You are on page 1of 5

Sistem Ekonomi Beretika dalam Islam Oleh Indra Abdurohim Kemiskinan dan kelaparan sebagaimana yang kita lihat

di televisi, koran, dan sekitar lingkungan rumah dapat kita jumpai begitu memilukan. Tengok saja di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, berapa banyak orang miskin dengan pemukiman kumuhnya tinggal dikota yang katanya Metropolitan itu, kota bisnis dengan perputaran roda uang mencapai triliunan rupiah. Sungguh ironis bukan? Disaat ekonomi sedang menggeliat pada uang panas di orangorang berdasi, kaum miskin yang tinggal di kolong jembatan tak bisa merasakan apa-apa bahkan untuk makan dan memiliki baju pun sulitnya bukan main. Melihat fakta yang suungguh ironis tersebut maka timbul pertanyaan, apakah yang salah? Sumber Daya Alamkah atau Sumber Daya Manusianya? Mengenai kedua sumber tersebut bila dilihat secara keseluruhan, Indonesia sejauh mata memandang memiliki berbagai macam SDA yang begitu potensial berbagai kebutuhan industri primer banyak dihasilkan dan menyumbangkan banyak keuntungan bagi Negara Indonesia. Begitupun dengan SDM-nya, Indonesia memiliki berbagai ahli yang bertebaran dibidangnya masing-masing. Kemudian apa yang menjadi kendala? Sistem Ekonomi Bila dilihat dari sebuah pengertian yang mendasar, Sistem diartikan oleh banyak orang sebagai kesatuan dari seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing saling bekerja satu sama lain guna mencapai tujuan bersama. Jadi, sistem inilah yang kiranya menjadi panduan yang mengarahkan, dalam hal ini tentulah arah dari sistem ekonomi. Sedangkan ekonomi dalam padanan ilmu pengetahuan sering diartikan sebagai suatu displin ilmu yang mempelajari tentang kebutuhan dan keinginan manusia yang tak terbatas dengan alat pemuas yang terbatas, dan alternatif pemanfaatannya. Jadi, ilmu ekonomi ini mencoba mencari jawaban, bagaimana mencapai tujuan (memenuhi kebutuhan dan keinginannya) dengan cara penggunaan sumber daya (alat pemuas) yang terbatas (Maruf :2006-20). Dari pengartian tersebut, maka kita kenal beberapa sistem ekonomi yang ada seperti ekonomi liberal oleh Adam smith yang menyatakan bahwa, manusia sebagai binatang ekonomi (homo-ecomnomicus) yang berusaha mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimum mungkin. Dalam pengertian lain sering kali liberal atau kapitalis ini mengembangkan sistemnya berdasar pada materialistik dan menjauhkan unsur akhlak sehingga moral tak dibutuhkan disini, kompetisi pun acap kali tak berlangsung bersih yang menghalakan segala cara. Maka dari itu dalam paham kapitalis ditemukan sikap ego. Bencana yang timbul dari sikap itu, menimbulkan ambisi untuk menumpuk harta kekayaan dalam jumlah besar tanpa pernah merasa puas. Mereka diumpamakan seperti neraka jahannam, yang diungkapkan Al-Quran dalam surat Qaaf (50) ayat 30, sebagai berikut :

.)03 : ( Artinya: Pada hari itu, Kami bertanya kepada neraka jahannam: Apakah kamu sudah penuh ? Dia menjawab, masih adakah tambahan? Sedangkan masyarakat awam atau masyarakat biasa, terutama kaum lemah dan tertindas adalah masyarakat yang tersisihkan, seringkali dianggap sampah masyarakat yang tidak ada artinya dalam pembangunan di era globalisasi ini. Selang beberapa lama munculah Karl Max yang dengan bukunya Das Kapital meramalkan keruntuhan Kapitalisme. Aliran Marxisme atau sosialsme ini pada dasarnya mencoba untuk mengubah ketidaksamaan kekayaan dengan mengupas hak kebebasan individu dan hak terhadap pemilikan yang keseluruhannya di kontrol oleh pemerintah, yang terjadi kemudian pertarungan antar kelas akan terjadi. Jadi, pada sistem ini pun nilai moral tak bisa kita jumpai dengan sesuai masyarakat dijadikannya budak ekonomi oleh Negara. Lalu datang sistem ekonomi Islam, yang sebenarnya telah muncul lebih dulu dari kedua model sistem tersebut. Di Islam kita ketahui keseluruhan asasnya tak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia tapi pula hubungan antara manusia dan Tuhan. Dengan begitu sistem Islam ini memiliki moral yang memandang masalah ekonmi tidak seperti sudut pandang kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilikian individu dengan menggalakan usaha perseorangan, sehingga penumpukan kekayaan rawan terjadi. Tidak pula dari sudut sosialis yang menghapuskan hak individu yang menjadikan mereka budak ekonomi bagi Negara. Sistem ekonomi Islam seperti halnya yang dinyatakan oleh Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam menyebutkan, bahwa dibawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik. Mendalami sistem tersebut kita akan mendapatkan kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang berkembang menurut konsep persaingan bebas dan hak pemilikan yang tidak terbatas, ataupun kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tmbuh akibat pengawasan yang terlalu ketat dan sikap diktator kaum buruh serta tidak adanya pengakuan hak pemilikan Dalam perngertiannya Ekonomi Islam menurut Amir Mohammad Al-Faysal Al-Su'ud, ialah satu ilmu wasilah (alat) yang digunakan oleh manusia dalam memenuhi segala hajat individu dan masyarakat sesuai dengan hukum syariah. Ini berarti Sistem islam memiliki aturanaturannya tersendiri yang terpatri dalam syariah berdasarkan pada Al-quran dan As-sunnah. Jadi dalam sistemnya Islam tak menghendaki adanya perilaku yang menghalakan segala cara. Setelah dipaparkan beberapa pengertian dan perbedaan yang mendasar pada beberapa sistem tadi, kita ketahui sistem Islam merupakan sistem terbaik yang memiliki konsep moral paling etis. Lalu yang jadi pertanyaan, Indonesia mengenakan sistem yang seperti apa? Sudah islamikah? Bila di lihat dalam perkembangannya Indonesia pada rezim Orde Baru memiliki sistem yang disebut sebagai Sistem Demokrasi Ekonomi yang pada hakikatnya merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasakan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari,

oleh, dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah. Dari hakikatnya yang mendasar tersebut tentu terlihat tanpa masalah, namun kita juga mengetahui pada masa tersebut yang terjadi bukan kesejahteraan malah derita yang dialami rakyat walaupun kita akui pembangunan berlangsung dengan begitu hebat. Sistem free fight liberalism penerapannya begitu terasa yaitu sistem persaingan bebas dari kapitalisme yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain. Kesemuanya itu ditambah parahkan dengan berkembangnya sistem etatisme, yakni negara beserta aparatur ekonominya bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor Negara, monopoli kiranya terjadi dimana-mana. Hingga kemudian datanglah masa refomasi yang dengan semangatnya berhasil menggulingkan rezim Soeharto dan mengubah keseluruhan sistem yang ada. Demokrasi yang telah lama diimpikan mulai tercipta, sistem ekonomi merubah wajahnya menjadi ekonomi kerakyatan dengan hakikat masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Namun cita-cita memang cita-cita, dari tahun 1998 semenjak terjadinya peristiwa reformasi tersebut hingga dewasanya sekarang kemiskinan dan pengangguran masih menjadi lilitan utama yang kerap kali meradang tanpa perasaan. Mengapa bisa demikian? Bukankah Indonesia sudah berubah sistemnya menjadi lebih baik. Ya, memang sistem yang diberlakukan ini baik dan mempunyai dasar yang baik pula, tapi coba analisa pada faktanya sekarang yang kaya makin kaya yang miskin pun merajalela. Sebenarnya bukan tanpa perubahan angka kemiskinan di Indonesia ini, sekarang pada prosesnya menurut data Badan Pusat Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 Negara ini mampu mengurangi angkanya tersebut dari 32,5 juta jiwa (13,33 %) pada Maret 2009 menjadi 31,02 juta jiwa (14,15%) pada Maret 2010 hal ini berarti angka kemisikinan berhasil turun hingga 1,51 juta jiwa. Namun, yang menjadi tanda tanya untuk periode berikutnya apakah hal ini akan berlangsung terus atau malah sebagai tanda yang nantinya angka tersebut akan lebih melonjak. Sebagaimana yang kita ketahui pada rezim Soeharto yang dilansir sebagai era pembangunan yang di akhiri dengan kengeriaan pada berbagai sektor, hingga dalam masalah ekonomi seperti krisis moneter yang melanda Indonesia pun sampai kini belum bisa teratasi. Hal seperti diatas harusnya bisa di telaah lebih lanjut, yang dimaksudkan telaah itu ialah penyebab angka tersebut bisa menurun karena tak menutup kemungkinan orang-orang miskin tersebut berhasil keluar dari belenggunya lebih disebabkan pada kemenangan berkompetisi ekonomi yang menggunakan cara-cara yang kurang tepat. Dalam hal ini dapat diartikan bila konsep sistem yang mengatasnamakan kerakyatan ini sebenarnya tak berjalan dengan moral yang baik. Coba saja bandingkan dengan angka kejahatan yang kian hari kian meningkat, praktik seperti korupsi kian tereduksi dengan baik terhadap wadah pemerintah. Sistem yang dibangun ini ternyata dalam praktiknya tak ubah seperti sistem yang sebelumnya yakni dengan mengacuhkan praktik sosial yang bermoral dengan mengedepankan free fight liberalism yang mengusung persaingan bebas. Lihat betapa Indonesia tak siap ketika

harus dihadapkan dengan perdagangan bebas dengan Cina, khususnya para pesaing lokal mengalami kesulitan hingga kerugian yang banyak gara-gara hal tersebut. Sistem Etika Ekonomi Islam Berbeda dengan konsep sistem yang dianut Indonesia sekarang ini. Islam memberikan jalan yang lebih komprehensif dengan berusaha menciptakan suasana yang berkeadilan, baik dalam tataran ekonomi maupun sosial. Karena untuk mencapai sebuah pembangunan ekonomi yang baik diperlukan adanya struktur moral sosial yang baik sehingga memberikan efek kemajuan yang menyeluruh pada sistem ekonomi yang bersih dan merata pada setiap lapisan. Seperti yang dikutip oleh Samsudin dalam makalahnya, Habakkuk yang berpendapat: Economic development is an immensely complicated process. It is not just a matter of natural resources capital and labour. It is part of the whole social development of a society, it depends not merely on economic circumstances but on social structure and the attitudes of people to life as a whole. Berarti pembangunan ekonomi bukan hanya bertumpu pada sumber alam dan tenaga kerjanya saja akan tetapi hal itu menjadi bagian dari keseluruhan pembangunan sosial dari suatu masyarakat. Dalam arti lain, kesalehan sosial diperlukan untuk menciptakan keadaan ekonomi yang baik dan maju serta berkembang. Maka dalam hal ini konsep Islam memberikan jalannya dengan cara meletakan pada keselarasan dan keseimbangan dalam kebutuhan material dan kebutuhan etika manusia. Oleh karena itulah aspek moralitas merupakan padanan utama yang harus dibangun dengan tujuan agar keseimbangan yang seutuhnya dapat tercapai. Rogeh Garudi (penulis Prancis dalam bukunya kembali ke Islam), dia mengatakan: Konsep ekonomi Islam sangat kontradiksi dengan ekonomi yang dipahami barat, yang mana ekonomi hanya dipahami sebatas produksi dan konsumsi sebagai tujuan utamanya; bagaimana dapat memproduksi sebesar-besarnya sehingga dapat mengkonsumsi sebanyak-banyaknya baik komoditi itu bermanfaat maupun tidak, dengan tidak memperhatikan tujuan-tujuan hidup kemanusiaan, sedangkan dalam ekonomi Islam tidak hanya bertujuan pada pertumbuhan saja, tapi bagaimana dapat mencapai keseimbangan Keseimbangan ini diartikan sebagai keselarasan materialisme dengan adanya bentuk moral atau etika. Moralitas dalam islam sendiri bisa dikatakan sebagai akhlak, hal inilah yang pada diri muslim yang berpengaruh dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan sosial ini akhlak seseorang kemudian bertalian erat dengan berbagai sektor yang selanjutnya dapat mempengaruhi sektor-sektor tersebut. Sebagai contohnya majikan mengharapkan para karyawannya tidak akan mencuri barang-barang milik perusahaan, karena dapat merugikan banyak hal. Keselarasan akhlak berupa pola etika ini dipengaruhi oleh hal yang paling fundamental dalam Islam yakni mengenai akidah atau iman kepada penciptanya. Samsudin menjelaskan dalam makalahnya bahwa Asas ini (akidah) menegaskan manusia sebagai pemegang amanah Allah bertanggungjawab untuk memakmurkan alam dan mengurusnya dengan cara yang paling

baik dan saksama. Allah tidak suka perbuatan pengrusakan alam tempat penghunian manusia dan makhluk Allah yang lain dari generasi ke generasi. Kehadiran manusia di dunia ini adalah untuk penyembahan dan ubudiah diri kepada Allah. Asas Iman, Islam dan Ihsan. Dalam pengertian yang lain Sistem ekonomi Islam diartikan sebagai keseimbangan antara hubungan habluminallah dan habluminanas. Sehingga dalam berekonomi para pelakunya (manusia) bisa berlaku dengan cara-cara yang bermoral dan beretika untuk kemudian cita-cita membangun sistem ekonomi yang berkeadilan bisa terlaksana tanpa diciderai oleh bentuk-bentuk kecurangan yang kotor.

~~*~~

Penulis merupakan Civitas Akademika di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

You might also like