You are on page 1of 8

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik

dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga Makalah ini dapat diper gunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi teman- teman seka lian. Harapan kami semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bag i parateman-teman sekalian, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi Ma kalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada teman-teman sekalian untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah in i. Makasar, 28 september 2011

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

1 2 3 3 3 3 3 4 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN MASALAH 1.4 MANFAAT PENULISAN BAB II PEMBAHASAN 2.1 BUNYI

2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8

FONETIK DAN FONEMIK ALAT UCAP 5 PITA SUARA 6 VOKAL 6 KONSONAN 7 PERUBAHAN FONEM INTONASI 10 12

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN 3.2 SARAN

12 12 13

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan berbahasa manusia selain secara lisan juga melalui tulisan. Bunyi bahas ayang semula terwujud dalam bentuk bunyi atau suara dalam bahasa tulis, bunyi-bu nyitersebut akan terwujud dalam bentuk lambang bunyi yang disebut dengan huruf. Dalam hal itu harus disadari bahwa huruf sebagai wakil dari bunyi atau sebagai l ambang bunyi tidak akan mampu mewakili secara lengkap dan sempurna.Sebenarnya ki ta merasakan perbedaan dalam bunyi bahasa, namun kita pun tahu bahwaperbedaan it u tidak penting secara tidak sadar sebenarnya bunyi yang banyak danberbeda-beda itu telah kita kelompokkan dalam suatu satu kesatuan dalam bunyi yang penting un tuk menandai perbedaan-perbedaan arti itu. Selanjutnya, kesatuan bunyi itukita s ebut fonem, atau dengan kata lain fonem adalah kesatuan bunyi terkecil yangmembe dakan arti. 1.2 Adapun 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Rumusan masalah rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui apa itu bunyi. Untuk mengetahui fonetik dan fonemik Untuk mengetahui alat ucap. Untuk mengetahui pita suara. Untuk mengetahui vocal. Untuk mengetahui konsonan. Untuk mengetahui perubahan fonem. Untuk mengetahui intonasi.

1.3 Tujuan masalah Adapun tujuan masalah dari makalah ini adalah:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Apa itu bunyi? Apa itu fonetik dan fonemik? Bagaimanakah alat ucap menghasilkan bunyi yang baik? Apa itu pita suara? Apa itu vocal? Apa itu konsonan? Apa itu perubahan fonem? Apa itu intonasi?

1.4 Manfaat penulisan Berdasarkan latar belakang, masalah dan tujuan diatas, manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca, khususnya mahasiswa dapat mengetahui danmemaham i tentang distribusi fonem bahasa Indonesia dan lebih mendalami tentang ilmu fon ologi.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Bunyi Bila kita ditempatkan di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat yang mengguna kan suatu bahasa yang tak kita pahami sama sekali, serta mendengar percakapan an tar penutur-penutur bahasa itu, maka kita mendapat kesan bahwa apa yang merangsa ng alat pendengar kita itu merupakan suatu arus-bunyi yang di sana-sini diseling i perhentian sebentar atau lama menurut kebutuhan penuturnya. Bila percakapan it u tarjadi antara dua orang atau lebih, akan tampak pada kita bahwa sesudah seseo rang menyelesaikan arus-bunyinya itu, maka yang lain akan mengadakan reaksi . Re aksinya dapat berupa : mengeluarkan lagi arus-bunyi yang tak dapat kita pahami i tu, atau melakukan suatu tindakan tertentu. Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dalam pengertia n kita sehari-hari disebut bahasa itu meliputi dua bidang yaitu : bunyi yang dih asilkan oleh alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi t adi; bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adan ya reaksi itu. Untuk selanjutnya arus-bunyi itu kita namakan arus-ujaran. Bila kita mengadakan pemotongan suatu arus-ujaran atas bagian-bagian atau segmen -segmen, dan bagian-bagian itu dipotong-potong lagi dan seterusnya, akhirnya kit a sampai kepada unsur-unsur yang paling kecil yang disebut bunyi-ujaran . Tiap b unyi ujaran dalam suatu bahasa mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Bila buny i-ujaran itu sudah dapat membedakan arti maka ia disebut fonem ( phone = bunyi, -ema = suatu akhiran dalam bahasa Yunani yang berarti mengandung arti ). Bila kita melihat deretan kata-kata seperti: lari, dari, tari, mari, atau dereta n lain seperti: dari, daki, dasi, dahi, dan sebagainya, dengan jelas kita meliha t bahwa bila suatu unsur diganti dengan unsur lainnya akan terjadi pula akibat y ang besar yaitu: perubahan arti yang terkandung dalam kata itu. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa kesatuan-kesatuan yang kecil yang terjadi dari bunyi-ujaran i tu mempunyai peranan dalam membedakan arti. 2.2 Fonetik dan Fonemik Bagian dari Tatabahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam Il mu Bahasa disebut fonologi . Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional/membedakan makna Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yaitu Fonetik dan Fonemik . Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dip akai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembed a arti. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan ole h alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fo nemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yan

g manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Fonetik digolongkan kedalam 3 macam, yakni: Fonetik artikulatoris adalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidik i bagaimana pengarikulasian bunyi-bunyi didalam bahasa Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebaga i getaran suara Fonetik auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia 2.3 Alat Ucap Kita tidak akan memahami sebaik-baiknya segala macam bunyi-ujaran bila kita tida k mengetahui sebaik-baiknya tentang alat ucap yang menghasilkan bunyi-bunyi ters ebut. Sebab itu dalam Fonologi dipelajari juga bagian-bagian tubuh yang ada sang kut-pautnya dengan menghasilkan bunyi-ujaran tersebut. Bunyi-ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari alat-ucap yang terdap at dalam tubuh manusia. Ada tiga macam alat-ucap yang perlu untuk menghasilkan s uatu bunyi-ujaran, yaitu: 1. Udara : yang dialirkan keluar dari paru-paru. 2. Artikulator : bagian dari alat-ucap yang dapat digerakkan atau digeserka n untuk menimbulkan suatu bunyi. 3. Titik artikulasi : ialah bagian dari alat-ucap yang menjadi tujuan sentu h dari artikulator. Dalam menimbulkan bunyi-ujaran /k/ misalnya, dapat kita lihat kerja sama antara ketiga faktor tersebut dia atas. Mula-mula udara mengalir keluar dari paru-paru, sementara itu bagian belakang lidah bergerak ke atas serta merapat ke langit-la ngit lembut. Akibatnya udara terhalang. Dalam hal ini belakang lidah menjadi art ikulatornya, karena belakang lidah merupakan alat-ucap yang bergerak atau digera kkan, sedangkan langit-langit lembut menjadi titik artikulasinya, karena dia tid ak bergerak, dia menjadi tempat tujuan atau tempat sentuh belakang lidah.

2.4 Pita Suara Di ujung atas laring terdapatlah dua buah pita yang elastis yang disebut pita su ara . Letak pita suara itu horizontal. Antara kedua pita suara itu terdapat suat u celah yang disebut glotis . Dalam menghasilkan suatu bunyi, pita suara itu dap at mengambil empat macam sikap yang penting: 1. Antara kedua pita suara terdapat celah ( glotis ). Celah ini pada suatu saat terbuka lebar , serta udara yang mengalir keluar dari paru-paru tidak menda pat halangan sehingga tidak terdengar geseran sedikitpun. Bunyi yang dihasilkan dengan posisi ini adalah: /h/. 2. Kebalikan dari posisi di atas adalah sikap di mana pita suara tertutup r apat . Udara yang keluar dari paru-paru ditahan oleh pita suara yang tertutup ra pat terbentang tegang menutup laring. Bunyi yang dihasilkan dengan sikap ini ada lah bunyi hamzah ( glotal stop ). Bunyi ini biasanya dilambangkan dengan /?/, at au dalam ejaan lama dipergunakan tanda ('). 3. Posisi yang ketiga adalah bagian atas dari pita suara terbuka sedikit ; udara yang keluar dapat juga menggetarkan pita suara. Segala macam bunyi-ujaran lainnya terjadi dengan sikap pita suara ini. Bila udara yang keluar itu turut me nggetarkan pita suara maka terjadilah bunyi-ujaran yang bersuara ; bila pita sua ra tidak turut digetarkan maka terjadilah bunyi-ujaran yang tak bersuara. 4. Sikap yang keempat adalah bagian bawah dari pita suara terbuka sedikit . Dalam sikap ini kekuatan udara itu hilang atau berkurang sehingga segala macam bunyi-ujaran yang dihasilkan dengan sikap III berkurang juga. Peristiwa ini terj adi ketika berbisik. Di samping rongga-rongga laring, faring dan rongga mulut sebagaimana telah diseb utkan di atas, rongga hidung juga memainkan peranan yang penting dalam menghasil kan bunyi. 2.5 Vokal Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru tid ak mendapat halangan sedikit juga, kita mendapat bunyi-ujaran yang disebut vokal

. Jenis dan macamnya vokal tidak tergantung dari kuat-lembutnya udara, tetapi t ergantung dari beberapa hal berikut: 1. Posisi bibir. Yaitu bentuk bibir pada waktu mengucapkan suatu bunyi. Bibir dapat mengambil pos isi bundar atau rata. a. Bila bentuknya bundar terjadilah vokal bundar : o, u, a. b. Bila bentuknya rata terjadilah vokal tak bundar : i, e. 2. Tinggi-rendahnya lidah. Lidah adalah bagian dari rongga mulut yang amat elastis. Jika ujung dan belakang lidah dinaikkan, terjadilah bunyi yang disebut vokal belakang, misalnya: u, o, dan a. Jika lidah rata, akan terjadi bunyi-ujaran yang disebut vokal pusat, yait u e (pepet). 3. Maju-mundurnya lidah. Yang menjadi ukuran maju mundurnya lidah adalah jarak yang terjadi antara lidah dan alveolum. Apabila lidah itu dekat ke alveolum, bunyi-ujaran yang terjadi dis ebut vokal atas, misalnya i dan u. Bila lidah diundurkan lagi, terjadilah bunyi yang disebut vokal tengah, misalnya e. Bila lidah diundurkan sejauh-jauhnya, ter jadilah bunyi yang disebut vokal bawah, misalnya a. Batasan : Vokal adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari p aru-paru tidak mendapat halangan. 4. Diftong. Sebelum membicarakan jenis ujaran lain yang disebut konsonan, perlu dibicarakan satu hal yang dalam Tatabahasa Tradisional disebut diftong. Menurut Tatabahasa T radisional, diftong adalah dua vokal berturutan yang diucapkan dalam suatu kesat uan waktu misalnya seperti yang terdapat dalam kata-kata ramai, pantai, pulau, dan sebagainya. Urutan vokal seperti dalam kata dinamai, ditandai, dll. tidak terma suk diftong, karena tiap-tiapnya diucapkan dalam kesatuan waktu yang berlainan. Dalam tutur sehari-hari sering terjadi bahwa diftong itu dirubah menjadi satu bu nyi tunggal (monoftong), misalnya: kata-kata pantai, ramai, pulau berubah menjad i pante, rame, pulo, dsb. Proses perubahan bunyi diftong menjadi monoftong dalam Tatabahasa Tradisional disebut monoftongisasi. Sebaliknya dapat terjadi bahwa k ata-kata yang pada mulanya mengandung bunyi monoftong mengalami perubahan menjad i diftong, misalnya kata-kata sentosa dan anggota dirubah menjadi sentausa dan a nggauta. Proses ini disebut diftongisasi. Dalam Linguistik Modern pengertian diftong tidak digunakan lagi karena tidak ses uai dengan hakekat dari bunyi-bunyi tersebut. Bila kita secara tegas mencatat bu nyi-bunyi tersebut dengan mempergunakan prinsip-prinsip Linguistik Modern, maka ada yang ada hanya urutan-urutan konsonan-vokal. Secara fonetis kata-kata terseb ut di atas akan ditulis: /ramay/, /pantay/, /pulaw/, dan sebagainya. 2.6 Konsonan Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru men dapat halangan, maka terjadilah bunyi yang disebut konsonan . Halangan yang diju mpai udara itu dapat bersifat sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukka n arus udara itu. Dengan memperhatikan bermacam-macam factor untuk menghasilkan konsonan, maka kit a dapat membagi konsonan-konsonan: 1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya. 2. Berdasarkan macam halangan udara yang dijumpai udara yang mengalir kelua r. 3. Berdasarkan turut-tidaknya pita suara bergetar. 4. Berdasarkan jalan yang dilalui udara ketika keluar dari rongga-rongga uj aran. Batasan : Konsonan adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dar i paru-paru mendapat halangan. 1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya, konsonan-konsonan dapat diba gi atas: a. Konsonan bi-labial, bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bi bir: /p/, /b/, /m/, dan /w/. Karena kedua belah bibir sama-sama bergerak, serta keduanya juga menjadi titik sentuh dari bibir yang lainnya, maka sekaligus merek a bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi.

b. Konsonan labio-dental, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya: /f/ dan / v/. c. Konsonan apiko-interdental, adalah bunyi yang terjadi dengan ujung lidah yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi sebagai titik artikulasinya : /t/ dan /n/. d. Konsonan apiko-alveolar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah sebaga i artikulator dan lengkung kaki gigi sebagai titik artikulasinya: /d/ dan /n/. e. Konsonan palatal, adalah bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebag ai artikulator dan langit-langit keras sebagai titik artikulasinya: /c/, /j/, da n /ny/. f. Konsonan velar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai arti kulator dan langit-langit lembut sebagai titik artikulasinya: /k/, /g/, /ng/, da n /kh/. g. Hamzah (glottal stop), adalah bunyi yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru. Cel ah antara kedua pita suara tertutup rapat. h. Laringal, adalah bunyi yang terjadi karena pita suara terbuka lebar. Bunyi in i dimasukkan dalam konsonan karena udara yang keluar mengalami gesekan. 2. Berdasarkan halangan yang dijumpai udara ketika keluar dari paru-paru, konson an dapat pula dibagi-bagi atas: a. Konsonan hambat (stop), merupakan konsonan yang terjadi karena udara yang kel uar dari paru-paru sama sekali dihalangi: /p/, /b/, /k/, /t/, /d/, dll. Dalam pe laksanaannya, konsonan hambat dapat disudahi dengan suatu letusan; dalam hal ini konsonan hambat itu disebut konsonan peletus atau konsonan eksplosif, misalnya konsonan p dalam kata pukul, lapar. Atau konsonan hambat itu dapat dilaksanakan dengan tidak ada letusan; maka hambat itu bersifat implosif, misalnya /t/ dalam kata berat, parit, dll. Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa hambat eksplosif terdapat bila suatu konsonan hambat diikuti vokal, sedangkan konsonan hambat implosif terjadi bila konsonan hambat itu tidak diikuti vokal. b. Frikatif (bunyi geser) , merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang kelu ar dari paru-paru digesekkan: /f/, /h/, dan /kh/. c. Spiran, merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengadukan diiringi bunyi desis: /s/, /z/, /sy/. d. Likuida, atau disebut juga lateral , merupakan bunyi yang dihasilkan dengan m engangkat lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan keluat melal ui kedua sisi: /l/. e. Getar atau trill, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke al veolum atau pangkal gigi, kemudian lidah itu menjauhi alveolum lagi, dan seterus nya terjadi berulang-ulang dengan cepat, sehingga udara yang keluar digetarkan. Bunyi ini, yang dihasilkan dengan ujung lidah sebagai artikulator disebut getar apikal . Di samping itu dalam Ilmu Bahasa dikenal pula semacam bunyi getar lain yang mempergunakan anak tekak sebagai artikulatornya, dan yang bertindak sebagai titik artikulasinya adalah belakang lidah. Konsonan getar macam ini disebut get ar uvular . Getar apikal dilambangkan dengan /r/, sedangkan getar uvular secara fonetis dilambangkan dengan /R/. 3. Berdasarkan bergetar tidaknya pita suara, konsonan terbagi atas: a. Konsonan bersuara, jika pita suara turut bergetar: /b/, /d/, /n/, /g/, /w/, d an sebagainya. b. Konsonan tak bersuara, jika pita suara tidak bergetar: /p/, /t/, /c/, /k/, da n sebagainya. 4. Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga ujaran, k onsonan terbagi atas: a. Konsonan oral, jika udaranya keluar melalui rongga mulut: /p/, /b/, /k/, /d/, /w/ dan sebagainya. b. Konsonan nasal, jika udaranya keluar melalui rongga hidung: /m/, /n/, /ny, /n g/. 2.7 Perubahan Fonem Dalam pelaksanaan bunyi-bunyi ujaran, terjadilah pengaruh timbal-balik antara bu

nyi-bunyi ujaran yang berdekatan. Karena adanya pengaruh timbal-balik itu terjad ilah perubahan-perubahan bunyi-ujaran; ada perubahan yang jelas kedengaran, ada yang kurang jelas kedengaran perubahan yang tidak jelas misalnya fonem /a/ yang berada dalam suku kata /a/ yang berada dalam suku kata terbuka kedengarannya leb ih nyaring bila dibandingkan dengan fonem /a/ yang terdapat dalam suku kata tert utup. Bandingkan antara /a/ pada kata: pada, kata, rata , dengan pada kata: beda k, tidak, sempat , dan lain-lain. Perubahan-perubahan yang jelas kedengaran dan yang terpenting, yang biasa terdap at dalam bahasa adalah: 1. Asimilasi Asimilasi dalam pengertian biasa berarti penyamaan . Dalam Ilmu Bahasa asimilasi berarti proses di mana dua bunyi yang tidak sama disamakan atau dijadikan hampe r bersamaan. Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat dari fonem yang diasimilasikan dan berdasarkan sifat asimilasi itu sendi ri. a. Berdasarkan tempat dari fonem yang diasimilasikan kita dapat membagi asimilas i atas: 2.8 Intonasi Bila kita memperhatikan dengan cermat tutur bicara seseorang, maka arus ujaran ( bentuk bahasa) yang sampai ke telinga kita terdengar seperti berombak-ombak. Hal ini terjadi karena bagian-bagian dari arus ujaran itu tidak sama nyaring diucap kan. Ada bagian yang diucapkan lebih keras dan ada bagian yang diucapkan lebih l embut; ada bagian yang diucapkan lebih tinggi dan ada bagian yang lebih rendah; ada bagian yang diucapkan lambat-lambat dan ada bagian yang diucapkan dengan cep at. Di samping itu disana-sini, arus ujaran itu masih dapat diputuskan untuk sua tu waktu yang singkat atau secara relatif lebih lama, dengan suara yang meninggi (naik), merata, atau merendah (turun). Keseluruhan dari gejala-gejala ini yang terdapat dalam suatu tutur disebut intonasi . Berarti intonasi itu bukan merupakan suatu gejala tunggal, tetapi merupakan perp aduan dari bermacam-macam gejala yaitu tekanan (stress), nada(pitch), durasi (pa njang-pendek), perhentian, dan suara yang meninggi, mendatar, atau merendah pada akhir arus ujaran tadi. Intonasi dengan semua unsur pembentuknya itu disebut un sur suprasegmental bahasa. Landasan intonasi adalah rangkaian nada yang diwarnai oleh tekanan, durasi, perhentian dan suara yang menaik, merata, merendah pada a khir arus ujaran itu. 1. Tekanan (Stress) Yang dimaksud dengan tekanan (stress) adalah suatu jenis unsur suprasegmental ya ng ditandai oleh keras-lembutnya arus ujaran . Arus ujaran yang lebih keras atau lebih lembut ditentukan oleh amplitudo getaran, yang dihasilkan oleh tenaga yan g lebih kuat atau lebih lemah. Bila kita mengucapkan sepatah kata secara nyaring , misalnya kata / perumahan/, akan terdengar bahwa dalam arus ujaran itu ada bag ian yang lebih keras diucapkan dari bagian yang lain. 2. Nada Yang dimaksud dengan nada adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh tinggi-rendahnya arus-ujaran. Tinggi rendahnya arus-ujaran terjadi karena frekuensi getaran yang berbeda antar segmen. Bila seseorang berada dalam kesedihan ia akan berbicara dengan nada yan g rendah. Sebaliknya bila berada dalam keadaan gembira atau marah, nada tinggila h yang biasanya dipergunakan orang. Suatu perintah atau pertanyaan selalu disert ai nada yang khas. Nada dalam ilmu bahasa biasanya dilambangkan dengan angka mis alnya /2 3 2/ yang berarti segmen pertama lebih rendah bila dibandingkan dengan segmen kedua, sedangkan segmen ketiga lebih rendah dari segmen kedua. Dengan nad a yang berbeda, bidang arti yang dimasukinya pun akan berbeda. 3. Durasi Yang dimaksud dengan durasi adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditanda i oleh panjang pendeknya waktu yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah segmen. Dalam tutur, segmen-segmen dalam kata / tinggi / yaitu / ting / dan / gi / masin g-masingnya dapat diucapkan dalam waktu yang sama, tetapi dapat terjadi bahwa se orang pembicara dapat mengucapkan segmen / ting / lebih lama dari segmen / gi /

atau sebaliknya. 4. Kesenyapan Kesenyapan merupakan suatu proses yang terjadi selama berlangsungnya suatu tutur atau suatu arus-ujaran, yang memutuskan arus-ujaran yang tengah berlangsung. Ol eh karena itu kesenyapan selalu berada dalam bidang tutur, minimal dalam bidang kalimat. Ada kesenyapan yang bersifat sementara atau berlangsung sesaat saja, yang menunj ukkan bahwa tutur itu masih akan dilanjutkan. Ada pula perhentian yang sifatnya lebih lama, yang biasanya diikuti oleh suara yang menurun yang menyatakan bahwa tutur atau bagian dari tutur itu telah mencapai kebulatan.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Bagian dari Tatabahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam Il mu Bahasa disebut fonologi . Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yaitu Fonetik dan Fonemik . Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dip akai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembed a arti. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan ole h alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fo nemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yan g manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Fonetik digolongkan kedalam 3 macam, yakni: Fonetik artikulatoris adalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidik i bagaimana pengarikulasian bunyi-bunyi didalam bahasa Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebaga i getaran suara Fonetik auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia 3.2 SARAN 1. Diharapkan dengan adanya pembahasan ini, kita lebih mengetahui dan memahami Fonologi 2.Kegiatan semacam ini perlu dilestarikan guna menambah pengetahuan dalam proses pembelajaran Fonologi 3. Diharapkan dengan adanya pembahasan ini, mahasiswa / pembaca lebihmendalami Fonologi. DAFTAR 1. 2. 3. PUSTAKA Pesona bahasa langkah awal memahami linguistic http://www.slideshare.net/Rakatajasa/materi-fonologi-bahasa-indonesia http://tata-bahasa.110mb.com/Fonologi.htm

You might also like