You are on page 1of 41

PENERAPAN KESELAMATAN PASEN DI PELAYANAN RADIOLOGI

PENDAHULUAN Publikasi terbaru di AS tahun 2011 menunjukkan 1 dari 3 pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami KTD. Jenis yang paling sering adalah kesalahan pengobatan, kesalahan operasi dan prosedur, serta infeksi nosokomial. Belum lagi dari studi 10 rumah sakit di North Carolina menemukan hasil serupa. Satu dari 4 pasien rawat inap mengalami KTD, 63% di antaranya sebenarnya dapat dicegah dan ternyata upaya penurunan KTD di negara maju berjalan lambat, Sementara itu di Indonesia, keselamatan pasien telah menjadi perhatian serius.

Dari penelitiannya terhadap pasien rawat inap di 15 rumah sakit dengan 4.500 rekam medik menunjukkan angka KTD yang sangat bervariasi, yaitu 8,0% hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga 91,6% untuk medication error. Sejak itu, bukti-bukti tentang keselamatan pasien di Indonesia pun semakin banyak. Jadi, memang tidak terlalu keliru jika muncul slogan 'buy one, get one free' dengan tingginya angka KTD dari tindakan medik di RS tersebut, kata Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., M.P.H., Ph.D. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran di Balai Senat UGM, Senin (25/7).

Oleh sebab Keselamatan pasien merupakan isu utama akhir-akhir ini baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kepedulian pengambil kebijakan, manajemen dan praktisi klinis terhadap keselamatan pasien. Berbagai seminar, workshop, dan pelatihan banyak diadakan; patient safety, risk management, clinical audit, patient safety indicators dengan berbagai motif. Bahwa sistem regulasi pelayanan kesehatan bersifat kompleks. Di Indonesia, mutu pelayanan dan keselamatan pasien disebutkan secara eksplisit dalam UU Kesehatan No 36/2009, antara lain, melalui uji kompetensi tenaga kesehatan, kendali mutu, pelayanan sesuai standar dan audit medis, Sarana dan prasarana serta SDM kesehatan harus terstandarisasi. Sementara itu, di Indonesia sosialisasi serta

pelatihan mutu dan keselamatan pasien telah dilakukan secara aktif oleh pemerintah dan institusi lainnya sejak 2005. Oleh karena setiap individu yang menangani pasen memungkinkan timbulnya potensi KTD, oleh sebab itu dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dengan memberikan pelayanan prima bermutu tinggi.dengan selalu memperhatikan keselamatan pasen. Meskipun secara alamiah pasen telah memiliki risiko akibat penyakit yang dideritanya, risiko akibat kejadian yang tidak diharapkan (KTD) tentu akan semakin memperparah kondisi pasien. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Setelah lima tahun, profesi kesehatan dan rumah sakit mulai terbuka dan menyadari pentingnya mutu dan keselamatan pasien. Istilah medical errors, KTD tidak lagi menimbulkan resistensi. Instalasi Radiologi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang memanfaatkan radiasi pengion dan non pengion dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju masyarakat sehat. Di Instalasi radiologi baik yang mempunyai fasilitas sederhana maupun yang modern merupakan organisasi padat Ilmu pengetahuan dan teknologi, padat profesi, padat mutu serta padat resiko, sehingga tidak mengherankan kejadian tidak diinginkan ( KTD ) kemungkinan dapat terjadi, timbulnya injuri mulai dari ringan sampai berakibat fatal pada pasen, Kejadian Tidak Dinginkan tersebut dapat terjadi mulai dari pra radiasi, selama radiasi maupun sesudah radiasi, Oleh karena itu semua individu tenaga kesehatan yang terkait dengan pelayanan fradiologi khususnya radiographer harus berperan aktif sangat dibutuhkan dimulai dari sadar akan kualitas, mahir dan trampil melakukan bagaimana cara mengurangi, dan atau menghilangkan KTD bila mungkin, agar tidak menambah keparahan pasen, sehingga hasil layanan tidak saja bermutu tinggi juga mengandung norma-norma keselamatan pasen.. Keselamatan pasen Instalasi Radiologi merupakan salah satu bagian pelayanan rumah sakit oleh sebab itu pelayanan radiologi tidak hanya terfokus pada tujuan pelayanan radiologi dalam memanfaatkan radiasi tetapi juga tetap mempertimbangkan dan memperhatikan pada tujuan system keselamatan pasen. Selama ini instalasi radiologi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan radiasi pengion dan non pengion sangat terarah pada keselamatan terhadap radiasi karena diketahui pemakaian radiasi pengion mengandung resiko bila digunakan tanpa mengkuti dan taat pada pewraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kini saatnya semua individu yang terkait dalam pelayanan radiologi mulai memikirkan, membuat, menerapkan dan melaksanakan system keselamatan pasen, sehingga pelayanan radiologi ( Radiodiagnostik) tidak hanya mampu memberikan layanan dan hasil layanan yang bermutu tinggi tetapi juga memberikan kepastian terwujudnya keselamatan pasen ( pasen safety ).

Pelayanan Radiologi. Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang kesehatan juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanannya Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar pengion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol, terlebih lagi bila di lakukan oleh tenaga yang tidak kompeten atau bukan radiographer. Untuk itu setiap pengguna, penguasa ataupun pelaksana pelayanan radiologi harus senantiasa merjamin mutu pelayanannya yaitu harus tepat dan aman baik bagi pasien, pekerja maupun lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Kebijakan dan upaya peningkatan mutu pelayanan radiologi pada dasarnya juga sama seperti kebijakan pelayanan kesehatan umumnya yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasen antara lain : - Regulasi perizinan penyelenggaraan radiologi - Standar Pelayanan Radiologi. - Pemantapan jejaring pelayanan radiologi - Penyelenggaraan quality assurance - Penetapan dan penerapan berbagai stndar pelayanan radiologi - Pemenuhan persyaratan dalam standar - Pelaksanaan akreditasi pelayanan radiologi (radiodiagnostik dan radioterapi) - Peningkatan pengawasan pelaksanaan pelayanan radiologi baik oleh pusat yang dilakukan oleh Depkes dan Bapeten maupun oleh daerah -Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. - Pengembangan Teknik Pemeriksaan Radiologi Upaya peningkatan mutu di bidang pelayanan radiologi harus dilakukan baik untuk kepentingan diagnostik maupun untuk pengobatan, agar dengan demikian selain dapat memberikan mutu pelayanan yang tepat dan teliti, sekaligus dapat meminimalkan interpersonal discrepancies dan intrapersonal disagreement serta dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap keselamatan pasien, petugas dan lingkungan, walaupun tidak secara tegas tersurat. Pemeriksaan Radiologi biasanya dilakukan dengan teknik-teknik yang berbeda sesuai dengan klinis pasen, secara garis besar pemeriksaan radiologi diagnostic terdiri dari: 1. Pemeriksaan dengan sinar-X a. Radiografi b. Radiofluorografi ( MCS ) c. Fluoroscopy d. CT Scan 2. Pemeriksaan dengan Sinar Gamma ( Radiofarmaka )

a. Spect ( gamma camera ) b. PET 3. Pemeriksaan dengan Proton MRI 4. Pemeriksaan dengan Gelombang Suara a. USG Konvensional b. USG Dopller Dengan dilakukannya berbagai teknik pemeriksaan radiologi mulai dari yang konvensional sampai dengan teknik intervensional baik dengan menggunakan bahan kontras maupun tanpa bahan kontras, maka setiap pekerja radiasi perlu melakukan dengan cermat karena kemungkinan timbulnya KTD pada setiap pemeriksaan.. Jenis Fasilitas Pelayanan Radiologi menurut Enersi yang digunakan : 1. Sinar-X ( Radiografi dan Fluoroscopy ) A. Pesawat Konvensioanal a. Mobile Unit 1. Mobile Unit Cordless 2. Mobile Unit Condenser discharge 3. Cathlab ( Monoplane) b. Stationary X-Ray Unit dan khusus 1. Skull Unit 2. Tomografi 3. Mammografi 4. Pesawat Multipurpose B. Pesawat Intervensional a. Cathlab ( Biplane) with DSA. b. Digital Fluoroscopy c. Digital Fluoroscopy Remote controle 2. Radioaktif Radioisotop dalam bentuk Radiofarmaka A. SPECT B. PET 3. Magnetik-Proton MRI 1,5 3 T 4. Ultrasound A. A,B Mode B. 3 D C. Dopller 5. Dental x-ray Unit A. Konvensional

B. Digital C. Panoramic Dengan meningkatnya jumlah sentra dan fasilitas pelayanan radiologi maka dimungkinkan semakin meningkatnya jumlah pasen yang dilakukan pemeriksaan sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak jumlah pasen yang menerima radiasi dan kemungkinan semakin besar peluang terjadinya KTD. Oleh sebab itu diharapkan petugas kesehatan harus semakin hati-hati untuk tidak menambah penderitaan pasen dengan terjadinya KTD. Kejadian tidak diinginkan yang mungkin timbul pada proses pelayanan radiologi diagnostic antara lain dapat disebabkan oleh : 1. Pada saat menerima surat permintaan pemeriksaan radiologi a. Kurang/tidak teliti dalam mengidentifikasi pasen b. Kurang paham klinis yang membuat kesalahan pembuatan foto c. .Tidak bertanya apakah pasen hamil atau tidak ( wanita subur ) 2. Pada saat dilakukan pemeriksaan. a. Saat memindahkan pasen ke meja pemeriksaan b. Terlalu banyak memanipulasi obyek c. Memakai peralatan kurang steril d. Tidak menggunakan peralatan disposable e. Terjadinya kontra indikasi bahan kontras f. Kurang mahir mencari pembuluh darah KGB ( Lympografi ) g. Terlalu lamanya dilakukan fluoroscopy ( Intervesional ) h. Pengulangan pemeriksaan - Salah penyudutan arah sinar - Salah sentrasi - Under dan upper eksposure - Tidak ada marker - Kesalahan tindakan medic oleh resident/radiolog - Salah positioning - Kesalahan pesawat yang disebabkan 1. Tidak dikalibrasi secara rutin 2. Tidak adanya kegiatan QC peralatan radiologi. 3. Tidak dimiliki alat-alat QC radiodiagnostik 3. Sesudah pemeriksaan a. Efek bahan kontras b. Tindakan setelah pemeriksaan ( Intervensional ) c. Efek radiasi ( dosis tinggi Intervensional ) Implementasi Keselamatan pasen pada tiap modalitas imajing. 1. Modalitas dengan sumber Radiasi Sinar-X a. Hindari manipulasi pasen pada saat posisioning Terutama pada pasen dengan klinis trauma capitis, Fraktur Columna Vertebralis,

trauma tumpul abdomen dan thoraks. Begitu pula pasen dengan fraktur ekstrimitas dengan pemakaian peralatan traksi. b. Pemakaian bahan kontras.radiografi - Harus ada konsen inform sebelum dilakukan pemasukan bahan kontras - Harus ada pemeriksaan laboratorium mengenai fungsi ginjal - Gunakan bahan kontras yang relatip aman - Harus dilakukan oleh dokter atau didalam pengawasan dokter - Ada standar kedaruratan medic radiologi - Teknik pemasukan bahan kontras kadang-kadang membuat KTD pada pemeriksaan radiologi intervensional ( cateterisasi, Lympografi ) - Harus memakai peralatan disposable, terutama pada pemeriksaan intervensional ( Cateter - Harus dilakukan oleh dokter sub spesialis intervensional untuk mencegah TKD yang lebih serius ( misal putusnya cateter dalam pembuluh darah) - Perlu dilakukan penanganan khusus pasca pemeriksaan di Ruang Recovery.untuk menghilangkan pengaruh obat anestesi dan penekanan pembuluh darah didaerah bekas insisi ( Odema ) c. Minimalisasi dosis radiasi - Terutama pada penggunaan teknik fluoroscopy pada tindakan radiologi intervensional.( TAE, TAI, PTCD, Cateterisasi, Embolisasi ), - Pengaturan luas lapangan penyinaran yang diatur sedemikian rupa sehingga cukup seluas obyek yang diperiksa. - Pengaturan Faktor eksposi yang tepat ( dicatat pada lembar permintaan pemeriksaan radiologi untuk mudah menghitung dosis permukaan yang diterima pasen. - Pada setiap pasen wanita usia subur sebelum dilakukan pemeriksaan harus ditanya apakah sedang hamil atau tidak bila hamil diminta petimbangan dokter radiologi apakah perlu atau tidak dilakukan. Jadi pada hakekatnya semua pemeriksaan atau tindakan radiologi harus dilakukan apabila ada permintaan dari dokter yang mengirim dan dilengkapi dengan klinis yang jelas dan dikerjakan sesuai dengan standar operational Prosedur dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten 2. Magnetik Resonansi Imejing - Sekrining pasen terhadap bahan metal dan ferromagnetic sebelum pemeriksaan bila perlu dengan metal detector. - Tidak memasukan peralatan medic berbentuk/berbahan metal ke ruang pemeriksaan MRI. - Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal bila diperlukan pemeriksaan dengan bahan kontras Gadolium ( Lihat lampiran MRI Safety ) Bila dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar-x pemeriksaan MRI lebih aman. 3. Pemeriksaan Kedokteran Nuklir Teknik pemeriksaan Kedokteran Nuklir menggunakan radiosotop baik dalam bentuk

cair maupun padat biasa disebut radiofarmaka dan jenis radiasi sumber terbuka. Identifikasi pasen harus diperhatikan pada wanita subur dan ibu menyusui hal ini disebabkan karena radiofarmaka ikut dalam metabolisme tubuh Akibat adanya masukan radiofarmaka maka pasen merupakan sumber radiasi oleh sebab yang terpenting adalah mengetahui tingkat aktivitas dan jenis radioframaka yang diberikan. Selain itu penghentian pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi fungsi radioframaka. Pemakaian radiofarmaka di Instalasi Kedokteran Nuklir membutuhkan penanganan khusus, apabila terjadi kontaminasi termasuk pengolahan limbah zat radioaktif. 4. Ultrasonografi Sampai saat ini pemeriksaan USG masih dikatagorikan sebagai pemeriksaan yang paling aman bagi pasen. Belum ditemukan gejala- gejala KTD selama pemeriksaan maupun seudah pemeriksaan,

Kesimpulan
Secara system, keselamatan pasen di pelayanan radiologi belum diatur dalam suatu peraturan baik oleh Departemen kesehatan mapun oleh BAPETEN sebagai regulator pelayanan kesehatan dan lembaga pengawasan pemanfaatan radiasi, semua peraturan perundang-undangan hanya mengatur keselamatan terhadap radiasi baik bagi pekerja radiasi, pasen dan lingkungan. Hal ini mungkin disebabkan belum tersosialisasinya system keselamatan pasen walaupun secara structural sudah Rumah sakit yang memiliki Komisi/Komite keselamatan pasen dan melakukan sosialisasi dalam bentuk pelatihan-pelatihan, seminar tentang keelamatan pasen. Dari kenyataan tersebut adalah tugas profesi yang berkompeten dibidang radiologi apakah itu PDSRI dan PARI untuk membantu pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk membuat peraturan ataupun pedoman yang membahas tentang keselamatan pasen di pelayanan radiologi. Namun demikian walaupun belum ada peraturan perundang-undangan tentang keselamatan pasen di pelayanan radiologi diharapkan Radiografer tetap komitmen terhadap keselamatan pasen dengan melaksanakan dan mentaati semua peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di bidang pelayanan radiologi agar mutu pelayanan radiologi tetap terjamin kualitasnya dan semakin meningkat apabila diterapkannya system Keselamatan Pasen.
http://cafe-radiologi.blogspot.com/2011/10/penerapan-keselamatan-pasen-di.html

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARATA IITH 2002 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang. Pemeriksaan diagnostik radiologi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, terutama didalam penatalaksanaan

klinis patient di dalam pelayanan kesehatan. Sejak ditemukannya sinar X oleh Roentgen pada tahun 1895 dan kemudian diproduksinya peralatan radiografi pertama untuk penggunaan diagnostik klinis, prinsip dasar dari radiografi tidak mengalami perubahan sama sekali, yaitu memproduksi suatu gambar pada film reseptor dengan sumber radiasi dari suatu berkas sinar-X yang mengalami absorbsi dan attenuasi ketika melalui berbagai organ atau bagian pada tubuh. Perkembangan teknologi radiologi telah memberikan banyak sumbangan tidak hanya dalam perluasan wawasan ilmu dan kemampuan diagnostik radiologi, akan tetapi juga dalam proteksi radiasi pada pasienpasien yang mengharuskan pemberian radiasi kepada pasen serendah mungkin sesuai dengan kebutuhan klinis merupakan aspek penting dalam pelayanan diagnostik radiologi yang perlu mendapat perhatian secara kontinu. Karena selama radiasi sinar-x menembus bahan/materi terjadi tumbukan foton dengan atom-atom bahan yang akan menimbulkan ionisasi didalam bahan tersebut, oleh karena sinar-x merupakan radiasi pengion, kejadian inilah yang memungkinkan timbulnya efek radiasi terhadap tubuh, baik yang bersifat non stokastik , stokastik maupun efek genetik..Dengan demikian diperlukan upaya yang terus menerus untuk melakukan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja dalam medan radiasi pengion melalui tindakan proteksi radiasi, baik berupa kegiatan survey radiasi, personal monitoring, Jaminan Kualitas radiodiagnostik. Ketaatan terhadap Prosedur kerja dengan radiasi, Standar pelayanan radiografi, Standar Prosedur pemeriksaan radiografi semua perangkat tersebut untuk meminimalkan tingkat paparan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi, pasien maupun lingkungan dimana pesawat radiasi pengion dioperasikan.Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Jakarta II sebagai institusi pendidikan tenaga kesehatan bidang radiologi I.2 Tujuan Tujuan Umum : untuk mengetahui sejauh mana tindakan proteksi yang dilakukan oleh pengguna radiasi pengion dalam upaya mengurangi tingkat paparan radiasi yang diterima petugas radiasi dalam upaya pencapaian tingkat kompetensi mahasiswa. Tujuan Khusus : 1. Mampu melakukan upaya tindakan proteksi radiasi 2. Mampu mengevaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan3. Mampu melakukan tindakan tindakan perubahan tindakan proteksi kearah yang lebih baik efektif dan efesien.4. Mampu patuh dan taat untuk melaksanakan standar prosedur operasional peralatan radiasi, Standar Prosedur Kerja dengan Radiasi, Standar pelayanan Pemeriksaan Radiografi dan Standar prosedur Pemeliharaan Peralatan Radiologi. I. 3 Manfaat Untuk Pekerja Radiasi : Menjaga, memelihara, serta meningkatkan derajat kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion.Untuk Pasien : Menghilangkan rasa khawatir / takut untuk dilakukan pemeriksaan radiologi, karena merasa dirinya akan selalu mendapatkan pelayanan radiologi yang bermutu.Untuk Perusahaan : Produktivitas Tenaga Kerja dapat dipelihara, dipertahankan dan memungkinkan untuk ditingkatkan.I.4 Ruang Lingkup. Karya Tulis ini disampaikan berdasarkan tinjauan pustaka, beberapa penelitian tentang pengaruh atau efek radiasi pengion pada tubuh manusia, baik itu pasien, pekerja radiasi maupun lingkungan, serta pengalaman penulis selama bekerja

sebagai pekerja radiasi di Instalasi Radiologi Jutrusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Jakarta II.. BAB II PERMASALAHAN Undang-Undang No 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran sebagai penyempurnaaan Undang Undang No 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diberbagai bidang sehingga dalam pemanfaatannya dapat menjamin keselamatan pekerja, masyarakat maupun lingkungan hidup.Dalam pemanfatan tenaga nuklir termasuk sumber radiasi pengion dibidang kesehatan khususnya dibidang pelayanan radiologi harus memiliki izin dan orang tertentu yang mempunyai kualifikasi kompetensi khusus yang telah teruji tremasuk didalamnya ahli radiografi ( Radiografer ). Hal ini disebabkan karena telah diketahui bahwa selain banyak manfaatnya, radiasi pengion memiliki potensi bahaya bila tidak dikelola oleh orang-orang yang profesional dibidang radiasi. Salah satu potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemanfaatan radiasi pengion adalah timbulnya efek radiasi baik yang bersifat non stokastik, stokastik dan efek genetik yang mungkin timbul akibat pekerja radiasi mendapat paparan radiasi. Efek tersebut dapat berupa Radiation Sicknes, penyakit keganasan sampai timbul penyakit yang timbul pada keturunannya ( akibat timbulnya efek Genetik ) yang disebkan adanya penerimaan paparan radiasi eksterna dalam jumlah kecil namun diterima dalam jangka waktu yang lama. Oleh USEAC ( Unirted State Energy Atomic Commision ) tahun 1960 1968 dilaporkan bahwa efek yang timbul disebabkan adanya kecelakaan radiasi yang diakibatkan adanya kecelakaan radiasi dan secara rinci kecelakaan tersebut disebabkan oleh :Kesalahan operator : 68 %Kesalahan prosedur : 8 %Kerusakan perlengkapan : 15 %Lain Lain : 9 %Kesalahan Operator terperinci sebagai berikut : Tidak melakukan survey radiasi : 46 % Tidak mengikuti prosedur : 36 % Tidak menggunakan peralatan proteksi : 6 % Kesalahan manusiawi : 6% Kesalahan menghitung paparan radiasi : 6 % Dari jenis kecelakaan yang terjadi antara tahun 1960 1968 ternyata jenis pekerjaan radiografi memegang rekor. Dari 152 kejadian kecelakaan ditemukan bahwa :Jenis Kegiatan Jumlah Kecelakaan Radiografi 59 Laboratorium 44 Plant Operator 28 Perbaikan alat 12 Kedokteran 3 Pendidikan 2 Kontruksi 2 Pengangkutan 1Tidak diketahui 1 Dari 59 kecelakaan radiografi tersebut diperoleh bahwa kesalahan diakibatkan oleh : Kesalahan operator 40 Kegagalan prosedur 5 Kerusakan perlengkapan 13 Lain Lain 1 Dari 40 kesalahan operator diperinci

sebagai berikut : Tidak melakukan survey radiasi 29 Tidak mengikuti prosedur 6 Kesalahan menghitung paparan 3 Kesalahan manusiawi 1 Kerusakan perlengkapan 1Dilihat dari hasil laporan tersebut ternyata bahwa tindakan atau kejadian kecelakaan radiasi yang terbesar adalah dibidang radiografi yang disebabkan oleh operator yang mengoperasikan peralatan / alat sumber radiasi dan akibat tersebut yang terbesar adalah disebabkan operator tidak melakukan survey radiasi dan tidak taat terhadap standar prosedur yang telah ditetapkan. Pekerja radiasi di Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai merupakan pekerja / tenaga kesehatan yang selalu berada didalam medan radiasi pengion, karena selalu bekerja dengan pesawat sinar-X yang merupakan salah satu sumber radiasi pengion. Dengan demikian pekerja/tenaga kesehatan di Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai mempunyai resiko terkena paparan radiasi selama melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bidang radiologi, sehingga kemungkinan besar akan berpotendi mengalami efek akibat pemanfaatan radiasi sinar-X. Dengan demikian timbulah permasalahan Apakah Radiografer Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai mampu meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion . BAB IIIPEMBAHASAN III. 1 Kerangka Teori. Radiasi pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi. Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh bahan. Sedangkan jumlah tenaga radiasi yang diserap tergantung oleh Intensitas dan energy yang mengenai bahan. Pada pesawat sinar-X intensitas radiasi tergantung dari perkalinan antara arus tabung ( mA ) dan lamanya arus tabung mengalis dalam satuan second, sedangkan energi sinar-X tergantung dari pemakaian tegangan tabung yaitu beda potensial antara Anoda dan Katoda dengan satuan kV. Untuk setiap pemeriksaan radiografi selalu dipakai faktor eksposi yang menentukan intensitas dan energy sinar-X yang akan dipakai, dan hal ini tidak hanya tergantung dari tebal atau tipisnya organ yang akan diperiksa tetapi juga tergantung dari densitas / kerapatan bahan tersebut. Sehingga setiap organ apabila akan dilakukan pemeriksaan secara radiografi perlu ditentukan terlebih dahulu pemilihan faktor eksposi yang optimal. Salah satu terobosan penting dalam teknik radiografi adalah ditemukannya kontak film screen system yang mampu mengurangi beban radiasi pada pasien sebesar factor 100 jika dibandingkan dengan direct film radiography yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan metode computer radiography maupun digital radiography. Demikian juga kemajuan teknologi dalam produksi peralatan X-ray atau X-ray tube yang sangat memperhatikan keselamatan radiasi pada saat ini merupakan sisi lain dapat mengurangi beban radiasi pada pasien secara significant dan perlu mendapat approval pengoperasiannya maupun pengontrolan yang ketat secara teratur selama pengoperasiannya oleh badan terkait (Bapeten). Perkembangan Ilmu dan Teknologi yang pesat pada umumnya ditujukan untuk meningkatkan tyingkat paparan yang diterima oleh pasen dan pekerja radiasi serta lingkungan hidup. Karena dampak atau efek radiasi yang paling mungkin akan muncul yaitu kepada pekerja dan pasien. 3.2 Tindakan Proteksi Radiasi. Tindakan proteksi radiasi yang dilakukan tentunya merupakan tindakan proteksi radiasi terhadap paparan radiasi sinar X, jadi merupakan tindakan proteksi radiasi eksterna, karena sumber radiasi berada di luar tubuh manusia. Sebelum menerangkan apa yang dimaksud dengan tindakan proteksi radiasi eksterna terlebih dahulu perlu diterangkan

mengenai pengertian, filosopi / falasah dan tujuan proteksi radiasi. Proteksi radiasi atau fisika kesehatan dan keselamatan radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan yang perlu diberikan kepada seseorang atau kelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion. Adapun filosofi / falsafah proteksi radiasi adalah analisa atau perhotungan untung rugi yang harus mencakup keuntungan yang harus diperoleh oleh masyarakat bukan hanya oleh sesorang atau kelompok . Dengan demikian perlu diperhitungkan anatara resiko dan manfaat dari kegiatan yang menggunakan peralatan dan atau sumber radiasi pengion. Untuk proteksi radiasi ditentukan bahwa manfaat haruslah jauh lebih besar daripada resiko yang mungkin diperoleh oleh pekerja radiasi dan masyarakat. Untuk maksud tersebut filosofi / falsafah proteksi radiasi menyatakan bahwa setiap pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi pengion lainnya :Hanya didasarkan pada azas manfaat dan justifikasi. yang berarti harus ada izin pemanfaatan dari BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Atom ).Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnaya ( As Low As Reasonable Achievable ALARA ) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial dan dosis equivalent yang diterima seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis ( NBD ) yang telah ditetapkan. Adapun tindakan proteksi radiasi eksterna adalah tindakan untuk mengupayakan agar tingkat paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi menjadi serendah mungkin. Untuk maksud tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor utama proteksi radiasi yaitu : Faktor Waktu Besar Dosis atau tingkat paparan radiasi yang diterima seseorang yang sedang bekerja dengan laju dosis tertentu berbanding lurus dengan lama waktu ia berada ditempat itu.Dt = Do x t Dosis = Laju Dosis X Waktu Dt = Dosis yang diterima Do = Laju Dosis mula-mula t = Waktu Contoh : Seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 m Rem/minggu, berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam medan radiasi dengan laju dosis 10 mRem/Jam Dari Rumus : Dt = Do X t 100 mrem/minggu = 10 mRem / Jam Xt t = 100 mRem/minggu : 10 mRem /Jam = 10 Jam / minggu Dengan demikian berarti pekerja radiasi harus bekerja secepat mungkin bila bekerja dengan radiasi. Faktor Jarak. Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber radiasi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut r1 x r12 = Dr2 x r22 Dr1 = Laju Dosis pada jarak r1Dr2 = Laju Dosis pada jarak r2 Dari rumus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : Jika Jarak diperbesar 2 kali maka laju dosis menjadi 1/22 lebih kecil, demikian pula bila jarak diperkecil 2 kali maka laju dosis menjadi 22 lebih besar.Contoh :Sebuah sumber radiasi sinar x memberikan laju dosis pada jarak 2 m dari sumber sebesar 100 mRem/Jam, berapakah laju dosis pada jarak 4 m dari sumber radiasi.Dari rumus : Dr1 x r12 = Dr2 x r22 100 m Rem x 22 = Dr2 x 42 Dr2 = 100 mRem x 42/22 = 25 mRem

Dengan cara lain : Jarak dari sumber diperkecil dari 4 m menjadi 2 m berarti diperbesar 2 kali, maka laju dosis menjadi lebih kecil 1/ 2 2 ( ) dari semula. Faktor Penahan Radiasi ( Perisai ) Proses atenuasi sinar-X terutama apabila mempunyai berkas sinar sempit dalam bahan pelindung sebagai bahan penyerap bersifat eksponensial . Laju Dosis radiasi sinar-X disuatu titik setelah melalui bahan penyerap dapat ditulis sebagai berikut : Dt = Do eut Dt = Dosis setelah melalui bahan penyerap Do = Dosis mula-mula e = Koefisien serap linear t = Tebal bahan penyerap Untuk ketebalan dari suatu bahan penahan radiasi tertentu dapat menyerap Intensitas radiasi menjadi setengah dari semula maka ketebalan bahan radiasi tersebut dinamakan HVL Bila Dt = Do Maka rumus : Dt = Doeut Do = Do e-HVL = e-HVL -u.HVL = ln HVL = 0.693/uSehingga Rumus Dt = Do e-utDapat ditulis (093 .t ) HVL sebagai : Dt = Doe Dt = Do ( ) t/HVTDt = Do/ 2 t/HVT Konsep HVL ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan penahan radiasi yang diperlukan. Umpamanya :1. Untuk mengurangi dosis menjadi setengahnya diperlukan bahan penahan radiasi setebal 1 kali HVL.2. Untuk mengurangi laju dosis hingga 1/4 atau ( )2 diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVL, sedang untuk mengurangi dosis menjadi 1/8 atau ( ) 3 diperlukan bahan penahan setebal 3 kali HVL. Contoh :Berapa tebal bahan penahan yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis disuatu titik dari 160 mRem/jam menjadi 10 mRem/Jam ( diketahui HVL = 2 mm Pb ). Laju Dosis dari 160 mRem menjadi 10 m Rem/jam, berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal bahan yang dibutuhkan adalah setebal : 4 x 2 mm Pb = 8 mmPb. III.3 Efek Biologi Radiasi.III.3.1 Efek Deterministik ( Non Stokastik )Efek Deterministik ( Non Stokastik ) dapat terjadi akibat penyinaran lokal maupun menyeluruh sehingga sejumlah cukup banyak sel mati dan tidak dapat dikompesasikan oleh pembelahan sel yang masih hidup. Di Samping efek yang mematikan sel, radiasi dapat merusak jaringan dengan cara menimbulkan reaksi peradangan yang mempengaruhi permiabilitas sel dan jaringan, mempengaruhi migrasi alamiah sel pada alat tubuh yang sedang berkembang, atau efek tak langsung melalui organ laian ( misalnya penyinaran pada hipopisis akan mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang lain ) 1. Ciri-Ciri Efek Deterninistik ( Non Stokastik )2. Mempunyai dosis ambang3. Umumnya timbul tidak begitu lama setelah terkena radiasi.4. Ada penyembuhan spontan ( tergantung keparahan )5. Dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek ( makin besar dosis, efek makin parah ).Jika kematian masingmasing sel bersifat acak ( stokastik ), terganggunya fungsi jaringan atau organ bersifat deterministik, karena memerlukan dosis ambang untuk dapat menimbulkan terjadinya efek. Menurut International Commission Radiation Protection ( ICRP ) besarnya dosis ambang ini untuk efek deterministik pada testis, ovarium, lensa mata dan sumsun tulang manusia dewasa adalah seperti yang di gambarkan pada Tabel dibawah ini : Estimasi Dosis Ambang beberapa Efek Deterministik pada Manusia Dewasa JARINGAN DAN EFEK DOSIS AMBANG

Keterangan :

A = Dosis ekivalen total yang diterima pada penyinaran tunggal yang singkatB = Dosis ekivalen total yang diterima pada penyinaran berulang-ulang atau kronikC = Laju dosis tahunan apabila penyinaran berulang-ulang diterima setiap tahun atau penyinaran kronik berlangsung selama beberapa tahun*) = Tidak berlaku karena dosis ambang ubtuk efek tersebut lebih bergantung pada laju dosis dari pada dosis total Pada kulit, efek deterministik yang berupa kemerahan ( erythema ) dan pengelupasan kering ( dry desquamation ) terjadi pada dosis sekitar 3 5 Gray, kira-kira 3 minggu setelah penyinaran. Pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan terjadi pada dosis sekitar 20 Gray kira-kira 3 minggu setelah menerima penyinaran dengan dosisi 50 Gray atau lebih.Pada penyinaran seluruh tubuh akan timbul sindroma radiasi akut apabila dosis cukup tinggi ( 1 Gray atau lebih ). Pada dosis yang tinggi, kematian organisme dapat terjadi karena sel yang terbunuh cukup besar jumlahnya dan melibatkan organ-organ vital ( organ pembuat darah, saluran pencernaan makanan, sistem jantung dan pembuluh darah, susunan syaraf pusat ). Untuk orang dewasa sehat, dosis radiasi yang menimbulkan kematian dalam waktu 60 hari pada 50% dari populasi yang terkena radiasi seluruh tubuh ( LD ), menurut ICRP ( 1991 ) adalah antara 3 - 5 Gray.Selama dalam kandungan, pada periode pembentukan alat-alat tubuh, kematian sejumlah kecil sel yang kehadirannya bersifat esensial dapat berakibat cacat pembentukan organ. Efek terpenting pada penyinaran terhadap janin dalam rahim adalah cacat mental mulai dari bentuk ringan sampai kemunduran mental berat. Efek ini makin parah bila dosis radiasi yang diterima makin besar. Kemunduran mental dapat ditemukan pada anak-anak yang menerima radiasi selama dalam kandungan, terutama bila penyinaran itu terjadi pada umur kehamilan antara 8 15 minggu. Kemunduruan mental itu diduga terjadi karena salah hubung selsel s yaraf di otak yang keparahannya tergantung pada besar dosis penyinaran. Salah hubung sel-sel syaraf ini menyebabkan pergeseran ke arah IQ rendah pada kurva distribusi IQ pada suatu populasi yang terkena radiasi. Dosis radiasi sebesar 1 Sv akan menambah sejumlah 40% kasus baru kemunduran mental berat (IQ<70) ( UNSCEAR, 1993 ). III. 4. EFEK STOKASTIKEfek Stokastik akibat radiasi mempunyai ciriciri : Tidak mengenal dosis ambang Timbul setelah melalui masa tenang yang lama Tidak ada penyembuhan spontan Dosis radiasi tidak mempengaruhi keparahan efek Peluang timbulnya efek makin besar bila dosis semakin meningkat III. 4. 1. Induksi Kanker Proses menuju timbulnya kanker diawali dengan gangguan regulasi pada pertumbuhan, reproduksi dan perkembangan sel somatik induk ( precurso r). Meskipun perubahan awal telah terjadi, sel yang telah berubah itu belum bersifat sebagai kanker; masih diperlukan stimulasi oleh zat-zat kimia, hormon atau faktor-faktor lingkungan yang lain.Perubahan tunggal pada kode genetik sel biasanya belum mencukupi untuk membuat suatu sel menjadi kanker; untuk itu diperlukan beberapa mutasi. Jadi proses timbulnya kanker adalah proses yang bertahap-tahap ( multi stages carcinogenesis ).Sangat boleh jadi radiasi bekerja pada tahap-tahap awal dalam proses induksi kanker yang bertahap-tahap dengan mengubah sel induk yang normal menjadi sel pra kanker. Karena itulah usia timbulnya kanker akibat radiasi tidak banyak berbeda dengan kanker sejenis yang timbul bukan akibat radiasi. Namun demikian, ada kalanya radiasi berpengaruh pada tahap lanjut dalam proses induksi kanker, sehingga masa laten diperpendek.Pada manusia, periode antara pemaparan terhadap radiasi dan timbulnya kanker, yang disebut masa laten, bertahun-tahun lamanya. Masa laten rata-rata 8 tahun dalam hal

leukemia akibat radiasi dan 2 3 kali lebih lama pada kebanyakan tumor mempat (solid) seperti misalnya tumor panyudara atau paru-paru ( ICRP, 1991 ). III. 4. 2. Efek Pewarisan Apabila perubahan kode genetik terjadi pada sel pembawa keturunan ( sel sperma atau sel telur ) maka efek radiasi yang diterima oleh individu yang terkena radiasi akan diwariskan kepada keturunannya. Penelitian pada hewan dan tanaman menunjukkan bahwa efek itu dapat bervariasi dari yang ringan hingga kehilangan fungsi dan kelainan anatomik yang parah bahkan kematian prematur.Suatu kerusan tak mematikan pada sel pembawa keturunan pada prinsipnya akan diwariskan lebih lanjut ke generasi berikutnya. Mutasi dominan yaitu perubahan kode genetik yang berasal dari salah satu orang tua dan masih mempunyai pengaruh yang dominan pada keturunan dan dapat menimbulkan penyakit yang diwariskan pada keturunan generasi pertama. Beberapa diantara penyakit-penyakit ini sangat merugikan individu yang menderita dan mempengaruhi lama hidup dan peluangnya untuk bereproduksi. Mutasi resesif (perubhan kode genetik yang harus berasal dari kedua orang tua agar dapat menimbulkan efek pewarisan pada keturunan) menghasilakn efek yang kurang penting pada beberapa generasi pertama. Namun bila diingat bahwa populasi merupakan pool genetik maka mutasi resesif yang berlansung dalam pool terebut akan menimbulkan kerusakan pada generasi berikutnya karena peluang kedua orang tua untuk membawa mutasi itu meningkat. III. 5. EFEK BIOLOGI PADA SISTEM, ORGAN ATAU JARINGAN

III. 5. 1. Darah dan Sumsum Tulang Merah Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. Kompenen seluler darah yang lain ( butir pembeku dan darah merah ) menyusun setelah sel darah putih.Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih adapt memproduksi sel-sel darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian ( dosis lethal 3 5 Sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita : Kecenderungan pendarahan dan infeksi Anemia dan kekurangan hemoglobinEfek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah. III. 5. 2. Saluran Pencernaan Makanan Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. Kemudian dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah.Efek stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan. III. 5. 3. Organ Reproduksi

Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas, sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel kelamin. III. 5. 4. Sistem Syaraf Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan Sievert. III. 5. 5. Mata Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun). III. 5. 6. Kulit Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dopsis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. Efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit. III. 5. 7. Tulang Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan selaput dalam serta luar pada tulang. Kerusakan pada tulang biasanya terjadi karena penimbunan Stontium-90 atau Radium-226 dalam tulang.Efek somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang. III. 5. 8. Kelenjar Gondok Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh Yodium Radioaktif. III. 5. 9. Paru-paru Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui pernafasan. III. 5. 10. Hati dan Ginjal Kedua organ ini relatif tahan terhadap radiasi. III. 6. PEMONITORANPemonitoran terdiri dari : a. b. Pemonitoran Daerah Kerja Pemonitoran perorangan

Hasil pemonitoran dilaporkan secara berkala dan bila dosis yang diterima lebih besar dari NBD atau melebihi 2 kali Nilai Batas Maksimum Tahunan ( NBMT ) maka Petugas Proteksi Radiasi ( PPR ) harus menyerahkan masalah ini kepada dokter yang bertanggung jawab menaksir efeknya. III. 7. PENCATATAN DOSISDosis yang diterima Pekerja Radiasi setiap bulannya harus dicatat dalam suatu Buku Catatan Dosis Perorangan dan disimpan selama 30 Tahun. Dengan demikian setiap pekerja radiasi diwajibkan memakai monitoring perorangan setiap melakukan tugasnya. Monitoring perorangan yang biasa dipakai adalah Film Badge, yaitu III. 8. PENGAWASAN KESEHATAN Pengawasan kesehatan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah keadaan kesehatan pekerja radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan untuk mengetahui apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi tersebut selama bekerja dengan radiasi. Keharusan pemeriksan kesehatan ini tidak hanya bagi mereka yang bekerja di Batan atau industri lain yang menggunakan sumber radiasi pengion akan tetapi juga bagi pekerja radiasi dalam bidang medik dan telah diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 172/Men Kes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan kesehatan pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga penting bagi penguasa Instalasi Atom, jika dikemudian hari ada pekerja radiasi yang menggugat bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi yang diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat radiasi ini sangat kecil. Peraturan mengenai pengawasan kesehatan antara lain :1. Penguasa Instalasi Atom wajib melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan Instalasi Atom.2. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang tercantum dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima dalam jangka waktu yang singkat. 3. seluruh hasil pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu kesehatan dan kartu ini harus disimpan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 30 tahun sejak bekerja dengan radiasi. Di dalam kartu kesehatan harus ada keterangan tentang sifat pekerjaan dan alasan pemberian pemeriksaan kesehatan khusus. 4. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus tersedia di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan yang mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi pada tubuh manusia. III. 9. ORGANISASI PROTEKSI RADIASI Penguasa Instalasi Radiasi Atom mempunyai tanggung jawab tertinggi terhadap keselamatan personil dan anggota masyarakat yang mungkin berada di dekat Instalasi dibawah pengawasannya. Namun demikiansemua pekerja harus turut bertanggung jawab sehingga kecelakaan tidak terjadi akibat kelalaianya. Dengan demikian maka Proteksi Radiasi yang baik tergantung pada organisasi proteksi radiasi yang efisien dan efektif. Tanggung jawab, kewajiban serta wewenang tiap unsur dalam organisasi proteksi radiasi harus dinyatakan secara jelas. III. 9. 1. Tanggung Jawab Penguasa Instalasi Atom, antara lain :a. Membentuk Organisasi Proteksi Radiasi dan menunjuk Petugas Proteksi Radiasi dan bila perlu PPR diganti.b. Memberikan pendidikan dan latihan cara bekerja dengan sumber radiasi pada

pekerja radiasi dan memberitahukan semua pekerja radiasi tentang potensi bahaya radiasi yang berkaitan dengan pekerjaannya.c. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan sumber radiasi, termasuk alat pemonitor perorangan (Film badge dll).d. Menyediakan aturan keselamatan radiasi, prosedur kerja dengan sumber radiasi dan termasuk aturan tentang penanggulangan keadaan darurat.e. Menyelenggarakan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan bagi pekerja radiasi. III. 9. 2. Tanggung Jawab dan Kewajiban Petugas Proteksi Radiasi. PPR mempunyai kewajiban membantu PIA dalam melaksanakan tanggung jawabnya dibidang proteksi radiasi. Oleh karena itu PPR perlu diberi wewenang untuk :a. Memberikan instruksi teknis dan administratif kepada pekerja radiasi yang berkaitan dengan keselamatan radiasi.b. Mengambil tindakan untuk menjamin agar tingkat penyinaran serendah mungkin dan menjamin pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas ini PPR perlu melaksanakan pemonitoran radiasi dan tindakan proteksi radiasi. c. Mencegah : Kehadiran orang yang tidak berkepentingan di daerah pengendalian. Zat radioaktif jatuh ke tangan orang yang tidak berhak Perubahan terhadap sesuatu, sehingga dapat menimbulkan kecelakaan radiasi.d. menyelenggarakan dokumentasi yang berhubungan dengan proteksi radiasi, misalnya menyiapkan kartu dosis pekerja radiasi dll.e. Memberi penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi yang memadai kepada pengunjung atau tamu bila diperlukan. III. 9. 3. Tanggung Jawab dan Kewajiban Pekerja Radiasi. Pekerja radiasi ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya. Oleh karena itu pekerja radiasi wajib :a. Memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi.b. Memanfaatkan peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bekerja dangan hati-hati dan bekerja dengan aman baik untuk melindungi dirinya sendiri maupun pekerja lain, melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya dan gangguan kesehatan yang diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif kedalam tubuhnya kepada PPR. III.10. Jaminan Kualitas Radiodiagnostik (Radiodiagnostic Quality Assurance) Jaminan Kualitas radiodiagnostik didefinisikan sebagai kegiatan dari seluruh staf yang mengoperasikan fasilitas dan peralatan radiodiagnostik yang mempunyai mental dasar untuk berfikir dan bertindak serta sadar akan penringnya kualitas.Dengan demikian akan selalu terjamin baik fisik maupun fungsi semua fasilitas dan peralatan radiodiagnostik dapat laik pakai. Tidak akan terjadi lagi kesalahan-kesalahan pengoperasian alat, teknik pemeriksaan maupun keslahan yang diakibatkan oleh kelalaian radiografer dan pekerja lainnya, karena selalu taat terhadap standar prosur kerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat tercapai tujuan dan sasaran penyelenggaraan pelayanan radiologi dengan produksivitas yang tinggi, efektif dan efesien serta aman baik untuk bagi seluruh pekerja radiasi, pasien maupun masyarakat lingkungan. III. 11. Upaya-upaya yang telah dan perlu di lakukan untuk terjaminnya tingkat kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi pengion. A. Upaya yang telah dilakukan : 1. Pengurusan izin pemenfaatan pemakaian pesawat radiologi. Izin pemanfatan / pengoperasian pesawat radiologi masih berlaku sampai bulan .. tahun 2. Petugas proteksi Radiasi yang berlisensi BAPETEN telah ada dan tealah melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensinya antara lain :3. Membuat prosedur kerja dengan radiasi4. Membuat tanda-tanda adanya bahaya radiasi dengan jelas sehingga mudah terlihat dan menempatkan pada tempat-tempat yang semestinya.5. Memelihara peralatan proteksi radiasi agar selalu dalam keadaan yang memadai baik fisik maupun fungsi.6. Membuat Kartu Dosis perorangan yang dismpan dengan baik sehingga mudah diperiksa apabila diperlukan.7. Menganalisa dosis perorangan dari kartu

dosis untuk mengetahui apakah ada pekerja radiasi terpapar radiasi melebihi NBD untuk pekerja radiasi.8. Merekomendasikan untuk memeriksa kesehatan bagi pekerja setiap 6 ( enem ) bualan sekali.9. Membuat Standar Prosedur Pelayanan Radiologi10. Membuat Standar Prosedur pemeriksaan radiologi baik dengan bahan kontars maupun tanpa bahan kontras.11. Membuat Standar Prosedur pemeriksaan radiografi baik dengan bahan kontras maupun tanpa bahan kontras.12. Membuat Standar Prosedur tindakan kedaruratan medik akibat penggunaan bahan kontras pada pemeriksaan radiologi.13. Melakukan pemeliharan secara berkala terhadap sarana, fasilitas dan peralatan radiologi sesuai dengan batas kewenangan radiografer, agar keadaan baik fisik maupun fungsi sarana, fasilitas dan peralatan radiologi selalu laik pakai, khususnya pemeliharaan kebersihan pesawat rontgen, kaset dan intensifying screen, alat prosesing film otomatis.14. Melakukan reject film analisis untuk mengetahui apakah hasil pelayanan radiografi telah mencapaikualitas yang diharapkan ( jumlah film yang ditolak ternyata masih dalam batas normal 5% setiap bulan )B. Upaya yang akan dilakukan meliputi :1. Mengikuti Seminar Radiografi untuk radiografer bekerja sama dengan profesi PARI Cabang profinsi Riau, untuk meningkatkan pengetahuan ilmu radiografi yang semakin berkembang.2. Mengikuti Seminar Proteksi radiasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi.3. Membentuk Gugus Kendali Mutu, yang diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah yang dihadapi di Instalasi radiologi, terutama yang berkaitan dengan pemeliharaan sarana, fasilitas dan peralatan radiologi yang belum tertangani secara serius.4. Mengirim radiografer secara berkala dan bergantian untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang radiografi, Quality Assurance radiodiagnostik yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tingkat cabang maupun pusat.5. Melengkapi alat deteksi radiasi ( Survey Meter type 490 ) untuk memonitor tingkat paparan radiasi lingkungan ruang radiasi, untuk memastikan bahwa tingkat paparan radiasi masih berada dalam batas yang aman.6. Melengkapi buku-buku kepustakaan instalasi radiologi dengan buku-buku Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik pada penyelenggaraan pelayanan radiologi maupun yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KesimpulanDari pembahasan baik dari kajian teori maupun situasi dan kondisi instalasi radiologi saat ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :1. Kualitas Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi maish berada dalam keadaan cukup memadai, walaupun belum berada dalam tingkat kualitas yang ideal, karena belum memenuhi standar pelayanan radiologi yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan.2. Kualitas hasil pelayanan radiografi yang berbentuk foto-foto radiografi belum mencapai taraf kualitas yang memuaskan, hal ini dikarenakan karena semua peralatan radiologi khususnya pesawat rontgen, alat prosesing film otomatis belum dikalibrasi secara berkala.3. Sistem kegiatan Pemeliharaan sarana, fasilitas dan peralatan radiologi belum optimal karena pemeliharaan dilakukan hanya secara insidentil, belum mengikuti Standar Pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Badab Pemeliharaan Fasilitas Kesehatan ( BPFK ) Departeman Kesehatan.4. Belum meratanya pemikiran untuk sadar akan kualitas dikalangan pekerja instalasi radiologi RS Pertamina Dumai, sehingga pekerjaan yang dilakukan hanya sebagai pekerjaan rutinitas, akibat belum meratanya pengetahuan tentang Jaminan Kualitas Radiodiagnostik dikalangan pekerja Instalasi

Radiologi.5. Belum ada program pendidikan dan pelatihan bidang radiograf yang jelas dan mantap serta bermakna bagi pekerja Instalasi Radiologi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekerja Instalasi radiologi, sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bidang radiologi.6. Masih kurangnya buku-buku kepustakaan bidang radiografi yang tersedia sehingga menghambat untuk mendapatkan perkembangan ilmu dan teknologi bidang radiologi yang ternyata berkembang dengan pesat.B. SaranSaran. Dari hasil kesimpulan tersebut diatas disarankan bahwa untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan radiologi dan kualitas keselamatan dan kesehatan kerja yang cukup memadai adalah sebagai berikut :1. Perlu adanya kebijakan Pimpinan untuk membuat Tim yang mempelajari dan membuat Standar Pelayanan Radiologi, Standar Pelayanan Radiografi yang baku untuk diberlakukan di Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai ( seuai dengan SK Menkes No: )2. Merencanakan kegiatan Kalibrasi bagi sarana, fasilitas dan peralatan radiologi minimal satu tahun sekali, dan perbaikan peralatan radiologi yang sudah lama rusak tetapi belum diperbaiki, hal ini tentu saja akan berkaitan dengan biaya.3. Membuat Standar Pemeliharan Peralatan ( Standar Maintenace Prosedure ) seperti yang direkomendasikan oleh BPFK, dengan demikian kerjasama dengan IPRS perlu ditingkatkan.4. Perlu adanya Petugas Proteksi Radiasi yang mempunyai Lisensi dari BAPETEN, karena saat ini hanya memiliki satu tenaga PPR, yang tugasnya merangkap sebagai radiografer.5. Perlu dibuat program pendidikan dan pelatihan keprofesian khususnya bagi radiografer yang jelas dan berkesinambungan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ketingkat yang memadai. Hal ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan institusi pendidikan Radiografi ( ATRO ) Depkes Jakarta dan atau denagn profesi Radiografer ( PARI ).6. Melengkapi buku-buku kepustakaan tentang ilmu dan teknologi radiografi yang dirasakan sangat kurang sehingga dapat digunakan untuk sebagai acuan pekerja apabila diperlukan. Demikian juga maintenance alat secara teratur dan juga penyediaan dana untuk perbaikan kerusakan pada alat merupakan faktor lain yang tidak kalah pentingnya. Peralatan seperti conventional darkroom fluoroscopy ( fluoroscopy pada ruang gelap ) dan mass chest yang masih sering sering digunakan menunjukkan beban radiasi yang tinggi tidak hanya bagi pasien, tapi juga untuk staf radiologi, perlu dipertimbangkan ijin penggunaannya. Operator/radiografer maupun radiolog dapat memberikan kontribusinya dalam pengurangan beban radiasi pada pasien dengan menentukan teknik radiografi dan factor eksposi yang tepat tanpa mengurangi kualitas dari pencitraan yang dihasilkan. Pelaksanaan training yang tepat dan bermakna pada staf radiologi, menurut pengalaman dan statistik, dapat mengurangi dosis radiasi pada pasien sampai 40%. Quality control / assurance juga faktor lain yang dirasa perlu disosialisasikan karena, karena kegiatan Quality control yang dilakukan secara terus menerus ternyata dapat mengurangi frekuensi pengulangan pemeriksaan akibat hasil gambar yang berkualitas rendah juga berdampak pada pengurangan dampak radiasi pada pasien. Disain standard bangunan ruang radiasi dengan kontruksi dinding, pintu dan jendela yang dilengkapi dengan bahan penahan radiasi ( Pb ) dengan ketebalan yang memadai merupakan upaya untuk mengurangi paparan radiasi yang diterima baik oleh pasien, pekerja radiasi maupun masyarakat dimana pesawat sinar-X dioperasikan. Hal ini penting untuk meminimalisasikan kemungkinan adanya tingkat paparan radiasi yang melebihi dari yang diizinkan ( Maksimum Permisiable Dose ) dimana untuk pekerja radiasi adalah 0,5 mSv / Jam sedangkan untuk masyarakat dan lingkungan adalah 0.10 dari MPD pekerja radiasi. Tingkat paparan tersebut merupakan salah satu tindakan proteksi yang disebut Limitasi.Standarisasi pemeriksaan radiografi sangat efektif untuk mengurangi dosis permukaan yang diterima pasien, oleh sebab itu untuk setiap pelayanan

radiologi diwajibkan untuk membuat standarisasi baik standar pelayanan radiologi, maupun standar pemeriksaan radiolgi dan radiografi, termasuk standarisasi pemeriksaan kegawatan radiolgi serta, standar pelayanan penanganan kegawat daruratan akibat pemakaian bahan kontras radiografi. Teknik Prosedur Kerja alat dan fasilitas radiologi seperti pesawat rontgen, USG, dental unit dan peralatan serta fsilitas radiologi lainnya perlu dibakukan untuk mengurangi kea;paan / kesalahan operasional oleh pekerja radiasi, termasuk teknik prosedur pemakaian dan pemeliharaan prosesing film otomatis yang merupakan alat yang sangat menentukan baik/ buruknya gambaran radiografi. Pemonitoran paparan radiasi perorangan ( personal monitoring ) dengan pemakaian film badge merupakan suatu tindakan yang harus dipnuhi oleh setiap pekerja radiasi, sehingga tingkat paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi dapat terukur secara berkala dan berkesinambungan, sehingga bila terjadi peningkatan paparan radiasi diatas normal ( > 50 % ) dari biasanya merupakan suatu tanda awal yang dapat membahayakan personil, sehingga harus mendapat perhatian yang serius sampai terindentifikasi penyebab terjadinya peningkatan paparan radiasi pada pekerja radiasi. Hal ini dapat disebabkan adanya kebocoran tabung, teknik tindakan proteksi radiasi yang kurang efektif dan efesien pada saat melakukan kerja dalam medan radiasi dan sebab-sebab lainnya, ataupun adanya kesengajaan melakukan penyinaran film badge secara langsung. Oleh sebab itu Petugas Proteksi Radiasi yang mempunyai Lisensi ( SIB ) haruslah dimiliki oleh setiap Instalasi Radiologi. ( UU No 10 Th 2000 ) sebagai penanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.PPR mempunyai kewajiban untuk membuat prosedur kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, perencananaan tindakan keselamatan kerja, pengukuran tingkat paparan radiasi lingkungan ( Survey Radiasi ) dan evalusi terhadap tindakan keselematan kerja yang telah dilakukan, apakah sudah efektif dan efesien atau perlu memperbaikinya. Management Keselamatan kerja dengan Radiasi :Faktor-faktor yang berpengaruh pada penerimaan paparan radiasi adalah sebagai berikut : Perizinan pemanfaatan pesawat radiologi Standarisasi disain bangunan radiologi. Perkembangan peralatan radiologi, accessories dan bangunan. Teknik prosedur pemeriksaan radiologidan radiografi medik Rujukan / Referensi Pendidikan dan Training. Kalibrasi dan Dosimetri. Kriteria kualitas dan reference dose levels Hal ini perlu dilaksanakan secara berkala dikarenakan pemanfaatan pesawat radiologi sebagai sumber radiasi pengion selain besar manfaatnya bagi manusia, tetapi juga mempunyai dampak negatif bagi pasien, pekerja radiasi maupun bagi lingkungan dimana pesawat radiologi tersebut dioperasikan, dampak negatif dapat berbentuk efek Stokastik ( Efek radiasi yang dapat timbul apabila dosis ambang dilampaui ) maupun efek Non Stokastik ( Efek radiasi yang timbul akibat penyinaran yang kecil terus menerus tanpa adanya dosis ambang ).Oleh sebab itu tanpa adanya perhatian yang serius terhadap sarana, fasilitas, peralatan radiologi serta kepatuhan terhadap standar prosedur kerja maka dimungkinkan keselamatan kerja dengan radiasi sangat mungkin tidak dapat tercapai. 1. Perkembangan peralatan radiologi dan accessories-nya.Salah satu perkembangan teknik radiografi yang sangat revolusioner dan dapat mengurangi dosis radiasi pada pasien adalah ditemukan intesifying screen yang tergantung dari jenis screen dan jenis film yang dipakai, dapat mengurangi dosis radiasi sebesar faktor 15 500, dimana jenis intensifying rare earth screen (gadolinium dan lanthanum) menunjukkan effisiensi dosis 3 sampai 5 kali lebih baik dibanding dengan calcium tungstate screen. Selain itu spectral sensitivity dari film yang digunakan harus sesuai dengan spectrum emissi dari intensifying screen, karena emisi dari intensifying jenis rare earth merupakan cahaya tampak berwarna hijau, maka pemakaian film

radiografnyapun haruslah dipakai film yang sensitif terhadap cahaya hijau ( Green Sensitif ). Dampak lain dari penggunaan intensifying screen adalah pengurangan pemakaian faktor exposure, sehingga selain rendahnya dosis yang diterima pasien, juga menyebabkan beban terhadap X-ray tube menurun sehingga automatis akan memperpanjang masa hidup / usia dari X-ray tube. Sering kali peralatan dengan safety dan kualitas yang kurang memuaskan dan di bawah standar masih dipakai, oleh sebab itu kalibrasi secara berkala fungsi peralatan, sarana dan fasilitas perlu dilakukan termasuk peralatan radiografi apakah itu Casette dan kontak film screen, safe light, prosesing film otomatis termasuk kesegaran cairan kimia untuk prosesing film. Karena hasil akhir gambaran radiograf sangat ditentukan oleh kualitas peralatan kamar gelap. Dari pengalaman bekerja ditemukan, bahwa sekitar 80% dari alat-alat baru yang di-install menunjukkan adanya malfungsi pada satu atau beberapa parameter radiologis, termasuk kilovoltage, timer, kolimator, milliamper second linearity dll. Selain itu masih sering kita temukan alat-alat radiologi yang berumur kebih adri 10 tahun, akan tetapi masih terus digunakan, meskipun sudah menunjukan satu atau lebih malfungsi parameter radiologis, apalagi apabila pada alat-alat tersebut jarang dilakukan maintenance seperti yang seharusnya. Peralatan seperti conventional darkroom fluoroscopy (fluoroscopy diruang gelap) dan mass chest yang masih sering digunakan di negeri kita ini menunjukkan beban radiasi yang tinggi tidak hanya bagi pasien, tetapi juga untuk staf radiologi, perlu dipertimbangkan ijin penggunaannya. Oleh karena itu izin atau approval dan registrasi dari penggunaan peralatan radiologi serta pengontrolan secara rutin selama penggunaannya merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda pelaksanaannya dan sebaiknya diterapkan dalam perundang-undangan (Bapeten). Penggunaan filter pada X-ray tube sangat penting untuk mengurangi atau menghilangkan sinar-X berenergi rendah yang dapat menambah beban radiasi pada pasien dan oleh karenanya sudah seharusnya merupakan perlengkapan standart pada setiap alat X-ray. Direkomendasikan untuk menggunakan filter setebal 2 mm Al untuk energi sampai 100 kV dan 2.5 mm untuk pesawat radiologi dengan pemakaian energi antara 100 150 kV. Meja pemeriksaan maupun mattress merupakan accessories yang kelihatannya simple, akan tetapi juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap radiasi pada pasien disebabkan oleh penyerapan sebagian sinar-X. penggunaan serat carbon untuk meja X-ray menunjukkan absorbsi sinar-X yang rendah dengan nilai transmisi yang tinggi (89%), sedangkan untuk mattress sekitar 81-98%. Oleh karena itu penggantian accessories seperti di atas tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan dampaknya seperti tertera di atas. Demikian juga penggunaan apron merupakan suatu hal yang mutlak bagi staf maupun pasien dalam kondisi tertentu, seperti fluroskopi, dan terutama bagi anak-anak untuk menutupi organ-organ reproduksi merupakan suatu kewajiban. Bangunan dan material dimana peralatan radiologi tersebut diinstall perlu mendapatkan perhatian yang serius. Pelapisan dengan Pb. Merupakan hal yang mutlak untuk ruang pemeriksaan, demikian juga pembagian ruang pemeriksaan yang hanya boleh dimasuki oleh pasien atau yang berkepentingan, ruang operator maupun ruang tunggu pasien dengan tingkat paparan radiasi harus cukup rendah ( 2.5 mR/Jam ) yang merupakan hasil pengukuran oleh petugas yang kompeten merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan oleh pengusaha pelayanan radiologi. 2. Teknik Radiologi dan Radiografi MedikDalam hal ini ALARA (as low as reasonably achieveable) perlu diterapkan pada setiap pemeriksaan radiologis. Dan ini dapat tercapai apabila teknik-teknik radiologis yang dipergunakan terseleksi dengan baik dan tepat guna, terutama dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar dan dosis pada pasien, seperti pembatasan luas lapangan penyinaran yang terkena sinar (field of view), dan juga pemilihan exposure factors yang tepat, seperti kV, mAs, target to skin

distance, air gap, angulasi, instruksi atau aba-aba ke pasien untuk menahan napas dan juga penglabelan film yang telah ter-expose. Apabila faktor-faktor tersebut di atas tidak diperhatikan maka ratio pengulangan pemeriksaan akan menjadi tinggi dan menurut statistik bahkan dikabarkan bisa mencapai 10-30% ( RS pendidikan ). Oleh sebab itu penilaian dan analisa terhadap film yang ditolak ( Reject Film Analisis ) sangat dianjurkan. Hal ini dapat dihindari dan paling tidak bisa ditekan dengan pelaksanaan prosedur quality control yang konsekuen dengan mengikutsertakan tidak hanya pada peralatan radiologis, akan tetapi juga operator dan staf untuk selalau sadar berkualitas. 3. Rujukan.Pemeriksaan diagnostik radiologi merupakan informasi klinis yang sangat membantu dalam menegakkan diagnostik penyakit yang diderita pasien dan sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan dan terapi pasien, akan tetapi suatu report yang dikeluarkan oleh British Medical Journal relatif mengejutkan, karena diberitakan bahwa sekitar 1/5 dari pemeriksaan radiologis yang dilakukan di England secara klinis dinyatakan tidak menolong/ mendukung, hal ini disebabkan oleh karena indikasi pemeriksaan tersebut maupun kualitasnya tidak tepat. Kemungkinan situasinya di Instalasi radiologi lain tidak berbeda jauh, termasuk juga di Indonesia. Oleh karena itu kasus-kasus seperti ini perlu dihindari dan ditekan angka kejadiannya, karena dapat mengurangi beban dosis radiasi pada pasien secara individual maupun kolektif. Dalam hal ini perlu disosialisasikan buku-buku rujukan dan rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh badan-badan internasional maupun nasional ( IAEA, BATAN, BAPETEN ) yang berkaitan dengan radiasi maupun indikasi pemeriksaan radiologis agar dapat dijadikan pedoman bagi operator atau radiografer. Dengan sendirinya usaha dari organisasi profesi untuk mengeluarkan buku pedoman pelayanan medis bagi tiap-tiap perhimpunan kedokteran, termasuk juga Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia ( PDSRI ), Persatuan Ahli Radiografi Indonesia ( PARI ) merupakan hal yang sangat kita sambut dengan baik dan harapan ini ternyata telah terlaksana dalam waktu yang tidak terlalu lama telah tersedia buku-buku pedoman yang diterbitkan oleh organisasi profesi baik oleh PDSRI maupun oleh PARI. 4. Pendidikan dan Training Salah satu faktor penting yang dapat mengurangi dosis radiasi pada pasien adalah pengetahuan dan skill dari pada SDM yang berkecimpung dalam diagnostik radiologis. Oleh karenanya pendidikan dan training pada SDM di atas merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dari pengalaman-pengalaman yang lalu dibeberapa negara industri dapat dilaporkan, bahwa melalui pendidikan dan training seperti di atas dan sosialisasi informasi yang diperoleh di masing-masing tempat kerja oleh peserta membebani pasien sampai sekitar 40%. Kursus-kursus yang diselenggarakan oleh BAPETEN dalam konteks Petugas Proteksi Radiasi ( PPR ) dan kursus keterampilan bidang radiografi oleh profesi PARI tidak saja meningkatkan keterampilan dan kemahiran profesional tetapi diharapkan juga dapat membuahkan hasil yang memadai sehingga dapat mengurangi penerimaan dosis pasien , tentunya hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut, setelah pelaksanaannya mencakup seluruh pekerja radiasi. 5. Dosimerti.Pengetahuan mengenai dosis radiasi yang diberikan pada pasien dalam pemeriksaan radiologis sangat penting dan sangat berguna sebagai usaha pengurangan dosis radiasi. Survey dari beberapa negara menunjukkan bahwa dosis yang diterima pasien di berbagai rumah sakit sangat bervariasi satu sama lain meskipun pada pemeriksaan radiologis yang sama. Oleh karenanya diperlukan pengembangan protokol dosimetri untuk pemeriksaan diagnostik radiologis bagi masing-masing negara yang dapat diterapkan di rumah sakit-rumah sakit dan

memenuhi standart internasional (IAEA). Setiap pekerja radiasi di rumah sakit atau bagian radiologi diharapkan dapat mengecek atau mengevaluasi kondisi dan performance mereka untuk dibandingkan dengan standart nasional maupun internasional. Secara garis besar dosis yang dihitung secara kuantitatif pada pemeriksaan diagnostik direkomendasikan sebagai berikut : Dosis masuk yang diukur pada permukaan pasien pada senter dari sinar-X untuk radiografi individual ( sebanding dengan pemakaian kV dan mAs yang digunakan ) Produk dosis area kumulatif untuk pemeriksaan dengan teknik fluroscopi. Tentunya pengukuran dosis kepada pasien harus dilakukan oleh tenaga yang kompetan ( Fisika Medik ) dan dilakukan dengan alat ukur yang telah dikalibrasi dengan teknik dan prosedur pengukuran yang sesuai sehingga hasil pengukuran yang didapat dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. 6. Quality Control / Assurance.Quality control / assurance juga faktor lain yang perlu disosialisasikan karena dapat mengurangi frekuensi pengulangan pemeriksaan akibat hasil gambar yang berkualitas rendah yang juga berdampak pada pengurangan dampak radiasi pada pasien. Pengecekan kualitas setiap harinya pada alat Roentgen, Kontak Film Screen , film radiografi dan mesin cuci merupakan langkah-langkah yang perlu dijadikan usaha rutin dalam memenuhi tuntutan quality assurance. Untuk mendapatkan gambar Roentgen yang berkualitas tinggi dengan menggunakan dosis sinar-X yang dapat dipertanggungjawabkan, Commission for European Communities (CEC) telah mengeluarkan buku petunjuk mengenai kriteria gambar radiologis yang baik, kriteria dosis radiasi yang diperlukan dan juga contoh-contoh mengenai teknik radiologis yang baik dan kiranya dapat juga dijadikan asupan untuk kita di Indonesia. Oleh karena situasi dan kondisi suatu instalasi radiologi sangat berbeda disetiap rumah sakit, tentunya pekerja radiasi di Rumah Sakit tersebutlah yang paling mengetahuinya, sehingga kesadaran akan keselamatan kerja serta kesadaran akan kualitas perlu dikembangkan oleh setiap pekerja radiasi di rumah sakit tersebut, sehingga manfaat dari pemakaian radiasi sinar-X dalam tercapai dengan meminimalkan dosis radiasi yang diterima oleh pasien dan pekerja. PERMASALAHAN Dari uraian diatas ternyata situasi dan kondisi di Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai belum dapat dikatakan cukup memadai baik sistem pemeliharaan peralatan radiologi, apalagi untuk dilakukan kalibrasi, sehingga sampai saat ini kegiatan pemeriksaan radiografi yang dilakukan khususnya pemilihan faktor eksposi hanya dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh radiografer yang tentunya mempunyai keterbatasan. Dengan demikian timbul permasalahan Mampukah Radiografer Instalasi Radiologi meningkatkan kualitas keselamatan dan kesehatan kerja dengan kondisi fasilitas , peralatan radiologi serta sumber daya manusia yang terbatas . Tentunya permasalahan ini harus di identifikasi terlebih sehiingga ditemukan penyebabnya, khususnya penyebab yang paling dominan guna dilakukan alternatif tindakan tindakan pemecahannya yang paling memungkinkan. IDENTISIFIKASI PERMASALAHAN. Bagian / Instalasi Radiologi RS Pertamina Dumai saat ini sudah memiliki beberapa pesawat rontgen dari berbagai jenis dan merk, baik yang telah lama usianya maupun yang relatif baru. Untuk pesawat radiologi yang baru tentu saja parameter faktor eksposi masih berfungsi dengan baik dengan keakurasian yang cukup memadai. Namun tidaklah demikian dengan pesawat rontgen yang sudah cukup lama beroperasi tentunya parameter faktor eksposi baik kV, mA, maupun timer perlu pengkajian dan pengukuran tingkat keakurasiannya yang sampai saat ini belum mampu dilakukan oleh radiogafer berhubung

keterbatasan/ tidak dimilikinya alat alat ukur radiasi. Padahal kesesuaian besarnya kV, linear nilai mA yang diseting/dipilh pada saat eksposi dengan besarnya tenaga sinar-x yang terukur haruslah dalam batas toleransi sangatlah mengurangi kesalahan pada pemotretan yang memungkinkan adanya pengulangan foto yang berarti adanya penambahan dosis bagi pasien yang secara tidak langsung meningkatkan penerimaan paparan radiasi bagi pekerja. Begitu pula peralatan proteksi radiasi, baik berupa Apron, sarung tangan timbal tirai Pb pada pesawat rontgen, perisai radiasi, kontruksi dinding serta bangunan dapat dikatakan memenuhi persyaratan keamanan pekerja radiasi maupun lingkungan dimana pesawat dioperasikan.Perlengkapan lain yang masih dan kurang mendapat perhatian adalah, lampu merah pada pintu masuk ruang radiasi yang harus menyala pada saat pesawat rontgen dihidupkan serta tanda-tabda adanya radiasi belum terpasang.Begitu pula pengukuran tingkat paparan radiasi lingkungan belum dapat dilakukan, sehingga evaluasi penerimaan dosis petugas proteksi radiasi hanyalah dari catatan dosis perorangan yang ditunjukan oleh hasil pengukuran film badge setiap bulannya yang berkisar antara 10 20 Rem/ bulan.Melihat dari besarnya dosis radiasi yang diterima menunjukan bahwa tindakan proteksi yang selama ini dilakukan oleh petugas masih cukup efektif dan efesien, mengaplikasikan semua faktor utama proteksi radiasi pada saat bekerja dengan radiasi, baik itu faktor Perisai, Waktu maupun jarak kesumber radiasi serta kepatuhan petugas kepada standar prosedur bekerja dengan radiasi pada waktu melakukan dan melaksanakan tugasnya sebagai tenaga kesehatan bidang radiologi.Didalam pelaksanaan pemeriksaan radiografi, telah diusahakan dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Pemeriksaan radiografi, sehingga hasil foto yang dibuat sesuai dengan kriteria gambar, namun demikian untuk meningkatkan kualitas gambaran radiografi tentunya diperlukan upaya-upaya lain diantaranya melalui kegiatan Jaminan Kualitas Radiodiagnostik. Tentu saja kegiatan Jaminan Kualitas radiodiagnostik yang dilakukan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh hal ini disebabkan keterbatasannya peralatan Jaminan Kualitas Radiodiagnostik ( QA Tool Set ), sehingga pengukuran akurasi out put sinar-x, linearisasi, mA, serta kalibrasi pesawat rontgen tidak dapat dilakukan. Sehingga kegiatan Jaminan Kualitas Radiodiagnostik yang dapat dikerjakan adalah pengukuran yang sangat sederhana dengan memakai alat bantu yang dibuat sendiri, diantaranya pengukuran ketepatan luas lapangan penyinaran ( Light Beam Aligment ), ketepatan sentrasi sinar x.Untuk kegiatan Jaminan Kualitas Kamar Gelap, pengukuran kecepatan film, gamma film, dan pengukuran daerah radiografi sebagai pedoman pemakaian faktor ekposi untuk suatu pemotretan serta pengukuran densitas film belum dapat dilakukan karena tidak adanya alat sensitometer dan densitometer. Dengan demikian Kegiatan Jaminan Kualitas Radiogarfi hanya meliputi, pemeriksaan dan pemeliharaan Casette dan kontak film screen, pemeliharaan mesin prosesing film otomatis, sehingga dari evaluasi analisa film yang ditolak ( Reject Film Analisis ) menunjukan tingkat penolakan film semakin menurun, secara konkrit kerusakan film akibat kesalahan petugas rata-rata berkisar 1-3 % setiap bulan yang berarti terjadi penghematan alat dan bahan yang cukup signifikan apabila di konversi kedalam rupiah.Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan Jaminan Kualitas Radiodiagnostik sangat dianjurkan untuk dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.Perkembangan Teknologi Radiografi khususnya perkembangan jenis kontak film screen yang mutakhir yaitu kontak film screen jenis rare earth dengan green emited telah diterapkan di Instalasi radiologi, konsekwensinya harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan jenis blue emitted begitu pula film yang dipakai harus diganti dari jenis film blue sensitif menjadi film green sensitif yang juga harganyapun relatif lebih mahal. Namun demikian keuntungan pemakaian kombinasi kontak film screen jenis green emited dengan film green sensitif dibandungkan dengan pemakaian kombinasi kontak film screen dengan film blue

sensitif adalah pemakaian faktor ekposure untuk pemeriksaan radiografi menjadi lebih kecil, yang berarti selain dosis radiasi yang diterima pasien jauh lebih berkurang juga pembebanan pesawat menjadi lebih rendah. Tentang rujukan ataupun acuan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi, selama ini masih mengacu kepada Undang-undang No 31 tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom serta Surat Edaran Dirjen BATAN No PN 001/92/DJ/87 tentang Pedoman Keselamatan Kerja dengan zat Radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya. Sampai saat ini belum dimiliki buku Undang-Undang No10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran sebagai pengganti Undang-Undang No 31 Tahun 1984. Begitupula buku rujukan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dengan radisi yang diterbitkan oleh IAEA ( International Atomic Energy Agency ) dalam bentuk buku Basic Safety Report dan yang terbaru adalah Basic Safety No 115, termasuk didalamnya Refereal Dose untuk setiap pemeriksaan dengan radiasi sinar-X baik secara radiografi maupun fluoroscopy.Mengenai Pelayanan Radiologi dipakai acuan Undang-Undang No:23 Tahun 1997 Tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No 366/MENKES/PER/V/97 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi dan Keptusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 436/MENKES/SK/VI/1993 tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medik di Rumah Sakit. Pendidikan dan Pelatihan bidang radiologi dan teknologi radiologi yang langsung dapat meningkatkan kualitas profesionalisme tenaga kesehatan khususnya Radiografer sampai saat ini masih dirasakan sangat kurang, padahal sangat dirasakan perlunya, karena perkembangan Ilmu radiologi dan Teknologi Radiologi sangat pesat sehingga sulit untuk diantisipasi apabila tidak dilakukan dengan peningkatan kualitas radiografer melalui keikutsertaan di dalam pendidikan dan pelatihan bidang radiologi baik yang diselenggarakan oleh rumah sakit maupun oleh organisasi profesi radiografer. Keikut sertaan Radiografer hanya dalam kegiatan seminar atau Kongres Ahli Radiografi yang dilaksanakan oleh Profesi minimal satu tahun sekalai dan empat tahun sekali untuk Kongres Nasional. PEMECAHAN MASALAH Dari uraian mengenai identivikasi masalah yang dihadapi telah dilakukan upaya pemecahan masalah melalui beberapa alternatif yang dapat segera dilakukan diantaranya adalah :Perpanjangan Perizinan Pemanfaatan Pesawat Radiologi yang sekarang masih berlaku sampai .. Th ..

PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KERJA (PRKK)


Tujuan proteksi radiasi adalah mencegah terjadinya efek non-stokastik yang membahayakan dan memperkecil frekuensi atau risiko efek stokastik sampai pada suatu nilai yang dapat diterima oleh masyarakat. Agar tujuan proteksi radiasi dalam operasi normal seperti yang tercantum di atas terpenuhi, maka PTNBR menerapkan sistem pembatasan dosis yang komprehensif. Yang dimaksud dengan sistem pembatasan dosis yang komprehensif adalah:

Azas Manfaat, yaitu kegiatan yang melibatkan penyinaran radiasi hanya dilakukan apabila menghasilkan nilai lebih.

Azas ALARA (as low as reasonably achievable), yaitu semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui nilai batas dosis (NBD) yang telah ditetapkan, yaitu 20 mSv per tahun.

Untuk melaksanakan azas di atas, dalam rangka melindungi pekerja radiasi terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion, maka subbidang PRKK melaksanakan pemantauan paparan radiasi, kondisi lingkungan kerja, dan memberikan supervisi pada para pekerja radiasi yang akan melakukan pekerjaan di medan radiasi. Pemantauan juga dilakukan terhadap dosis radiasi pengion yang diterima pekerja radiasi dengan menggunakan dosimeter termoluminisensi atau dosimeter saku. Fasilitas yang dimiliki oleh Sub Bidang PRKK antara lain:

Ruang Dosimetri Ruang Petugas Proteksi Radiasi (PPR) Ruang Operasi Penanggulangan Keadaan Darurat (OPKD) Laboratorium Analisis Radioaktivitas Lingkungan (berkoordinasi dengan sub bidang PLKL)

http://www.batan.go.id/ptnbr/index.php/profil/organisasi/bidang-keselamatan-dankesehatan.html?showall=1

Ultrasonografi medis (sonografi) adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ internal dan otot, ukuran mereka, struktur, dan luka patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ. Sonografi obstetrik biasa digunakan ketika masa kehamilan. Pilihan frekuensi menentukan resolusi gambar dan penembusan ke dalam tubuh pasien. Diagnostik sonografi umumnya beroperasi pada frekuensi dari 2 sampai 13 megahertz. Sedangkan dalam fisika istilah "suara ultra" termasuk ke seluruh energi akustik dengan sebuah frekuensi di atas pendengaran manusia (20.000 Hertz), penggunaan umumnya dalam penggambaran medis melibatkan sekelompok frekuensi yang ratusan kali lebih tinggi.

Tampak dalam sonogram seorang bayi dalam kandungan ibunya.

[sunting] Kegunaan

Sonograf ini menunjukkan citra kepala sebuah janin dalam kandungan.

Ultrasonografi atau yang lebih dikenal dengan singkatan USG digunakan luas dalam medis. Pelaksanaan prosedur diagnosis atau terapi dapat dilakukan dengan bantuan ultrasonografi (misalnya untuk biopsi atau pengeluaran cairan). Biasanya menggunakan probe yang digenggam yang diletakkan di atas pasien dan digerakkan: gel berair memastikan penyerasian antara pasien dan probe. Dalam kasus kehamilan, Ultrasonografi (USG) digunakan oleh dokter spesialis kandungan (DSOG) untuk memperkirakan usia kandungan dan memperkirakan hari persalinan. Dalam dunia kedokteran secara luas, alat USG (ultrasonografi) digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan diagnosa atas bagian tubuh yang terbangun dari cairan. Ultrasonografi medis digunakan dalam:

Kardiologi; lihat ekokardiografi Endokrinologi Gastroenterologi Ginekologi; lihat ultrasonografi ginekologik Obstetrik; lihat ultrasonografi obstetrik Ophthalmologi; lihat ultrasonografi A-scan, ultrasonografi B-scan Urologi Intravascular ultrasound

Contrast enhanced ultrasound

http://id.wikipedia.org/wiki/Ultrasonografi_medis

KESELAMATAN KERJA RADIOLOGI


Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi. Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara : 1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman. 2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup. 3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi. 4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi. 5. Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.

1. Desain dan paparan di ruangan radiasi a. Ukuran Ruangan Radiasi Ukuran minimal ruangan radiasi sinar-x adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter, tinggi 2,8 meter. Ukuran tersebut tidak termasuk ruang operator dan kamar ganti pasien. b. Tebal Dinding Tebal dinding suatu ruangan radiasi sinar-x sedemikian rupa sehingga penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari timbal setebal 2 mm. Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat jenis 2,35 gr/cc adalah 15 cm. Tebal dinding yang terbuat dari bata dengan plester adalah 25 cm. c. Pintu dan Jendela Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding (misal lobang stop kontak, dll) harus diberi penahanpenahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal. Di depan pintu ruangan radiasi harus ada lampu merah yang menyala ketika meja kontrol pesawat dihidupkan.

Tujuannya adalah : Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi dengan ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi. Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis untuk tidak memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam ruangan tersebut. Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat rontgen sedang aktif. Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk mencegah bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar ruangan pemeriksaan rontgen. Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai luar. Bila ada jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut harus ditutup ketika penyinaran sedang berlangsung. Jendela pengamat di ruang operator harus diberi kaca penahan radiasi minimal setara dengan 2 mm timbal. d. Paparan Radiasi Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan radiasi dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan tersebut. Untuk ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya paparan 100 mR/minggu. Untuk ruangan yang digunakan oleh selain pekerja radiasi besarnya paparan 10 mR/minggu.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Instalasi Radiodiagnostik


Bekerja pada bagian radiologi haruslah memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi aspek keselamatan dan kesehatan kerja. hal ini disebabkan spesifikasinya yang memungkinkan terjadinya kecelakaan apabila peraturan dan ketelitian tidak menjadi etos kerja. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu: A. Keselamatan arus listrik

1. Arde listrik peralatan sinar-x Arde dilakukan dengan menghubungkan permukaan metal/logam pada pesawat sinar-x ke tanah melalui konduktor tembaga. Konduktor ini bisa berupa: Satu lempeng tembaga yang ditempelkan ke permukaan metal/logam dari meja pemeriksaan, tuas penyangga tabung, tranformator dan control consoul dan menghu-bungkannya ke tanah. PERHATIKAN BETUL BAHWA LEMPENG LOGAMNYA BENAR-BENAR MENEMPEL. Satu konduktor bumi yang terdapat pada kabel utama dari pesawat sinar-x bergerak (mobile unit) yang

terhubung pada bagian akhir dari rangkaian pesawat yang membutuhkan arde dan ujung yang lain pada konduktor bumi di dalam colokan listrik (pulg socket). INGAT, penggunaan kabel penyambung (extention cable) atau adaptor akan meng-hambat kelancaran kerja dari konduktor bumi dan jangan digunakan, kecuali jika tidak terdapat alternatif lain. Tetapi, jika harus menggunakan kabel penyambung harap diingat ukuran dan besar kabel harus sama dengan kabel utamanya dan kedua ujung ardenya harus benar-benar tersambung dengan baik. PERIKSALAH SECARA TERATUR KABEL DAN SAMBUNGAN PADA KEDUA UJUNG dengan kondisi seperti di bawah ini: Karet pembungkus kabel. Jika terdapat potongan atau kerusakan hendaknya segera diperbaiki atau diganti. Sambungan antara ujung kabel dan colokan listrik. Karet pembungkus kabel hendaknya terlindung di dalam kotak colokan listrik. Kotak colokan listrik. Jika kotak ini retak atau pecah hendaknya segera diganti. Ujung arde yang terdapat di dalam colokan listrik hendaknya terkait dengan baik. Setiap 6 bulan teknisi listrik atau petugas yang cakap harus mengecek keadaan ini. jika colokannya putus, maka jangan dimasukkan ke dalam soket listrik sampai ia benar-benar telah diperbaiki dan aman. Catatan: Kerusakan dapat dicegah dengan penanganan yang cermat dan hati-hati terhadap peralatan sinar-x dan kabelnya. Jangan sampai kabel dalam keadaan tegang, kusut, menempel pada permukaan yang tajam saat digerakkan. http://radiograferpujasumbar.blogspot.com/2011/05/keselamatan-kerja-radiologi.html

Kepala Radiografer mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Melakukan pemeriksaan secara radiografi pada organ-organ tubuh sesuai dengan permintaan pemeriksaan radiologi yang hasilnya digunakan untuk menegakkan diagnosa oleh dokter spesialis radiologi. 2. Hasil pemeriksaan radiografi ditentukan dan atau dipengaruhi oleh faktor eksposi, teknik pemeriksaan, teknik prosesing film, kualitas cairan prosesing dan kualitas peralatan yang digunakan. Untuk dapat menghasilkari tampilan radiografi yang dapat dinilai maka semua faktor faktor tersebut diatas dapat dipahami, di mengerti dan dilakukan dengan baik dan benar oleh Radiografer. Di Bidang Radioterapi 1. Melakukan teknik dan prosedur terapi radiasi sebagaimana mestinya sesuai dengan rekam medic rencana penyinaran yang telah ditetapkan melalui proses treatment planning oleh fisikawan medik dan telah ditetapkan oleh dokter spesialis radiologi, baik jenis dan tenaga radiasi, posisi penyinaran lamanya selang waktu penyinaran, dosis radiasi, sentrasi, separasi serta luas lapangan penyinaran. 2. Pemasangan wedge serta lain sebagainya. Dengan demikian radiogrfer harus mampu secara professional membaca dan menerjemahkan/menginterpretasi status/ rekam medik terapi radiasi sehingga tidak terjadi kesalahan teknis.

3. Begitu pula mampu memanipulasi peralatan pesawat/sumber radiasi yang semakin canggih, serta pemakaian alat bantu terapi radiasi dan yang terpenting adalah merasa empati kepada pasien yang dilakukan penyinaran, sehingga dapat memberikan informasi mengenai penyinaran yang dilakukan dan selalu bertanggung jawab terhadap setiap besarnya dosis radiasi yang diberikan kepada pasien. 4. Dengan demikian tingkat keakurasian pemberian radiasi tidak saja tergantung kepada keakurasian treatmen planning serta keahlian klinis tetapi juga tergantung kepada teknik dan prosedur terapi radiasi. Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Radiasi 1. Melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya, karena sebagian besar radiografer adalah petugas proteksi radiasi ( PPR ) maka bertugas untuk melakukan upayaupaya tindakan proteksi radiasi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja radiasi, pasien dan lingkungan. 2. Evaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan merupakan salah satu kemampuan dari petugas Proteksi Radiasi termasuk pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi tindakan proteksi sehingga radiografer mampu membuat suatu sistem tindakan proteksi radiasi yang lebih baik. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Peralatan Radiologi dan Radioterapi Mutu pelayanan kesehatan bidang radiologi tidak saja ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia penyelenggara pelayanan, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan, oleh sebab itu kemampuan radiografer dalam mengelola khususnya memelihara sarana, prasarana dan peralatan radiologi dalam batas kewenangannya sangat menentukan kualitas hasil layanan yang diberikan. Pemeliharaan tersebut meliputi pemeliharaan kontak film screen, viewing Box, safe Light untuk kerja otomatis prosesing film, kebersihan pesawat, yang semuanya tercakup dalam upaya dan tindakan Quality Assurance radiology. Radiografer juga menyelenggarakan Fungsi : Sesuai dengan tugas serta kemampuan dan kewenangan (kompetensi) yang dimilikinya, radiografer mempunyai fungsi yang strategis sebagai salah satu pengelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan dlbidang radiologi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengerti dan memahami visi dan misi organisasi tempat kerja dan organisasi profesi serta selalu berusaha agar visi dan misi tersebut dapat terlaksana dengan berupaya melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, baik sebagai anggota profesi, anggota akademis maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat. 2. Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan radiologi sesuai dengan perkembangan IPTEK dibidang kedokteran. 3. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi penyelenggara pelayanan radiologi 4. Meningkatkan upaya proteksi radiasi untuk mencegah meningkatnya tingkat paparan radiasi dalam lingkungan sehingga dapat meningkatkan keselamatan serta kesehatan

5. 6.

7.

8.

9.

masyarakat dan lingkungan dari kemungkinan paparan radiasi yang beasal dari alat dan atau sumber radiasi yang dimanfaatkan untuk keperluan kesehatan. Meningkatkan teknik dan prosedur manajemen perlakuan zat radioakif dan atau sumber radiasi lainya sehingga mampu mencegah atau mengurangi kemungkinan darurat radiasi. Meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya sehingga memungkinkan manfaat radiasi semakin besar dibandingkan dengan resiko bahaya yang ditimbulkan. Meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi ketaatan pekerja radiasi terhadap teknik dan prosedur kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya sebagai suatu proses, sehingga tercapai pelayanan yang tepat guna (efektif dan efisien) dan professional. Meningkatkan upaya jaminan kualitas radiologi termasuk sistem pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan radiologi sebagai upaya peningkatan kualitas hasil layanan radiologi dalam bentuk rekam medik radiologi dan Imejing. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya evaluasi pelayanan kepada masyarakat melalui pengadaan kotak saran, angket/kuisioner dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan radiologi clan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan.

http://rsudkapuas.org/yanmed/instalasi-radiologi/

SEJARAH RADIOLOGI Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen. Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru itu. Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini menghitamkan kertas potret.

Selain foto tangan istrinya, terdapat juga foto-foto pertama yang berhasil dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di dalam kotak kayu, diantaranya sebuah pistol dan kompas. Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di Perancis, pda tahun 1895 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat hampir sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu juga. Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur thorium pada awal tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang sama pasangan suami istri tersebut menemukan unsur ketiga yang dinamakan polonium sebagai penghormatan kepada negara asal mereka, Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka menemukan unsur radium yang memancarkan radiasi kira-kira 2 juta kali lebih banyak dari uranium. Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya mengumumkan segala yang diketahuinya tentang sinar X tanpa mencari keuntungan sedikitpun, maupun Marie dan Piere Curie yang juga melakukan hal yang sama, menerima hadiah Nobel. Roentgen menerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan Piere Curie pada tahun 1904. Pada tahun 1911, Marie sekali lagi menerima hadiah Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini merupakan kejadian satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel dua kali. Setelah itu, anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene Curie juga mendapat hadiah Nobel dibidang penelitian kimia bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931. Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan baru, tidak semua orang menyambutnya dengan tanggapan yang baik. Ada saja yang tidak senang, malahan menunjukkan reaksi negative secara berlebihan. Suatu surat kabar malamdi London bahkan mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan orang dapat melihat tulang-tulang orang lain seakan-akan ditelanjangi sebagai suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu, Koran tersebut menyerukan kepada semua Negara yyang beradab agar membakar semua karya Roentgen dan menghukum mati penemunya. Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana dan rok yang tahan sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika Serikat, diadakan suatu ketentuan hokum yang melarang pemakaian sinar-X pada kacamata opera. Untunglah suara-suara negatif ini segera hanyut dalam limpahan pujian pada penemu sinar ini, yang kemudian ternyata benar-benar merupakan suatu revolusi dalam ilmu kedokteran. Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat fisika dan kimia sinar yang diketahuinya, namun yang belum diketahui adalah sifat biologiknya. Sidat ini baru diketahui beberapa tahun kemudian sewaktu terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna akibat penyinaran Roentgen. Mulai saat itu, banyak sarjana yang menaruh harapan bahwa sinar ini juga dapat digunakan untuk pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup manusia. Tetapi lama kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan kedua abad ke-20, ternyata banyak pionir pemakai sinar Roentgen yang menjadi korban sinar ini. Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa kerusakan pada sel-sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya sekedar perubahan warna sampai penghitam kulit, bahkan

sampai merontokkan rambut. Dosis sinar yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan lecet kulit sampai nekrosis, bahkan bila penyinaran masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat menjelma menjadi tumor kulit ganas atau kanker kulit. Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui bahwa puluhan ahli radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini. Nama-nama korban itu tercantum dalam buku yang diterbitkan pada waktu kongres Internasional Radiologi tahun 1959 di Munich: Das Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen aller Nationen. Salah seorang korban diantara korban sinar Roentgen ini ialah dr.Max Hermann Knoch, seorang Belanda kelahiran Paramaribo yang bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah dokter tentara di Jakarta yang pertama kali menggunakan alat Roentgen maka ia bekerja tanpa menggunakan proteksi terhadap radiasi, seperti yang baru diadakan pada tahun lima puluhan. Misalnya pada waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun 1904, dr.Knoch telah menderita kelainankelainan yang cukup berat, seperti luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Pada tahun 1905 beliau dikirim kembali ke Eropa untuk mengobati penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali lagi ke Indonesia dan bekerja sebagai ahli radiologi di RS.Tentara, Surabaya, sampai tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke Jakarta, dan bekerja di rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya hamper seluruh lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh penyakit yang tak sembuh yaitu nekrosis, bahkan belakangan ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau sampai di amputasi salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Pada tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah menderita metastasis luas di paru-parunya. Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang dapat berlanjut sampai berupa kanker kulit bahka leukemia, maka mulailah diambil tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan tersebut. Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International Committee on Radiation Protection, yang menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan selama seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka tidak perlu khawatir akan bahaya sinar Roentgen. Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar Roentgen tersebut adalah: menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan alat-alat proteksi bila harus berdekatan dengan sinar seperti sarung tangan, rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan mengadakan pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan pemeriksaan darah, khususnya jumlah sel darah putih (leukosit). Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut laporan, alat Roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini, sinar Roentgen terutama digunakan di Rumah sakit Militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya. Ahli radiologi Belanda yang bekerja pada Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun sebelum perang dunia ke II adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai melakukan radioterapi disamping radiodiagnostik.

Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini adalah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliau mulamula bekerja di Semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan Jepang dipindahkan ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang. Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah seorang bayi di pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias Johannes, yang dikemudian hari berkecimpung di bidang radiologi. Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota Palembang, dr. Johannes jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap perlu dirawat untuk waktu yang cukup lama di rumah sakit CBZ Jakarta. Penyakit yang diderita ialah nyeri pada lutut kanan yang akhirnya menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat di CBZ Jakarta, beliau sering diperiksa dengan sinar Roentgen dan inilah saat permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes mendapat brevet ahli radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939. Beliau dikukuhkan sebagai guru besar pertama dalam bidang radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1946. Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari perkembangan-perkembangan ilmu radiologi selama beberapa bulan di Eropa. Beliau berangkat dengan kapal Oranje dari Tanjung Priok. Pada saat keberangkatan, beberapa anggota staf bagian radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri Handoyo dan Aris Hutahuruk alm. turut mengantar beliau. Prof. Johannes meninggal dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada bulan September 1952. selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga menderita Herpes Zoster pada matanya, suatu penyakit yang sangat berbahaya. Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh radiologi kaliber dunia, maka pada kongres radiologi internasional tahun 1959 di Munich, delegasi Indonesia di bawah pimpinan Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan foto beliau di antara Martyrs of Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan khusus kongres tersebut. Tahun 1968 beliau dianugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan pada tahun 1978 jenazah almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan Kalibata. Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para ahli radiologi, melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung dalam radiologi termasuk radiographer. Beliau juga adalah Bapak Radiologi dalam bidang pendidikan dan keorganisasian. Beliaulah yang mengambil prakarsa untuk mendirikan Sekolah Asisten Roentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai mendirikan organisasi yang mendahului Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI) yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952. Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP yaitu G.A.Siwabessy, Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan Sekolah Asisten Roentgen karena dirasakan sangat perlunya tenaga asisten Roentgen yang berpendidikan baik. Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya menerima murid lulusan SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata Roentgen (APRO) yang menerima siswa lulusan SMA.

KAPAN PEMERIKSAAN RONTGEN DIPERLUKAN? R ontgen cukup aman dilakukan pada anak, bahkan pada bayi jika memang diperlukan. Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901. Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.

PENYAKIT APA SAJA? Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan sinar yang dapat menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat yang didapat dari teknologi ini lebih banyak ketimbang risikonya jika dilakukan dengan benar. Itulah mengapa, bila dianggap perlu bayi yang baru lahir pun bisa menjalani tindakan ini untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya kelainan dalam tubuhnya. Tindakan ini dilakukan semata-mata untuk memudahkan penatalaksaan selanjutnya. Akan tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter yang menanganinya, apakah ada indikasi, selain telah mempertimbangkan masak-masak manfaat dan kerugiannya. Contoh indikasi yang menjadi pertimbangan adalah:

Sesak nafas pada bayi yaitu untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat. Soalnya, ada begitu banyak penyakit yang memunculkan gejala sesak napas namun membutuhkan penanganan yang jelas-jelas berbeda. Nah, hasil foto rontgen dapat membantu dokter menegakkan diagnosis. Bayi muntah hijau terus-menerus yaitu bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya. Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya yaitu bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.

RAGAM PERSIAPAN RONTGEN Persiapan sebelum pemeriksaan dengan menggunakan sinar rontgen dapat dibedakan sebagai berikut:

Radiografi konvensional tanpa persiapan. Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan tulang atau toraks. Radiografi konvensional dengan persiapan. Yaitu pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau hanya makan bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas memperlihatkan kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan dengan kontras. Yaitu sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, atau dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena. Alat rontgen yang digunakan untuk pemeriksaan selanjutnya adalah fluoroskopi. Pemeriksaan dilakukan jika usus atau lambung anak dicurigai terputar. Untuk anak yang dicurigai menderita Hirschsprung (penyempitan di usus besar yang disebabkan bagian usus tidak memiliki persarafan pada dindingnya), kontras dimasukkan lewat anus. Sedangkan untuk anak yang mengalami kelainan ginjal atau saluran kemih, kontras dimasukkan lewat pembuluh vena atau kandung kemih.

Setelah dilakukan tindakan ini, bukan tidak mungkin akan muncul reaksi alergi pada beberapa anak. Indikasinya adalah gatal, kemerahan, muntah, tekanan darah turun hingga sesak napas. Oleh karena itu, alat/obat-obat untuk menangani kondisi ini harus tersedia di ruang pemeriksaan yang merupakan bagian dari prosedur standar pelaksanaan rontgen menggunakan kontras. Untuk mencegah paparan radiasi, ada perlengkapan khusus yang digunakan selama proses berlangsung. Misalnya organ vital anak akan ditutup selama pelaksanaan foto rontgen, atau orang tua yang memegangi anaknya diharuskan memakai pelindung khusus yang disebut shielding atau apron. Jatuhnya sinar ke tubuh anak pun harus melewati piranti khusus guna meminimalisir kemungkinan bahaya radiasi. Intinya, persiapan matang sudah dipikirkan untuk memprioritaskan keamanan pasien. RONTGEN KALA SAKIT RINGAN Banyak orang tua yang menanyakan kala anaknya sakit ringan, seperti batuk-pilek, bolehkah dirontgen untuk pemeriksaan yang lain. Pada prinsipnya tidak masalah sepanjang manfaat yang didapat dengan tindakan tersebut lebih besar. Dokterlah yang akan memutuskan dengan berbagai pertimbangan, apakah foto rontgen harus dilakukan atau tidak. Jika anak mengalami batuk kronik disamping flu, dokter dapat meminta pemeriksaan dengan foto rontgen. Namun ada kondisi tertentu yang menyebabkan anak tidak bisa dirontgen. Di antaranya anak yang sedang sakit berat. Namun dengan kemajuan teknologi, di banyak rumah sakit sudah ada alat rontgen yang mobile. Sehingga alat rontgenlah yang akan mendekat atau menjauh tanpa pasien harus berpindah tempat. Selain itu, tak masalah juga bila anak memang memerlukan pemeriksaan rontgen berulang. Contohnya pada anak yang dicurigai TBC paru sehingga perlu rontgen ulang sebagai bahan evaluasi setelah menja-lani pengobatan selama 6 bulan. Selain jangka waktunya cukup lama, dosis yang digunakan pun sudah dipertimbangkan seminimal mungkin sejauh masih bisa diperoleh gambar yang jelas. Mengenai dosis minimal yang diperbolehkan tentu sudah ada aturan bakunya, tergantung pada organ tubuh anak, terma-suk

berat badannya. Selama dosis yang digunakan tepat, kalaupun ada sel-sel yang terkena radiasi sinar X ini biasanya akan segera pulih kembali. Jadi, batasannya bukan pada berapa kali dalam setahun atau berapa banyak dalam kurun waktu tertentu anak boleh dirontgen, melainkan seberapa penting dan mendesak tindakan tersebut harus dilakukan. Itulah mengapa pada kondisi tertentu dimana diagnosis hanya bisa ditegakkan berdasarkan hasil rontgen, meskipun harus diulang dalam jangka waktu relatif berdekatan, dokter akan tetap merekomendasikannya untuk kepentingan anak. ADA BATASNYA Pada prinsipnya, sinar X menyebarkan radiasi yang bisa menyebabkan ionisasi sel. Dalam jangka panjang, paparan radiasi ini bisa memicu munculnya kanker. Namun tentu saja ambang dosis yang dibutuhkan untuk memicu kanker tidaklah sedikit. Sejauh ini radiologi yang digunakan untuk pasien masih dalam batas aman. Sedangkan pekerja di lingkungan radiologi dibekali indikator khusus untuk mendeteksi seberapa besar paparan radiasi yang sudah diterimanya. Seiring dengan kemajuan teknologi, posisi penembakan pun sudah dibuat sedemikian rupa sehingga baik pasien maupun dokter/pekerja radiologi yang melakukan tugasnya seminimal mungkin terpapar radiasi. Demikian juga dengan waktu yang diperlukan selama proses penembakan dibuat semakin singkat. LAIN BAYI, LAIN PULA IBU HAMIL Tentu ada yang bertanya-tanya mengapa ibu hamil jelas-jelas dilarang memasuki daerah yang kemungkinan terpapar sinar rontgen sementara bayi baru lahir justru tak bermasalah. Bukankah selisih usia janin dengan bayi baru lahir tidak jauh? Mengenai hal ini, ada pertimbangan khusus. Pada bayi baru lahir, rontgen boleh dilakukan bila si bayi memang benar-benar sakit dan untuk penanganannya dibutuhkan tindakan rontgen. Sedangkan dalam bentuk janin, perkembangan seorang individu masih belum terbentuk sempurna dan akan terus berlangsung. Bila sampai terpapar sinar rontgen sangat dikhawatirkan susunan sel-sel pembentuknya akan rusak atau kacau yang akan menyebabkan bayi terlahir cacat atau mengalami gangguan serius. Jadi, bila memang membutuhkan pemeriksaan, khusus untuk ibu hamil akan dicarikan alternatif lain selain rontgen. SUDAH MERATA Penggunaan teknologi ini di Indonesia sudah hampir merata penyebarannya. Rumah sakit di daerah terpencil pun kini sudah banyak yang memiliki alat ini. Adapun biaya standar yang diperlukan untuk foto rontgen di rumah sakit pemerintah sekitar Rp70.000 tergantung jenis pemeriksaannya. Sebagai catatan, rontgen termasuk tindakan yang ter-cover program kesehatan untuk masyarakat miskin yang dicanangkan pemerintah. Dari uraian diatas dapat di jelaskan bahwa, Sinar X yang digunakan untuk foto roentgen merupakan sinar yang dapat menyebarkan radiasi. Namun, manfaat yang didapat dari teknologi itu lebih banyak ketimbang risikonya. Jadi jika dilakukan dengan benar dan untuk kepentingan

medis, tidak masalah,.Akan tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter yang menangani. Misalnya telah mempertimbangkan masak-masak manfaat dan kerugiannya. Saat ini riset mengenai penggunaan sinar radiasi tersebut terus dilakukan untuk memperkecil efek negatif dari sinar radiasi, termasuk sinar X (sinar rontgen). Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari seabad lalu. Tepatnya sejak 8 November 1890, ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label Sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh, yang kemudian dijadikan sebagai alat diagnosa untuk dasar pengobatan. Teknologi sinar rontgen pun dianggap sebagai satu penemuan yang mampu membantu banyak orang, terutama untuk menganalisis dan mendiagnosis suatu kondisi demi penyembuhan suatu penyakit. Namun, radiasi yang ditimbulkan dalam proses penyinaran rontgen disinyalir mengandung kekuatan radioaktif yang bisa berbahaya. Karena itu, sinar X yang ditembakkan untuk memotret bagian dalam organ tubuh seharusnya benar-benar dalam komposisi tepat. Jika tidak, teknologi ini justru bisa memicu kanker, sebab fungsi dari Sinar X adalah mematikan pertumbuhan atau malah memicu pertumbuhan sel. Nah, jika pertumbuhan sel tersebut liar, itulah yang disebut dengan kanker,. Selain itu, penggunaan sinar rontgen yang terlalu sering atau dengan dosis besar, juga berpengaruh pada fungsi seksual. Untuk itu, walaupun pengunaan sinar rontgen sekarang sudah melalui kajian mendalam, untuk meminimalisasi dampak negatif penggunaan sinar rontgen, prosedur tetap harus dilalui dengan baik. Untuk meminimalisasi efek radiasinya,. Yang juga tidak kalah penting, jangan biasakan setiap ada gejala penyakit selalu minta foto rontgen. Foto rontgen yang terlalu sering juga tidak baik. Bagaimana rontgen yang harus dilakukan untuk balita? Jika memang harus dilakukan karena indikasi medis, maka harus dilakukan. Hanya saja, memang efek radiasi pada balita memang akan lebih besar dibandingkan orang dewasa. Karena sel-sel pada balita masih muda dan dalam masa pertumbuhan. Pada anak-anak, biasanya dokter jarang mengajurkan untuk dilakukan foto rontgen. Kecuali untuk tujuan operasi ataupun karena hasil tes lainnya tidak menunjukkan hasil sehingga harus dilakukan. Pada kasus TBC pada anak, biasanya tes mantub dulu. Foto rontgen dilakukan jika memang ada indikasi. Termasuk misalnya jika ada patah tulang atau mau operasi. FAHRUDIN AHMAD M 0206031
http://fahru.blog.uns.ac.id/2011/05/02/alat-radiologi-rontgen-2/

Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan lembaga medis lainnya harus diperhatikan. Demikian pula, pengelolaan faktor-faktor yang berpotensi berbahaya yang ada di rumah sakit dan bagaimana mengembangkan program keselamatan dan kesehatan kerja yang harus

dilaksanakan, seperti perlindungan yang lebih baik terhadap pengolahan limbah,penyakit menenular dan non-menular secara medis, penggunaan peralatan pelindung diri dan sebagainya. Selain pekerja medis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit yang harus di perhatikan juga adalah keselamatan dan hak-hak pasien yang terdaftar dalam program patien safety di rumah sakit. Mengacu pada kebijakan pemerintah tentang keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, pedoman ini diambil dari berbagai sumber best practices (praktek yang baik) yang berlaku di tingkat internasional, seperti Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan (NIOSH), Centers for Disease Control (CDC), Keselamatan dan Kesehatan Kerja Administration (OSHA), U. S. Environmental Protection Agency (EPA), dan lain-lain. Data dapat di lihat dari tahun 1988, 4% dari pekerja di Amerika Serikat adalah dokter. Menurut laporan dari The National Safety Council (Dewan Keamanan Nasional )(NSC), ada 41% dari petugas medis tidak hadir akibat penyakit dan kecelakaan, dan jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan industri lain. Survei Yang dilakukan dari 165 laboratorium klinik di Minnesota telah menunjukkan bahwa cedera adalah luka jarum suntik sebagian besar (63%), diikuti oleh peristiwa lain seperti luka dan lecet (21%). Selain itu, pekerja di rumah sakit sering mengalami stres, yang merupakan faktor predisposisi untuk kecelakaan. Ketegangan otot dan distorsi atau keseleo merupakan representasi dari low back injury (cedera punggung bawah )yang banyak di dapatkan pada para staf rumah sakit. Skill dan informasi yang akan didapat. 1. Mampu melakukan identifikasi risiko seperti faktor fisik, kimiawi serta biologis, bekerja di rumah sakit serta fasilitas medis lainnya. 2. Mampu mengembangkan upaya kontrol terhadap faktor risiko tersebut. 3. Mampu mengembangkan program pencegahan seperti menetapkan alat pelindung diri yang diperlukan. 4. Mampu mengembangkan program pemeriksaan kesehatan yang sesuai dengan jenis pekerjaan (job-related) 5. Memahami program patient safety. 6. Dan lain sebagainya. MATERI TRAINING 1. Identifikasi dan evaluasi terhadap faktor yang berpotensi berbahaya bekerja di rumah sakit (faktor fisik, kimia dan biologis) 2. Kontrol terhadap faktor risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, seperti : 1) Faktor Fisik (radiasi, bising, suhu panas, dan sebagainya) 2) Faktor Kimiawi (laboratorium, penggunaan mesin fotocopy, MSDS, Label, dsb) 3) Faktor Ergonomi (menghindarkan terjadinya penyakit otot rangka) 4) Faktor Biologis (kuman, virus, infeksi atau bloodborne pathogen, dan sebagainya) 5) Faktor Psikososial (stress kerja, kerja shhift, dsb) 6) Faktor lainnya, seperti : Bahaya kebakaran. Gas bertekanan tinggi (Compressed Gases) Bahan-bahan yang mudah terbakar (cair, gas) dan penyimpanannya Listrik 7) Faktor bahaya spesifik menurut Bagian/Departemen 8. Health and Safety di Laboratorium

9) Penanganan Limbah medis (infectious/non-infectious dan 10) Pengenalan Alat Pelindung 11) Kontrol terhadap infeksi nosokomial serta patient safety. YANG PERLU MENGIKUTI:

cair/padat Diri

Anggota P2K3 Managers dan supervisors Dokter dan Petugas medis lainnya. Human resources managers Dan lainnya yang bertanggung jawab dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.
http://www.konsultank3.com/pdf/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-pada-materi-ergonomi.html

You might also like