You are on page 1of 6

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR PPH POTONGAN/PUNGUTAN 1.

PPH PASAL 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan. 2. PPH PASAL 22 PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendahara pemerintah, badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, dan Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 3. PPH PASAL 23 PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 4. PPH PASAL 24 PPh Pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. 5. PPH PASAL 26 PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap. 6. PPH PASAL 4 AYAT 2 PPh pasal 4 ayat 2 mengatur tentang pajak penghasilan atas bunga, sewa dan imbalan jasa konsultan dan jasa konstruksi yang diatur dengan perturan pemerintah.

PERHITUNGAN PPH 1. Penghasilan Kena Pajak Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak Luar negeri adalah penghasilan bruto. Perhitungan penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Menggunakan pembukuan Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi) = penghasilan netto PTKP = (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) PTKP Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = penghasilan netto = penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh b. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya (presentase) Norma Penghitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak yang memenuhi syarat berikut: Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 per tahun. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. Menyelenggarakan pencatatan. 2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah: a. Rp. 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang Pribadi b. Rp. 1.320.000,00 untuk Wajib Pajak yang kawin c. Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. 3. Tarif Pajak

a. Tarif pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri menurut Pasal 17 UU PPh No. 36 Tahun 2008 adalah: Penghasilan Rp. 50.000.000,00 dikenakan tarif pajak 5% Penghasilan Rp. 50.000.000,00 Rp. 250.000.000,00 dikenakan tarif pajak 15% Penghasilan Rp. 250.000.000,00 Rp. 500.000.000,00 dikenakan tarif pajak 25% Penghasilan > Rp. 500.000.000,00 dikenakan pajak 30% b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 adalah 25%. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah kesluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. 4. Cara Menghitung Pajak Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana telah diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus berikut: a. Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi) = penghasilan kena pajak x tarif pasal 17 = (penghasilan netto PTKP) x tarif pasal 17 = [(penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) PTKP] x tarif pasal 17 b. Pajak Penghasilan (WP Badan) = penghasilan kena pajak x tarif pasal 17 = penghasilan netto x tarif pasal 17 = (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan DASAR HUKUM PAJAK PENGHASILAN 1. Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2. Surat Edaran Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha kena Pajak. 3. Peraturan Pemerintah (PP) 4. Keputusan Menteri Keuangan (KMK)/Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir

No 1. 2. 3. 4.

Jenis SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas PPh pasal 22 yang

Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran

tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir

5.

pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak 6. 7. 8. PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak -

9.

10. PPh Pasal 25 11. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor

12. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 13. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara

secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir

pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara pada akhir Masa Pajak terakhir

14. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UndangUndang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa 15. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu

20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UndangUndang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa 16. PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak 17. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri 18. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 19. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN 20. PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 21. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak

pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

You might also like