You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal di banyak perusahaan, mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang diinvestasikan. Manajer operasi di seluruh dunia telah lama menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak, suatu perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara menurunkan tingkat persediaan di tangan. Di pihak lain, konsumen akan merasa tidak puas bila suatu produk stoknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Semua organisasi mempunyai beberapa jenis sistem perencanaan dan pengendalian persediaan. Dalam hal produk-produk fisik, organisasi harus menentukan apakah akan membeli atau membuat sendiri produk mereka. Setelah hal ini ditetapkan, langkah berikutnya adalah meramalkan permintaan. Kemudian manajer operasi menetapkan persediaan yang diperlukan untuk melayani permintaan tersebut.

Manajemen persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan keunggulan kompetatif jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, lembur, kapasitas

berlebih, kemampuan merespon pelanggan akibat kinerja kurang baik, waktu tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh tingkat persediaan. Perusahaan dengan tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada pesaing cenderung berada dalam posisi kompetitif yang lemah. Kebijaksanaan manajemen persediaan telah menjadi sebuah senjata untuk memenangkan kompetitif.

Pada perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Manajemen persediaan yang akan dibahas disini lebih difokuskan pada manajemen persediaan bahan baku. Manajemen persediaan bahan baku bertujuan agar tingkat persediaan bahan baku cukup, tidak terlalu banyak tetapi tidak terlalu sedikit, sehingga biaya bahan baku ekonomis dan perusahaan kehilangan \bahan baku. 1 kesempatan untuk melayani penjualan tidak

karena kurangnya persediaan

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR Persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi.

Pengendalian persediaan: aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Pada produk barang, pengendalian persediaan ditekankan pada pengendalian material. Pada produk jasa, pengendalian diutamakan sedikit pada material dan banyak pada jasa pasokan karena konsumsi sering kali bersamaan dengan pengadaan jasa sehingga tidak memerlukan persediaan.

B. ELEMEN HARGA POKOK BAHAN BAKU Terdapat empat kelompok biaya yang mempengaruhi harga pokok persediaan bahan baku, yaitu : 1. Harga Faktur. Harga faktur adalah harga yang disetujui antara perusahaan dengan pemasoknya. Potongan pembelian akan mengurangi harga faktur, sedangkan biaya angkut yang ditanggung perusahaan diperlakukan sebagai tambahan harga faktur. 2. Biaya Pemesan Bahan Baku. Biaya ini disebut juga procurement cost atau ordering cost yaitu biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pembelian bahan baku. Biaya ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu : a. Biaya Pemesan Tetap b. Biaya Pemesan Variabel 3. Biaya Penyimpan Bahan Baku. Biaya ini disebut juga storage cost atau carrying cost yaitu biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan agar siap dipakai di dalam kegiatan produksi. Biaya ini dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Biaya Penyimpanan Tetap b. BiayaPenyimpanan Variabel 2

4. Biaya Ketidakcukupan Persediaan. Biaya ini timbul akibat adanya persediaan bahan baku yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi. Biaya ini meliputi: kerugian hilangnya penjualan, tambahan biaya angkut karena dibeli secara mendadak, tuntutan dari pelanggan karena keterlambatan, dan tambahan biaya karena tidak teraturnya proses produksi.

Jenis Persediaan 1. Persediaan barang jadi biasanya tergantung pada permintaan pasar (independent demand inventory) 2. Persediaan barang setengah jadi dan bahan mentah ditentukan oleh tuntutan proses produksi dan bukan pada keinginan pasar (dependent demand inventory).

Aliran Material

Bahan dalam proses Vendor Pemasok Bahan mentah Barang dalam Proses Barang dalam proses Barang jadi Customer (Pelanggan)

C. ALASAN MEMILIKI PERSEDIAAN

Laba

yang

maksimal

dapat

dicapai

dengan

meminimalkan

biaya

yang

berkaitan dengan persediaan. Namun meminimalkan biaya persiapan dapat dicapai dengan memesan atau memproduksi dalam jumlah yang kecil, sedangkan untuk meminimalkan biaya pemesanan dapat dicapai dengan melakukan pesanan yang besar dan jarang. Jadi meminimalkan biaya penyimpanan mendorong jumlah persediaan yang sedikit atau tidak ada, sedangkan meminimalkan biaya pemesanan harus dilakukan dengan melakukan pemesanan persediaan dalam jumlah yang relatif besar, 3

sehingga mendorong jumlah persediaan yang besar. Alasan

yang

kedua

yang

mendorong perusahaan menyimpan persediaan dalam jumlah yang relatif besar adalah masalah ketidakpastian permintaan. Jika permintaan akan bahan atau produk lebih besar dari yang diperkirakan, maka persediaan penyangga, yang memberikan dapat berfungsi sebagai

perusahaan kemampuan untuk memenuhi tanggal

penyerahan sehingga pelanggan merasa puas. Secara umum alasan untuk memiliki persediaan adalah sebagai berikut :

1. Untuk

menyeimbangkan

biaya

pemesanan

atau

persiapan

dan

biaya

penyimpanan. 2. Untuk memenuhi permintaan pelanggan, misalnya menepati tanggal pengiriman. 3. Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat : a. Kerusakan mesin b. Kerusakan komponen c. Tidak tersedianya komponen d. Pengiriman komponen yang terlambat 4. Untuk menyanggah proses produksi yang tidak dapat diandalkan. 5. Untuk memanfaatkan diskon 6. Untuk menghadapi kenaikan harga di masa yang akan datang.

Hal-Hal Yang Dipertimbangkan 1. Struktur biaya persediaan. a. Biaya per unit (item cost) b. Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost) Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing order) Biaya pengiriman pemesanan Biaya transportasi Biaya penerimaan (Receiving cost) Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost): surat menyurat dan biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan. c. Biaya pengelolaan persediaan (Carrying cost) 4

Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan digunakan untuk investasi (Cost of capital).

Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini berubah sesuai dengan nilai persediaan.

d. Biaya resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence, deterioration and loss). e. Biaya akibat kehabisan persediaan (Stockout cost) 2. Penentuan berapa besar dan kapan pemesanan harus dilakukan.

Biaya Persediaan Jumlah persediaan yang paling optimal yaitu yang paling ekonomis, dalam arti tidak terlalu banyak, yang berarti pemborosan atau penambahan biaya yang tidak perlu, juga tidak terlalu sedikit yaitu masih ada bahaya kehabisan persediaan. Menurut

Tampubolon (2004; 194) biaya-biaya yang timbul dari adanya persediaan digolongkan menjadi empat golongan, yaitu : a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual sejak dari pemesanan (order) dibuat dan dikirim sampai barang-barang atau bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta di inspeksi di gudang. Biaya pemesanan ini sifatnya konstan. Besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan.

Dalam ordering cost,yang termasuk dalam biaya pemesanan ini adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang tersebut, diantaranya biaya administrasi pembelian dan penempatan order, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan.

b. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) Inventory Carrying Cost adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan adanya persediaan yang meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan 5

perusahaan sebagai akibat dari adanya sejumlah persediaan. Biaya ini berhubungan dengan terjadinya persediaan dan disebut juga dengan biaya mengadakan persediaan (stock holding cost). Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat di gudang, sehingga besarnya

Biaya ini bervariasi tergantung dari besar kecilnya rata-rata persediaan yang terdapat di gudang, yang termasuk ke dalam biaya ini adalah semua biaya yang timbul karena barang disimpan yaitu biaya pergudangan yang terdiri dari biaya sewa gudang, upah dan gaji pengawasan dan pelaksana pergudangan serta biaya lainnya. Biaya pergudangan ini tidak akan ada apabila tidak ada persediaan.

c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kehabisan persediaan adalah biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan yang diperlukan karena seorang pelanggan meminta atau memesan suatu barang sedangkan barang atau bahan yang diperlukan tidak tersedia. Biaya ini juga dapat merupakan biaya-biaya yang timbul akibat pengiriman kembali pesanan atau order tersebut

d. Biaya Penyiapan (Set Up Cost) Set up cost adalah biaya-biaya yang timbul di dalam menyiapkan mesin dan peralatan untuk dipergunakan dalam proses konversi. Biaya ini terdiri dari biaya mesin yang menganggur (idle capasity), biaya penyiapan tenaga kerja, biaya penjadwalan, biaya kerja lembur, biaya pelatihan, biaya pemberhentian kerja, dan biaya-biaya pengangguran (idle time costs).

Biaya-biaya ini terjadi karena adanya pengurangan atau penambahan kapasitas yang digunakan pada suatu waktu tertentu. Menurut Riyanti Wiranata (2002), metode pengendalian persediaan terdiri dari :

: 6

a.) Metode pengendalian persediaan tradisional Metode ini secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan mencoba mencari jawaban atas 3 pertanyaan dasar : a. Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk tiap kali pemesanan (economic order quantity - EOQ). b. Kapan saat pemesanan harus dilakukan (reorder point). c. Berapa jumlah cadangan pengaman yang diperlukan (safety stock). Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan.

b.) Metode perencanaan kebutuhan material (material requirements planningMRP) Menurut Mcleod (dikutip oleh Wiranata, 2002) MRP diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh Joseph Orlicky dari J.I Case Company dan kemudian dikembangkan menjadi MRP II pada tahun 1983 oleh Oliver Wight dan George Plossl, yang semula Material Requirements Planning diubah menjadi Manufacturing Resource Planning.

MRP merupakan strategi proaktif, orientasi kedepan dan mengidentifikasikan materi yang diperlukan dan jumlah serta tanggal diperlukannya. Menurut Rangkuti (dikutip oleh Wiranata, 2002) dalam beberapa tahun ini, MRP telah menggantikan sistem persediaan tradisional karena walaupun sistem persediaan tradisional lebih sederhana, namun menimbulkan hal yang tidak menguntungkan, seperti biaya persediaan yang tinggi dan pengiriman barang yang tidak tepat waktu. MRP bersifat komputer oriented yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan-aturan keputusan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan jadwal induk produksi. Selanjutnya, MRP II (Manufacturing Resource Planning) berupaya untuk mengintegrasikan semua proses dalam sistem manufaktur yang berhubungan dengan manajemen material

D. ECONOMIC ORDER QUANTITY Biaya pemesan variabel dan biaya penyimpanan variabel mempunyai hubungan terbalik, yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan, maka semakin rendah biaya penyimpanan variabel. Agar biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan variabel dapat ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian yang paling ekonomis, yaitu dengan rumus :

EOQ = Economic Order Quantity A S C P = Kebutuhan Bahan Baku untuk Tahun yang akan datang = Biaya pemesanan variabel setiap kali pemesanan = Biaya/unit, harga faktur dan biaya angkut/unit yang dibeli = Biaya penyimpanan variabel yang dihitung berdasarkan % dari C

ASUMSI: 1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus. 2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan datang (lead time) harus tetap. 3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out. 4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan datang pada waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket. 5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam jumlah volume yang besar. 6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah persediaan. 7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot. 8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk lain.

Ukuran Lot = Q

Rata-rata Persediaan Q/2

Persedia\ an

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ: D: Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun. S : Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan C: Biaya per unit dalam rupiah per unit I : Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah nilai persediaan pertahun. Q: Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit TC: Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun. Biaya pemesanan per tahun (Ordering cost): OC = S (D/Q)

Biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying cost) CC = ic (Q/2)

Maka, total biaya persediaan: TC = S (D/Q) + ic (Q/2)

Terjadi keseimbangan antara carrying cost dan ordering cost, maka Q dihitung dari:

Q = (2SD)/ic

E. Reorder Point Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan baku. Faktorfaktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah : 1. Lead Time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku dipesan hingga sampai diperusahaan. Lead time ini akan mempengaruhi besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time, semakin lama lead time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama masa lead time. 2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu. 3. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan bahan

minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi. Dari ketiga faktor di atas, maka reorder point dapat dicari dengan rumus berikut ini : Reorder Point = (LD x AU) + SS

LD = Lead Time AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata SS = Safety Stock F. Safety Stock Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti yaitu dengan metode sebagai berikut :

1. Metode Perbedaan Pemakaian Maksimum dan Rata-Rata. Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian

maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.

Safety Stock = (Pemakaian Maksimum - Pemakaian Rata-Rata) Lead Time

10

2. Metode Statistika. Untuk menentukan besarnya safety stock dengan metode ini, maka dapat digunakan program komputer kuadrat terkecil (least square). Kebaikan EOQ : Persediaan tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat yang penting untuk mengatasi serangan jantung Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yang memaksimumkan laba atau meminimumkan biaya Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah besar Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian.

Material Requirements Planning (MRP) Menurut Lalu Sumayang (2003), independent demand inventori adalah persediaan yang tergantung pada permintaan pasar dan tidak tergantung pada operasi perusahaan. Disisi lain adalah dependent demand inventori yang tergantung pada permintaan dari proses produksi berikutnya, sebagai contoh adalah inventori bahan baku dan persediaan barang setengah jadi. Pengelolaan dependent demand inventori ini harus dikelola dengan sistem MRP atau dengan metode Just in Time.

Definisi Material Requirements Planning (MRP) Heizer dan Render (2005) menyebutkan bahwa MRP adalah model permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, status persediaan, penerimaan yang

diperkirakan, dan jadwal produksi induk, yang dipakai untuk menentukan kebutuhan material yang akan digunakan. Roger G. Schroeder (1994) menyebutkan MRP sebagai suatu sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan persediaan dan kapasitas. Tampubolon (2004) menyebutkan MRP merupakan komputerisasi sistem persediaan seluruh bahan yang dibutuhkan dalam proses konversi suatu perusahaan, baik usaha manufaktur maupun usaha jasa.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar yang dimaksud di atas, maka MRP dapat diartikan sabagai sebuah metode perencanaan dan pengendalian 11

material (bahan baku, parts, komponen, dan subkomponen) yang terikat pada unit produksi yang akan dihasilkan, dengan menggunakan suatu sistem yang suadah terintegrasi.

Tujuan dan Manfaat Material Requirements Planning (MRP) a.) Menurut Herjanto (1999), tujuan MRP adalah : 1. Meminimumkan persediaan (inventory) MRP menentukan sebarapa banyak dan kapan suatu item diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Produksi Induk. 2. Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu

produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Produksi Induk. 3. Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan item yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen. b.) Manfaat Material Requirements Planning Menurut Render dan Heizer (dikutip oleh Rovianty, 2007), manfaat dari MRP adalah : 1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen. 2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja. 3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik. 4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar 5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.

Input Sistem Material Requirements Planning (MRP) Menurut Chase, et al (dikutip oleh Rovianty, 2007), MRP memiliki tiga input informasi yang diperlukan, yaitu : 1. Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedules (MPS))

12

MPS adalah perencanaan dalam suatu fase yang menentukan berapa banyak dan kapan perusahaan merencanakan, membuat tiap akhir produk akhir. MPS dibuat dengan cara membagi rencana produksi total dalam bermacammacam produk akhir yang akan dibuat, dimana hasil ramalan tersebut dipakai untuk membuat rencana produksi yang pada akhirnya dibuat rencana yang lebih terperinci atau rencana jangka pendek. MPS merupakan proses alokasi untuk membuat sebuah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dimiliki.

2.

Struktur Produk (Bill of Material (BOM)) BOM merupakan daftar item yang diperlukan untuk membuat atau

merakit satu unit produk jadi. BOM file berisi penjelasan yang lengkap atas produk, tidak hanya mencantumkan data mengenai bahan baku dan item tetapi juga mencantumkan mengenai urutan-urutan produksi. BOM juga sering disebut sebagai struktur pohon produk (product structure tree) karena BOM ini menunjukkan bagaimana sebuah produk komponen. itu dibentuk oleh komponen-

Struktur produk ini menunjukkan berapa banyak setiap item dan bagian produk yang akan diperlukan, urutan perakitan bila strutur produk dimasukkan ke dalam master BOM, yang memperinci semua nama komponen, nomor identitas, nomor gambar, dan sumber bahan baik yang dibuat dalam perusahaan ataupun yang dibeli dari pihak luar. Daftar komponen ini akan dirakit, sehingga master BOM juga merupakan suatu bentuk pemrosesan.

3.

Catatan Daftar Persediaan (inventory records file) Catatan daftar persediaan merupakan catatan tentang persediaan item yang ada ada di gudang dan yang sudah dipesan tapi belum diterima. Catatan ini digunakan bila diperlukan dalam produksi. Isi catatan ini adalah nomor identifikasi, kuantitas yang tersedia, tingkat stok pengaman (safety stock), kuantitas yang telah direncanakan untuk produksi dan waktu tunggu pengadaan (procurement 13

leadtime) untuk tiap item. Catatan ini harus selalu up to date dengan cara melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi seperti penerimaan, pengeluaran, produk gagal dan pemesanan, untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.

Output Sistem Material Requirements Planning (MRP) Menurut Wiranata (2002), rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar lead time dari setiap item. Lead time dari suatu item yang dibeli merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang diterima, sedangkan untuk produk yang dibuat di pabrik sendiri, merupakan periode antara perintah harus dibuat sampai dengan selasai diproses. Secara umum output dari MRP adalah : a. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier. b. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang. c. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan. d. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan. Output dari MRP dapat pula disebut suatu aksi yang merupakan tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.

Penilaian Persediaan Tujuan utama dari penilaian persediaan digunakan untuk proses penandingan antara pendapatan dan biaya. Proses penandingan ini dilakukan dalam menentukan besarnya biaya dari barang yang tersedia untuk dijual, untuk kemudian dikurangi dengan pendapatan pada periode berjalan, sehingga dari proses penandingan ini akan diperoleh besarnya laba perusahaan.

Menurut pendapat dari Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2002:457) menyatakan bahwa: Tujuan utama dari pemilihan asumsiarusbiaya adalah untuk memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodic sesuai dengan kondisiyang berlaku.

14

Metode Penilaian Persediaan Penilaian persediaan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kelayakan hasil usaha dan posisi keuangan suatu perusahaan. Persediaan dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan dengan memperhitungkan seluruh biaya-biaya untuk memperoleh nilai yang wajar yang berati persediaan yang ada didalam perusahaan sesuai dengan yang diperhitungkan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada nilai perolehannya, yakni nilai pembelian persediaan tersebut setelah ditambah dengan biaya -biaya yang terkait didalamnya sampai dengan persediaan untuk digunakan atau dijual. Berdasarkan arus factor biaya, Standar Akuntansi Keuangan (2002:14,5) menyatakan tentang metode penilaian persediaan adalah: Biaya-biaya persediaan harus diperhitungkan dengan menggunkan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO), rata-rata (weight average), atau masuk pertama keluar pertama (MTKP/LIFO). Dari pernyataan tersebut jelas bahwa nilai persediaan dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode FIFO,LIFO dan Weghted Average dikenal dengan metode Average cost. A. Metode FIFO (MPKP)

Asumsi dari metode ini adalah bahwa metode yang dibebankan sebagai biaya pada periode berjalan terdiri dari pembelian terdahulu, sehingga pada akhir periode nilainya terdiri dari harga pembelian terakhir. metode ini menekankan arus nilai sesuai dengan arus barang karena nilai persediaan yang pertama diperoleh atau pembelian terdahulu langsung dibebankan dalam operasi periode berjalan, sehingga nilai persediaan yang tersisa adalah pembelian terakhir. Artinya harga pokok sesuai dengan urutan terjadinya. persediaan akan dibebankan

Apabila ada penjualan atau pemakaian barang maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang terlalu disusul yang dimasuk berikutnya, persediaan akhir dibebani harga pokok pembelian yang terakhir. Adapun tujuan dari metode FIFO ini adalah: 1. Merupakan penggabungan semua unsure laba pada saat penjualan, dimana gain dan loss yang timbul dari perubahan-perubahan harga yang dianggap tidak dapat dipisahkan dari income yang merupakan hasil dari keputusan manajerial dalam kegiatan normal perusahaan

15

2. Untuk menyajikan persediaan akhir didalam neraca berdasarkan harga yang paling akhir 3. Untuk melakukan matching atau current cost dengan revenue dan pelaporan secara terpisah antara gain dan loss yang disebabkan oleh perubahan harga

B.

Metode LIFO

Nilai persediaan yang dibebankan periode berjalan merupakan nilai persediaan pembelian akhir dan sebelumnya, sedangkan persediaan merupakan persediaan awal dan pembelian awal periode. LIFO cendrung menghasilkan laba yang terendah jika harga meningkaat dan laba yang tertinggi jika harga turun. Ada beberapa alasan dalam menggunakan metode LIFO ini antara lain: a. Memudahakan penandingan biaya berjalan dengan pendapatan berjalan b. Apabila harga meningkat, penilaian persediaan dilakukan secara konservatif c. Perubahan-perubahan harga sepanjang siklus produksi tidak akan mengakibatkan pelaporan kerugian dan keuntungan yang tidak direalisasikan yang timbul dari penyimpangan inventory semula dan kenaikan dalam jumlah inventory. d. LIFO memungkinkan pemerataan laba sepanjang siklus usaha apabila harga-harga menigkat ataupun menurun. e. Pendapatan hanya dilakukan apabila pendapatan untuk pembayaran deviden atau tujuan lain.

C.

Metode Average Cost

Penilaian persediaan menurut metode ini adalah bahwa persediaan yang dibebankan pada periode berjalan atau nilai persediaan pada akhir periode merupakan nilai yang dirata-ratakan dari saldo awal dan pembelian-pembelian pada periode tersebut. Cara ini berbeda dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya karena berdasarkan atas ratarata dimana harga tersebut dari pengaruhi oleh jumlah barang-barang yang diperoleh pada masing-masing harganya. bahwa dengan metode ini perseidan barang nilai berdasarkan harga rata-rata diseluruh pembelian dengan seluruh unit barang yang dibeli.

16

Metode rata-rata tertimbang adalah netral ditinjau dari persediaan dan harga pokok penjualan dan harga pokok produksi, pada umumnya harga pokok penjualan dan harga pokok produsi serta laba akan jatuh diantara ekstrim-ekstrim FIFO dan LIFO. Bila rata-rata tertimbang digunakan, hasilnya lebih dekat dari yang diperoleh dengan menggunakan FIFO, karena pembelian-pembelian yang baru menerima boot yang lebih besar. Pemilihan salah satu dari ketiga metode penilaian pesediaan didasarkan pada pertimbangan bahwa: a) Apabila harga relatif stabil maka menggunaan ketiga metode tersebut tidak

menunjukan perbedaan hasil usaha dan posisi keuangan seuatu perusahaan. b) Apabila harga cendrung meningkat secara terus menerus maka metode LIFO akan memberikan gambaran yang lebih jelas realistis dibandingkan dengan pendapatan penjualan. Sehingga mencerminkan tingkat laba rugi yang rendah dari persediaan yang disajikan dalam neraca nilai dengan harga pokok terdahulu yang mempunyai yang mempunyai nilai lebih dari harga pokok saat ini. c) Apabila harga cendrung menurun terus menerus akan terjadi sebaliknya bahwa dengan menggunakan metode FIFO dianggap lebih realistis karena perhitungan laba rugi dilakukan atas dasar harga lebihdahulu yang lebih besar, sedangkan sisa persediaan dalam neraca dinilai dengan barang yang lebih mendekati harga pada saat ini.

Metode yang dipilih akan tergantung pada perusahaan yang menerapkannya, namun hendaknya dimengerti bahwa metode penilaian yang dipilih harus digunakan pada masa yang akan datang. Metode penilaian persediaan dengan didasarkan pada arus biaya (cost) adalah yang layak digunakan dalam praktek dunia usaha, tetapi ada

pengecualian apabila mamfaat yang diberikan sudah tidak layak sesuai lagi dengan costnya maka dapat diperkenankan untuk melakukan penyimpangan dari suatu penilaian berdasarkan arus biaya.

Menurut manfaat yang diberikan persediaan diakibatkan karena beberapa factor yang mempengaruhi, seperti yang terjadi akibat kerusakan,keusangan karena pengelohan

atau pemakaian dan sebab kondisi lainnya. Apabila hal ini terjadi maka pengurangan 17

manfaat dari persediaan harus dianggap sebagai kerugian pada periode terjadinya, akibat dari pengurangan mamfaat tersebut, maka perhitungan kerugian atau pengurangan mamfaat yang terjadi dilakukan dengan cara mencantumkan nilai persediaan secara lebih rendah dari costnya dengan menggunakan nilai persediaan yang berlaku sebagai dasar penilaiannya. Penyimpangan seperti ini sering diistilahkan dalam bidang akuntansi sebagai metode penilaian biaya persediaan yang lebih rendah dari harga pasar atau disebut lower of cost or market.

18

BAB III PENUTUP Persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Dan pengendalian persediaan ditekankan pada pengendalian material. Pada produk jasa, pengendalian diutamakan sedikit pada material dan banyak pada jasa pasokan karena konsumsi sering kali bersamaan dengan pengadaan jasa sehingga tidak memerlukan persediaan.

Terdapat empat kelompok biaya yang mempengaruhi harga pokok persediaan bahan baku, yaitu : Harga Faktur, Biaya Pemesan Bahan Baku, Biaya Penyimpan Bahan Baku, Biaya Ketidakcukupan Persediaan. Jenis Persediaan terdiri atas : 1. Persediaan barang jadi biasanya tergantung pada permintaan pasar (independent demand inventory) 2. Persediaan barang setengah jadi dan bahan mentah ditentukan oleh tuntutan proses produksi dan bukan pada keinginan pasar (dependent demand inventory). Secara umum alasan untuk memiliki persediaan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menyeimbangkan biaya pemesanan atau persiapan dan biaya

penyimpanan. 2. Untuk memenuhi permintaan pelanggan, misalnya menepati tanggal pengiriman. 3. Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat : Kerusakan mesin, Kerusakan komponen, Tidak tersedianya komponen, Pengiriman komponen yang terlambat 4. Untuk menyanggah proses produksi yang tidak dapat diandalkan. 5. Untuk memanfaatkan diskon 6. Untuk menghadapi kenaikan harga di masa yang akan datang.

Metode pengendalian persediaan terdiri dari : 1. Metode pengendalian persediaan tradisional (economic order quantity - EOQ). 2. Metode perencanaan kebutuhan material (material requirements planning- MRP)

19

Biaya-biaya persediaan terdiri atas biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO), rata-rata (weight average), atau masuk pertama keluar pertama (MTKP/LIFO). Dari pernyataan tersebut jelas bahwa nilai persediaan dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode FIFO,LIFO dan Weghted Average dikenal dengan metode Average cost.

20

You might also like