Professional Documents
Culture Documents
=
m bt at Ft . 1 1 + =
b) Dua Parameter Holt
Dasar pemikiran dari pemulusan linier dari Holt adalah karena kedua nilai
pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya.
Bilamana terdapat unsur trend, maka Holt memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang
asli.
Metode ini sebenarnya adanya penggabungan dari dua metode yaitu
metode double exponential smoothing dengan dua parameter yang
dikembangkan oleh Holt.
St =
1 1
bt St ( * ) 1 ( Xt *
+ + )
1 1
Bt * ) 1 ( ) St St ( * Bt
+ = m Bt St Ft * 1 1 + =
c) Dua Parameter Holt-Winter
Model Peramalan ini dapat digunakan untuk menyelidki apakah data deret waktu
dipengaruhi oleh faktor trend dan faktor musiman yang perhitunganya dilakukan
dengan menggunakan persamaan yang berbentuk
S = X + ( 1 - ) ( S + b )
t t t - 1 t-1
o o dengan
b = ( S - S ) + ( 1 - ) b
t t t-1 t - 1
Nilai peramalan pada waktu ( t + m ) ditentukan dengan rumus:
F = S + b m
t t t
Nilai yang digunakan berdasarkan nilai terbaik dari hasil penghalusan
eksponen, kemudian dengan menggunakan nilai tertentu, lakukan simulasi
untuk mendapatkan nilai yang terbaik yaitu yang memiliki nilai MAD atau
Nilai RMSE minimum.
Jika nilai ~ 0, maka data deret waktu mengalami perubahan yang halus jika
dibandingkan dengan data sebelumnya, tetapi jika nilai ~ 1, maka data deret
waktu mengalami perubahan yang cukup berarti jika dibandingkan dengan data
sebelumnya
2) Metode Triple Exponential Smoothing
a) Winter
Metode Winters didasarkan atas tiga persamaan pemulusan (smoothing),
yaitu untuk unsur stasioner, trend, dan musiman.
b) Quadratik
Kelompok metode MA dan exponential smoothing yang telah dibahas
digunakan untuk data stasioner maupun non-stasioner sepanjang data
tersebut tidak mengandung faktor musiman. Pola kesalahan data musiman
ditunjukkan dengan nilai positif kecuali nilai negatif pada setiap
pengulangan suatu periode. Jelas data tersebut memerlukan penggunaan
metode musimam jika pola kesalahan sistematis tersebut akan dihilangkan.
Metode itu adalah pemulusan trend dan musimam dari Winters. Metode
Winters didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu: untuk unsur
stasioner, trend dan musiman.
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan
merupakan ukuran tingkat perbedaan hasil peramalan dengan permintaan dengan
sebenarnya terjadi. Apabila dirumuskan
e
(t)
= X
(t)
F
(t)
Dalam menentukan ukuran kesalahan peramalan ada dua cara, yaitu:
1. Secara statistik
Terbagi atas lima jenis, yaitu:
a) Mean Error (ME)
1
n
t
t
e
ME
n
=
=
b) Mean Absolute Error (MAE)
1
n
t
t
e
MAE
n
=
=
c) Sum Square Error (SSE)
2
1
n
t
t
SSE e
=
=
d) Mean Square Error (MSE)
2
1
n
t
t
e
SSE
n
=
=
2. Secara persentase
Terbagi atas tiga jenis, yaitu:
e) Percentage Error (PE)
.100
t t
t
t
X F
PE
X
| |
=
\ .
f) Mean Percentage Error (MPE)
1
n
t
t
PE
MPE
n
=
=
g) Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
1
n
t
t
PE
MAPE
n
=
=
Hasil-hasil peramalan sangat diperlukan untuk menentukan keputusan-keputusan
yang akan diambil oleh organisasi antara lain:
a. Penjadwalan sumber-sumber tersedia, misalnya Peramalan tingkat permintaan
produk, material, keuangan, buruh atau pelayanan adalah input untuk
menjadwalkan produksi, transportasi, keuangan dan personil.
b. Kebutuhan sumber daya tambahan, misalnya Peramalan untuk kebutuhan
sumber daya tambahan masa datang.
c. Penentuan sumber daya yang diingnkan, misalnya peramalan faktor-faktor
lingkungan masa datang.
2.4.6. Prosedur Peramalan
Dalam melakukan peramalan perlu diikuti prosedur yang benar untuk
mendapatkan hasil yang baik. Prosedur peramalan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Urutkan data untuk random sampling sekitar tiga puluh item dengan interval
waktu harian, mingguan, atau bulanan tergantung dari kebutuhan perusahaan.
2. Plot data (part family) masa lalu.
3. Tentukan metode peramalan yang akan digunakan dengan di sesuaikan pola
data yang terbentuk.
4. Hitung parameter fungsi peramalan untuk masing-masing metode.
5. Hitung fitting error untuk semua metode yang digunakan.
6. Pemilihan metode terbaik dengan nilai kesalahan peramalan terkecil
7. Lakukan verifikasi peramalan
2.4.7. Akurasi metode peramalan
Akurasi metode peramalan merupakan salah satu kriteria terpenting untuk
membandingkan berbagai metode peramalan. Biaya, kemudahan aplikasi, dan
persyaratan spesifik dari suatu situasi perencanaan adalah faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemilihan metode permalan. Sukar menentukan metode mana
yang akan, memberikan ramalan paling akurat dalam suatu situasi tertentu. Tetapi,
selama bertahun-tahun, banyak bukti empirik telah dikumpulkan baik berupa data
hipotetik maupun nyata yang memungkinkan beberapa kesimpulan umum tentang
akurasi relatif dari berbagai metode peramalan.
Kesimpulan paling menonjol, didukung oleh sejumlah telaah, adalah bahwa
merode yang lebih canggih tidak menjamin dihasilkannya hasil yang lebih akurat
ketimbang metode yang lebih sederhana yang lebih mudah diterapkan dan lebih
murah. Juga ada dukungan kuat dalam literatur ata pandangan bahwa, terlepas dari
daya tarik logik mereka, model-model causal yang canggih tidak lebih baik
daripada model-model deret berkala (Amstrong, 1978). Apalagi, dengan perataan
eksponensial, model-model deret berkala yang lebih sederhana seringkali
memberi hasil yang cukup baik dibandingkan model-model deret berkala yang
lebih kompleks, contohnya adalah metode Box-jenkins (Makridakis, 19981).
Dalam beberapa situasi penting, lebih dari satu metode peramalan tampaknya
cocok untuk digunakan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita memilih
metode untuk peramalan. Makridakis dan Winkler (1983) secara empirik
memperkirakan dampak dari jumlah dan pilihan metode peramalan atas akurasi
ramalan bila hasil dari metode yang digunakan dirata-ratakan langsung untuk
mendapatkan hasil ramalan akhir. Temuan-temuan pokok mereka adalah sebagai
berikut:
a. Akurasi peramalan meningkat jika ramalan dari lebih banyak metode
dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan akhir, tetapi dampak marjinal
dari penambahan suatu metode berkurang semakin banyaknya jumlah metode
yang digunakan.
b. Resiko kesalahan yang lebih besar dalam peramalan yang mungkin
disebabkan oleh pemilihan metode yang keliru berkurang bila hasil dari dua
atau lebih metode dikobinasikan.
c. Variabilitas dalam akurasi ramalan di antara berbagai kombinasi metode
peramalan berkurang dengan makin banyaknya metode yang digunakan.
Jadi, alternatif praktis yang bisa kita lakukan bila kita tidak pasti mengenai
metode peramalan yang terbaik adalah mengambil rata-rata ramalan dari dua
atau beberapa model peramalan.
Berdasarkan bukti-bukti empirik yang dilaporkan dalam literatur, kita dapat secara
layak menyimpulkan bahwa dalam suituasi produksi atau operasi yang ditandai
oleh kebutuhan untuk menghasilkan ramalan untuk ribuan mata produk secara
rutin, perataan eksponensial adalah metode peramalan yang paling efektif biaya.
Dengan pengembagan program komputer yang cepat dan mudah digunakan (user
friendly), model peramalan deret berkala yang lebih canggih dapat menjadi praktis
untuk siutasi produksi atau operasi rutin.
2.4.8. Validasi hasil peramalan
Langkah penting setelah peramalan adalah verifikasi peramalan sedemikian rupa
sehingga dapat mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang
mendasari permintaan itu. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat
dipercaya dan sistem sebab akibat belum berubah, hasil peramalan akan terus
digunakan. Jika selama proses verifikasi ditemukan keraguan atas validitas
peramalan maka harus dicari metode yang lebih cocok.
Validitas harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Setelah suatu
peramalan dibuat maka akan selalu timbul pertanyaan kapankah suatu metode
peramalan baru harus digunakan. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan
permintaan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi
terhadap peramalan tersebut apabila ditemukan bukti meyakinkan akan adanya
perubahan pola permintaan. Selain itu penyebab perubahan pola permintaanpun
harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan segera setelah perubahan pola
permintaan diketahui.
Terdapat banyak perkakas yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan
dan mendeteksi perubahan sistem sebab akibat yang melatar belakangi perubahan
pola permintaan. Tetapi bentuk yang paling sederhana diusulkan oleh Biegel
adalah peta kendali peramalan, mirip dengan peta kendali kualitas. Peta kendali
ini dapat dibuat dengan ketersediaan data yang minim. Peta Moving Range
dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan.
Dengan kata lain, kita melihat data permintaan aktual dan membandingkannya
dengan nilai peramalan pada periode yang sama.
Peta tersebut dikembangkan ke periode yang akan datang hingga kita dapat
membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Selama periode dasar
(periode pada saat menghitung peramalan), peta Moving Range digunakan untuk
melakukan verifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan
ditentukan, peta Moving Range digunakan untuk pengujian kestabilan sistem
sebab-akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat didefinisikan
sebagai:
Dan rata-rata Moving Range persamaannya ialah:
1 N
MR
MR
Garis tengah peta Moving Range adalah pada titik nol. Batas kendali atas dan
bawah pada peta Moving Range adalah:
MR BKA 66 , 2 + = MR BKB 66 , 2 =
Sekurang-kurangnya harus ada 10 (lebih disukai 20) data jika ingin membuat pola
Moving Range. Batas ini ditetapkan sedemikian sehingga diharapkan hanya akan
ada tiga dari 1000 titik yang berada diluar batas kendali (jika sistem sebab-akibat
yang melatar belakangi tetap sama). Jika ditemukan satu titik yang berada diluar
batas kendali pada saat peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data
harus diabaikan atau mencari peramalan baru.
Jika ditemukan sebuah titik berada diluar batas kendali, maka harus diselidiki
penyebabnya. Penemuan itu mungkin saja membutuhkan penyelidikan yang
ekstensif. Jika semua titik berada dalam batas kendali, diasumsikan bahwa
peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika ada titik yang berada
diluar batas kendali, jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan harus
direvisi.
Suatu hasil peramalan dinyatakan tidak valid apabila memenuhi salah satu kondisi
berikit ini :
a. Terdapat satu atau lebih nilai error yang berada diluar batas kontrol
menunjukan bahwa metode peramalan tersebut tidak dapat digunakan untuk
peramalan selanjutnya, perlu dilakukan perbaikan dengan pengambilan data
baru (fakta-fakta) selanjutnya pada periode berikutnya untuk mengetahui
metode apalagi yg sesuai untuk digunakan.
b. Pada 3 titik nilai error yang berurutan, terdapat 2 titik atau lebih yang terdapat
diluar daerah A.
c. Pada 3 titik nilai error yang berurutan, terdapat 2 titik atau lebih yang terdapat
diluar daerah B.
d. Terdapat 8 titik berurutan yang berada disalah satu sisi.
2.5. Economical Order Quantity (EOQ)
Untuk menentukan kebijakan persediaan yang tepat dapat digunakan analisis
Kuantitas pesanan yang ekonomis (Economical Order Quantity). Economical
Order Quantity merupakan salah satu model yang diperkenalkan oleh Ford Harris
pada tahun 1914. Metode ini paling dikenal dalam teknik pengendalian persediaan
dan banyak digunakan sampai saat ini.
Menurut Martono, D A Harjito dalam buku Manajemen Keuangan (2005: 85)
Economical Order Quantity (EOQ) adalah jumlah bahan yang dapat dibeli
dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah pesanan bahan
yang optimal.
Dalam pengelolaan persedian bahan baku menggunakan metode ini ada dua jenis
biaya yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1. Biaya Pesan (Ordering Cost) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses
pemesanan suatu barang. Biaya pesan ini meliputi:
a. Biaya selama proses pesanan
b. Biaya pengiriman permintaan
c. Biaya penerimaan bahan
d. Biaya penempatan bahan kedalam gudang
e. Biaya proses pembayaran
2. Biaya Simpan (Carrying Cost) yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan
dalam rangka proses penyimpanan suatu barang yang dibeli.
a. Biaya sewa gudang
b. Biaya pemeliharaan bahan di gudang
c. Biaya modal (bunga) yang diperlukan untuk investasi barang yang
disimpan
d. Biaya asuransi
e. Biaya keusangan barang (kadaluarsa barang)
Elsayed, Boucher (1994 : 107) dalam bukunya Analysis and Control of
Production System metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan solusi
untuk perkiraan tingkat pelayanan (Service Level) yang tinggi hingga 95%. Secara
matematis perhitungan EOQ dapat dihitung dengan persamaan:
h
2.A.
EOQ
D
=
Keterangan :
EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis
S = Biaya pemesanan per pesanan
D = Rata-rata Demand per periode waktu
H = Biaya penyimpanan per unit
Biaya penyimpanan = Persentase biaya simpan x Harga per unit
2.6. Period Order Quantity (EOQ)
Penerapan lot size dengan menggunakan metode Periodic Order Quantity ( POQ )
ini perhitungannya didasarkan pada metoda Economic Order Quantity (EOQ)
kemudian dimodifikasi agar dapat dipakai pada periode permintaan yang bersifat
diskrit. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode EOQ tentunya dapat
diperoleh mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval
periode pemesanannya. Dibandingkan dengan metode EOQ, metoda ini akan
memberikan ongkos simpan yang lebih kecil dengan ongkos pesan yang sama.
Kesulitan yang dihadapi dalam metode ini adalah bagaimana menentukan besar
kecilnya interval periode pemesanan apabila sifat kebutuhannya adalah
diskontinu. Penerimaan order hanya dilaksanakan pada periode dengan demand
yang positif, artinya jika pada suatu periode penerimaan tidak ada demand, maka
penerimaan order disatukan pada periode terdekat dengan demand yang positif.
Pada POQ ini ukuran lot bervariasi untuk memenuhi demand selama peiode
waktu yang ditetapkan. Periode waktu yang ditetapkan dihitung seperti
menentukan Economic Order Interval (EOI) tetapi dengan menggunakan tingkat
demand rata-rata. Ukuran lot adalah total demand untuk selama EOI atau selang
waktu pemesanan.
D
EOQ
T POQ . =
Penerimaan order hanya dilaksanakan pada periode dengan demand positif,
artinya jika pada suatu periode penerimaaan tidak ada demand, maka penerimaan
order disatukan pada periode terdekat dengan demand positif.
2.7. Safety Stock dan Service Level
Persediaan Penyelamat (Safety Stock) menurut Assauri, Sofjan (1999: 186) adalah
persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan bahan (Out of Stock). Kemungkinan terjadinya Out of Stock
dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada
perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang
dipesan. Pengadaan persediaan penyelamat oleh perusahaan dimaksudkan untuk
mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya Out of Stock.
Untuk menaksir besarnya Safety Stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti
yaitu dengan metode sebagai berikut :
1. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian
maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu
(misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan Lead
Time. Berikut ini adalah persamaannya:
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time
2. Metode Statistika.
Untuk menentukan besarnya Safety Stock dengan metode ini, terlebih dahulu
harus menghitung Standar Deviasi dari demand. Standar Deviasi merupakan
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan
penyimpangan setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan
baku. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesalahan perhitungan
hasil peramalan (demand) terhadap demand rata-rata, ini akan berpengaruh
terhadap perhitungan Safety Stock/persediaan pengaman selama Lead Time.
Langkah-langkah menghitung Standar Deviasi dengan metode statistika
adalah:
h) Menghitung rata-rata demand
i) Menghitung deviasi (selisih antara demand dengan rata-rata demand)
j) Menghitung total deviasi.
k) Menghitung Standar Deviasi
Persamaan perhitungan standar deviasi ialah sebagai berikut:
Keterangan:
= Standar Deviasi (tingkat kesalahan)
Xi = Demand/kebutuhan bahan baku
= Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku
n = Jumlah periode
Untuk menghitung besarnya Safety Stock dipengaruhi dua faktor yaitu:
1. Besarnya derajat signifikan standar deviasi pada kurva normal (Z) yang
Digunakan dalam hal ini adalah Service Level.
2. Lamanya jangka waktu (Lead Time) yang digunakan sebagai dasar
perhitungan.
Penentuan kapasitas persediaan pengaman (Safety Stock) dilakukan untuk
menjaga atau menghindari kekosongan bahan baku (Out of Stock) sehingga
permintaan (Project Order) dapat di penuhi selama masa Lead Time. Adapun
persamaan dalam menghitung Safety Sstock adalah sebagai berikut:
, ) . . LT Z SS Stock Safety =
Keterangan:
SS= Persediaan pengaman selama Lead Time
Z = perhitungan pada table Z kurva normal
LT= Lead Time
= Standar Deviasi
Faktor-faktor yang menentukan persediaan pengaman menurut (Assauri, Sofjan)
adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan baku rata-rata
Untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode tertentu,
khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan
baku pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan karena setelah kita
mengadakan pesanan penggantian, maka pemenuhan kebutuhan atau
permintaan dari pelanggan sebelum barang yang dipesan datang, harus dapat
dipenuhi dari persediaan yang ada.
2. Faktor waktu (Lead Time)
Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan
bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut
dan diterima di gudang persediaan.
2.8. Titik pemesanan kembali (ReOrder Point)
ROP (Re Order Point) atau titik pemesanan kembali adalah saat harus diadakan
pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu
persediaan diatas safety stock sama dengan nol (Martono, D A Harjito, 2005: 88).
Untuk menentukan ReOrder Point (ROP) dapat digunakan persamaan sebagai
berikut:
Keterangan:
ROP = Titik pemesanan kembali (sisa persediaan)
SS = Persediaan pengaman (Safety Stock)
d = Kebutuhan bahan baku Brown Creep per hari
LT = (Lead Time)
Saat kapan pemesanan harus dilakukan kembali perlu ditentukan secara baik
karena kekeliruan saat pemesanan kembali tersebut dapat berakibat terganggunya
proses produksi.
Ada dua faktor yang menentukan ReOrder Point:
1. Penggunaan bahan selama Lead Time
Waktu tunggu (Lead Time) juga ditentukan oleh jarak antara perusahaan dan
sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain sebagainya. Selama
waktu tunggu proses produksi diperusahaan tidak boleh terganggu. Oleh
karena itu, penggunaan bahan selama waktu tunggu perlu diperhitungkan
dengan cermat sehingga perusahaan tidak sampai kekurangan bahan.
2. Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Adalah persediaan minimal yang ada dalam perusahaan. Persediaan ini
merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
perusahaan kekurangan barang atau ada keterlambatan bahan yang dipesan
sampai di perusahaan. ROP harus dilakukan ketika jumlah barang atau bahan
tepat sama dengan jumlah barang yang dijadikan safety stock ditambah
kebutuhan selama waktu tertentu.
Bab 3
Metode Pemecahan Masalah
3.1. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah dalam penelitian ini, merupakan kerangka berpikir
dalam menyelesaikan penelitian pengendalian persediaan bahan baku karet di PT.
Agronesia Inkaba.
Gambar 3.1 Flowchart pemecahan masalah
3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
3.2.1. Observasi dan Wawancara Langsung
Untuk mendapatkan data-data yang di perlukan dalam penelitian ini, penulis
melakukan penelitian langsung ke bagian Planning Production & Inventory
Control (PPIC) dan bagian Receiving/gudang bahan baku di PT. Agronesia
Inkaba. Untuk mendapatkan data-data yang di perlukan penulis melakukan
wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan sebagai bahan identifikasi
masalah.
3.2.2. Tinjauan Pustaka.
Bentuk perolehan data yang bersumber dari sumber-sumber kepustakaan, tentang
teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian analisis pengendalian persediaan
bahan baku menggunakan metode Period Order Quantity (POQ) sebagai usaha
meminimumkan biaya persediaan di PT. Agronesia Inkaba.
3.2.3. Identifikasi, Tujuan, dan Pembatasan Masalah
Identifikasi metode pengendalian persediaan bahan baku, dengan menganalisis
bagaimana kondisi Total Inventory Cost/total biaya persediaan bahan baku PT.
Agronesia Inkaba.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan metode
pengendalian persediaan bahan baku yang diusulkan dengan metode pengendalian
persediaan bahan baku yang telah diterapkan oleh perusahaann terhadap nilai
Total Inventory Cost/total biaya persediaan sebagai usaha meminimumkan biaya
persediaan sehingga perusahaan bisa melakukan penghematan biaya produksi.
Batasan-batasan masalah disini ialah sebagai upaya agar penelitian ini lebih
terfokus dan tidak meluas pada bahasan yang tidak dicantumkan dalam penelitian
ini, sehingga penelitian dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang
diharapkan.
3.2.4. Pengumpulan Data
Pengumpulan beberapa data dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan
bagian Planning Production & Inventory Control (PPIC) dan bagian
Receiving/gudang bahan baku berupa profile umum PT. Agronesia Inkaba dan
beberapa data yang bersumber dari bagian produksi dan bagian Furchasing.
3.2.5. Pengolahan Data
Pengolahan data ini merupakan tindak lanjut dari langkah sebelumnya dengan
melakukan analisis pengendalian persediaan bahan baku menggunakan metode
Period Order Quantity (POQ), menentukan jumlah Safety Stock (SS), dan
menentukan ReOrder Point (ROP) yang ekonomis hingga di dapat total biaya
persediaan/Total Inventory Cost (TIC) sebagai pembanding dengan metode
pengendalian persediaan bahan baku yang telah di terapkan oleh PT. Agronesia
Inkaba. Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan datanya, yaitu:
3.2.5.1. Perhitungan total demand terhadap faktor konversi
Perhitungan ini dilakukan karena 3 jenis bahan baku karet merupakan satu family
bahan baku Brown Creep, untuk mendapatkan total demand/kebutuhan bahan
baku Brown Creep peneliti menggunakan faktor konversi berdasarkan tingkat
kebutuhan bahan baku Brown Creep selama 24 periode (minggu) terakhir tahun
2009, karena demand/kebutuhan bahan baku ini sangat fluktuatif terutama pada
kebutuhan bahan baku Brown Ccreep II dan IV sangat sedikit dibandingkan
kebutuhan bahan baku Brown Creep III, dan hal ini akan cukup berpengaruh pada
tingkat kebutuhan hasil peramalan di masa mendatang. total demand/kebutuhan
pada 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 akan dijadikan sebagai data masa
lalu untuk meramalkan kebutuhan bahan baku Brown Creep 12 periode (minggu)
mendatang. Adapun persamaan perhitungan demand terhadap faktor konversi
adalah sebagai berikut:
3.2.5.2. Ploting data total demand
Pembuatan plot data total demand bahan baku Brown Creep 24 periode (minggu)
terakhir tahun 2009 bertujuan untuk mengetahui pola data kebutuhan yang
terbentuk selama 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 sehingga peneliti dapat
menentukan beberapa alternatif metode peramalan yang dapat digunakan.
3.2.5.3. Analisa kebutuhan (Forecasting)/peramalan kebutuhan bahan baku
karet Brown Creep.
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa alternatif metode peramalan
menyesuaikan pola data yg terbentuk dalam ploting data demand 24 periode
(minggu) terakhir tahun 2009, penggunaan beberapa alternatif metode peramalan
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metode peramalan yang terbaik
untuk kebutuhan bahan baku Brown Creep.
3.2.5.4. Pemilihan metode peramalan terbaik
Pemilihan metode terbaik dilakukan dengan melihat perbandingan nilai MSE
terkecil dan pola data yang terbentuk di masa mendatang bergerak naik dari setiap
metode peramalan yang digunakan untuk mengetahui posisi jumlah permintaan 12
periode (minggu) mendatang.
3.2.5.5. Validasi peramalan dengan uji Moving Range Chart .
Uji Moving Range Chart merupakan pengujian terhadap validitas sebuah metode
peramalan, digunakan untuk pengujian kestabilan sistem sebab-akibat yang
mempengaruhi permintaan. peramalan dikatakan valid/sah jika data moving range
(MR) masih dalam batas BKA (Batas Kontrol Atas) dan BKB (Batas Kontrol
Bawah) dan sebaliknya. Jika ditemukan satu titik yang berada diluar batas kendali
pada saat peramalan diverifikasi maka harus ditentukan apakah data harus
diabaikan (dengan kata lain dapat di selidiki penyebabnya) atau mencari
peramalan baru. Adapun bentuk persamaan dari uji moving range chart tersebut
adalah sebagai berikut:
Perumusan nilai MR
Perumusan nilai rata-rata MR
Perumusan batas kontrol
Keterangan:
MR = Moving Range (jarak pergerakan antar demand)
D
t
= Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep pada periode (t)
D
t
= Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep hasil peramalan pada
periode (t)
= Rata-rata Moving Range (rata-rata jarak pergerakan antar demand)
n = Jumlah periode (t)
3.2.5.6. Proses disagregasi
Merupakan proses pengelompokan demand kembali dari hasil peramalan demand
Brown Creep menjadi demand masing-masing jenis Brown Creep, yakni Brown
Creep II, III, IV.perhitungan dilakukan dengan mengaikan demand hasil
peramalan dengan faktor konversi, sebagai berikut:
3.2.5.7.Perhitungan Standar Deviasi.
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesalahan perhitungan hasil peramalan
(demand) terhadap demand rata-rata, ini akan berpengaruh terhadap perhitungan
Safety Stock/persediaan pengaman selama Lead Time. Persamaan perhitungan
standar deviasi ialah sebagai berikut:
Keterangan:
= Standar Deviasi (tingkat kesalahan)
Xi = Demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep
= Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep
n = Jumlah periode peramalan
3.2.5.8. Perhitungan persediaan bahan baku brown creep menggunakan
metode Period Order Quantity (POQ)
Dalam penelitian ini metode POQ digunakan karena merupakan metode dalam
sistem pengendalian persediaan bahan baku yang bertujuan menghemat total biaya
persediaan/Total Inventory Cost (TIC) dengan menentukan frekuensi pemesanan
dan kuantitas pemesanan bahan baku secara ekonomis. Perumusan metode POQ
ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis
POQ = Jumlah pemesanan berdasarkan periode
T = Jumlah periode
S = Biaya pemesanan per pesanan
D = Rata-rata Demand per periode waktu (minggu)
H = Biaya penyimpanan per unit
Biaya penyimpanan = Persentase biaya simpan x Harga per unit
3.2.5.9. Penentuan persediaan pengaman (Safety Stock)
Penentuan kapasitas persediaan pengaman (Safety Stock) dilakukan untuk
menjaga atau menghindari kekosongan bahan baku (Out of Stock) sehingga
permintaan (Project Order) dapat di penuhi selama masa Lead Time. Adapun
persamaan dalam menghitung Safety Sstock adalah sebagai berikut:
. . LT Z SS Stock Safety
Keterangan:
SS = Persediaan pengaman selama Lead Time
Z = perhitungan pada table Z kurva normal
LT = Lead Time (jarak antara waktu pesan dengan waktu kedatangan bahan
baku)
= Standar Deviasi
3.2.5.10. Penentuan pemesanan kembali (Re Order Point)
Titik pemesanan kembali (Re Order Point) merupakan saat dimana sisa bahan
baku mendekati jumlah unit Safety Stock sehingga perusahaan harus melakukan
pemesanan kembali agar tidak terjadi kekurangan bahan baku Brown Creep.
Perhitungan titik pemesanan kembali ialah:
Keterangan:
ROP = Titik pemesanan kembali
SS = Persediaan pengaman (Safety Stock)
d = Kebutuhan bahan baku Brown Creep per hari
LT = Waktu antara saat pemesanan sampai datangnya bahan baku (Lead
Time)
3.2.5.11. Penentuan persediaan maksimum (Maximum Stock)
Menentukan persediaan maksimum bahan baku dapat dihitung dengan
menjumlahkan jumlah unit pemesanan bahan baku berdasarkan perhitungan
metode POQ dengan jumlah unit persediaan pengaman (Safety Stock). Kapasitas
gudang dapat menampung sebanyak 4000 Kg unit bahan baku Brown Creep.
Berikut adalah persamaan perhitungan persediaan maksimum:
3.2.5.12. Menghitung total biaya persediaan (Total Inventoty Cost)
Perhitungan Total Inventory Cost atau total biaya persediaan dilakukan dengan
cara menjumlahkan biaya-biaya yang terjadi dalam perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep, antara lain adalah : Biaya pemesanan, Biaya penyimpanan,
dan Biaya pembelian.
3.2.6. Analisis
3.2.7.1. Analisis Demand terhadap hasil peramalan 12 periode (minggu)
mendatang
Analisis tingkat kebutuhan bahan baku karet Brown Creep terhadap perencanaan
kuantitas kebutuhan pada periode mendatang.
3.2.7.1. Analisis hubungan antara perhitungan POQ (Period Order Quantity),
ROP (ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock
Analisis yang dilakukan dari pengumpulan dan pengolahan data mengenai
hubungan yang terjadi antara perhitungan POQ (Period Order Quantity), ROP
(ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock terhadap frekuensi
pemesanan bahan baku Brown Creep untuk menghindari terjadinya kekurangan
bahan baku (Out of Stock) .
3.2.7.2. Analisis perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) menurut perhitungan menggunakan metode POQ (Period Order
Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan
Analisis bagaimana perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) bahan baku karet Brown Creep menurut perhitungan menggunakan metode
POQ (Period Order Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan.
3.2.7. Kesimpulan dan Saran
Berisikan tentang kesimpulan dan saran penulis mengenai peramalan dan usulan
sistem perencanaan persediaan bahan baku karet Brown Creep menggunakan
metode POQ (Period Order Quantity) di PT. Agronesia Inkaba.
Bab 4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1. Sejarah Perusahaan
Perseroan Terbatas (PT) Agonesia Divisi Barang Teknik dengan merk dagang
merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Propinsi
Jawa Barat yang dalam perkembangannya terbentuk melalui Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Barat No. 4 tahun 2002 tentang perubahan bentuk hukum
Perusahaan Daerah Industri Jawa Barat menjadi Perseroan Terbatas (PT) tanggal
12 april 2002 dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Barat
tahun 2002 No. 8 Seri D.
Selanjutnya dengan akta notaris Popy Kuntari Sustresna, S.H., M.Hum, dikota
Bandung tanggal 17 Juni 2002 nomor 8 telah didirikan sebagai Badan Hukum
Perseroan Terbatas dengan nama PT Agronesia.
Tujuan pendiriannya untuk menjadi:
1. Salah satu sarana dalam usaha pemerintah daerah menambah sumber
pendapatan daerah.
2. Turut serta dalam melaksanakan usaha-usaha pembangunan sesuai dengan
fungsinya serta meningkatkan produksi/jasa dan perdagangan di bidang
karet, plastik dan kimia.
Adapun bisnis intinya meliputi:
- Industri, meliputi: barang-barang ddari karet, makanan, minuman dan
pengalengan/pembotolan (amatil), es balok, tekstil, pengolahan kayu
triplek.
- Perdagangan, meliputi: ekspor-impor dan perdagangan makanan dan
minuman.
Dilihat dari sejarahnya, pendirian PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet
dengan merek dagang " " mengalami beberapa periode perubahan sebagai
berikut dibawah ini:
Tabel 4.1. Periode pendirian PT. Agoneia Divisi Industri Teknik Karet
No Periode Nama Perusahaan
Tahun
Pendirian
1 Sebelum 1945 N.V. FATERU (Fabriek Technische Rubberwaren) 1933
2 Sebelum 1945 Priangan Komo Kojo 1942
3 1945 1959 N.V. Fateru Bandoeng 1946
4 1959 1972
N.V. INKABA
(Perusahaan Negara Industri Karet Bandung)
1956
5 1959 1972 P.D. KARKIM Unit 2INKABA 1963
6 1972 1979 P.D. INKABA RUBIN 1972
7 1979 2002 P.D. Karet Kimia Unit Inkaba 1979
8 1979 2002 P.D. Karet Kimia Unit Inkaba 1981
9 1979 -2002 Perusahaan Daerah Industri Unit Inkaba 1999
10 2000 2004 P.T. Agronesia Divisi Barang Teknik Karet 2002
11 2004 - Sekarang P.T. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet 2004
4.1.2. Profil Perusahaan
4.1.2.1. Lokasi perusahaan
PT. AGRONESIA INKABA berlokasi di Jl. Simpang Industri No.2 Telp. (022)
6030352-6031385 Fax. 6030352. BANDUNG
4.1.2.2. Ruang lingkup usaha dan fasilitas
PT. Agronesia mempunyai beberapa divisi industri dan salah satunya yang akan
diteliti adalah divisi industri karet bandung yakni PT. Agronesia Inkaba, dengan
ruang lingkup produk antara lain:
1. Matting
2. Selang
3. Press dan
4. produk umum : sparepart automotif, dll
Sistem produksi lebih menggunakan sistem Make To Order dengan kata lain
produk akan di produksi berdasarkan Project Order (pesanan) yang diberikan oleh
bagian marketing, akan tetapi ada beberapa produk yang di produksi Make To
Stock (di produksi untuk di simpan sebagai persediaan) karena kebutuhan
permintaan produk dipastikan akan selalu ada. PT. Agronesia Inkaba dapat
memproduksi berbagai jenis barang teknik karet sesuai dengan spesifikasi
kebutuhan baik desain maupun sifat fisik yang dipersyaratkan antara lain:
Tahan panas.
Tahan gesek.
Tahan tekanan.
Tahan minyak/ oli.
Tahan kimia.
Dan lain-lain sesuai kebutuhan.
Barang teknik karet hasil produksi Inkaba sejalan dengan perkembangan teknologi
proses produksi, selalu memperhatikan beberapa aspek produksi seperti:
Aspek Material.
Aspek Fisika.
Aspek Kimia.
Aspek Mekanik.
Aspek desain/rekayasa.
Dalam pelaksanaan proses produksi saat ini PT. Agronesia Inkaba telah didukung
oleh beberapa sarana produksi antara lain:
1. Internal Mixer.
2. Open Mill Mixing.
3. Warming Mill.
4. Calendering.
5. Extruder.
6. Compression Moulding.
7. Steam Vulcanization Vessels.
8. Injection Mould.
9. CNC Milling.
PT. Agronesia Inkaba dalam beberapa tahun terakhir telah berupaya melengkapi
laboratorium pengujiannya dengan beberapa mesin uji untuk dapat memenuhi
standar mutu yang diharapkan, dan secara terus menerus selalu berupaya
meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia untuk dapat menghasilkan
produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Laboratorium Penelitian dan
Pengembangan " PT. Agronesia Inkaba " saat ini telah dilengkapi oleh beberapa
peralatan uji antara lain:
1. Mooney Visco Meter untuk pengukuran viscositas karet.
2. Rheometer untuk menguji laju vulkanisasi karet.
3. Tensile Strength Tester untuk menguji kekuatan putus karet.
4. Aging Tester untuk uji usang karet.
5. Abrassion Tester untuk pengujian ketahanan gesek karet.
6. Ozone Tester untuk menguji kekuatan karet terhadap sinar matahari.
7. Hardness Tester untuk menguji kekerasan karet.
8. Oil Resistant Tester untuk menguji ketahanan karet terhadap oli.
4.1.2.3. Standard Operation Procedure (SOP) Sistem Perencanaan
Persediaan Bahan Baku.
PT. Agronesia Inkaba melakukan perencanaan persediaan bahan baku pada saat
pihak marketing mendapatkan Project Order yang kemudian akan menjadi
Perintah Kerja untuk beberapa bagian/divisi. Salah satunya ialah bagian PPIC
(Planning Production & Inventory Control) yang membuat detail kebutuhan
jumlah bahan baku, kemudian bahan baku yang dibutuhkan dapat di pesan oleh
bagian pengadaan untuk di produksi sesuai Project Order yang diinginkan
konsumen. Sehingga jarang sekali terjadi persediaan bahan baku karena
pemesanan bahan baku dilakukan hanya untuk memenuhi Project Order yang
telah di sepakati, metode seperti ini dapat di sebut juga sistem persediaan dengan
metode LFL (Lot For Lot).
4.1.2.4. Bahan baku sebagai objek penelitian
Bahan baku karet Brown Creep merupakan bahan baku karet utama jenis karet
alami yang pemakaianya dalam produksi relatif konstan. Brown Creep selalu di
gunakan untuk banyak jenis produk, terkadang di gunakan pada produksi untuk
produk lain dengan waktu produksi lebih cepat yang seharusnya bahan baku ini di
gunakan pada produksi untuk produk lainnya yg telah dijadwalkan. Berikut ini
adalah bahan baku
4.1.3. Data Bahan Baku
4.1.3.1. Data Pemesanan Bahan Baku Karet Brown Creep
Data pemesanan bahan baku karet Brown Creep yang digunakan ialah data
pemesanan bahan baku selama 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009. Data ini
digunakan untuk mengetahui selisih antara pemesanan dengan penggunaan bahan
baku karet Brown Creep selama periode tersebut, lihat (Tabel 4.2)
Tabel 4.2. Data pemesanan bahan baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Periode
(minggu ke-)
Pemesanan bahan baku 24 periode (minggu) tahun 2009
Brown Creep I
(Kg)
Brown Creep II
(Kg)
Brown Creep III
(Kg)
Brown Creep IV
(Kg)
25 0,00 0,00 2.000,00 0,00
26 0,00 0,00 5.400,00 0,00
27 0,00 0,00 3.000,00 0,00
28 0,00 0,00 3.624,95 0,00
29 0,00 0,00 3.000,00 0,00
30 0,00 0,00 1.000,00 0,00
31 0,00 0,00 0,00 0,00
32 0,00 0,00 1.000,00 0,00
33 0,00 400,00 1.800,00 0,00
34 0,00 200,00 2.200,00 0,00
35 0,00 0,00 3.000,00 0,00
36 0,00 240,00 2.082,00 0,00
37 0,00 520,00 2.760,00 0,00
38 0,00 4.000,00 3.000,00 0,00
39 0,00 0,00 1.200,00 0,00
40 0,00 0,00 0,00 0,00
41 0,00 0,00 41,25 0,00
42 0,00 0,00 0,00 0,00
43 0,00 0,00 0,00 0,00
44 0,00 840,00 600,00 1.000,00
45 0,00 0,00 0,00 1.000,00
46 0,00 0,00 0,00 880,00
47 0,00 0,00 1.000,00 600,00
48 0,00 0,00 0,00 1.000,00
0,00 6.200,00 36.708,20 4.480,00
Sumber : Bagian Production PT. Agronesia Divisi Inkaba
4.1.3.2. Data Penggunaan Bahan Baku Karet Brown Creep
Data penggunaan bahan baku karet Brown Creep yang digunakan ialah data
penggunaan/pemakaian bahan baku selama 24 periode (minggu) terakhir tahun
2009. Data ini merupakan data masa lalu yang akan digunakan sebagai data deret
berkala pada peramalan (Forecasting) kebutuhan bahan baku Brown Creep 12
periode (minggu) mendatang, lihat (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Data penggunaan bahan baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Periode
(minggu ke-)
Penggunaan bahan baku 24 periode (minggu) tahun 2009
Brown
Creep
I (Kg)
+ / -
Brown
Creep
II (Kg)
+ / -
Brown
Creep
III (Kg)
+ / -
Brown
Creep
IV (Kg)
+ / -
25 0,00 0,00 0,00 0,00 3.441,75 -1.441,75 674,00 -674,00
26 0,00 0,00 0,00 0,00 3.834,25 1.565,75 0,00 0,00
27 0,00 0,00 0,00 0,00 4.011,25 -1.011,25 0,00 0,00
28 0,00 0,00 0,00 0,00 3.464,70 160,25 0,00 0,00
29 0,00 0,00 0,00 0,00 3.448,40 -448,40 0,00 0,00
30 0,00 0,00 0,00 0,00 814,00 186,00 0,00 0,00
31 0,00 0,00 0,00 0,00 416,00 -416,00 0,00 0,00
32 0,00 0,00 0,00 0,00 1.153,80 -153,80 0,00 0,00
33 0,00 0,00 0,00 400,00 1.220,00 580,00 0,00 0,00
34 0,00 0,00 600,00 -400,00 1.600,00 600,00 0,00 0,00
35 0,00 0,00 0,00 0,00 2.795,00 205,00 0,00 0,00
36 0,00 0,00 0,00 240,00 2.322,20 -240,20 0,00 0,00
37 0,00 0,00 760,00 -240,00 3.718,05 -958,05 0,00 0,00
38 0,00 0,00 0,00 4.000,00 1.833,00 1.167,00 0,00 0,00
39 0,00 0,00 0,00 0,00 1.175,00 25,00 0,00 0,00
40 0,00 0,00 0,00 0,00 538,00 -538,00 0,00 0,00
41 0,00 0,00 0,00 0,00 466,00 -424,75 0,00 0,00
42 0,00 0,00 487,00 -487,00 416,00 -416,00 0,00 0,00
43 0,00 0,00 47,00 -47,00 0,00 0,00 0,00 0,00
44 0,00 0,00 86,00 754,00 600,00 0,00 1.000,00 0,00
45 0,00 0,00 1.243,15 -1.243,15 0,00 0,00 0,00 1.000,00
46 0,00 0,00 891,00 -891,00 0,00 0,00 1.000,00 -120,00
47 0,00 0,00 964,00 -964,00 570,00 430,00 600,00 0,00
48 0,00 0,00 363,95 -363,95 430,00 -430,00 1.000,00 0,00
0,00 0,00 5.442,10 757,90 38.267,40 -1.559,20 4.274,00 206,00
Sumber : Bagian Production PT. Agronesia Divisi Inkaba
Keterangan:
- Penggunaan bahan baku karet Brown Creep I tahun 2009 sama sekali tidak
ada karena tidak ada project order yg menggunakan bahan baku tersebut,
maka bahan baku Brown Creep I tidak akan di analisis dalam penelitian ini.
- (+/-) adalah selisih antara pemesanan dengan penggunaan bahan baku
- (+/-) adalah saldo akhir atau dapat dikatakan inventori awal tahun 2010
4.1.3.3. Data Biaya Pemesanan, Pembelian dan Penyimpanan Bahan Baku
Karet Brown Creep
Total Inventory Cost atau Ongkos total persediaan dalam sistem persediaan
dipengaruhi oleh beberapa biaya-biaya antara lain:
1. Biaya Pengadaan/Pemesanan
Biaya pengadaan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pemesanan, mulai saat bahan baku ada di gudang supplier sampai
ke gudang pembeli.
Biaya Telepon
Perusahaan melakukan pemesanan bahan baku melalui telepon, karena
pemesanan bahan baku di lakukan pada agen yang berlokasi di Jakarta
maka tarif percakapan yang digunakan adalah SLJJ. Berdasarkan buku
petunjuk telepon bandung edisi juni 2005-2006, tariff untuk percakapan
SLJJ dengan jarak 30-200km pada jam 08.00-20.00 adalah Rp.1290/menit
dengan biaya pembebanan 129/6 detik, penggunaan telepon diperkirakan
10 menit untuk sekali pemesanan. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan
untuk pemesanan adalah : 10 menit x Rp. 1290 = Rp. 12900 / sekali pesan
Biaya Administrasi
Ongkos ini dihitung berdasarkan penggunaan formulir-formulir dalam
melakukan aktivitas administrasi pengadaan bahan, pembelian dan
penyimpanan bahan baku. Formulir-formuir yang dikeluarkan perusahaan
dalam melakukan kegiatan administrasi adalah:
Format pemesanan
Format rencana pembelian 2 rangkap
Format surat pesanan barang 3 rangkap
Bukti penerimaan barang 3 rangkap
Format laporan pembelian 2 rangkap
Formulir-formulir tersebut dibuat pada kertas A4 70gr dengan harga Rp.
28.000/rim ditambah biaya penggunaan print 11 lembar formulir sebesar
Rp. 5.500, sehingga biaya pemakaian formulir per pemesanan bahan baku
adalah ((Rp. 28.000/500) x 11 lembar) + Rp. 5.500 = Rp. 6.116 / sekali
pesan
Biaya Pengiriman
Biaya pengiriman yang dikeluarkan oleh PT. Agronesia Inkaba atas
pemesanan Brown Creep adalah Rp. 550.000 / sekali pesan
Biaya Pembongkaran dan Penetapan Bahan Baku
Proses pembongkaran dan penetapan bahan baku dilakukan 3 orang
pekerja lepas. Upah pekerja tersebut adalah Rp. 35.000, sehingga biaya
yang dikeluarkan adalah Rp. 35.000 x 3 orang = Rp. 105.000./ bongkar
muatan pesanan
Jadi total biaya pengadaan/pemesanan bahan baku adalah sebagai berikut,
lihat (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Data biaya pemesanan bahan baku Brown Creep
No Jenis Biaya Biaya (Rp)
1 Biaya Telepon 12.900
2 Biaya Administrasi
Biaya Pembuatan formulir-formulir 6.116
3 Biaya Pengiriman 550.000
4 Biaya Pembogkaran & Penetapan 105.000
Total 674.016
2. Biaya Pembelian
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku,
ongkos pembelian ditentukan oleh jumlah kebutuhan bahan baku dan harga
per unit.
3. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan bahan baku di hitung berdasarkan biaya yang tertanam
dalam persediaan, yaitu merupakan tingkat suku bunga saat itu pada sejumlah
modal tersebut,untuk itu pihak perusahaan memperkirakan ongkos simpan
berdasarkan tingkat suku bunga bank BUMN awal tahun 2010 dalam kisaran
12% per bulan maka menjadi 3 % per minggu per kg dari harga per unit
bahan baku Brown Creep, lihat (Tabel 4.5)
Tabel 4.5. Data bahan baku dengan supplier PT Wahana Karet Persada
Jenis Bahan
% Biaya
simpan/Minggu
Harga per
unit
(Rp)/Kg
Biaya
pemesanan
(Rp)/Pesan
Biaya
penyimpanan
(Rp)/minggu
Penggunaan
24 periode
(minggu)
Faktor
Konversi
Brown Creep
I
0 0 0 0 0 0
Brown Creep
II
3% 22.000 341.106 660 5.442,10 0,15
Brown Creep
III
3% 18.000 341.106 540 38.267 1
Brown Creep
IV
3% 15.250 341.106 458 4.274 0,12
Sumber : Bagian Purchasing PT. Agronesia Divisi Inkaba
Keterangan: faktor konversi merupakan faktor untuk menentukan tingkat
kebutuhan bahan baku secara agregat dari ke empat jenis bahan Brown Creep,
frekuensi atau jumlah penggunaan bahan baku juga mempengaruhi tingkat
persediaan. Untuk itu faktor konversi didasarkan pada jumlah kebutuhan bahan
baku 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009 untuk menentukan tingkat
kebutuhan dari setiap jenis bahan baku Brown Creep.
4.1.3.4. Lead Time dan Tingkat pelayanan pelanggan (Service Level)
Waktu antara saat pemesanan sampai datangnya bahan baku (Lead Time) adalah 7
hari. divisi pelayanan pelanggan disiapkan antara lain untuk mengatasi permintaan
yang besarnya di atas rata-rata. Tingkat pelayanan (Service Level) yang di berikan
perusahaan sebesar 95%.
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Perhitungan demand terhadap faktor konversi
Pada perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah demand/kebutuhan
bahan baku berdasarkan family bahan baku Brown Creep dengan cara mengalikan
demand/kebutuhan per item bahan baku dengan faktor konversi yang digunakan.
Total demand/kebutuhan bahan baku Brown Creep 24 periode (minggu) terakhir
tahun 2009 akan dijadikan data masa lalu sebagai data deret berkala pada
peramalan (Forecasting) untuk 12 periode (minggu) pertama tahun 2010, lihat
(Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Perhitungan demand terhadap faktor konversi
Periode
(minggu ke-)
Perhitungan demand bahan baku terhadap faktor konversi
Brown Creep
I (Kg)
Brown Creep
II (Kg)
Brown Creep
III (Kg)
Brown Creep
IV (Kg)
Total (Kg)
25 0,00 0,00 3.441,75 80,88 3.522,63
26 0,00 0,00 3.834,25 0,00 3.834,25
27 0,00 0,00 4.011,25 0,00 4.011,25
28 0,00 0,00 3.464,70 0,00 3.464,70
29 0,00 0,00 3.448,40 0,00 3.448,40
30 0,00 0,00 814,00 0,00 814,00
31 0,00 0,00 416,00 0,00 416,00
32 0,00 0,00 1.153,80 0,00 1.153,80
33 0,00 0,00 1.220,00 0,00 1.220,00
34 0,00 144,00 1.600,00 0,00 1.744,00
35 0,00 0,00 2.795,00 0,00 2.795,00
36 0,00 0,00 2.322,20 0,00 2.322,20
37 0,00 182,40 3.718,05 0,00 3.900,45
38 0,00 0,00 1.833,00 0,00 1.833,00
39 0,00 0,00 1.175,00 0,00 1.175,00
40 0,00 0,00 538,00 0,00 538,00
41 0,00 0,00 466,00 0,00 466,00
42 0,00 116,88 416,00 0,00 532,88
43 0,00 11,28 0,00 0,00 11,28
44 0,00 20,64 600,00 160,00 780,64
45 0,00 298,36 0,00 0,00 298,36
46 0,00 213,84 0,00 160,00 373,84
47 0,00 231,36 570,00 96,00 897,36
48 0,00 87,35 430,00 160,00 677,35
0,00 816,32 38.267,40 512,88 39.596,60
4.2.2. Ploting data total demand
Pola data yang terbentuk pada demand/kebutuhan bahan baku karet Brown Creep
tahun 2009 menunjukan pola data Trend dengan kecendrungan mengalami
kenaikan dan penurunan, lihat (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Ploting data total demand tahun 2009
Berdasarkan pertimbangan jenis pola data yang terbentuk adalah sangat ekstrim
membentuk pola data dengan terdapat kecenderungan (Trend) dan untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya pengaruh musiman di sekitar trend
tersebut dengan mengamati prilaku pola secara terpisah antara kecenderungan
(Trend), siklus, dan musiman. Maka alternatif metode peramalan yang akan untuk
digunakan adalah:
a) Metode Dekomposisi (Trend Model Eksponential), perhitungan menggunakan
zaitun software (Zaitun Time Series)
b) Metode Dekomposisi (Trend Model Quadratic), perhitungan menggunakan
zaitun software (Zaitun Time Series)
4.2.3. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Eksponential)
Metode dekomposisi (Trend Model Eksponential) digunakan untuk mengamati
prilaku pola data terhadap kecenderungan pola eksponen, dibawah ini adalah hasil
dari perhitungan peramalan menggunakan software zaitun time series.
Tabel 4.7. Perhitungan metode Dekomposisi (Trend model Eksponential)
Periode Demand Trend Detrended Seasonal Forecast Residual
1 3.522,63 4.086,70 0,86 0,80 3.254,21 268,42
2 3.834,25 3.633,10 1,06 0,63 2.295,38 1.538,87
3 4.011,25 3.229,84 1,24 0,78 2.528,87 1.482,38
4 3.464,70 2.871,34 1,21 1,31 3.759,19 -294,49
5 3.448,40 2.552,64 1,35 1,11 2.839,77 608,63
6 814,00 2.269,30 0,36 1,71 3.869,61 -3.055,61
7 416,00 2.017,42 0,21 0,66 1.335,63 -919,63
8 1.153,80 1.793,50 0,64 0,80 1.428,15 -274,35
9 1.220,00 1.594,43 0,77 0,63 1.007,35 212,65
10 1.690,00 1.417,45 1,19 0,78 1.109,83 580,17
11 2.795,00 1.260,12 2,22 1,31 1.649,76 1.145,24
12 2.322,20 1.120,25 2,07 1,11 1.246,27 1.075,93
13 3.832,05 995,91 3,85 1,71 1.698,22 2.133,83
14 1.833,00 885,37 2,07 0,66 586,16 1.246,84
15 1.175,00 787,10 1,49 0,80 626,76 548,24
16 538,00 699,73 0,77 0,63 442,09 95,91
17 466,00 622,07 0,75 0,78 487,06 -21,06
18 489,05 553,02 0,88 1,31 724,02 -234,97
19 7,05 491,64 0,01 1,11 546,94 -539,89
20 732,90 437,07 1,68 1,71 745,29 -12,39
21 186,47 388,55 0,48 0,66 257,24 -70,77
22 253,65 345,43 0,73 0,80 275,06 -21,41
23 786,60 307,09 2,56 0,63 194,02 592,58
24 604,59 273,00 2,21 0,78 213,75 390,84
25 317,74
26 240,03
27 327,08
28 112,89
29 120,71
30 85,15
31 93,81
32 139,45
33 105,34
34 143,54
35 49,54
36 52,98
Dari hasil perhitungan peramalan menggunakan software zaitun software, dibuat
ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model Eksponensial).
Gambar 4.2. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
4.2.4. Analisa kebutuhan (Forecasting) bahan baku karet Brown Creep
menggunakan metode Dekomposisi (Trend model Quadratic)
Metode dekomposisi (Trend Model Quadratic) digunakan untuk mengamati
prilaku pola data terhadap kecenderungan pola quadratik, dibawah ini adalah hasil
dari perhitungan peramalan menggunakan software zaitun time series.
Tabel 4.8. Perhitungan metode Dekomposisi (Trend model Quadratic)
Periode Demand Trend Detrended Seasonal Forecast Residual
1 3.522,63 4.626,01 0,76 0,80 3.683,66 -161,03
2 3.834,25 4.225,54 0,91 0,63 2.669,68 1.164,57
3 4.011,25 3.846,36 1,04 0,78 3.011,60 999,66
4 3.464,70 3.488,48 0,99 1,31 4.567,15 -1.102,45
5 3.448,40 3.151,89 1,09 1,11 3.506,43 -58,03
6 814,00 2.836,60 0,29 1,71 4.836,96 -4.022,96
7 416,00 2.542,60 0,16 0,66 1.683,32 -1.267,32
8 1.153,80 2.269,89 0,51 0,80 1.807,50 -653,70
9 1.220,00 2.018,48 0,60 0,63 1.275,27 -55,27
10 1.690,00 1.788,36 0,95 0,78 1.400,24 289,76
11 2.795,00 1.579,54 1,77 1,31 2.067,95 727,05
12 2.322,20 1.392,01 1,67 1,11 1.548,59 773,61
13 3.832,05 1.225,77 3,13 1,71 2.090,18 1.741,87
14 1.833,00 1.080,83 1,70 0,66 715,56 1.117,44
15 1.175,00 957,18 1,23 0,80 762,20 412,80
16 538,00 854,83 0,63 0,63 540,08 -2,08
17 466,00 773,77 0,60 0,78 605,84 -139,84
18 489,05 714,00 0,68 1,31 934,78 -445,73
19 7,05 675,53 0,01 1,11 751,52 -744,47
20 732,90 658,35 1,11 1,71 1.122,62 -389,72
21 186,47 662,47 0,28 0,66 438,59 -252,12
22 253,65 687,88 0,37 0,80 547,76 -294,11
23 786,60 734,58 1,07 0,63 464,11 3.224,92
24 604,59 802,58 0,75 0,78 628,40 -23,81
25 1.167,65
26 1.115,22
27 1.934,27
28 852,40
29 1.164,17
30 1.047,36
31 1.467,92
32 2.766,56
33 2.639,70
34 4.525,14
35 1.956,99
36 2.611,44
Dari hasil perhitungan peramalan menggunakan software zaitun software, dibuat
ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model Quadratic).
Gambar 4.3. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
4.2.5. Pemilihan metode peramalan terbaik
Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan 2 metode diatas, kemudian
dilakukan pemilihan metode terbaik berdasarkan kriteria:
Memiliki pola data Trend (naik) pada hasil peramalan 12 periode (minggu)
pertama tahun 2010.
Nilai Mean Square Error (MSE) paling kecil, merupakan nilai rata-rata
kesalahan antara demand/kebutuhan aktual dengan hasil peramalan.
Hal ini menjadi kriteria utama dalam pemilihan metode peramalan terbaik, oleh
karena itu metode yang terpilih ialah metode Dekomposisi (Trend Model
Quadratic), lihat (Tabel 4.9).
Tabel 4.9. Perbandingan kriteria metode peramalan terbaik
Method
Kriteria
Nilai MSE Forecast Demand
Dekomposisi (Trend Model Eksponential) 1.061.574,25 Trend (Turun)
Dekomposisi (Trend Model Quadratic) 1.194.336,65 Trend (Naik)
4.2.6. Validasi peramalan dengan uji Moving Range Chart (MR)
Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual
dengan nilai peramalan dalam pengujian kestabilan sistem sebab-akibat yang
mempengaruhi permintaan, lihat (Table 4.10).
Tabel 4.10. Perhitungan nilai Moving Range
Periode Demand (D
t
) Peramalan (D'
t
) e
t
(D
t
- D'
t
) MR [MR]
1 3.522,63 3.683,66 -161,03
2 3.834,25 2.669,68 1.164,57 1.325,60 1.325,60
3 4.011,25 3.011,60 999,66 -164,92 164,92
4 3.464,70 4.567,15 -1.102,45 -2.102,10 2.102,10
5 3.448,40 3.506,43 -58,03 1.044,42 1.044,42
6 814,00 4.836,96 -4.022,96 -3.964,92 3.964,92
7 416,00 1.683,32 -1.267,32 2.755,63 2.755,63
8 1.153,80 1.807,50 -653,70 613,62 613,62
9 1.220,00 1.275,27 -55,27 598,43 598,43
10 1.690,00 1.400,24 289,76 345,03 345,03
11 2.795,00 2.067,95 727,05 437,29 437,29
12 2.322,20 1.548,59 773,61 46,56 46,56
13 3.832,05 2.090,18 1.741,87 968,26 968,26
14 1.833,00 715,56 1.117,44 -624,43 624,43
15 1.175,00 762,20 412,80 -704,64 704,64
16 538,00 540,08 -2,08 -414,88 414,88
17 466,00 605,84 -139,84 -137,76 137,76
18 489,05 934,78 -445,73 -305,89 305,89
19 7,05 751,52 -744,47 -298,74 298,74
20 732,90 1.122,62 -389,72 354,75 354,75
21 186,47 438,59 -252,11 137,61 137,61
22 253,65 547,76 -294,11 -41,99 41,99
23 786,60 464,11 322,49 616,60 616,60
24 604,59 628,40 -23,81 -346,30 346,30
25 1.167,65
26 1.115,22
27 1.934,27
28 852,40
29 1.164,17
30 1.047,36
31 1.467,92
32 2.766,56
33 2.639,70
34 4.525,14
35 1.956,99
36 2.611,44
Jumlah 18.350,36
Contoh Perhitungan :
= 177,00
Pada uji moving range chart terlihat bahwa ada satu nilai MR yang berada di luar
batas kontrol bawah, hal ini dapat diabaikan dikarenakan proses produksi make to
order sehingga fluktuasi demand sangat signifikan, seperti terlihat pada (Gambar
4.4)
Gambar 4.4. Plot Data Moving Range Chart
Berikut ini adalah demand/kebutuhan bahan baku 12 periode (minggu) pertama
tahun 2010 hasil peramalan (Forecasting) metode terpilih yakni metode
Dekomposisi (Trend Model Quadratic). Data demand hasil peramalan akan di
disagregasi ke dalam end item bahan baku Brown Creep II,III, dan IV, lihat (Tabel
4.11).
Tabel 4.11. Demand hasil peramalan terpilih
Demand hasil peramalan
Periode (minggu ke-) Demand (Kg)
1 1.167,65
2 1.115,22
3 1.934,27
4 852,40
5 1.164,17
6 1.047,36
7 1.467,92
8 2.766,56
9 2.639,70
10 4.525,14
11 1.956,99
12 2.611,44
23.248,82
4.2.7. Proses Disagregasi
Merupakan proses pengelompokan kembali ke dalam demand end item bahan
baku Brown Creep II, III, dan IV dengan cara mengalikan demand dengan faktor
konversi. Seperti terlihat pada (Tabel 4.12), Demand untuk setiap end item bahan
baku Brown Creep akan digunakan sebagai kebutuhan kotor (Gross Requirement)
dalam perencanaan persediaan menggunakan metode Period Order Quantity
(POQ).
Tabel 4.12. Perhitungan disagregasi demand terhadap faktor konversi
Perhitungan Disagregasi demand terhadap faktor konversi
Periode (minggu ke-)
Brown Creep
II
Brown Creep
III
Brown Creep
IV
1 175,15 1167,65 140,12
2 167,28 1115,22 133,83
3 290,14 1934,27 232,11
4 127,86 852,4 102,29
5 174,63 1164,17 139,7
6 157,1 1047,36 125,68
7 220,19 1467,92 176,15
8 414,98 2766,56 331,99
9 395,96 2639,7 316,76
10 678,77 4525,14 543,02
11 293,55 1956,99 234,84
12 391,72 2611,44 313,37
3487,33 23248,82 2789,86
Contoh perhitungan:
Demand Brown Creep II(minggu ke-3) = demand x faktor konversi BC II
= 1.934,27 Kg x 0,15 = 290,14 Kg
4.2.8. Perhitungan Standar Deviasi
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku Brown Creep terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku
Brown Creep. Standar deviasi dari demand Brown Creep akan digunakan dalam
perhitungan Safety Stock bahan baku Brown Creep, seperti terlihat pada (Tabel
4.13; 4.14; 4.15) dibawah ini adalah tabel-tabel perhitungan standar deviasi dari
demand bahan baku Brown Creep II,III, dan IV.
Tabel 4.13. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep II
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 175,15 -115,46 13331,0116
2 167,28 -123,33 15210,2889
3 290,14 -0,47 0,2209
4 127,86 -162,75 26487,5625
5 174,63 -115,98 13451,3604
6 157,10 -133,51 17824,9201
7 220,19 -70,42 4958,9764
8 414,98 124,37 15467,8969
9 395,96 105,35 11098,6225
10 678,77 388,16 150668,1856
11 293,55 2,94 8,6436
12 391,72 101,11 10223,2321
3.487,33 278730,9215
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep II:
minggu Kg
n
Xi
X / 61 , 290
12
33 , 487 . 3
12
72 , 391 ... 28 , 167 15 , 175
= =
+ + +
= =
,
minggu Kg
n
X Xi
/ 18 , 159
11
9215 , 730 . 278
1 12
2321 , 10223 ... 28899 , 15210 0116 , 13331
1
2
= =
+ + +
=
Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
Tabel 4.14. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep III
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 1.167,65 -769,75 592517,6283
2 1.115,22 -822,18 675982,693
3 1.934,27 -3,13 9,807336111
4 852,40 -1.085,00 1177228,617
5 1.164,17 -773,23 597887,2103
6 1.047,36 -890,04 792174,1684
7 1.467,92 -469,48 220413,0353
8 2.766,56 829,16 687503,5417
9 2.639,70 702,30 493222,949
10 4.525,14 2.587,74 6696389,682
11 1.956,99 19,59 383,7028028
12 2.611,44 674,04 454327,6748
23.248,82 12388040,71
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep III:
minggu Kg
n
Xi
X / 40 , 1947
12
82 , 248 . 23
12
44 , 611 . 2 ... 65 , 167 . 1
= =
+ +
= =
,
minggu Kg
n
X Xi
/ 22 , 1061
11
71 , 040 . 388 . 12
1 12
6748 , 327 . 454 ... 6283 , 517 . 592
1
2
= =
+ +
=
Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
Tabel 4.15. Perhitungan standar deviasi bahan baku brown creep IV
Perhitungan Standar Deviasi
Periode (minggu ke-) Demand (Xi)
(Xi - X) (Xi - X)
2
1 140,12 -92,37 8532,2169
2 133,83 -98,66 9733,7956
3 232,11 -0,38 0,1444
4 102,29 -130,20 16952,04
5 139,70 -92,79 8609,9841
6 125,68 -106,81 11408,3761
7 176,15 -56,34 3174,1956
8 331,99 99,50 9900,25
9 316,76 84,27 7101,4329
10 543,02 310,53 96428,8809
11 234,84 2,35 5,5225
12 313,37 80,88 6541,5744
2.789,86 178388,4134
Berikut ini adalah perhitungan standar deviasi pada bahan baku Brown Creep IV:
Kg
n
Xi
X 49 , 232
12
86 , 789 . 2
12
37 , 313 ... 83 , 133 12 , 140
= =
+ + +
= =
,
minggu Kg
n
X Xi
/ 35 , 127
11
4134 , 388 . 178
1 12
5744 , 6541 ... 2169 , 532 . 8
1
2
= =
+ +
=
Keterangan:
Xi = Kebutuhan bahan baku/demand setiap periode
X = Rata-rata kebutuhan bahan baku/demand 12 periode
o = Standar deviasi 12 periode
n = periode (minggu)
4.2.9. Perhitungan perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep
menggunakan metode Period Order Quantity (POQ)
Pada perhitungan perencanaan persediaan bahan baku karet Brown Creep
kebutuhan kotor (Gross Requirement) yang digunakan ialah demand hasil
peramalan terpilih yang telah di disagregasi. Dari perhitungan ini akan didapatkan
Total Inventory Cost (TIC) selama 12 periode (minggu) pertama tahun 2010.
4.2.9.1 Perhitungan kuantitas pemesanan Bahan baku Brown Creep II
menurut metode POQ
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 660 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 3487,33 Kg / 12 minggu
= 290,61 Kg/ minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 757,90 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 43 , 770
/ 660 .
61 , 290 016 . 674 . 2 . . 2
=
= =
periode
D
EOQ
T POQ 3 65 , 2
33 , 3487
43 , 770
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 3 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.16).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep II di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 82 , 20 18 , 159 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
20,82 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 61 , 290
12
33 , 3487
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 43 , 311 / 61 , 290 1 82 , 20 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 311,43 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 1364,04 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan. Dibawah
ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat (tabel 4.17)
Tabel 4.17. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 3 x Rp. 674.016 Rp 2.022.048
Biaya penyimpanan 5211,62 x Rp. 660 Rp 3.439.669
Rp 5.461.717
4.2.9.2 Bahan baku Brown Creep III
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 540 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 23248,82 / 12 minggu
= 1937,40 Kg / minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 0,00 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 19 , 2199
/ 540 .
40 , 1937 016 . 647 . 2 . . 2
=
= =
periode
D
EOQ
T POQ 1 14 , 1
82 , 23248
19 , 2199
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 1 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.18).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep III di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 75 , 53 22 , 1061 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
53,75 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 40 , 1937
12
82 , 23248
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 15 , 1991 / 40 , 1937 1 75 , 53 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 1991,15 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 4525,14 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya
pembelian. Dibawah ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat
(tabel 4.19)
Tabel 4.19. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 12 x Rp. 674.016 Rp 8.088.192
Biaya penyimpanan 645 x Rp. 540 Rp 348.300
Rp 8.436.492
4.2.9.3 Bahan baku Brown Creep IV
A ( ongkos Pesan ) = Rp. 674.016 / pesan
h (ongkos simpan ) = Rp. 458 / minggu
( Rata-rata demand per periode) = 2789,86 / 12 minggu
= 232,49 Kg / minggu
I
awal
(Persediaan akhir desember 2009) = 206,00 Kg
LT (Lead time) = 7 hari = 1 minggu
Maka perhitungan kuantitas pemesanan bahan baku Brown Creep menurut metode
POQ adalah:
minggu Kg
minggu Rp
Kg Rp
h
A
EOQ / 21 , 827
/ 458 .
49 , 232 016 . 674 . 2 . . 2
=
= =
periode
D
EOQ
T POQ 4 56 , 3
86 , 2789
21 , 827
. 12 . = = = =
Berdasarkan perhtungan diatas, maka pesanan dilakukan per 1 periode (minggu).
Kemudian frekuensi pemesanan berdasarkan kebutuhan kotor (Gross
Requirement) dari hasil proses disagregasi demand dapat dilihat pada (Tabel
4.20).
Keterangan:
- Gross Requirement, adalah total demand/kebutuhan kotor bahan baku setiap
periode (dari Demand yang telah di disagregasi)
- Project Available Balance I, adalah inventori awal bahan baku pada periode
tersebut
PAB I
t
= PABI
t-1
GR
t
+ SR
t
- Net Requirement, adalah kuantitas kekurangan bahan baku/kebutuhan bersih
pada periode tersebut
NR
t
= jika PAB I
t
> Safety Stock, maka tidak ada nilai NR
= jika PAB I
t
< 0, maka NR = (GR
t
PAB II
t-1
+ SR
t
+ SS)
= jika PAB I
t
< SS, maka NR = (SS - PAB I)
- Planned Order Receipt, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan diterima pada periode tersebut
PORc = jika NR
t
< POQ, maka PORc = nilai POQ
= jika NR
t
> POQ, maka PORc = kelipatan dari nilai POQ
- Planned Order Release, adalah kuantitas pesanan bahan baku yang
direncanakan akan dipesan pada periode tersebut
PORl = Di tempatkan sesuai Lead Time
- Project Available Balance II, adalah inventori akhir bahan baku pada periode
tersebut
PAB II
t
= PORc
t
- NR
t
Berikut ini adalah perhitungan mengenai Safety Stock, ReOrder Point, Maximum
Inventory dan Total Inventory Cost pada usulan perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep IV di PT. Agronesia Inkaba.
1) Menentukan persediaan pengaman (Safety Stock)
, minggu Kg Kg minggu LT Z SS Stock Safety / 62 , 18 35 , 127 1 65 , 1 . . = = =
Persediaan pengaman yang harus tersedia dalam 1 minggu ialah sebanyak
18,62 Kg/minggu.
2) Menentukan batas persediaan untuk melakukan pemesanan kembali /ReOrder
Point (ROP)
Menghitung demand/kebutuhan per minggu:
minggu Kg
minggu
D
d / 49 , 232
12
86 , 2789
) 12 (
= = =
Menghitung ReOrder Point (ROP)
, , Kg minggu Kg minggu Kg d LT SS ROP 11 , 251 / 49 , 232 1 62 , 18 . = + = + =
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan yang
tersisa sebanyak 251,11 Kg.
3) Menentukan persediaan maksimum (maximum Inventory)
Maximum Inventory = POQ
Max
= 1091,23 Kg dalam satu periode
Ketersediaan kapasitas gudang adalah sebanyak 5000 Kg sampai dengan
8000 Kg, maka persediaan maksimum (Maximum Inventory) dapat
ditampung.
4) Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Dalam menghitung total biaya persediaan, beberapa biaya yang terjadi selama
12 periode (minggu) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya
pembelian. Dibawah ini adalah tabel perhitungan total biaya persediaan, lihat
(tabel 4.21)
Tabel 4.21. Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan 3 x Rp. 674.016 Rp 2.022.048
Biaya penyimpanan 4503,16 x Rp. 458 Rp 2.062.447
Rp 4.084.495
Bab 5
Analisis
Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi bahan analisis mengenai
sistem perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep di PT. Agronesia Inkaba
yang berlokasi di jalan simpang industri No.2 bandung. Perusahaan ini bergerak di
bidang industri pengolahan karet yang menempatkan posisi produknya
(positioning Product) sebagai produksi Make To Order, karena permintaan
terhadap produk yang bervariasi dan bahan bakunya memiliki nilai inventori
(Inventory Cost) cukup tinggi. Dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku,
bagian Production Planing Inventory Control (PPIC) menggunakan metode Lot
For Lot yakni metode dalam perencanaan persediaan bahan baku yang hanya
melakukan pemesanan bahan baku kepada supplier sesuai kebutuhan dari
Perintah Kerja yang diberikan pihak marketing.
Bahan baku karet Brown Creep merupakan bahan baku karet utama jenis karet
alami, dalam produksinya digunakan untuk banyak jenis produk. Pada periode 03
s/d 08 Maret 2009 perusahaan yang akan melakukan produksi membutuhkan
bahan baku sebanyak 1.182,25 kg tetapi bahan baku yang tersedia hanya 505,40
kg sehingga dapat mengakibatkan kerugian atas kehilangan Project Order yang
seharusnya dapat dipenuhi. Fluktuasi kebutuhan yang signifikan dan penggunaan
bahan baku untuk produksi Project Order Emergency dengan waktu produksi
lebih cepat yang seharusnya bahan baku ini digunakan pada produksi Project
Order lain yg telah dijadwalkan, sehingga pemesanan secara berulang dalam
periode (minggu) yang sama sering dilakukan mengakibatkan terjadinya
kokosongan bahan baku (Out of Stock).
Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti mencoba mengajukan sistem
pengendalian bahan baku Brown Creep dengan terlebih dahulu menganalisis
bagaimana peranan sebuah metode Period Order Quantity (POQ) dapat
menghidarkan kekosongan bahan baku (Out of Stock) dilihat dari segi biaya-biaya
persediaan yang terjadi. Setelah dilakukan pengolahan data beberapa hal yang
menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.1. Analisis peramalan (Forecasting) terhadap hasil demand peramalan 12
periode (minggu) mendatang
Peramalan (Forecasting) merupakan prosedur awal dalam sebuah perencanaan
kebutuhan bahan baku Brown Creep. Pemilihan metode Time Series (deret
berkala) dengan teknik peramalan kuantitatif metode dekomposisi (Trend Model
Eksponential) metode dekomposisi (Trend Model Quadratic), merupakan langkah
awal pengolahan data terhadap data penggunaan bahan baku Brown Creep masa
lalu, lihat (Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Ploting data total demand 24 periode (minggu) terakhir tahun 2009
Kemudian pada tahap meramalkan kebutuhan bahan baku Brown Creep untuk 12
periode (minggu) pertama tahun 2010 dengan metode peramalan terpilih yakni
metode dekomposisi (Trend Model Quadratic). Pada hasil peramalannya kuantitas
kebutuhan bahan baku Brown Creep mengalami prilaku pola data yang serupa
dengan pola data masa lalu. Hal ini menandakan tingkat kebutuhan Brown Creep
ada kemungkinan dipengaruhi oleh faktor musiman (seasonal), dengan prilaku
pola data yang fluktuatif, lihat (Gambar 5.2).
Gambar 4.2. Ploting data peramalan metode dekomposisi (Trend Model
Eksponensial)
5.2. Analisis hubungan antara perhitungan POQ (Period Order Quantity)
dengan ROP (ReOrder Point), SS (Safety Stock), dan Maximum Stock
Hubungan metode Period Order Quantity pada perencanaan persediaan bahan
baku Brown Creep adalah pengaruh terhadap titik pemesanan kembali bahan baku
(ReOrder Point) guna menyediakan persediaan bahan baku pengaman (Safety
Stock) agar tidak terjadi kokosongan bahan baku Brown Creep (Out of Stock)
selama waktu antara pemesanan dan kedatangan bahan baku dari supplier (Lead
Time), serta kemampuan daya tampung gudang jika menggunakan perencanaan
persediaan bahan baku metode POQ, lihat (Table 5.1).
Tabel 5.1 Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode POQ
Perhitungan
Metode POQ
Brown Creep
II
Brown Creep
III
Brown Creep
IV
Kebutuhan Penggunaan 3487,33 23248,82 2789,86
Frekuensi Pemesanan 3,00 11,00 3,00
Pemesanan / Periode 3 1 4
Persediaan Pengaman (Safety Stock) 20,82 53,75 18,62
Saat Pemesanan Kembali (ReOrder Point) 311,43 1.991,15 251,11
Persediaan Maksimum (Maximum Stock) 791,25 2.252,94 845,83
Kapasitas Gudang Persediaan 8.000,00 8.000,00 8.000,00
5.2.1. Brown Creep II
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 311,43 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 20,82
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 3 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan 3 periode
dengan sekali pesanan.
5.2.2. Brown Creep III
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 1991,15 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 53,75
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 1 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan per periode
dengan sekali pesanan.
5.2.3. Brown Creep IV
Hubungan antara nilai-nilai pada (Table 5.1) bahwasanya perusahaan harus
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat jumlah persediaan tersisa
mendekati 251,11 Kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima
dengan lead time selama 1 minggu, persediaan yang tersisa masih berkisar 18,62
Kg. Sedangkan untuk menghindari kekosongan bahan baku, pemesanan harus
dilakukan per 4 periode (minggu), agar dapat memenuhi kebutuhan 4 periode
dengan sekali pesanan.
5.3. Analisis perbandingan total biaya persediaan/TIC (Total Inventory
Cost) menurut perhitungan menggunakan metode POQ (Period Order
Quantity) dengan TIC menurut perhitungan perusahaan
Untuk memperoleh total biaya persediaan bahan baku yang minimal diperlukan
adanya perbandingan antara perhitungan biaya persediaan bahan baku menurut
metode Period Order Quantity (POQ), dengan perhitungan biaya persediaan
bahan baku yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui berapa besar penghematan biaya persediaan total dalam
perusahaan.
Perhitungan biaya persediaan menurut perusahaan akan dihitung menggunakan
persediaan rata-rata yang ada diperusahaan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
TIC = (Persediaan rata rata) (C) + (P) (F)
Dimana:
C = Biaya penyimpanan
P = Biaya pemesanan tiap kali pesan
F = Frekuensi pemesanan yang dilakukan perusahaan
Berikut ini adalah perhitungan biaya-biaya persediaan perusahaan. Total biaya
penyimpanan setiap periodenya akan sama karena hanya memperhitungkan biaya
persediaan rata-rata selama 12 periode (minggu). Pemesanan bahan baku Brown
Creep dihitung berdasarkan pengurangan kebutuhan kotor (Gross Requirement)
terhadap saldo awal yang dimiliki pada periode sebelumnya. Biaya-biaya
persediaan bahan baku Brown Creep II, III dan IV menurut perhitungan
perusahaan setiap periode (minggu) dapat dilihat pada (Tabel 5.2; Tabel 5.3;
Tabel 5.4).
Untuk mengetahui perbandingan total biaya persediaan bahan baku menurut POQ
dengan total persediaan bahan baku yang dijalankan perusahaan dan penghematan
yang dihasilkan selama periode 12 minggu (Januari-Maret 2010) dapat dilihat dari
dua jenis biaya persediaan yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1. Biaya pemesanan (Ordering Cost)
Terlihat pada (Table 5.4) bahwa frekuensi pemesanan bahan baku Brown
Creep II menurut perhitungan POQ dilakukan sebanyak 3 kali sedangkan
menurut perhitungan perusahaan dilakukan sebanyak 9 kali berturut-turut, hal
ini disebabkan karena perusahaan melakukan pemesanan sesuai kebutuhan
saja. Begitupun dengan frekuensi pemesanan Brown Creep III dan IV,
pemesanan yang dilakukan relatef sedikit dibandingkan dengan pemesanan
yang dilakukan oleh perusahaan.
Jika di buat ke dalam grafik maka akan terlihat bahwa pendekatan efisiensi
frekuensi pemesanan cukup mempengaruhi biaya pemesanan (Ordering Cost)
pada semua end item bahan baku Brown Creep, penghematan biaya
pemesanan terbesar terjadi pada bahan baku Brown Creep IV sebesar Rp.
2.387.742,00 hal ini dikarenakan kuantitas pemesanan Economic Order
Quantity dapat memenuhi kebutuhan 2 s/d 3 minggu berikutnya, lihat
(Gambar 5.6).
Gambar 5.6. Grafik efisiensi biaya pemesanan (Ordering Cost)
2. Biaya penyimpanan (Carrying Cost)
Pendekatan efisiensi frekuensi pemesanan yang telah dilakukan berbanding
terbalik pada biaya penyimpanan bahan baku Brown Creep, lihat (Gambar
5.7) menunjukan bahwa dengan perencanaan persediaan metode POQ
mengakibatkan kenaikan pada biaya simpan.
Gambar 5.7. Grafik kenaikan biaya penyimpanan (Carrying Cost)
Kenaikan biaya penyimpanan terbesar terjadi pada bahan baku Brown Creep
II mencapai Rp. 3.439.669,20 dikarenakan pemesanan dilakukan dengan
menggabungkan kebutuhan 3 periode kedepan serta penambahan safety stock,
hal ini dilakukan untuk menyediakan bahan baku pengaman sebagai antisipasi
jika terdapat permintaan konsumen (project Order) yang harus disegerakan
produksinya, penanggulangan produk cacat serta pengganti bahan baku yang
berceceran dan berterbangan akibat proses produksi terutama pada proses
Compounding.
3. Total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
Berdasarkan dua jenis biaya persediaan bahan baku yang berbanding terbalik
antara pendekatan minimalisasi frekuensi pemesanan (Ordering Cost) dengan
biaya penyimpanan (Carrying Cost) bahan baku Brown Creep, terdapat
penghematan total biaya persediaan (Total Inventory Cost) pada perencanaan
persediaan bahan baku Brown Creep II dan Brown Creep IV dengan
menggunakan metode POQ, (lihat table 5.4).
Penghematan ini terjadi karena kebutuhan bahan baku Brown Creep II dan
Brown Creep IV relatif kecil dengan biaya pemesanan yang cukup besar
untuk pemenuhan kebutuhan satu periode (minggu). Sebaliknya pada Brown
Creep III jika menggunakan metode POQ akan menimbulkan nilai
inventory/total biaya persediaan lebih besar dibandingkan metode perusahaan
karena tingkat kebutuhan yang cukup besar.
Gambar 5.8. Grafik total inventory cost (TIC)
Bab 6
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai analisis sistem pengendalian persediaan bahan
baku karet Brown Creep menggunakan metode Period Order Quantity (POQ) di
PT. Agronesia Inkaba, didapatkan beberapa kesimpulan antara lain:
1. Berdasarkan prosedur awal dalam perencanaan persediaan bahan baku,
peramalan 12 periode (minggu) pertama tahun 2010 dilakukan menggunakan
metode metode Dekomposisi (Trend model Quadratic). Banyaknya
kebutuhan bahan baku Brown Creep untuk 12 periode awal tahun 2010 setiap
periodenya mengalami fluktuatif serupa dengan pola data masa lalu.
2. Frekuensi pemesanan bahan baku untuk Brown Creep II, III dan IV menurut
perhitungan metode Period Order Quantity mengalami penurunan sebanyak
15 kali pemesanan dari total 32 pemesanan, ini terjadi karena jumlah
unit/pemesanan bahan baku dilakukan satu kali pesan untuk dapat memenuhi
kebutuhan permintaan konsumen satu sampai empat periode berikutnya.
3. Bagian Productian Planning Inventory Control harus melakukan pemesanan
kembali bahan baku untuk:
a. Brown Creep II, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 311,43 Kg
b. Brown Creep III, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 1991,15 Kg
c. Brown Creep IV, ketika persediaan pada setiap periode tersisa 251,11 Kg
Pemesanan dilakukan untuk menghindari kekurangan/kekosongan bahan
baku (Out of Stock) selama lead Time.
4. Selama lead time kebutuhan per periode akan di penuhi oleh sisa bahan baku
saat pemesanan kembali dilakukan, dan ketika pesanan bahan baku datang
persediaan pengaman bahan baku yang akan tersisa ialah : Brown Creep II
sebanyak 20,82 Kg, Brown Creep III sebanyak 53,75 Kg, Brown Creep IV
sebanyak 18,62 Kg.
5. Persediaan maksimum dalam gudang pada setiap periodenya adalah : Brown
Creep II sebanyak 1364,04 Kg, Brown Creep III sebanyak 4525,14 Kg,
Brown Creep IV sebanyak 1091,23 Kg. total bahan baku yang akan tersimpan
setiap periodenya sebanyak 6980,41 Kg dapat ditampung dengan kapasitas
gudang yang mampu menampung khusus untuk bahan baku Brown Creep
saja sebanyak 8000 Kg.
6. Berdasarkan perbandingan Total Inventory Cost antara metode Period Order
Quantity (POQ) dengan metode perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Pada Brown Creep II, Total Inventory Cost mengalami penurunan sebesar
Rp. 1.345.969,80.- karena pengaruh frekuensi pemesanan pada tingkat
kebutuhan bahan baku yang relatif kecil.
b. Pada Brown Creep III, Total Inventory Cost mengalami kenaikan sebesar
Rp. 348.300,00.- karena pengaruh tingkat kebutuhan bahan baku yang
besar pada level harga bahan baku per unit dan biaya simpan (Holding
Cost) relatif sama dengan bahan baku Brown Creep II.
c. Pada Brown Creep IV, Total Inventory Cost mengalami penurunan sebesar
Rp. 3.344.767,24.- karena pengaruh frekuensi pemesanan pada tingkat
kebutuhan bahan baku yang relatif kecil.
Kesimpulan secara keseluruhan adalah bahwa besarnya tingkat kebutuhan
bahan baku per periode (minggu) dengan persentase biaya simpan yang sama
untuk ketiga end item bahan baku Brown Creep, berpengaruh besar pada
biaya-biaya persediaan. Pada penelitian ini metode Period Order Quantity
(POQ) dapat digunakan untuk perencanaan kebutuhan bahan baku Brown
Creep II dan IV karena berada pada tingkat kebutuhan yang relatif kecil
dengan persentase biaya simpan disamakan.
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis pengendalian
persediaan bahan baku karet Brown Creep menggunakan metode Economic Order
Quantity di PT. Agronesia Inkaba, saran yang dapat peneliti sampaikan adalah
bahwa metode POQ dalam perencanaan persediaan bahan baku Brown Creep
dapat diaplikasikan pada tingkat harga bahan baku yang rendah atau tinggi akan
tetapi dengan tingkat kebutuhan bahan baku yang kecil setiap periodenya.