bahan baku per unit dan biaya simpan (Holding
Cost) relatif sama dengan bahan baku Brown Creep II.
c. Pada Brown Creep IV, Total Inventory Cost mengalami penurunan sebesar
Rp. 3.344.767,24.- karena pengaruh frekuensi pemesanan pada tingkat
kebutuhan bahan baku yang relatif kecil.
Kesimpulan secara keseluruhan adalah bahwa besarnya tingkat kebutuhan
bahan baku per periode (minggu) dengan persentase biaya simpan yang sama
untuk ketiga end item bahan baku Brown Creep, berpengaruh besar pada
biaya-biaya persediaan. Pada penelitian ini metode Period Order Quantity
(POQ) dapat digunakan untuk perencanaan kebutuhan bahan baku Brown
Creep II dan IV karena berada pada tingkat kebutuhan yang relatif kecil
dengan persentase biaya simpan disamakan.
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis pengendalian
persediaan bahan baku karet Brown Creep menggunakan metode Economic Order
Quantity di PT. Agronesia Inkaba, saran yang dapat peneliti sampaikan adalah
bahwa metode POQ dalam perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep
dapat diaplikasikan pada tingkat harga bahan baku yang rendah atau tinggi akan
tetapi dengan tingkat kebutuhan bahan baku yang kecil setiap periodenya.

You might also like