You are on page 1of 47

Pembimbing:

Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode2008 Rumah Sakit Sumber Waras JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada TUHAN yang Maha Esa atas anugerah dan hikmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing yang kami hormati, dr., atas segala bimbingan yang telah kami terima selama menjalani kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam. Bantuan dan ketulusan dokter tidak akan dapat kami balas, hanya Tuhan saja yang membalas semua kebaikan dokter pada kami. Tidak lupa kami juga berterimakasih kepada rekan-rekan satu kepaniteraan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Juga kepada semua pihak yang telah membantu lancarnya pembuatan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit umum yang memerrlukan terapi bagi anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Total biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini dan otitis media efusi mencapai jutaan dolar. Meskipun masih dalam penelitian dalam pencegahan dan terapi, biaya untuk penyakit ini terus meningkat walaupun angka kejadian tidak mengalami penurunan. Emergensi bakter yang resisten terhadap antibiotik membutuhkan reevaluasi pada manajemen tradisional dari otitis media. Otitis media akut (OMA) digambarkan oleh adanya konvensi pada 3 minggu pertama dari proses pada telinga tengah menunjukkan tanda dan gejala inflamasi akut. Otitis media efusi digambarkan sebagai aliran pada telinga tengah yang berhhubungan dengan tuli konduktif dan tanpa bersamaan dengan gejala dan tanda yang jelas. Otitis media efusi diklasifikasikan sebagai otitis media subakut ketika OME ini berlangsung selama 3 minggu sampai 3 bulan setelah onset otitis media akut dan lebih dari 3 bulan diklasifikasikan sebagai otitis media kronik. I.2 FREKUENSI Tujuh puluh persen dari seluruh anak yang terkena serangan otitis media akut pertama kali ataupun berulang sebelum berumur 2 tahun. Penelitian baru-baru ini yang dilakukan di Pittsburgh secara prospektif mengikuti anak-anak yang berada di urban dan rural umur 2 tahun. Penelitian ini mengindikasikan bahwa insiden otits media efusi pada anak-anak sekitar 48%, 79%, dan 91% pada usia 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun. Puncak insiden otitis media akut terjadi pada anak-anak berumur 3-18 bulan. Pada beberapa bayi pengalaman terjadinya serangan yang pertama kali secara singkat terjadi setelah lahir dan dianggap sebagai otitis prone, seperi resiko rekuren dari otitis media. Penelitian di Pittsburgh, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak social ekonomi rendah.

Angka kejadian pada setiap negara berbeda-beda tergantung dari factor ras, social ekonomi, dan faktor iklim. Angka mortalitas dan morbiditas otitis media akut pada masa pengobatan modern saat ini sangat jarang terjadi. Perbedaan ras memberikan respon yang berbeda pula terhadap otitis media akut ini. Pada ras Amerika dan Inuit penderita akut dan kronik infeksi telinga tinggi sekali. Meskipun Afrika-Amerika menunjukkan angka yang rendah dibandingkan anak-anak kulit putih yang tinggal di tempat yang sama. Laki-laki lebih sering terkena penyakit ini dibandingkan perempuan. Anak-anak yang berusia 6-11 bulan lebih sering terkena otitis media akut, dan frekuensi menurun pada anak-anak yang berusia 18-20 bulan. Sebagian kecil anak-anak penyakit ini berkembang lebih lanjut, sering pada usia 4 dan 5 tahun . Setelah erupsi gigi permanaen, insiden penyakit turun drastic, meskipun pada beberapa individu yang menderita otitis prone berlanjut ke episode akut pada usia dewasa. Pada dewasa dengan tidak ada riwayat penyakit telinga, tetapi menderita infeksi saluran napas atas viral akut, bisa terkena otitis media akut.

BAB II EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA


Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsi, dan tentunya patologi dan pengobatan telinga. Mengaitkan ilmu-ilmu dasar dengan disiplin ini pada akhirnya adalah untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit telinga dan keseimbangan. Fungsi keseimbangan kita adalah lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran. Suatu organisme dapat bertahan secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang lebih dahulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Secara anatomi telinga dibagi menjadi bagian telinga luar, tengah dan dalam. Telinga tengah dan luar berkembang dari alat brankial. Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikian suatu bagian dapat mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang normal.2 PERKEMBANGAN TELINGA TELINGA LUAR2 Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm. Membrana timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Selama satu stadium perkembangannya, liang telinga akhirnya tertutup sama sekali kemudian terbuka oleh suatu sumbatan jaringan telinga tapi kembali, namun demikian kejadian ini mungkin merupakan suatu

faktor penyebab dari beberapa kasus atresia atau stenosis bangun ini. Pinna (aurikula) berasal dari pinggir-pinggir celah brankial pertama dan arkus brankialis pertama dan kedua. Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mendibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus servikalis.

TELINGAN TENGAH Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama endoderm. Rongga berisi udara ini meluas ke dalam resesus tubotimpanikus yang selanjutnya meluas di sekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah dan meluas kurang lebih ke daerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Untuk mempermudah pemikiran ini malcus dapat dianggap berasal dari rawan arkus brankialis pertama (kartilago Meckel), sedangkan inkus dan stapes dari rawan arkus brankialis kedua (kartilago Reiehert). Saraf korda timpani berasal dari arkus kedua (fasialis) menuju saraf pada arkus pertama (mandibularislingualis). Saraf timpanikus (dari Jacobson) berasal dari saraf arkus brankialis ketiga (glosofaringeus) menuju saraffasialis. Kedua saraf ini terletak dalam rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari otot-otot arkus brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis (saraf kranial kelima). Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang saraf ketujuh.2 TELINGA DALAM Plakoda otika ektoderm terletak pada permukaan lateral dari kepala embrio. Plakoda ini kemudian tenggelam dan membentuk suatu lekukan otika dan akhirnya terkubur di bawah permukaan sebagai vesikel otika. Letak vesikel dekat dengan otak belakang yang sedang berkembang dan sekelompok neuron yang dikenal sebagai genglion akustikofasialis. Ganglion ini penting dalam perkembangan dari saraf fasialis, akustikus dan vestibularis. Vestikal auditoris membentuk suatu divertikulum yang terletak dekat terhadap tabung saraf yang sedang berkembang dan kelak akan menjadi duktus endolimfatikus. Vestikel otika kemudian berkerut membentuk suatu utrikulus superior (atas) dan sakulus inferior (bawah). Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap, meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbentuk spiral. Secara filogenetik, organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista, dalam utrikus dan sakulus untuk membentuk makula, dan dalam koklea untuk membentuk

organ Corti. Organ-organ akhir ini kemudian berhubungan dengan neuron-neuron ganglion akustikofasialis. Neuron-neuron inilah yang membentuk ganglia saraf vestibularis dan ganglia spiralis dari saraf koklearis. 2 Mesenkim di sekitar ganglion otikum memadat untuk membentuk suatu kapsul rawan di sekitar turunan membranosa dari vestikel otika. Rawan ini diserap pada daerahdaerah tertentu di sekitar apa yang sekarang dikenal sebagai labirin membranosa, menyisakan suatu rongga yang berhubungan dengan rongga yang terisi LCS melalui akuaduktus, dan membentuk rongga perilimfatik labirin tulang. Labirin membranosa berisi endolimfe. Tulang yang berasal dari kapsul rawan vestikel otika adalah jenis tulang khusus yang dikenal sebagai tulang endokondral. 2 TULANG TEMPORAL Tulang temporal yang membungkus telinga berasal dari empat bagian terpisah. Bagian liang telinga yang bertulang berasal dari cincin timpani. Prosesus stilodeus berasal dari rawan brankial kedua. Pars skuamosa berkembang dalam rawan, sedangkan pars petrosa berasal dari kapsul kartilaginosa vesikel otika. Terdapat garis-garis sutura di antara bagian-bagian ini yang dapat terlihat pada tulang tempora. Prosesus mastoideus (seperti payudara) belum terbentuk pada saat lahir dan ini berarti saraf fasialis bayi terletak sangat superfisial. Turunan resesus tubotimpanikus yang terisi udara meluas dari telinga tengah melalui aditus sampai di antrum, yaitu daerah yang terisi udara dalam tulang mastoid. Namun demikian seberapa jauh perluasan pneumatisasi pada bagian prosesus mastoideus yang tersisa sangatlah bervariasi. Sebagian tulang amat buruk pneumatisasinya atau menjadi sklerotik, lainnya dengan pneumatisasi sedang atau diploik, tapi tulang mastoid, sebagian besar tulang petrosa dan bahkan tulang skuamous temporal umumnya dapat terisi oleh sel-sel udara. 2

ANATOMI TELINGA TELINGA LUAR Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. 1

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 1/2 3 cm. 1 Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1 Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan yang diliputi kulit. Bentuk rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematom atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna (telinga kembang kol). Liang telinga memiliki tulang rawan pada lateral namun bertulang di sebelah medial. Sering kali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan. Sendi temporomandibularis dan kelenjar paritis terletak di depan terhadap liang telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomatoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posterioinferior liang telinga dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari saraf fasialis, patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus. 2 MEMBRANA TIMPANI Membrana timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bawah ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangki maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan

bagian membrana timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksida). Tampilan membrana timpani pada pemeriksaan klinis.(2)

TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan : 1 Batas luar Batas depan Batas bawah Batas atas : Membran timpani : Tuba eustachius : Vena Jugularis (bulbus jugularis) : Tegmen timpani (meningen/otak) : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 1 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. 1

Batas belakang: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas dalam

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 1 Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. 1 Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. 1 Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus adantrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. 1 Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 1 Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas dari pada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah. 2 Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah

aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus. 2 Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. 2 Rongga mastoid berbentuk seperti piramid berisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula. 2 TUBA EUSTAKIUS Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringgealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani. 1

TELINGA DALAM Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 1 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. 1 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. 1 Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dua membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) organ pendengaran kita. 2 Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertabralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh doktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vertibuli, berisi ferilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis

oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah). 2 Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf parifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan aferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. 2 Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar dari pada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. 2 Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor. 2 FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Geteran diteruskan melalui membrana Raissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepasakan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulakan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke konteks pendengaran (area 3940) di lobus tamporalis. 1 GANGGUAN FISIOLOGI TELINGA Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. 1 Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebabkan terlinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. 1 Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpati terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. 1 Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Obatobat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural dan gangguan keseimbangan. 1

Tuli dibagi atas tuli konduktif sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli campur (mixed deafness). 1 Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. 1 Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz 18.000 Hz) merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga. 1 Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano. 1 Bising (noise) dibedakan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.1

FUNGSI TELINGA Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu pengumpul suara, sementara liang telinga karena berbentuk dan dimensinya, dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHz, perbesaran pada frekuensi ini adalah sampai 10 hingga 15 dB. Maka suara dalam rentang frekuensi ini adalah yang paling berbahayanya jika ditinjau dari trauma akustik. 2 Pada telinga tengah terdapat maleus, inkus dan stapes. Tangkai dari maleus terletak dalam membrana timpani, sedangkan otot tensor timpani berinsersi pada leher maleus. Kaput maleus bersendi dengan permukaan anterior korpus inkus dalam epitempanum. Inkus memiliki presesus brevis yang menonjol ke belakang dan prosesus longus yang berjalan ke bawah untuk bersendi dengan kaput stapes. 2

Sumbu rotasi maleus dan inkus yang alami adalah sepanjang garis yang ditarik dari prosesus bravis inkus hingga daerah leher maleus. Stapes adalah tulang yang berbentuk sanggurdi. Kontraksi otot stapedius dapat diukur dengan audiometri hambatan (impedance audiometry), dan teknik ini merupakan alat bantu klinis yang penting. Telinga tengah adalah suatu alat penghilang hambatan antara udara (lingkungan kita) dan cairan (telinga dalam). Ketika gelombang suara yang dihantarkan udara mencapai cairan, maka 99,9 % energinya akan dipantulkan. Jadi hanya 0,1 % energi yang diteruskan (kehilangan sekitar 30 dB). Telinga tengah dapat mengkompensasikan kehilangan tersebut terutama karena luas membrana timpani 17 kali lebih besar dari luas basis stapes. Rangkaian osikula ikut pula berperan sebesar 1,2/1. dengan demikian, telinga tengah tidak penting pada makhlukmakhluk air. 2 Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam melalui stapes, menimbulkan suatu gelombang berjalan di sepanjang membrana basilaris dan organ Cortinya. Puncak gelombang berjalan di sepanjang membrana basilaris yang panjangnya 35 mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Hal ini berakibat membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membrana tektoria, dengan demikian menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke-8. paling tidak sebagian analisis frekuensi telah terjadi pada tingkat organ Corti. Peristiwa listrik pada organ Corti dapat diukur dan dikenal sebagai mikrofonik koklearis. Peristiwa listrik yang berlangsung dalam neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai potensial aksi. 2 Ligamentum spiralis terletak di lateral dinding tulang dari duktus koklaris. Merupakan jangkar lateral dari membrana basilaris dan mengandung stria vaskularis, satusatunya lapisan epitel bervasikularisasi dalam tubuh. Dua dari tiga jenis sel pada stria vaskularis kaya mitokondria dan memiliki luas permukaan yang sangat besar dibandingkan dengan volume sel. Maka stria merupakan suatu sistem transpor cairan dan elektrolit yang dirancang secara unik.diduga memaikan peranan penting dalam pemeliharaan komposisi elektrolit cairan endolimfe (tinggi kalium, rendah natrium) dan sebagai baterai kedua untuk organ Corti. Juga merupakan sumber potensi arus searah (80 milivolt) dari skala media. Darah merupakan sumber nutrisi utama untuk sel-sel tubuh dan alirannya menimbulkan

suara bising, namun stria vaskularis merupakan suatu adaptasi yang unik dimana dapat menyuplai organ Corti dari jarak tertentu, dengan demikian memperbaiki rasio sinyal bising pada organ Corti. 2 Terdapat sekitar 30.000 neuron aferen yang mensarafi 15.000 sel rambut pada tiap koklea. Masing-masing sel rambut dalam disarafi oleh banyak neuron. Hanya persentase kecil (sekitar 10 persen) neuron aferen yang mensarafi sel rambut luar, akan tetapi terdapat percabangan-percabangan sedemikian rupa sehingga tiap neuron aferen berasal dari banyak sel rambut luar dan tiap sel rambut luar dipersarafi oleh banyak neuron aferen. 2 Juga ada sekitar 500 serabut saraf eferen yang mencapai tiap koklea. Serabutserabut ini bercabang-cabang pula secara ekstensif sehingga tiap sel rambut luar memiliki banyak ujung saraf eferen. Ujung-ujung saraf eferen dari sel rambut luar tidak seluruhnya berasal dari satu serabut saraf eferen. 2 Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya terjadi pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior, jaras pendengaran berlanjut ke korpus genukulatum dan kemudian ke konteks pendengaran pada lobus temporalis. Karena seringnya penyilangan serabut-serabut saraf tersebut, maka lesi sentral jaras pendengaran hampir tidak pernah menyebabkan ketulian unilateral. 2 Serabut-serabut saraf vestibularis berjalan menuju salah satu dari keempat inti vestibularis dan dari sana disebarkan secara luas dengan jaras-jaras menuju medula spinalis, serebelum dan bagian-bagian susunan saraf pusat lainnya.2

BAB III OTITIS MEDIA AKUT

Hipokrates mengatakan, nyeri akut pada telinga dengan demam tinggi yang berlangsung terus menerus perlu ditakuti karena terdapat bahaya orang tersebut akan menjadi delirium dan meninggal. Otitis media dan mastoiditis akut merupakan masalah utama sebelum antibiotik ditemukan pada pertengahan 1930-an. Kini pasien-pasien dengan otitis media akut tanpa komplikasi dapat ditangani dengan berhasiloleh dokter anak atau dokter keluarga.2

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pence-gahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silis mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke daiam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.1,2 Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadi-nya OMA ialah infeksi saluran napas atas.1 Pada anak, makin sering anak ierserang infeksi saiuran napas, makin besar kemung-kinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius-nya pendek, lebar dan letaknya agak horisontal.1 III.1. PATOLOGI Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. III.2. STADIUM OMA Perubahan mukosa telinga tengah se-bagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium: (1) stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melaiui liang telinga luar. III.2.1 Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadangkadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.

Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat di-deteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengsn otitis media serosa yang disebabkan oleh v;rus atau alergi. III.2.2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi) Pada stadium hiperemis, tampak pem-buluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem Sekret yang telah terben-tuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. III.2.3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisiai, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar (Gambar4.)Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul trombo-flebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih iembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. III.2.4 Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlam-batnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.

III.2.5 Stadium Resolusi Bila membran timpani tetap utun, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat ierjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. III.3 GEJALA KLINIK OMA Gejala kiinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Gejala klasik otitis media akut antara lain berupa nyeri, demam, malaise, dan kadang-kadang nyeri kepala disamping nyeri telinga. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi (namun dapat tidak ditemukan pada 30% kasus), anoreksia, mual dan muntah. Seluruh atau sebagian membran timpani secara khas menjadi merah dan menonjol dan pembuluh darah di atas membran timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan menjadi menonjol. Secara ringkas dapat dikatakan terdapat abses di telinga tengah. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur. tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejangkejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. III.4. PENATALAKSANAAN Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk rnembuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat

tetes hidung. HCI efedrin 0,5 % dalam larutan fisio-logik (anak < 12 tahun) atau HCI efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi. Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsen-trasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gang-guan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi ter-hadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 4 dosio. atau amoksisilin 40 mg/kg BR/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotika, klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H202 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali da'am waktu 7-10 hari. Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga ter.gah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka-keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK). idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala

Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kegagal-an terapi. Resiko tersebut digolongkan menjadi risiko tinggi kegagalan terapi dan risiko rendah.

BAB IV KOMPLIKASI OTITIS MEDIA AKUT

Sebelum ada antibiotika, OMA dapat me-nimbulkan komplikasi, yaitu abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.1

IV.1. PERFORASI MEMBRAN TIMPANI

Membran timpani yang disebut juga dengan gendang telinga, merupakan membrane translusen yang kaku (tetapi fleksibel) seperti struktur diafragma. Membran timpani bergerak asecara sinkron sebagai respon pada berbagai tekanan udara, yang membuat gelombang suara. Getaran gendang telinga sitransmisikan melalui rantai osikular kea rah kokhlea. Di kokhlea, energy mekanik getaran berubah menjadi energy elektrokimia dan berjalan melewatu nervus kranial VIII (vestibulokokhlearis) menuju otak. Membran timpani dan perlekatan tulangnya kemudian menjadi sebuah transduser, yang merubah satu energy mernjadi energy yang lain. Perforasi membran timpani merupakan hasil dari penyakit (terutama infeksi), trauma maupun perawatan medis. Perforasi bisa terjasi secara temporary ataupun persisten. Efeknya sangat bervariasi baik dalam ukuran, lokasi perforasy dan hubungannya dengan keadaan patologi. IV.1.1. Etiologi Infeksi merupakan penyebab utama perforasi pada membrane timpani. Otitis media akut menyebabkan iskemi relative pada gendang bersamaan dengan peningkatan tekanan pada ruang telinga tengah. Ini semua menuyebabkan terjadinya rupture membrane timpaniyang biasanya didahului oleh rasa sakit yang berat. Jika perforasi tidak sembuh, akan meninggalkan perforasi membran timpani yang residual. Pada saat sekarang ini sering digunakan antibiotic yang sedikit agresif untuk mengatasi keadaan ini. Penyakit ini merupakan komplikasi dari otitis media yang disebabkan oleh virus, sehingga dapat diatasi secara spontan. Dukungan terhadap antibiotik menyebabkan penurunan resistensi terhadap antibiotik pada strain bakteri. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan terjadinya mastoiditis akut dikarenakan pengurangan penggunaan antibiotik. Seiring berjalannya waktu peningkatan terjadinya perforasi dan komplikasi otitis media seperti abses otak, meningitis, dan thrombosis sinus sigmoid dapat terjadi. Infeksi saluran telinga jarang menyebakan perforasi membrane timpani. Walaupun dapat terjadi, biasanya sering berhubungan dengan Aspergillus niger. Perforasi karena trauma bisa disebabkan oleh pukulan pada telinga (seperti serangan dengan tangan kosong, jatuh dari ski air dengan posisi kepala menghantam air,

telinga turun). Pemaparan tekanan atmosfir yang berat dari ledakan yang hebat menyebabkan luka pada gendang telinga. Perforasi membran timpani dari tekanan air biasanya terjadi pada scuba divers, biasanya gendan telinga atrofi dari penyakit sebelumnya. Objek yang digunakan untuk membersihkan liang telinga dapat menyebabkan perforasi gendang telinga. Irigasi liang telinga yang dilakukan dengan tidak semestinya dapat menyebabkan perforasi. Pada beberapa pengaturan, saat irigasi serumen dilakukan oleh asisten dokter, para ahli otolaryngology mendapati sekitar 10-20 pasien/tahun dating dengan keluhan ini. Perforasi membran timpani secara sengaja dilakukan pada saat ahli bedah membuah insisi pada gendang telinga (miringotomi). Ketika tube penstabil tekanan diletakkan, perforasi membran timpani telah terbuka. Kegagalan dalam pembedahan menciptakan proses penyembuhan ketika penekanan tabung menyebabkan perforasi kronis membran timpani. IV.1.2. Patofisiologi Membran timpani cenderung dapat menyembuhkan kerusakan dengan sendirinya. Meskipun gendang telinga mengalami perforasi berulang kali sering menjadi intak kembali. Kadang-kadang, perforasi sembuh dengan membran tipis yang mengandung mukosa saja dan lapisan epitel skuamosa tanpa lapisan media fibrous. Neomembran seperti ini sangat tipis sehingga dapat terjadi kesalahan antara perforasi dengan perforasi yang telah sembuh. Neomembran mengalami retraksi ke arah dalam telinga dalam, terkadang sulit membedakan dari perforasi baru. Pemeriksaan dengan mikroskop menunjukkan kerancuan. Retraksi yang dalam, terutama kuadaran posterior superior membran timpani merupakan tanda terbentuknya kolesteatom. Adanya perforasi menunjukkan telinga lebih sensitive terhadap infeksi jika air masuk ke saluran telinga. Jika air yang terkontaminasi bakteri melewati perforasi, infeksi akan terjadi. Tegangan permukaan air melindungi telinga dari penetrasi melewati perforasi yang kecil. Ini menjelaskan angka infeksi tertinggi pada saat mencuci rambut dibandingkan berenang (seperti sabun menurunkan tegangan permukaan sehingga air dapat masuk ke telinga tengah). Adanya perforasi merupakan kontraindikasi absolute dilakukannya irigasi

serumen. Riwayat perforasi juga merupakan kontraindikasi absolute kecuali pengetahuan personal diperoleh dari pemeriksaan yang mengindikasikan gendang yang intak. IV.1.3. Gejala Klinik Perforasi membran timpani memberikan gejala yang bervariasi antara lain terdengarnya suara seperti bersiul pada saat bersin dan memencet hidung, berkurangnya pendengaran, dan kecenderungan terjadinya infeksi selama keadaan dingin dan saat air masuk ke saluran telinga. Drainase secret purulen yang kering dimana bisa sanguineous pada kedua-duanya baik perforasi akut maupun khronik,menunjukkan adanya perforasi dan infeksi. Infeksi saluran telinga juga menyebabkan drainase yang purulen, tetapi biasanya lebih sedikit. Perforasi yang bukan merupakan komplikasi dari infeksi atau kholesteatom tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya rasa sakit merupakan pertanda bagi para dokter untuk melihat proses penyakit lain yang menyertainya. Perforasi yang diikuti otorrhea atau kholesteatom biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. IV.1.4. Pemeriksaan Penunjang Radiography dan MRI tidak begitu penting untuk kasus ini kecuali gambaran klinis menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan tulang dan atau adanya kholesteatom. Perforasi yang asimtomatik, terutama jika pendengaran masih mendekati normal, biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan ini. Ada beberapa test lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa antara lain : Dengan otoscopy Perforasi yang kecil mebutuhkan otomikroskopi untuk identifikasi Beberapa program skrining pendengaran seperti test impedance telinga tengah Skrining timpanometri mengungkapkan kelainan yang konsisten dengan perforasi. Masih dibutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi

Selalu menunjukkan audiometric ketika diagnosis awal perforasi membran timpani dan juga sebelum dilakukan perbaikan apapun baik di praktek ataupun di ruang operasi. Audiography preoperasi dan postoperasi selalu dilakukan. Hilangnya konduktif mayor tidak hanya menjadi perhatian bagi ahli bedah untuk melihat kemungkinan adanya lesi osikular, tetapi dokumentasi sebelum adanya tuli sensorineural melindungi ahli bedah dari bukti di kemudian hari bahwa operasi menyebabkan hilangnya pendengaran. Audiometri mengungkapkan pendengaran normal. Adanya tuli konduktif yang ringan merupakan perforasi yang konsisten, dan komponen konduktif setidaknya 30dB mengindikasikan adanya diskontinitas osikular atau kondisi patologik.

IV.1.5 Prosedur Diagnosis Pada kasus yang jarang, otomikroskopi dan studi impedance masih meninggalkan pertanyaan untuk diagnosa perforasi membran timpani. Untuk membuktikan adanya perforasi (dalam wujud suatu arus gelembung), isi saluran telinga dengan air suling yang cukup atau dengan air steril untuk menutupi membran timpani dan pasien melakukan maneuver Valasava. Hasil negative test ini merupakan sugesti dan tidak pasti. Hasil positif pada test ini disebabkan hanya oleh perforasi membran timpani. Pada perforasi membran timpani yang kronik, pemeriksaan histology terlihat adanya epitel skuamosa pada mukosa telinga tengah dan membentuk sudut perforasi. Setiap penyembuhan sudut perforasi menunjukkan adanya factor kontribusi terjadinya perforasi yang persisten. IV.1.6. Penatalaksanaan Terapi medis Terapi medis untuk perforasi diarahkan dengan mengontrol otorrhea.

Pertimbangkan resiko ototoksisitas dari penggunaan obat tetes telinga secara topikal ketika

pengobatan infeksi telinga bersamaan dengan perforasi membran timpani. Infeksi sendiri dapat menyebabkan tuli sensorineural. Klinis toksisitas dari obat tetes telinga pada infeksi telinga tidak ditunjukkan dengan tegas, meskipun percobaan pada hewan menunjukkan adanya hubungan. Implikasi legal dari administrasi toksisitas obat tetes telinga yang sebelumnya menyebabkan tuli sensorineural telah jelas. Untuk alasan ini, hindari penggunaan obat tetes telinga yang mengandung gentamisin, neomycin sulfat, tobramicin pada kasus perforasi membran timpani. Ketika digunakan, ganti segera obat tetes telinga yang toksik pada saat drainase dan edem mukosa mulai terbentuk. Hindari kontaminasi ruang telinga tengah dari air melaui perforasi membran timpani yang penting untuk meminimal otorrhea yang berasal dari perforasi. Antibiotik sistemik digunakan untuk mengkontrol otorrhea dari perforasi membran timpani. Antibiotik (trimethropim-sulfamethoxazole, amoxicillin) langsung bekerja pada flora respiratorius pada kebanyakan kasus. Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan resisten terhadap Staphylococcus aureus bisa terjadi. Kegagalan drainase untuk membersihkan setelah beberapa hari terapi membutuhkan perubahan terapi sesuai dengan kultur dan tes sensitifitas. Kecenderungan saluran telinga terhadap pertumbuhan yang berlebihan dari pseudomonas menunjukkan pengujian yang akurat yang diperoleh melalui pengisapan spesiemen kultur (melalui control mikroskop) secara langsung dari perforasi telinga tengah. Pada keadaan rutin, tegangan permukaan air mencegah masuknya air ke telinga tengah melewati perforasi yang kecil. Penambahan sabun mengurangi tegangan air. Telinga merupakan resiko terbesar terjadinya infeksi selama mencuci rambut ataupun mandi dibandingkan air biasa. Operasi Pengobatan perforasi membran timpani dibagi atas 3 kategori, yaitu : 1. Pengobatan bisa tidak dilakukan untuk pasien yang tidak melakukan kegiatan berenang dengan tuli yang terjadi minimal dan tidak ada riwayat terjadinya infeksi telinga yang berulang. Alat bantu dengar membuktikan satu-satunya pengobatan yang penring untuk pasien simptomatis tuli tetapi tidak ada infeksi atau riwayat berenang.

2. Office treatment Sangat sederhana, tapi sedikit efektif, metodenya dengan kauterisasi sudut perforasi membran timpani, dengan kaustik, seperti trichloroacetic acid (10% cairan), dan buat kertas rokok yang kecil. Teknik ini telah dikembangkan pada tahun 1800an. Mekanisme pelepasan perforasi marginal (dengan topikal anestesi ataupun tidak) sebelum menerapkan tambalan itu dengan tipis menunjukkan peningkatan angka keberhasilan. 3. Timpanoplasti Timpanoplasti dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal ataupun umum. Sebuah innsisi dibuat dibelakang telinga atau melalui saluran telinga, tergantung dari lokasu dan ukuran perforasi. Perbaikan membutuhkan persiapan tempat tidur yang sesuai untuk penempatan graft. Sejauh ini material graft yang digunakan adalah fasia postauricular. Allograft membran timpani yang diperoleh dari cadaver, pernah ditinggalkan karena takut menyebarkan virus pathogen, tapi sekarang mulai digunakan. Graft ditempatkan di medial ataupun lateral dari perforasi. Ahli bedah lebih menyukai bagian ini untuk mengambil keputusan dan keputusan itu lebih memperhatikan masalah teknik yang berkaitan dengan ukuran dan lokasi perforasi dan bentuk, sudut, dan kandungan dalam saluran telinga. Timpanoplasti berhasil menutup perforasi membran timpani pada 90-95% pasien.

1V.2 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perporata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis meda supuratif kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

IV.2.1. Patofisiologi Otitis Media Akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif krnis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk. Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe / jenis OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan didaerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida. IV.2.2. Jenis OMSK OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe banigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering. Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasa-nya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang.

Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya. IV.2.3. Diagnosis Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala me-rupakan pemeiksaan sederhana untuk menge-tahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audio-metri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/ anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada mumi. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. IV.2.4. Tanda klinik OMSK tipe bahaya Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walau-pun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat; abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid. IV.2.5. Terapi OMSK Terapi medikamentosa

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebab-kan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhu-bungan dengan dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang. Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekretyang keluarterus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis mengan-jurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk meng-hentikan infeksi secara permanen, memper-baiki membran timpani yang perforasi, men-cegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta mem-perbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang me-nyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidek-tomi dan tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilaku-

kan pembedahan. Bila terdapat abses sub-periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. Terapi Pembedahan pada OMSK Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operas! yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain (1) mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy). (2) mastoidektomi radikal, (3) mastoidektomi radikal dengan modifikasi, (4) miringoplasti, (5) timpanoplasti, (6) pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty) Jenis operasi mastoid yang dilakukan ter-gantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom. sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadangkadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya. 1. Mastoidektomi sederhana Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus

datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat meng-hambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (gran) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar. 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum me-rusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. 4. Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah ber-ulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5. Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan. 6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan pe-nyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.

IV.3. PARALISIS NERVUS FACIALISbuku ui Kelumpuhan/paralisis nervus fasialis dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1. Kongenital 2. Infeksi 3. Tumor 4. Trauma 5. Gangguan pembuluh darah 6. Idiopatik Biasanya kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat ireversibel dan terdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang pendengaran. Sebagai akibat dari proses infeksi pada intrakranial atau infeksi telinga tengah, dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini antara lain sindrom Ramsey-Hunt, herpes opticus, dan infeksi telinga tengah yaitu otitis media akut dan otitis media supuratif kronis yang telah merusak kanal faloppi. Tumor intrakranial maupun ekstrakranial dapat menyebabkan kelumpuhan n. fasialis. Dari tumor intrakranial

dapat berupa tumor serebelopontin, neuroma akustik, dan neuriloma. Tumor ektrskranial yang dapat menyebabkan paralisis n. fasialis antara lain tumor telinga dan tumor parotis. Fraktur pars petrosa os temporal oleh karena trauma kepala bisa menyebabkan paralisis n. fasialis juga. Tergantung dari garis fraktur maka parese n. fasialis bervariasi dalam derajat kelemahannya. Trauma tersering justru akibat operasi pada waktu radikal mastoidectomy. Penyebab lain ialah adanya gangguan pembuluh darah misalnya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media. Etiologi kelumpuhan nervus fasialis kadang-kadang tidak jelas (idiopatik), kelumpuhan ini disebut Bells palsy. Patogenesanya tidak jelas dan diduga karena iskemik dan aktivitas vasomotor yang bertambah, alergi atau peradangan virus yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga terjadi iskemi yang mengakibatkan edem pada saraf dan menekan nervus fasialis. Biasanya pasien akan mengeluh otalgia, noise intolerance, gangguan pengecapan, hiperakusis, dan mata kering.

IV.4. MENINGITIS AKUT Salah satu komplikasi otitis media akut yang terberat adalah meningitis akut. Meningitis akut adalah suatu peradangan dari meningen (selaput otak), yang ditandai terjadinya onset akut gajala meningeal (sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), dan perubahan gejala terjadi antara beberapa jam sampai beberapa hari. IV.4.1. Patofisiologi Patogen penyebab (bakteri, virus, jamur, parasit) dapat mencapai sistem saraf pusat (CNS) dan menimbulkan penyakit. Pada host kemungkinan terjadi koloni kuman patogen atau infeksi pada kulit, nasofaring, traktus respiratory, traktus gastrointestinal atau traktus genitourinarius, tetapi lebih sering melalui saluran pernapasan. Sebagai contoh, Neisseria meningitides (meningococcus) pada saluran nasofaringeal, dan koloni S.pneumoniae (pneumococcus) di nasofaring. Ada 3 cara patogen penyebab dapat mencapai CNS: 1)

invasi secara hematogen (bacteremia, viremia, fungemia, parasitemia), 2) melalui retrograde neuronal pathways (contohnya n.olfactorius dan saraf perifer), 3) penyebaran langsung (misalnya pada sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung intrakranial). Infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus fontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis. IV.4.2. Penyebab Penyebab tersering bakteri pathogen berdasarkan factor resiko dan predisposisi : Faktor Resiko/Predisposisi Umur 0-4 minggu Bakteri Patogen S agalactiae (group B streptococci) E coli K1 L monocytogenes S agalactiae E coli H influenzae S pneumoniae N meningitidis N meningitidis S pneumoniae H influenzae S pneumoniae N meningitidis H influenzae S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococci Aerobic gram-negative bacilli, including Pseudomonas aeruginosa

Umur 4-12 minggu

Umur 3 bulan - 18 tahun

Umur 18-50 tahun

Lebih dari 50 tahun

Immunocompromised

Manipulasi intracranial, termasuk neurosurgery

Fraktur basiler tengkorak

S pneumoniae H influenzae Group A streptococci Coagulase-negative staphylococci S aureus Aerobic gram-negative bacilli Propionibacterium acnes

CSF shunts

IV.4.3.Gejala Klinis Demam, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia, mual-muntah, dan gejala disfungsi serebral (contohnya letargi, konfusion, koma). Gejala dapat berkembang kemudian pada perjalanan penyakit pada beberapa pasien dimana biasanya diawali dengan gejala yang tidak spesifik seperti nyeri pada kaki, tangan dan kaki dingin. Trias meningitis yaitu demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran yang ditemukan pada dua dari tiga pasien. Dari pemeriksaan fisik ditemukan: 1. Tanda disfungsi serebral contohnya konfusi, iritabilitas, delirium, dan koma. Gejala terssebut biasanya diikuti dengan demam dan fotofobia. 2. Tanda rangsang meningeal (Kernig sign, brudzinsky sign, kaku kuduk, eksaserbasi nyeri kepala), ditemukan kira-kira 50% dari pasien dengan meningitis bakterial. 3. Kelumpuhan saraf kranialis akibat peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) atau karena ditemukan eksudat pada serabut saraf. 4. Tanda fokal neurologik dapat terjadi akibat dari iskemi karena inflamasi vaskuler dan trombosis. 5. Kejang dapat terjadi pada 30% pasien. 6. Papiledema dan tanda lain peningkatan TIK. 7. Gejala sistemik ditemukan pada pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan etiologi meningitis. Salah satunya adalah sinusitis atau otitis yang berhubungan langsung dengan selaput otak. Biasanya disebabkan oleh Strep.Pneumoniae dan H.influenzae. Rinorhea dan otorhea mengikuti aliran CSF dari fraktur basis kranii, dengan penyebab tersering adalah Strep.pneumoniae. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

Agent

Punksi lumbal CSF Picture of Meningitis According to Etiologic Agent Opening WBC count Glucose Protein Microbiology Pressure per L (mg/dL) (mg/dL) Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram stains and 80% of cultures

Bacterial meningitis

100-5000; 200-300 >80% PMNs*

<40

>100

Viral meningitis

90-200

Normal, reduced 10-300; in LCM lymphocytes and mumps

Normal but may Viral isolation, be PCR assays slightly elevated

Acid-fast Tuberculous 100-500; Reduced, Elevated, 180-300 bacillus stain, meningitis lymphocytes <40 >100 culture, PCR Cryptococcal 10-200; 180-300 Reduced 50-200 meningitis lymphocytes India ink, cryptococcal antigen, culture

Aseptic meningitis

90-200

10-300; Normal lymphocytes

Normal but may Negative be findings on slightly workup elevated 15-40 Negative findings on workup

Normal values

80-200

0-5; 50-75 lymphocytes

*Polymorphonuclear lymphocytes Polymerase chain reaction Kultur LCS (Liquor Cerebro Spinalis) untuk mengetahui

mikroorganisme penyebab.

CT-Scan kepala dan MRI otak, bukan untuk mendiagnosa

meningitis, hanya diindikasikan pada kasusdengan demam berkepanjangan, ditemukannya gejala fokal neurologis, peningkatan TIK, curiga fraktur basis kranii. IV.4.4. Penatalaksanaan Pada pasien yang dicurigai terinfeksi meningitis bakterial Pada pasien yang dicurigai terinfeksi virus biasanya digunakan terapi empiris dengan antibiotik. meningitis bersifat benigna dan self-limited. Terapi yang dilakukan bersifat suportif. Antivirus (Asiklovir, gansiklovir, foscarnet), jika diperlukan. Pada pasien immunodefisiensi penggunaan imunoglobulin dapat dipertimbangkan. Fungal meningitis biasanya dijumpai pada pasien dengan Pada meningitis tuberkulosa digunakan terapi kombinasi Spirochaetal meningitis diterapi dengan Penicillin G. Pembedahan dilakukan pada kasus dengan peningkatan AIDS. Terapi dengan Amfoterisin B. (INH, Pirazinamide, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin).

TIK (punksi lumbal secara berulang atau drainase ventrikuler untuk mengeluarkan LCS). Konsultasi dengan ahli bedah saraf diperlukan jika dijumpai adanya fraktur basis kranii.

Faktor prediposisi Umur 0-4 minggu Umur 1-3 bulan Umur 3 bulan - 50 tahun Lebih dari 50 tahun Impaired cellular immunity Neurosurgery, head trauma, or CSF shunt

Antibiotic(s) Ampicillin plus cefotaxime or an aminoglycoside Ampicillin plus cefotaxime plus vancomycin* Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin* Ampicillin plus ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin* Ampicillin plus ceftazidime plus vancomycin* Vancomycin plus ceftazidime

* Vancomycin ditambahkan secara empiris pada regimen awal bila dicurigai adanya resisten penicillin S. pneumonia atau jika resistensi tinggi dilaporkan pada komunitas itu. Recommended Empiric Antibiotics for Patients With Suspected Bacterial Meningitis and Known CSF Gram Stain Results Gram Stain Morphology Gram-positive cocci Gram-negative cocci Gram-positive bacilli Gram-negative bacilli Antibiotic(s) Vancomycin plus ceftriaxone or cefotaxime Penicillin G* Ampicillin plus an aminoglycoside Broad-spectrum cephalosporin plus an aminoglycoside

*Use ceftriaxone if penicillin-resistant N meningitidis occurs in the community. Ceftriaxone is preferred. Ceftazidime is used when Pseudomonas infection is likely (eg, neurosurgical procedures). Table 8. Specific Antibiotics and Duration of Therapy for Patients With Acute Bacterial Meningitis Duration (Days)

Bacteria

Susceptibility Penicillin MIC <0.1

Antibiotic(s)

S pneumoniae

Penicillin G mg/L MIC 0.1-1 mg/L Ceftriaxone or cefotaxime MIC >2 mg/L Ceftriaxone or cefotaxime Ceftriaxone MIC >0.5 Ceftriaxone or cefotaxime mg/L Lactamase-negative Lactamase-positive ... ... ...

10-14 plus

H influenzae N meningitidis L monocytogenes S agalactiae

vancomycin or rifampin Ampicillin 7 Ceftriaxone or cefotaxime Penicillin G or ampicillin 7 Ampicillin or penicillin G plus an 14-21 aminoglycoside Penicillin G plus an aminoglycoside, 14-21 if warranted

Enterobacteriaceae ... P aeruginosa ...

Ceftriaxone or cefotaxime plus an

21 aminoglycoside Ceftazidime plus an aminoglycoside 21

IV.5. ABSES OTAK Abses otak merupakan kasus yang jarang terjadi, tetapi dapat mengancam kehidupan. Abses otak disebabkan karena peradangan intrakranial dengan formasi abses. Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran infeksi secara langsung (otitis media, infeksi gigi, mastoiditis, sinusitis), kemudian secara hematogen. Penyebaran infeksi dapat juga terjadi setelah trauma kepala atau pembedahan. Pada 15% kasus infeksi tidak diketahui penyebabnya. IV.5.1. Patofisiologi2 Etiologinya adalah ; bakteri (tersering adalah Staph. Aureus), jamur, protozoa, parasit. Abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung, dan lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks serebri, kemudian saluran vena permukaan otak bergabung dengan akhir saluran vena serebralis bagian sentral. Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi maka dapat terjadi perluasan metastaik secara hematogen ke dalam otak. Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan proses pembentukan abses otak dapat berlanjut meskipun penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Kemungkinan terbentuknya abses otak perlu dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis supuratif akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh suhu yang meningkat tajam dan menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu diobservasi selama beberapa bulan. IV.5.2. Gejala Klinis Kira-kira dua dari tiga pasien memperlihatkan gejala selama dua minggu atau kurang. Gejala yang timbul antara lain:

Sakit kepala (70%) Perubahan status mental ( kemungkinan indikasi edem cerebral) 65% Defisit fokal neurologis (65%) Demam (50%) Kejang (25-35%) Mual muntah (40%) Kaku kuduk (25%) Papil edem (25%) Gejala diperburuk dengan sakit kepala hebat, diikuti tanda-tanda darurat meningismus, yang merupakan pertanda rupturnya abses otak. Hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kakeksia sedang, demam derajat rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri. Komplikasi ini dapat terjadi setiap saat dengan hanya sedikit atau tanpa keterlibatan varian lainnya. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan yaitu :

Gambaran klinis biasanya menunjukkan seperti ada massa tumor. Defisit neurologik lokal Papil edem ( dapat terjadi pada anak kecil dan dewasa) Ruptur abses otak (dapat mengakibatkan meningitis purulenta dengan Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : Laboratorium darah rutin Punksi Lumbal Aspirasi abses (untuk dikultur) Radiologi CT Scan, Angiography, Ventriculography, tanda-tanda kerusakan neurologik).

Pneumoencephalography, Radionuklir, MRI. IV.5.3. Penatalaksanaan

Pengobatan infeksi supuratif intrakranial yang berat berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

IV.6. MASTOIDITIS Mastoiditis ialah semua proses peradangan yang berhubunan dengan mastoid air cells pada tulang temporal. Umumnya pada setiapanak-anak dan orang dewasa dengan otitis media akut (OMA) atau radang kronik telinga tengah terdapat penyakit mastoiditis. Pada kebanyakan kasus, gejala dari telinga tengah paling sering (contoh, demam, nyeri, tuli konduktif) penyakit telinga tengah tanpa mastoiditis tidak terlalu berbeda.3 Pada beberapa pasien, infeksi menyebar melalui cleft mukosa telinga tengah dan dapat menyebabkaN osteitis dengan mastoid air-cell system atau periostieitis pada mastoid maupun secara langsung dengan erosi tulang melalui kortek atau secara tidak langsung melalui vena emissary pada tulang mastoid. Pasien ini telah mengalami mastoiditis Surgical acut(MSA), yang merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media. Kebanyakan Mastoiditis kronik berhubungan dengan otitis medi supuratif kronik dan dengan pembentukan kolesteatom. 3 IV.6.1. Etiologi3 Faktor mikrobiologi Bakteri dengan Strain invasif yang berhubungan dengan OMA paling banyak menyebabkan MSA Kuman yang paling seringterdapat pada pasien mastoiditis kronik adalah kuman gram negatif dan stphilocccus aureus, juga sering terdapat streptococcus pneumonia dan pseudomonas aeruginosa pada pemeriksaan kultur yang lanjut. Berkurangnya atau resistensi host yang menurun merupakan faktor predisposisi MSA

Peningkatan jumlah sel darah putih merupakan manifestasi suatu komplikasi. Lebih dari separuh anak-anak yang terkena mastoiditis akut tidak mempunyai riwayat OMA rekuren, pada anak-anak itu terdapat peningkatan kuman patogen S.pneumonia, sementara itu kuman p. Aeruginosa lebih berhubungan dengan OMA rekuren.

IV.6.2 Patofisiologi Sesuai dengan proses infeksius kuman, sangat tergantung dari faktorhost dan faktor mikrobial ketika mengevaluasi mastoiditis surgikal. Yang termasuk faktor host: adalah : faktor imunologi mukosa, anatomi tulang temporal, dan imunitas sistemik. Sedangkan yang termasuk faktor mikrobial adalah protektif coating, resistensi antimikrobial, dan kemampuan kuman menembus jaringan atau pembuluh darah (virulensi kuman) contoh strain yang invasif. 3 IV.6.3 Penatalaksanaan3 Terapi medikamentosa Pengobatan dasar dari MSA adalah antibiotik. Hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas dari organisme merupakan indikasi kuat dalam memberikan pengobatan. Sementara menunggu hasil mikrobiologi, ada beberapa guide dalam memberikan pengobatan: 1} antimikrobial yang diberikan harus sesuai dengan strain bakteri yangsering menginfeksi 2} antibiotik yang diberikan seharusnya yang dapat melewati sawar darah otak. 3} spektrum obat untuk terapi harus berhubungan dengan MDRSP pada individual komunitas. Spesifik diagnosis mikrobiologik harus disesuaikan dengan jenis antibiotik yang diberikan.

Jika tidak diperlukan pembedahan mastoid, penggunaan tinggi dosis tunggal steroid intravena, dianjurkan untuk menurunkan mukosa swelling untuk memicu drainase natural melalui aditus ad antrum kedalam telinga telinga tengah. Medikasi yang lain : analgesik, antipiretik, dan kombinasi topikal antibiotik/ steroid. Setelah pengangkatan atau suatu timpanostomi tube dengan atau tanpa mastoidektomi. Solusi dengan PH-seimbang atau suspensi dari suatu antibiotik dan steroid sangat berguna untuk menurunkan mukosa swellng dan untuk mengirim topikal antibiotik ketelinga tengah dan mastid. Truskan obat tetes sampai kasus otorrhoea dan terlihat perbaikan mukosa ( tanpa swelling) atau obstruksi. Multiple kombinasi dapat dilakukan, yang paling baik adalah yang dapat mencapai telinga tengah. Terapi Bedah Pada masa sebelum ada antibiotika, tindakan mastoidektomi pada sekitar 20% pada pasien dengan OMA. Pada 1948 menurun menjadi kurang dari 3%, dan ini terjadi kurang dari 5 kasus per 100,000 pasien setelah pemakaian antibiotik.3 Terapi bedah pada telinga yang termasuk didalamnya adalah miringotomi/timpanosintesis, timpanostomi tube placement, dan mastoidektomi. 3

You might also like