You are on page 1of 12

PENDAHULUAN Sebagaimana telah diketahui, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat islam bahwa

mereka memang tertinggal jauh dari Eropa. Pada abad ke-19, di banyak wilayah Islam(dunia Islam), seperti di benua Afrika, Timur Tengah dan India bermunculan gerakan-gerakan pemurnian pembaharuan. Gerakan pembaharuan itu dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik (Yatim, 1993: 184). Timbulnya gerakan-gerakan tersebut, menurut Munawir Sjadzali, paling tidak dilatar belakangi oleh tiga hal. Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor-faktor internal. Kedua, intervensi Barat terhadap kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam. Dan ini berakhir dengan kolonialisme Negara-negara Barat atau sebagian besar wilayah dunia Islam. Ketiga, keunggulan barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi pemerintahan (Sjadali, 1991: 115). Gagasan politik yang pertamakali muncul adalah Pan-Islamisme(persatuan Islam sedunia) yang mula-mula didengungkan oleh Utsmaniah Muda ( (Keddie, 1996: 30). Namun gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam kenamaan, Jamaluddin Afghani(1838/9-1987M). Menurut L. Stoddard, Afghani adalah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha yang teliti untuk pertahanan (Sjadali, 1991: 61). Untuk itulah makalah ini mencoba mengkaji ide-ide pembaharuan dan kegiatan politik Jamaluddin Afghani, namun sebelum itu akan dikemukakan terlebih dahulu riwayat hidupnya.

PEMBAHASAN A. Riwayat Hidup Jamaluddin Afghani Tak ada sumber primer yang mendukung bahwa tempat lahir atau besarnya adalah di Afghan, seperti yang biasa diakuinya. Kini banyak sumber yang memperlihatkan bahwa dia tak mungkin orang Afghan, tetapi lahir dan mendapat pendidikan Syiah di Iran. Sumber-sumber ini antara lain surat untuk kemenakan Irannya, yang menulis satusatunya biografi awal yang berdasar pada masa lahir dan kanak-kanaknya yang sebenarnya. Berbagai buku dan risalah bertahun yang ditemukan diantara tulisan-tulisan afghani, memperlihatkan bahwa akibat dididik di Iran, dan hampir pasti di kota-kota suci Syiah di Irak, dia piawai dalam filsafat Islam dan juga dalam Syiah Mazhab Syaikhi, yang merupakan ragam Syiah yang sangat filosofis pada abad ke-18 dan 19 (Keddie, 1996: 19). Kebanyakan filsafat yang mendapatkan inspirasinya dari Yunani selama berabadabad tidak diajarkan di dunia Arab dan Turki karena dianggap menyimpang dari Islam. Lain halnya dengan Iran, di Iran tradisi filsafat terus berlangsung. Buku-buku karya Ibnu Sina dan di kemudian hari karya para filosof Iran diajarkan di sekolah keagamaan. filosof Islam abad pertengahan merupakan murid Hellenitis dan Yunanai kuno, yang umumnya mengikuti Plato, Aristoteles dan neo-Platonisme. Afghani pergi ke India pada usia akhir belasan tahunnya, setelah hampir pasti melanjutkan pendidikannya di kota suci Syiah seperti Najaf dan Karbala sekitar masa pemberontakan India pada 1857. Sejak kata-katanya yang pertamakali direkam pada 1860-an sampai dengan meninggalnya, tema yang paling konsisten dalam hidupnya ialah memusuhi pemerintahan Inggris di bumi kaum muslim. Setelah tinggal di India, Afghani pergi haji ke Makkah, lalu ke kota-kota suci Syiah. Tulisan Afghani dan dokumen Inggris dari Afghanistan tidak seperti pulang ke rumah ketika dia masuk ke Afghanistan pada 1886, namun seperti orang asing, dan berbicara bahasa Persia seperti orang Iran.Afghan mempunyai hubungan baik dengan emir Afghan yang bernama Azham Khan. Dalam banyak dokumentasi periode ini, dia terlihat seperti figur politik yang sangat anti-Inggris. Setelah Azham Khan digantikan
2

oleh Shir Ali yang lebih pro-Inggris,Afghani kemudian diusir dari Afghanistan pada Desember 1868. Dia ke Bombai, Kairo, lalu ke Istanbul pada 1869. Di Istanbul, Afghani kembali dapat menembus kalangan tinggi. Pada tahun 1870, Afghani diangkat menjadi Dewan Pendidikan Utsmaniah resmi yang reformis. Karena ikatannya dengan berbagai ahli pendidikan terkemuka, dia diundang untuk memberikan kuliah umum. Namun, kuliah inilah yang menyebabkan dia diusir, karena alasan menyimpang dari Agama (Keddie, 1996: 22). Setelah diusir dari Istanbul, Afghani kemudian ke Kairo. Dia tinggal sangat lama di Kairo, dari 1871-1879. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengajar para pemuda secara informal, beberapa diantaranya menjadi muridnya. Muhammad Abduh muda dan beberapa orang lainnya yang kemudian hari terkenal dalam kehidupan Mesir adalah yang termasuk diantara murid setia ini. Pada Agustus 1879 Afghani diusir dari Kairo oleh Khedive Taufiq karena pidatonya yang sangat anti-Inggris. Dari Mesir Afghani ke Hyderabad India selatan dan tinggal selama dua tahun. Dari India Afghani ke London, dan kemudian ke Paris pada 1883. Afgahani terus berpindah-pindah hingga pada tahun 1897 di Istanbul, dia meninggal akibat kanker di dagunya. Di antara banyak versi seputar kematiannya, adalah bahwa dirinya diracun oleh sultan. Akan tetapi bukti bahwa dia memang sakit dan dioperasi, terdokumentasi dengan baik. B. Sepak Terjang dan Pemikiran Politik Jamaluddin Afghani Pada tahun 1870-an merupakan periode dimana penguasa Mesir yang pemboros, Khedive Ismail, bersama pihak Eropa yang memberi pinjaman dan menjadi konsul, menciptakan problem utang yang menjadi krisis besar. Krisis ini menyebabkan pengenaan pajak yang terlalu tinggi dan terlalu banyak atas rakyat. Situasi yang seperti itu merupakan masa yang tepat bagi ideologi yang dapat membawakan pembaruan. Dan penguatan diri yang terutama dikehendaki kaum intelektual. Dalam beberapa hal filsafat muslim abad pertengahan bisa menjadi basis bagi ideologi seperti itu. Afghani dan pengikutnya dapat memobilisasi sentimen tradisional dan keagamaan massa, dengan cara menekankan bahwa Barat mengancam Islam, seraya menekankan kepada kaum elite akan
3

perlunya pembaruan modern atas masyarakat dan agama. Dengan pendekatan yang separti itu kaum elite dan massa dapat bersatu berjuang menghadapi dominasi Barat Kristen. Afghani mendorong pengikutnya untuk menerbitkan koran pada 1870-an. Melalui koran ini mereka menekankan isu politik. Pada tahun-tahun itu, perhatian dan keterlibatan politik orang Mesir meningkat secara signifikan. Problem keuangan dan pajak, dipadu dengan peristiwa dalam dan luar negeri lainnya, menciptakan krisis politik. Pada periode ini Afghani tampil sebagai figur politik dengan dua cara: menggunakan isu freemason sebagai wahana perubahan dan intrik politik dan dengan dengan mempengaruhi masyarakat lewat pidato-pidato. Reputasi Afghani juga terwujud lewat pidatonya yang sangat anti-Inggris. Pidato publik yang populer inilah yang mendorong Khedive Taufiq(pengganti Khedive Ismail) yang pro-Inggris mengusirnya pada Agustus 1879. Setelah itu Afghani pindah ke Hyderabad India Selatan. Di sana dia menulis dalam bahaasa persia,beberapa artikel dan satu-satunya risalahnya yang terjemahan judul Arabnya adalah Membantah Kaum Materialis. Dalam karya ini, kita melihat banyak perubahan pada peranan publik Afghani dalam masyarakat. Di sini, untuk pertamakalinya dia mengemukakan diri sebagai pembela kuat agama pada umumnya, khususnya Islam terhadap kaum ortodoks. Afghani yang religius pada 1880-an, begitu terabadikan dalam pandangan masyarakat terhadap dirinya. Kenapa Afghani pada awal 1880-an mau menampilkan diri untuk pertamakalinya sebagai pembela besar Islam, dan kemudian pembela besar pan-Islam. Barangkali dia mendapat pengaruh dari sebagian

kecenderungan yang juga telah mengubah tokoh lain, seperti Namik Kemal dari Utsmaniah Muda, menjadi pembela Islam. Kecenderungan ini bisa dibandingkan dengan kecenderungan seabad kemudian, pada 1970-an dan 1980-an, yang banyak mengubah banyak sekularis muslim menjadi pembela sejati atau palsu. Kalau islamisme kontemporer muncul akibat pelanggaran oleh non-Muslim, terutama kemenangan Israel atas Arab, maka kecenderungan Islam dan pan-Islam pada 1880-an terjadi menyusul penaklukkan Barat atas dunia Muslim: penaklukkan Rusia atas Utsmaniah pada 1878, Prancis atas Tunisia 1881, dan Inggris atas Mesir pada 1882. Afghani yang selalu
4

menentang pelanggaran Inggris di bumi Muslim, segera menggunakan sentimen proIslam dan anti-Barat itu untuk memperkuat persatuan dunia Islam dalam menghadapi serbuan asing, khususnya Inggris. Di sisi lain, di India terjadi pengkotakan dramatis antara pembaru Muslim yang pro-Inggris, yang dipimpin oleh Sayyid Ahmad Khan, dan Muslim anti-Inggris, yang kebanyakan menekankan kepada Islam yang lebih tradisional. Afghani menyerang Sayyid Ahmad Khan bukan karena mereka pembaru, namun karena mereka pro-Inggris. Pada 1880-an, Afghani menggunakan kecenderungan kepada kebangkitan dan solidaritas Islam sebagai senjata untuk melawan pemerintahan Inggris di bumi Muslim. Dari India Afghani ke London, dan kemudian ke Paris pada 1883. Di Paris, bersama Muhammad Abduh, Afghani menerbitkan Al-Urwah Al-Wutsqa(koran berbahasa Arab yang merupakan Mata Rantai Terkuat, merujuk ke Al-Quran atau Islam), yang mendapat subsidi dari para pengagum, dan dibagikan kepada tokoh terkemuka di seluruh dunia Muslim. Dalam koran ini, Afghani melanjutkan polemik anti-Inggrisnya, khususnya menentang serbuan Inggris di Mesir dan Sudan. Dan dia juga mulai mengemukakan argumen-argumen yang memperkuat pandangan bahwa persatuan antarnegara Islam dapat membendung serbuan pihak asing lebih lanjut. Setelah setahun korannya berhenti terbit, Afghani kemudian memasuki skema tingkat tinggi, yang dipimpin oleh filo-Muslim Briton Wilfrid Blunt, untuk mengupayakan keluarnya Inggris dari Mesir dan Sudan. Karena rencana ini melibatkan kontak dengan politisi terkemuka Inggris, Afghani yang anti-Inggris ini jadi dianggap sebagai agen Inggris oleh sebagian Muslim. Salah satunya hasil yang signifikan dari negoisasi-negoisasi ini menempatkan Afghani dalam kontak dengan sultan Utsmaniah, Abdul Hamid II. Dan dia coba mengambil hati sultan. Ketika hubungan Afghani dengan Inggris atau sultan selama beberapa waktu tak mendatangkan apa-apa, Afghani menerima undangan dari editor sauvinis Rusia, Katkov, untuk datang ke Rusia. Afghani berangkat lewat Iran, dan sempat tinggal beberapa bulan di Iran, pertama di pelabuhan Bushire dan Kemudian di Teheran, dimana dia menerima undangan dari Syah lewat menteri publikasi Iran. Syah tak lama kemudian berbalik
5

menentang Afghani, barangkali karena pandangan anti inggris Afghani yang keras, dan menekannya keluar dari Iran, ke Rusia. Di Rusia, Afghani mencoba mempengaruhi orang-orang terkemuka Rusia agar mau mempromosikan perang anti-Inggris di India dan di lain tempat, namun upaya ini nihil. Syah pergi ke Eropa pada 1889 melalui St. Petersburg. Afghani berusaha keras untuk menemui beberapa rombongan Syah. Afghani kemudian bertemu Syah di Munich. Syah ingin mengundang Afghani ke Iran, dengan harapan dapat meredakan amarah Rusia menyusul konsesinya kepada Inggris. Afghani pertama-tama ke St. Petersburg, dan mengatakan bahwa dia diberi misi oleh perdana menteri Iran untuk memperbaiki hubungan. Begitu tahu bahwa dia tak punya pada pemerintah Iran, Afghani mangumpulkan sekelompok pembaru. Kepada pembaru-pembaru inilah Afghani mengajarkan berbagai metode aksi oposisi. Mendengar rencana untuk mengusir dirinya, Afghani berlindung di tempat suci yang tak boleh dilanggar, di selatan Teheran. Di tempat inilah dia terus mengajar. Penguasa Iran terpaksa melanggar tempat suci ini dan mengusir Afghani ke Irak pada Januari 1891 karena terkejut mengetahui adanya selebaran yang menyerang pemerintah atas konsesi-konsesinya. Di Irak, Afghani mengirim surat kepada para murid dan ulama untuk menentang konsesi Iran kepada pihak asing. Setelah itu dia melanjutkan propagandanya di London (Keddie, 1996: 27). Iran waktu itu merupakan daerah ideal bagi taktik Afghani menggunakan upayaupaya keagamaan untuk menghentikan serbuan asing. Isu konsesi kepada pihak asing yang Kristen, mempersatukan figur-figur keagamaan, nasionalis dan pembaru. Afghani dengan demikian mampu menjadi satu diantara beberapa kekuatan dalam gerakan massa Iran menentang konsesi tembakau kepada perusahaan Inggris pada 1891, yang memaksa Syah membatalkan konsesi. Afghani pergi ke London setelah meninggalkan Irak. Di London Afghani bergabung dengan Malkam Khan, seorang pembaru Iran. Sultan Abdul Hamid kemudian menyampaikan undangan kepadanya untuk datang ke Istanbul, awalnya Afghani mendapat perlakuan baik, akan tetapi tak pernah diberi tugas penting. Dia bekerja dengan
6

sekelompok orang Iran mengirimkan surat dan hadiah ke ulama Syiah non-Utsmaniah, meminta mereka mendukung klaim-klaim pan-Islamnya sultan. Ini membuat penguasa Iran tidak suka dengan Afghani. Dan banyak diantara rombongan sultan juga memusuhinya. Afghani meninggal di Istanbul pada tahun 1897. Pada masa ini, Afghani tak diperbolehkan menerbitkan apapun, tak boleh bepergian, atau berbicara di depan umum selama lima tahun. Dan semakin pudarlah Afghani dari kesadaran umum, sampai berita meninggalnya menarik perhatian orang banyak. Namun sebenarnya kemasyhuran Afghani baru terjadi kamudian, ketika berbagai hal yang diperjuangkannya semakin tersebar luas di dunia Muslim, dan banyak orang mengenangnya sebagai perintis hal-hal seperti itu. C. Pengaruh Jamaluddin Afghani Pertanyaan mengenai bagaiman pengaruh pemikir atau aktivis, hampir selalu lebih rumit ketimbang yang kiranya terlihat selintas. Seperti sudah disebutkan Afghani menyuarakan gagasan, antara lain seperti pan-Islam reformis, yang pertamakali dikemukakan oleh Utsmaniah Muda, namun Utsmaniah Muda ini sangat kurang pengaruhnya di kalangan bangsa yang bukan berbahasa Turki, sedangkan publikasi Afghani dalam bahasa Arab dan Persia mengandung arti bahwa kebanyakan orang tahu kalau gagasan ini berasal dari Afghani, bukan dari Utsmaniah Muda. Disamping itu, ada fakta bahwa banyak segi dalam pribadi dan gagasan Afghani memang lebih menarik bagi pemikir terkemudian. Bebas dari kendali Barat pun menjadi tujuan yang kian populer. Dan ucapan Afghani dikutip oleh kaum modernis Islam, Nasionalis, maupun Islamis kontemporer untuk mendukung kebebasan seperti itu. Afghani juga menarik bagi aktivis terkemudian, karena kehidupan politik aktif Afghani yang luar biasa. Banyak orang terkemuka Muslim maupun Barat, pernah punya kontak dengan Afghani. Penulis seperti E. G. Browne dan Wilfrd Blunt membuat tulisan yang isinya memuji Afghani. Pengakuan orang Barat seperti itu memeperkuat posisi Afghani di dunia Muslim. Gagasan bahwa Afghani telah

mempesona dan bahkan berdebat dengan orang-orang barat terkemuka, membuat sosok Afghani semakin penting di mata intelektual Muslim. Seperti halnya banya ideolog penting, sulit untuk mengatakan bahwa situasi tentu akan berbeda tentu akan berbeda sekiranya dia tidak pernah ada. Dalam batas istilah pengaruh lazim dipahami, Afghani dapat dikatakan sangat berpengaruh. Namun pengaruh ini lebih berdasarkan pada biografi yang pada umumnya bersifat mitos dan interpretasi atas gagasan-gagasannya. Pengaruh utama Afghani terutama disebabkan oleh dua orang, yaitu muridnya yang orang Mesir, Muhammmad Abduh, dan pengikut Abduh, Rasyid Ridha. Abduh merupakan murid Afghani yang paling penting diantara beberapa orang Mesir yang menjadi muridnya. Dan Rasyid Ridha tertarik pada ucapan Afghani tapi mengenalnya dari pihak kedua, terutama melalui Abduh. Ridha mengembangkan interpretasi Afghani yang lebih konservatif dan berorientasi Islam, yang sesuai dengan pandangannya sendiri. Afghani, Abduh dan Ridha pada umumnya, meski mereka berbeda, dipandang sebagai modernis Islam. Mazhab pemikiran ini populer pada akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh. Mereka berupaya menafsirkan ulang Al-Quran dan pemimpin awal Muslim, dengan cara yang modernis dan liberal. Ini pernah dilakukan sebelum Afghani, namun Afghani kembali membangkitkannya, bahkan dilaksanakan dengan sistematis oleh sebagian pengikutnya. Memang al-Quran, seperti banyak kitab suci para nabi, memiliki unsur humanistis dan unsur pembaru yang kuat, yeng sesuai dengan pemikiran modern. Meskipun sebagian aspek legalnya sangat ketat. Pada hakekatnya, kebanyakan modernis Islam, termasuk Afghani dan Abduh, ingin menjadikan Islam sesuai dengan pemikiran Barat modern dan Ilmu pengetahuan (Keddie, 1996: 32) Nama dan contoh Afghani tersebar luas pada awal abad ke dua puluh. Semua bentuk rincian biografis dan gagasan dikaitkan dengan dirinya. Orang Afghan, yang tak menulis apa-apa tentang Afghani sampai Perang Dunia Pertama mulai menjadikannya pahlawan nasional, dan berhasil membawa jasadnya ke Afghanistan.

Seperti kaum pembaru, Afghani ingin memobilisasi kaum Muslim untuk bangkit melawan penaklukan dan kendali Barat, dan untuk memperkuat negeri-negeri Islam. Berbeda dengan kaum pembaru, dia tidak menekankan hukum dan praktik Islam, dia terbuka pada gagasan baru, dan menjadi perhatiannya bukanlah upaya memperkuat Islam yang pernah dominan di masa lalu. Afghani sama dengan kaum pembaru, karena keduanya percaya kepada aktivisme anti-Barat, namun tujuan akhir Afghani tidak sama dengan mereka. Saat ini, baik kaum liberal maupun pembaru Islam, dan juga sejumlah lainnya, menemukan sesuatu pada diri Afghani yang dapat dimanfaatkan. Berbagai biografi mengenai Afghani, dan cetak ulang buku-buku dan artikelnya pun terus bermunculan di dunia Muslim. Afghani dapat dipandang sebagai figur besar dalam banyak kecenderungan di dunia Muslim. Penekanannya bahwa Islam merupakan kekuatan yang sangat penting untuk menangkal Barat dan untuk meningkatkan solidaritas kaum Muslim, seruannya agar ada pembaruan dan perubahan di dalam sistem politik despotis yang berbendera Islam, serta serangannya terhadap mereka yang memihak imperialis Barat atau yang memecah-belah umat muslim, semuanya merupakan tema-tema yang berhasil dan berkelanjutan sejak masanya. Pada masanya sendiri, pertama-tama Afghani adalah pembela dunia Islam dalam menghadapi serbuan dan pelanggaran Barat; kedua, dia percaya pembaruan diperlukan, agar dunia Muslim menjadi cukup kuat untuk menghadapi Barat dan merebut kembali kemerdekaanya; dan ke tiga, dia memperhatikan soal kebangkitan Islam sebagai agama. Kesibukannya dengan memperkuat diri untuk menghadapi Barat, merupakan tema yang berlanjut dengan serangkaian gerakan, termasuk kaum liberal modernis, nasionalis, kaum kiri, dan kaum kebangkitan Islam. Bahkan ketika mitologi ini disingkirkan, Afghani tetap mengungkapkan soal-soal yang tetap menjadi perhatian utama dunia Muslim. Dengan pengertian ini, pengaruhnya dapat dikatakan sentral dan penting.

KESIMPULAN Dalam menggambarkan watak Afghani, mereka yang mengenalnya seringkali mencatat bahwa dia berani, setia dengan cita-citanya, dan tak memperhatikan pertimbangan material. Selain itu kita mencatat adanya watak yang pada umumnya kurang terpuji, seperti mengangankan kebesaran, mendistorsi pandangan tentang realitas, dan membenci setiap hubungan dengan wanita. Daya tarik pribadinya memang hebat. Dia memiliki kemampuan luar biasa untuk memasuki kalangan tinggi pemerintah. Namun dia hampir selalu segera kehilangan dukungan pihak penguasa. Ini nampaknya terjadi karena dua hal: kecenderungannya melakukan oposisi pada saat berhubungan dengan orangorang pemerintah, dan kecenderungannya kepada berbagai skema anti-asing. Terlepas dari segala kontroversi yang berkaitan dengannya, Afghani

menyumbang bagi dunia Muslim beberapa hal: setelah lama nama baik dunia Islam dicemarkan oleh Barat, dia membantu menegaskan berbagai bagian tradisi Muslim yang patut dibanggakan dan dipuji, dan menyarankan adanya pembaruan melalui

reinterpretasi atas Islam. Dengan keberaniannya dia membantu mendorong banyak orang yang merasa tak ada pilihan lain selain menyerah kepada struktur kekuasaan yang ada. Dai membantu memperkenalkan dan menyebarkan sarana untuk pendidikan dan aksi politik, antara lain seperti jurnal atau koran, selebaran dan masyarakat politik rahasia. Meski bukan dia yang memimpin upaya mewujudkan pembaruan internal, dan waktu serta upayanya lebih banyak untuk berjuang melawan kendali pihak asing atas negeri Muslim, namun terkadang dia berbicara dan menulis tentang pembaruan, seperti konstitusi dan parlemen. Kiranya perlu dikemukakan dua sisi dari ucapannya dan tindakannya intrik politik di satu pihak dan organisasi serta pendidikan politik di lain pihak. Barangkali dia akan menjadi figur yang efektif, kalau saja dia lebih berkonsentrasi pada organisasi dan pendidikan politik, ketimbang menghabiskan banyak waktunya untuk aksi politik yang pada akhirnya hanya menuai kegagalan. Sekiranya dia begitu, tentu apa yang diwariskannya akan jelas. Afghani adalah pencetus paling penting kecenderungan untuk mengubah Islam dari kepercayaan keagamaan (dengan elemen kendali sosial dipegang oleh ulama dan pihak yang berkuasa) menjadi ideologi politik agama yang menekankan sasaran yang
10

secara tradisional dianggap tidak religius. Dia, dan banyak orang setelahnya, memandang Islam terutama sebagai sumber solidaritas, khususnya solidaritas menghadapi serbuan dan pelangaran pemerintah Barat. Penekanan pada ideologi anti-imperialis dan solidaritas ini terus menjadi garis terdepan sejumlah gerakan Islam dan nasionalis di dunia Muslim semenjak masa Afghani.

11

BIBLIOGRAPHY
Keddie, R. N. (1996). Sayyid Jamaluddin Al-Afghani. Dalam A. Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam (hal. 19). Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sjadali, M. (1991). Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press. Syalabi, A. (1998). Imperium Turki Usmani. Jakarta: Kalam Mulia. Yatim, B. (1993). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

12

You might also like