You are on page 1of 31

1

PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH MODEL EKSPLORASI, PENGENALAN, DAN PENERAPAN
KONSEP (EPPK) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK
BAHASAN ELASTISITAS DI KELAS XI SMA NEGERI 1 INDRALAYA

Nama : Khoiruroziqin Desmariansah
NIM : 06081011001
Pembimbing : 1. Drs. Imron Husaini, M.Pd
2. Syuhendri, S.Pd., M.Pd
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Fisika sebagai bagian dari pendidilam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
merupakan salah satu ilmu yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan
ilmu dan teknologi. Kemajuan ilmu dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat
menguasai informasi dan pengetahuan. Salah satu tujuan penyelenggaraan mata
pelajaran fisika di SMA dimaksud sebagai wahana untuk melatih dan mendidik para
siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika, memiliki
kecakapan ilmiah, kritis dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah lemahnya proses
pembelajaran, dimana anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berfikir (Sanjaya, 2009:1). Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada
kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu
untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga setelah mereka lulus,
mereka hanya pintar secara teoritis, tetapi miskin aplikasi.
Fisika sebagai ilmu dasar kuantitatif (mengandung penalaran matematik),
dalam prosesnya relatif lebih sukar dipahami dari pada ilmu-ilmu dasar lainnya
2

seperti kimia, biologi, astronomi dan geologi. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan kompleksnya tingkat berpikir siswa, menuntut guru atau pendidik
untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif. Hal ini bertujuan agar pembelajaran
menjadi lebih menarik dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi belajar
siswa ini akan mendorong siswa untuk turut aktif dalam pembelajaran.
Pada saat ini bermunculan teknik pembelajaran yang mengangkat dominansi
peranan siswa di kelas, namun penerapannya yang belum maksimal sering ditemukan
dimana guru biasa mengajar dengan metode ceramah saja tanpa melihat apakah
metode tersebut sesuai dan cocok terhadap materi yang di sampaikannya, karena
tidak semua materi cocok menggunakan metode ceramah mengakibatkan siswa
menjadi bosan, mengantuk, cenderung pasif dan hanya mencatat saja. Agar siswa
dapat belajar dengan baik, maka penerapan metode pembelajaran harus diusahakan
setepat, efisien dan efektif mungkin sesuai materi yang diajarkan.
Seharusnya kegiatan belajar mengajar sebaiknya dilakukan berdasarkan tahap-
tahap yang telah ada. Jika belajar dilakukan berdasarkan tahap-tahap maka siswa
akan lebih mudah mengikuti proses kegiatan belajar mengajar karena belajar menjadi
lebih sistematis khususnya pada pelajaran fisika. Namun hal ini sering diabaikan oleh
guru, sehingga belajar terkesan asal-asalan saja yang penting terlaksana. Untuk itu
diperlukan suatu solusi berupa model yang dianggap tepat untuk bisa mengatasi
masalah di atas, yaitu model Eksplorasi, Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK)
karena model ini merupakan suatu proses pembelajaran yang sesuai dengan hakikat
belajar IPA dan mengkonstruksi pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa.
Model EPPK ini dapat dianggap sebagai model pembelajaran alternative bagi
pembelajaran sain di SD. Namun, dalam penelitian ini peneliti ingin mencobakan
model ini kepada siswa SMA. Peneliti berpendapat bahwa model EPPK juga bisa
diterapkan kepda siswa SMA karena siswa SMA juga memerlukan tahap-tahap dalam
proses belajar.
Model ini merupakan model pembelajaran siklus belajar dengan tahapan,
yaitu eksplorasi, pengenalan dan penerapan konsep dan penerapan konsep dicetuskan
3

oleh Robert Karplus pada tahun 1960an. Dalam pengembangan model eksplorasi,
Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK) ini siswa diberikan kesempatan untuk
bereksplorasi secara bebas, dari sini siswa akan mendapatkan suatu pengalaman fisik
dan interaksi sosial dengan teman, guru bahkan lingkungan, sehingga siswa
diharapkan akan memperoleh suatu konsep yang dapat memperjelas pemahaman
materi yang sedang dipelajarinya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru mata
pelajaran fisika di SMA N 1 Indralaya, penulis mendapatkan informasi bahwa pada
sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian atau penerapan penggunaan
model EPPK. Untuk Standar Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM) kelas XI di SMA
1 Indralaya yaitu 75. Berdasarkan data yang didapat oleh peneliti ternyata tidak
semua siswa dapat memenuhi standar ketuntasan yang ditetapkan di sekolah.
Penelitian dengan model ini pernah dilakukan oleh Prasetiorini dengan judul
Pengaruh Model EPPK Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa di SMA N 15
Palembang pada tahun 2009. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
terdapat pengaruh dari model EPPK terhadap hasil belajar siswa di SMA N 15
Palembang. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dwi Sartika dengan judul
Pengaruh Model EPPK Terhadap Hasil Belajar Kimi Kelas X Pada Pokok Bahasan
Hidrokarbon di SMA N 1 Palembang dengan hasil penelitiannya dimana terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
sebagaimana disarankan di atas untuk dengan judul Pengaruh Model Eksplorasi,
Pengenalan, Dan Penerapan Konsep (EPPK) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Pokok Bahasan Elastisitas Di Kelas XI SMA N 1 Indralaya. Peneliti mengkhususkan
pada materi elastisitas, karena dalam pokok bahasan tersebut lebih mengutamakan
pemahaman konsep yang tidak hanya sekedar hapalan, selain itu juga pada materi
elastisitas banyak terdapat konsep-konsep yang sering dijumpai pada kehidupan
sehari-hari sehingga diharapkan dengan model EPPK siswa akan lebih memahami
konsep-konsep elastisitas pada kehidupan sehari-hari.
4


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh model EPPK
terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan elastisitas di kelas XI SMA N 1
Indralaya?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui adakah pengaruh model EPPK
terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan elastisitas di kelas XI SMA N 1
Indralaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Siswa, dengan menggunakan model EPPK yang menekankan pada proses
pembelajaran sehingga siswa lebih banyak diarahkan pada latihan
keterampilan proses dalam usaha menemukan konsep dari masalah itu sendiri.
2. Guru, mendapatkan salah satu alternative pembelajaran yang dapat diterapkan
di kelas dalam memberikan pemahaman konsep bagi para siswa sehingga
prestasi belajar siswa pun meningkat.
3. Sekolah, dengan mengetahui hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan
masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah sehingga meningkatkan mutu sekolah tersebut.
4. Peneliti, dapat mengembangkan kemampuan melakukan penelitian.



5

II. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Slameto (Djamarah, 2006: 13) merumuskan belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dalam pengertian psikologi, belajar merupakan suatu proses yang bersifat
internal. Perubahan (yang menjadi fokus pengertian belajar) tidak dapat terlihat
secara kasat mata, dalam arti konkret. Ia terjadi dalam diri seseorag yang sedang
mengalami proses belajar. Proses perubahan tersebut terjadi pada wilayah sikap,
kecerdasan motorik dan sensorik, dan keadaan psikis. Adapun yang terlihat secara
kasat mata adalah hasil perubahan (Mahmud, 2010: 61).
Menurut Sagala (2003: 11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan
yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit
maupun implisit. Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen tersebut
merupakan teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan
modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan belajar terdiri dari kegiatan psikis
dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan
dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat
suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengelola bahan
belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2002: 7) mengemukakan bahwa belajar merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya
dialami oleh siswa sendiri. Sehingga siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat
6

tergantung pada proses belajar mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika
para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarga sendiri.
Menurut Piaget (1896-1980) menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh
individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan.
Lingkungan tersebut mengalami perubahan sehingga fungsi intelektual seseorang
akan berkembang sesuai dengan lingkungannya. Piaget juga menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun dalam pikiran, setiap individu membangun sendiri
pengetahuannya.
Belajar pengetahuan meliputi tiga tahap. Tahap-tahap itu adalah tahap
eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam tahap eksplorasi, siswa
mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam tahap pengenalan konsep, siswa
menganal konsep yang ada hubungannnya dengan suatu gejala. Dalam tahap aplikasi
konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut (Dimyati dan
Mudjiono, 2002: 14). Ini berarti bahwa setiap siswa harus melewati ketiga tahap ini
secara berurutan agar siswa melaksanakan proses belajar dengan baik dan sebaiknya
perlunya bimbingan dari tahap awal hingga tahap akhir supaya siswa mampu
menyerap pelajaran yang diberikan dengan baik.
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid
(Sagala, 2003: 61). Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk menciptakan situasi belajar siswa yang baik sehingga lingkungan sengaja
dikelola untuk memungkinkan siswa turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran
7

sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang
diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir
siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang
kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh
guru. Proses pembelajaran menurut Dunkin dan Biddle (1974: 38) berada pada empat
variable interaksi yatu (1) variable pertanda berupa pendidik; (2) variable konteks
berupa peserta didik, sekolah dan masyarakat; (3) variable proses berupa interaksi
peserta didik dengan pendidik; dan (4) variable produk berupa perkembangan peserta
didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya
mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik
mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi substansi materi
pembelajaran atau penguasaan materi pembelajaran, dan (2) kompetensi metodologi
pembelajaran (Sagala, 2003: 63).
Dari beberapa penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan dalam diri
seseorang baik secara intelektual maupun tingkah laku berdasarkan pengalaman yang
didapatnya dalam interaksi dengan lingkungannay yang menyangkut kognitif, afektif
dan psikomotor sehingga bisa berbekas dalam dirinya dimana prosesnya hendaklah
mengikuti tahap-tahap belajar agar terjadinya proses belajar yang baik sehingga dapat
mendapat dan mengembangkan pengetahuan yang lebih luas.
Sedangkan pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru
untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru
dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan
evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran, pola
pengembangan pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik
8

dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai sumber belajar, penentu
metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk
menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri.
2.2 Hakikat Pembelajaran Fisika
Kata fisika berasal dari bahasa yunani physics yang berarti alam, sehingga
ilmu fisika aladah ilmu yang mempelajari tentang alam (gejala alam). Fisika
merupakan ilmu pengetahuan yang dijadikan landasan pengembang konsep-konsep di
dalam ilmu pengetahuan lain.
Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan
memberikan pemahaman kuantitatif tentang sifat, prilaku dan analisis matematik. Jadi
fisika dikembangkan menggunakan ilmu bantu matematik, artinya untuk memahami
gejala-gejala alam yang ditemukan disekeliling kita, fisikawan (ahli-ahli fisika)
menyusun model matematik sebagai penyajiannya (Raharjo, 2009).
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif
dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri (Depdiknas,
2003:6). Melalui pembelajaran fisika diharapkan siswa memperoleh pengalaman
dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif matematis
berdasar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip
fisika.
Menurut Depdiknas (2003:7) fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di SMA
adalah sebagai sarana untuk;
1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan
terhafdap Tuhan YME;
9

2. Menumpuk sikap ilmiah yaitu jujur, objktif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerja sama dengan orang lain;
3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui
percobaan: merancang dan menarik instrument percobaan, mengumpulkan,
mengolah dan menafsirkan data, menyusun lapotan, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secra lisan dan tertulis;
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip fiska untuk menjelaskan berbagai peristiwa
alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif;
5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika derta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya
diri;
6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari
keindahan keteraturan prilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai
peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.
Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hasil pembelajaran fisika diterapkan untuk menerangkan gejala alam dan
melakukan ramalan suatu proses alam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran
fisika hendaknya dapat mengembangkan keterampilan proses pada diri siswa
sehingga dapat membentuk sikap ilmiah, memberikan pengalaman, mengembangkan
kemampuan, menguasai pengetahuan dan membentuk sikap positif pada siswa.
2.3 Metode Pembelajaran Kontruktivisme
Model kontruktivisme merupakan pengembangan dari teori perkembangan
kognitif Piaget. Model kontruktivisme tidak hanya cocok untuk pendidikan sains,
tetapi juga dapat berdayaguna dalam pendidikan ilmu sosial. Fokus pendekatan
10

kontruktivisme bukan pada rasionalitas, tetapi pada pemahaman (Mulyasa, 2006:
237).
Strategi dasar dari kontruktivisme adalah meaningful learning. Pembentukan
pengetahuan melibatkan interpretasi kita atas suatu peristiwa, sebelum peristiwa
tersebut menjeadi pengetahuan kita, kita harus melewati lapisan yang disebut
interpretasi. Inilah yang disebut meaningful learning. Interpretasi ini adalah suatu
proses berfikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak kita. Interpretasi
berada di antara peristiwa yang dilihat dan pemahaman kita tentang peristiwa
tersebut. Interpretasi ini dipengaruhi oleh pengalaman kita pada masa lampau, oleh
teori, nilai, dan kepercayaan yang kita miliki sebelkumnya. Menurut Mulyasa (2006:
238) pengetahuan bukan merupakan satu duplikat yang persis sebagaimana bentuk
peristiwa itu sebenarnya, tetapi hasil satu interpretasi terhadap suatu peristiwa.
Model pembelajaran kontruktivisme memperlihatkan bahwa pembelajaran
merupakan proses aktif dalam membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal, dan
proses ini sangat dipengaruhi oleh apa yang sudah diketahui orang sebelumnya. oleh
karena itu, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus memperoleh, atau sampai
pada persamaan pemahaman dengan murid sehingga melibatkan negosiasi
(pertukaran pikiran) dan interpretasi. Sehingga kegiatan belajar-mengajar tidak hanya
merupakan suatu proses pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan keterampilan
dan kemampuan.
2.4 Model Eksplorasi, Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK)
2.4.1 Pengertian EPPK
Model EPPK merupakan model pembelajrana siklus belajar (Learning Cycle)
yang ditemukan oleh Robert Karplus pada tahun 1960. Dalam bahasa inggris, siklus
belajar disebut juga Learning Cycle. Learning berarti belajar (pengkonstruksi
pengetahuan dan pengalaman). Cycle berarti siklus (tahapan-tahapan). Siklus belajar
merupakan rangkaian tahapan-tahapan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga
11

siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran melalui pengalaman langsung dan berperan aktif. Model pembelajaran
Eksplorasi, Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK) yang merupakan model
pembelajaran yang didasarkan pada pandangan konstruktivis.
Menurut Lawson (1995: 137) siklus belajar merupakan suatu proses
pembelajaran yang fleksibel, artinya dapat menggunakan model pembelajaran lain
yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan agar siswa dapat lebih
termotivsasi dalam belajar. Siklus belajar merupakan proses mental yang efektif di
dalam kerangka membangun pengetahuan siswa terhadap konsep-konsep yang
dipelajarinya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siklus belajar merupakan proses
pembelajaran yang terdiri dari tahapan-tahapan dan menuntut peran aktif siswa dan
guru dalam proses pembelajaran. Tahapan-tahapan tersebut, yaitu:
1. Tahap eksplorasi,
Eksplorasi secara umum merupakan penjelajahan lapangan dengan tujuan
memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber-sumber alam yang terdapat
ditempat itu (Depdiknas, 2002:290). Jadi dalam belajar eksplorasi dapat dikatakan
saat dimana siswa dapat belajar sendiri (Sofa,2008), sehingga eksplorasi merupakan
saat dimana siswa berusaha menggali pengetahuan dalam pelaksanaan proses belajar.
Menurut Lawson (1995: 136) pada tahap eksplorasi, siswa belajar melalui
tindakan mereka sendiri dan reaksinya terhadap suasana baru. Mereka
mengeksplorasi materi yang baru beserta ide-idenya dengan bimbingan yang sangat
minimal dari guru. Pengalaman yang baru meninbulkan pertanyaan atau permaslahan
yang mereka tidak dapat selesaikan sendiri. Dalam tahap inilah, eksplorasi
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menimbulkan perdebatan
dan menganalisis permasalahan yang ditimbulkan pada tahap tersebut.
Menurut Hirawan (2009) pada tahap eksplorasi siswa diberikan kesempatan
menyelidiki materi dan/atau ide-ide sehingga pola keteraturan ditemukan dan
12

pertanyaan diajukan kepada siswa. Sedangkan menurut Eduhardi (2009) pada tahap
eksplorasi siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pengetahuan awalnya,
mengembangkan pengetahuan baru, serta menjelaskan fenomena yang mereka alami.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pada tahap eksplorasi, siswa terlibat langsung dalam pemecahan masalah,
menemukan sendiri konsep awal tentang suatu fenomena tertentu sehingga dapat
membantu miskonsepsi yang ada.
2. Tahap Pengenalan Konsep
Pengenalan dalam konteks belajar merupakan saat dimana siswa mengenal
istilah-istilah baru yang menjadi acuan bagi pola yang ditemukannya dalam
eksplorasi (Sofa, 2008). Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa siswa mengalami
masa pengenalan pada saat ia mendapatkan pengetahuan yang abru walaupun hanya
sebuah kata yang belum pernah diketahui sebelumnya dan didapatkan dari hasil
pencari tahuan pada waktu sebelumnya.
Konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat umum, misalnya
konsep demokrasi, konsep bangunan dan sebagainya. Menurut Hamalik (2002: 162)
suatu konsep adalah suatu kelas yang memiliki ciri-ciri khusus tetapi sangat luas.
Contohnya tentang wanita cantik, tidak dibatasi dari bentuk, warna kulit atau besar
badan akan tetapi menunjukkan cirri-ciri umum mengania wanita yang bagaimana
yang diaktakan cantik.
Menurut Lawson (1995: 136) pada tahap pengenalan konsep, guru memulai
dengan mengenalkan istilah-istilah yang berdasarkan penemuan pada tahap
eksplorasi. Hal tersebut dapat diperkenalkan oleh guru, buku teks, film atau media
lainnya. Tahap ini harus selalu mengikuti tahap eksplorasi dan berhubungan langsung
dengan pola yang ditemukan pada tahap eksplorasi, pada kegiatan laboratorium.
Seharusnya, siswa didorong untuk menemukan banyak polabaru sebelum
membicarakannya di kelas terutama pola-pola yang kompleks pada sains.
13

Hirawan (2009) mengatakan bahwa tahap pengenalan konsep memberikan
kesempatan pada guru memperkenalkan konsep dan menjelaskan konsep yang baru
diselidiki. Sedangkan menuru Edihardi (2009) dalam tahap ini guru membahas
konsep, mengenalakan istilah, preposisi dan penjelasan yang lebih membantu
pemahaman dan pengkomunikasian pengalaamn konkrit siswa.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bawa pada tahap ini
pengajar mengumpulkan informasi dari siswa tentang pengalaman eksplorasi dan
menggunakan informasi tersebut untuk mengenalkan konsep utama dari pelajaran
serta setiap kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Pada tahap ini, pengajar
menggunakan buku acuan, dan buku-buku lain yang menunjang suatu konsep.
3. Tahap Penerpaan Konsep,
Penerapan disebut juga suatu kondisi dimana siswa menggunakan istilah-
istilah baru atau pola pikirnya untuk memperkaya contoh-contoh (Sofa, 2008).
Dengan kata lain, disaat siswa dapat memberikan contoh konkrit dari hasil pemikiran
dan pengetahuannya yang berhubungan dengan materi yang sedang diajarkan maka ia
sedang mengalami masa penerapan dalam belajar.
Menurut Lawson (1995: 137) pada tahap terakhir, penerapan konsep, siswa
.menerapkan istilah baru atau pola pemikiran yang baru sebagai contoh tambahan.
Tahap ini diperlukan siswa untuk memperluas penerapan konsep baru. Tanpa adanya
penerapan konsep, makna istilah baru tersebut akan tetap terbatas pada contoh yang
digunakan pada saat awal pembelajaran ketika hanya didefenisikan saja. Sehingga
banyak siswa yang gagal baik untuk abstrak dan contoh-contoh konkret atau untuk
menggeneralisasi ke situasi lain.
Pada tahap ini, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut.
Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar,
karena siswa mengatahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
14

Oleh karena itu, kegiatan harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap diatas,
dimana eksplorasi memberikan kesempatan bagi sisiwa untuk menemukan pola.
Pengenalan konsep menyediakan guru untuk menghubungkan pola dengan istilah-
istilah untuk membangun konsep. Akhirnya, penerapan konsep memungkinkan siswa
untuk menemukan aplikasi konsep tersebut dalam konteks yang baru.
2.4.2 Langkah-Langkah Model EPPK
Menurut Lawson (1998), langkah-langkah model EPPK terdiri dari 3 tahap,
yakni tahap eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep. Pada tahap
eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menemukan pola baru melalui kegiatan-
kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam,
mengamati fenomena alam atau perilaku social, dan lain-lain. Dari kegiatan ini
diharapkan timbul keseimbangan dalam struktur mentalnya yang ditandai dengan
munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada perkembangan daya nalar
tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana.
Munculnya pertanyaan tersebut sekaligus menjadi indikator kesiapan siswa untuk
menempuh tahap berikutnya.
Langkah-langkah yang harus dilalui pada tahap eksplorasi, yaitu:
1. Tanya Jawab
Tanya jawab biasa dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar karena
bertujuan untuk membangkitkan kemampuan berfikir siswa. Dalam sebuah
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
2. Mengecek pemahaman siswa
3. Membangkitkan respon siswa
4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
6. Menfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki guru
15

7. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8. Menyegarkan kembali pengatahuan siswa
Langkah Tanya jawab ini akan dilakukan pada awal kegiatan belajar mengajar
yang bertujuan untuk mengingatkan kembali siswa terhadap pelajaran sebelumnya
dan mengetahui sejauhmana pengetahuan siswa terhadap pelajaran yang akan
disampaikan.
2. Demonstrasi
Demonstrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar yang efektif dalam
menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan dengan mengamati suatu proses
atau peristiwa tertentu dimana keaktifan biasanya lebih banyak ditunjukkan oleh
siswa. Pada prakteknya nanti peneliti akan mendemonstrasikan percobaan yang akan
dilakukan oleh siswa nantinya sehingga siswa tidak mengalami kebingungan dalam
melakukan percobaan tersebut.
3. Percobaan
Percobaan dalam penerapannya dapat membantu siswa dalam menjawab
beberapa pertanyaan yang mungkin timbul dalam pemikirannya yang tidak dapat
dilakukannya hanya dengan melihat demonstrasi yang dilakukan oleh guru di kelas.
Sehingga pada langkah percobaan ini siswa akan lebih aktif dibandingkan pada saat
demonstrasi, dan diharapkan untuk menemukan sendiri suatu dari hasil percobaan
yang telah dilakukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaannya nanti, siswa diminta untuk melakukan percobaan yang
telah disiapkan oleh guru dalam masing-masing kelompok yang akan ditentukan oleh
guru.
Pada tahap pengenalan konsep, diharapkan terjadi proses menuju
kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah didapat pada sebelum dan sesudah
tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diharapkan mengenal istilah-istilah yang
berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari.
16

Langkah-langkah yang bisa dilakukan pada tahap ini yakni:
1. Diskuis
Pada langkah ini siswa diminta untuk mendiskusikan hasil percobaan yang
telah mereka lakukan dan mencari hubungan dengan materi yang sedang dipelajari.
Sehingga siswa dapat menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari dari
materi-materi sebelumnya yang telah mereka pelajari.
2. Konsep baru
Menurut Hamalik (2002: 162) suatu konsep adalah suatu kelas yang memiliki
ciri-ciri khusus tetapi sangat luas. Maksud konsep baru ini ialah siswa diminta untuk
menemukan konsep tentang materi yang sedngan dipelajari pada saat itu. Siswa bisa
menemukan konsep dari langkah eksplorasi yang telah mereka lalui sebelumnya.
Dalam pelaksanaannya nanti siswa diminta untuk menyampaikan konsep apa
saja yang mereka dapatkan dari kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.
3. Penjelasan
Dalam kegiatan belajar-mengajar, menjelaskan merupakan tindakan yang
banyak dilakukan terutama oleh guru. Apabila guru menjelaskan dimana guru
memberikan informasi sedemikian rupa sehingga siswa benar-benar mengerti dan
memahami apa yang diinformasikan oleh guru tersebut. Sehingga pada penerapannya
nanti, guru akan menjelaskan kembali kepada siswa mengenai materi secara benar.
Hal ini dilakukan setelah siswa mendapatkan hasil diskusinya.
4. Pemantapan
Pemantapan ini dilakukan bertujuan supaya siswa benar-benar memahami
konsep dan penjelasan yang disampaikan oleh guru. Pemantapan ini dilakukan
dengan cara pada saat menjelaskan guru harus meyakinkan siswa untuk
memantapkan pengetahuan yang telah didapatkan siswa berdasarkan percobaan dan
penjelasan yang dilakukan oleh guru.
17

5. Penyimpulan
Pada langkah ini, diharapkan agar siswa dapat mengambil inti sari atau
pokok-pokok dari materi yang telah diajarkan tersebut dengan benar. Apabila siswa
sudah mampu untuk menyimpulkan materi yang telah disampaikan dengan baik
berarti mereka sudah bisa memasuki tahap berikutnya yakni tahap penerapan konsep.
Dalam penerapannya nanti, siswa dalam masing-masing kelompok akan
menyampaikan kesimpulannya dan bersama-sama memberikan kesimpulan terakhir.
Pada tahap terakhir yakni penerapak konsep, siswa diajak untuk menerapkan
konsep yang telah dipelajarinya sehingga dapat menambah mantapkan pemahaman
konsep siswa dan memotivasi untuk belajar karena siswa mengetahui penerapan
mengapa ia harus belajar tentang konsep ini.
Langkah-langkah pada tahap ini antara lain:
1. Contoh lain.
Maksudnya ialah contoh-contoh lain yang sesuai dengan materi yang sedang
dipelajari ini, dimana setelah mereka mengatahui konsep, menyimpulkan konsep
yang ada maka mereka harus memberikan contoh konkret tentang konsep tersebut.
Dalam penerapannya siswa diminta untuk memberikan contoh-contoh yang berkaitan
dengan konsep yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Demonstrasi kembali.
Demonstrasi ini dimaksudkan untuk menjelaskan contoh lain yang telah
didapatkan oleh siswa yang berkaitan dengan konsep yang sedang dipelajari.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal, hendaknya
siswa menjalani tiap tahap dalam model ini dengan baik. Dalam penerapannya.
Dalam penerapannya nanti, siswa diminta untuk mendemonstrasikan contoh yang
telah merea sebutkan tersebut.
18

2.4.3 Keunggulan Dan Kelemahan Model Eksplorasi, Pengenalan Dan
Penerapan Konsep (EPPK)
Menurut Ferryansyah (2009), keunggulan dan kelemahan model eksplorasi,
pengenalan dan penerapan konsep (EPPK)
a. Keunggulan dari pemakaian model Eksplorasi, Pengenalan dan Penerapan Konsep
(EPPK) ini adalah karena tahap-tahap dalam pelaksanaan model Eksplorasi
Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK) ini terdiri dari tiga tahap sehingga
model pembelajaran ini termasuk model pembelajaran yane sederhana dengan
begitu siswa dapat dengan mudah mengingat tahap demi tahap yang diterapkan
pada model pembelajaran Eksplorasi Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK).
b. Kelemahan dari model Eksplorasi Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK) ini
adalah karena model pembelajaran ini terbilang singkat dan sederhana namun
biasanya akan memunculkan situasi konflik yang tidak selalu berhasil. Dengan
demikian bila pada tahap pertama tidak berhasil, maka pada tahap-tahap
selanjutnya mungkin juga kurang bermakna.
2.5 Penerapan Model EPPK Pada Pokok Bahasan Elastisitas
Pembelajaran menuntut siswa belajar melalui pengalaman langsung yang
dihadapkan sehingga pelajaran dapat lebih menarik dan siwa menjadi lebih aktif.
Disamping itu, pembelajaran lebih ditekankan pada prosesnya sehingga penerapan
model EPPK dapat membantu siswa dalam menjalani proses belajar khususnya pada
pokok bahasan elastisitas. Dimana pada pokok bahasan elastisitas akan membahas
tentang elastisitas, tegangan, regangan, hukum Hooke, dan getaran harmonik.
Adapun standar kompetensi pada poko bahasan elastisitas yakni:
Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik
dan kompetensi dasar pada materi ini Menganalisis pengaruh gaya pada sifat
elastisitas bahan. Dalam penerapannya nanti, peneliti akan menerapkan tahap-tahap
model EPPK pada pokok bahasan elastisitas, seperti pada tahap eksplorasi peneliti
19

akan memulai pelajaran dengan melakukan tanya jawab untuk menggali informasi
sejauh mana pengetahuan siswa tentang pengertian elastisitas dan dilanjutkan dengan
melakukan demonstrasi diikuti dengan percobaan yang dilakukan oleh siswa.
Untuk tahap pengenalan konsep, peneliti akan membentuk kelompok diskusi
siswa untuk mendiskusikan konsep yang didapatkan dari demosntrasi atau percobaan
yang telah dilakukan. Setelah mendapatkan hasil diskusi tersebut baru guru akan
menjelaskan tentang konsep sebenarnya dan memberikan pemantapan pengetahuan
dari hasil percobaan, serta menyimpulkannya bersama siswa. Untuk tahap penerapan
konsep yakni setelah siswa mengetahui konsep tentang elastisitas, selanjutnya peneliti
meminta siswa untuk memberikan contoh penerapan elastisitas pada kehidupan
sehari-hari serta melakukan demosntrasi kembali jika diperlukan sesuai dengan
contoh penerapannya. Dengan demikian diharapkan siswa dapat lebih mengerti
tentang konsep-konsep pokok pada elastisitas terutama konsep hukum satu dan dua
elastisitas.
2.5 Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tngkah laku siswa setelah
terjadi proses belajar yang mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut
Sudjana (2009: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajar. Dengan demikian, hasil belajar fisika siswa
adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami, menganalisis, serta
berfikir logis dalam memecahkan masalah yang ada dalam fisika setelah ia menerima
pengalaman belajar.
Cara menilai hasil belajar siswa biasanya menggunakan tes. Tujuan tes yang
utama adalah mengukur hasil belajar yang dicapai siswa setelah belajar fisika. Selain
itu, tes juga digunakan untuk menentukan seberapa jauh pemahaman materi yang
telah dipelajari.
20

Hasil belajar tidak hanya dilihat dari hasil akhir berupa tes tetapi juga
dilakukan dari proses pembelajarannya. Menurut Ssudjana (2009: 56), pendidikan
tidak hanya berorientasi kepada hasil akhir tetapi juga untuk mencapai hasil akhir
tersebut perlu diperhatikan dan dinilai. Penilaian terhadap proses pembelajaran dapat
dilakukan dengan teknik non tes berupa observasi.
2.6 Hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh model EPPK terhadap hasil belajar siswa pada pokok
bahasan elastisitas di kelas XI SMA N 1 Indralaya.
Ha : Ada pengaruh model EPPK terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan
elastisitas di kelas XI SMA N 1 Indralaya.
III. Metodologi Penelitian
3.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variable, yakni variabel bebas dan
variabel terikat yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Variabel bebas : Model EPPK
2. Variabel terikat : Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Elastisitas
3.2 Definisi Operasional variable
Agar penelitian ini sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk
memudahkan pembahasannya, perlu dibuat definisi variable penelitian ini, yaitu:
a. Model EPPK merupakan model pembelajaran yang berdasarkan pandangan
kontruktivisme dimana dalam pelaksanaannya mempunyai tiga tahap, yaitu
eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep.
b. Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa setelah
terjadinya proses belajar yang mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Sudjana (2005:22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
21

O
1
X O
2

O
3
O
4

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Dengan
demikian, hasil belajar fisika siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa
dalam memahami, menganalisis, serta berfikir logis dalam memecahkan
masalah yang ada dalam fisika setelah ia menerima pengalaman belajar.
3.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Indralaya. Sedangkan waktu
penelitian. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun
ajaran 2012/2013 dari tanggal 10 April 2012 sampai tanggal 10 Mei 2012
3.4 Populasi dan Sample
Menurut Arikunto (2006:130) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri Indralaya
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2006:131). Maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA-1
sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang mendapatkan perlakuan (treatment)
dengan melakukan model EPPK dan kelas XI IPA-2 sebagai kelas control, yakni
kelas yang tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti kelas eksperimen
(pengajaran biasa).
3.5 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah Quasi Experimental Design dengan jenis
Nonequivalent Control Group Design, yaitu terdapat dua kelompok, kemudian diberi
pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok
eksperimen dan kelompok control.

(Sugiyono, 2009: 116)
22

3.6 Prosedur Penelitian
Tahapan atau prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan Penelitian
a. Mempersiapkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk
kelas eksperimen dan kelas control.
b. Membuat instrument berupa pretest, postest dan lembar observasi.
c. Melakukan validitas RPP.
d. Melakukan validitas soal pretest, postest dan validitas lembar observasi.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Guru melaksanakan pengajaran sesuai dengan RPP yang sudah di validasi.
b. Siswa kelas control diberikan pembelajarn ceramah dan diskusi biasa.
c. Siswa kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan model EPPK
i. Guru melakukan Tanya jawab untuk menggali konsepsi awal siswa
tentang materi yang diajarkan yang telah diketahui oleh siswa sebelum
proses belajr mengajar baik dari pengalaman atau pengetahuan lainnya.
ii. Guru memberikan pretest
iii. Guru melakukan demonstrasi sebelum melakukan percobaan.
iv. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil
v. Siswa diminta untuk melakukan percobaan dalam tiap kelompoknya.
vi. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing untuk memahami
lebih lanjut konsep awal yang mereka dapat dari hasil percobaan
tersebut.
vii. Guru menyuruh salah seorang siswa dalam kelompok untuk
menyampaikan konsep yang telah mereka dapatkan tentang materi
tersebut berdasarkan hasil percobaan yang mereka lakukan.
viii. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dalam
proses diskusi di kelas.
23

ix. Guru menjelaskan konsep yang sebenarnya kepada siswa.
x. Guru menberikan pemantapan kepada siswa dari penjelasan-penjelasan
sebelumnya dan menialai sejauh mana pematapan siswa terhadap konsep
tersebut.
xi. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari
sertga menyebutkan contoh aplikasi materi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari dan mendemonstrasikannya jikalau memungkinkan.
xii. Guru memberikan postest.
d. Guru mengumpulakn hasil pretest dan posttest dari masing-masing kelas
control dan kelas eksperimen.
3. Penyelesaian Penelitian
a. Menganalisis data hasil pretest dan postest.
b. Menganalissa data observasi peelaksanaan pembelajaran.
c. Pembahasan dan menguji hipotesis.
d. Membuat kesimpulan dari hasil analisis data dan saran.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Tes
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Arikunto
(2006:150) menyatakan tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang dilakukan terdiri dari
dua macam tes yaitu tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Tes awal dilakukan
sebelum siswa diberi perlakuan. Sedangkan tes akhir dilaksanakan untuk mengetahui
kemampuan siswa setelah diberi perlakuan. Tes yang diberikan dalam bentuk pilihan
ganda (multiple choice).

24

3.7.2 Observasi
Observasi sering diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni
memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologik,
observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh indera. Atau dapat
disimpulkan dengan pengamatan langsung (Arikunto, 2006:156). Dalam observasi
peneliti berpedoman pada lembar observasi, data pendukung itu berupa catatan
lapangan dan instrumen pemantauan kelas yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang proses belajar mengajar.
3.8 Teknik Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan analisis kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif dinalisis dengan menggunakan ujit. Data kualitatif dianalisis secara
deskriptif dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan permasalahan penelitian.
3.8.1 Analisis Data Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan berbentuk piluhan ganda yang berjumlah 20
soal. Untuk memperoleh data dalam penelitian tes harus diujicobakan terlebih dahulu.
Data tes tersebut kemudian dianalisa agar data tes dapat diketahui apakah memenuhi
syarat soal tes. Adapun syarat tes yang harus terpenuhi yaitu:
3.8.1.1 Validitas
Validitas item hasil belajar ditentukan menggunakan rumus korelasi product
moment dengan angka kasar :
( )( )
( ) { } ( ) { }
2
2 2 2




=
Y Y N X X N
Y X XY N
r
XY

X = skor item Y = skor total r
XY
= koefisien validitas item
jika r
XY
> r
tabel
, maka korelasi signifikan (Arikunto, 2008:72).
Adapun klasifikasi koefisien dalam validasi tes (Arikunto, 2008:75) adalah
sebagai berikut:
25

- Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi
- Antara 0,600 samapai dengan 0,800 : tinggi
- Antara 0,400 samapai dengan 0,600 : cukup
- Antara 0,200 samapai dengan 0,400 : rendah
- Antara 0,000 samapai dengan 0,200 : sangat rendah
3.8.1.2 Reliabilitas
Reliabilitas item hasil belajar ditentukan menggunakan rumus Spearman-
Brown Model Gasal Genap :
( )( )
( ) { } ( ) { }




= = =
2
2
2
2
22
11
X Y N X X N
Y X XY N
r r r
hh xy

22
11
22
11
11
1
2
r
r
r
+
= (Sudijono, 2009:219)
= = =
22
11
r r r
hh xy
koefisien korelasi product moment
r
11
= koefisien reabilitas tes
X = skor item bernomor gasal
Y = skor item bernomor genap
Jika r
11
>
22
11
r maka tes hasil belajar dinyatakan reliabelitasnya tinggi.
3.8.1.3 Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran yang dimaksud didalam soal tes yang diberikan merupakan
soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal tes
dinyatakan dalam indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Untuk mengetahui
indeks kesukaran dapat digunakan rumus sebagai berikut:
=

(Arikunto, 2008: 208)


Keterangan :
P = Indeks Kesukaran
26

B = jumlah siswa yang menjawab dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi daya pembeda :
Tingkat Kesukaran Klasifikasi
0,00 0,30 Terlalu Sukar
0,30 0,70 Cukup (Sedang)
0,70 1,00 Terlalu Mudah
(Arikunto, 2008:210)
3.8.1.4 Daya Pembeda
B
B
A
A
B A
J
B
J
B
P P D = =
D = angka indeks diskriminasi item
B
A
= banyaknya siswa kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar
butir item
J
A
= jumlah siswa di kelompok atas
B
B
= banyaknya siswa kelompok bawah yang dapat menjawab dengan benar
butir item
J
B
= jumlah siswa di kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda :
Angka indeks diskriminasi item Interpretasi
< 0,20 Tidak baik
0,20 0,40 Cukup (sedang)
0,40 0,70 Baik
0,70 1,00 Baik sekali
Bertanda negatif Jelek sekali
(Sudijono, 2009:389-390)


27

3.8.1.5 Kualitas Pengecoh
Pengecoh (distractor) dinyatakan baik apabila sekurang-kurangnya dipilih 5%
dari seluruh peserta tes. Untuk menentukan kualitas pengecoh item soal tes, maka
dibuatkanlah pola penyebaran jawaban item.
Pola Penyebaran Jawaban Item
Nomor Butir
Item
Alternatif Jawaban
Kunci Jawaban
A B C D E
1
2
3
Dst..
(Sudijono, 2009:412)
3.8.2 Analisa Data Tes
3.8.2.1 Uji Normalitas
Rumus yang digunakan adalah rumus Chi kuadrat :
( )


=
h
h
f
f f
2
0 2
_ (Arikunto, 2006:290)
f
0
= frekuensi yang diobservasi
f
h
= frekuensi yang diharapkan
jika hitung
2
_ < tabel
2
_ , maka data terdistribusi normal.
3.8.2.2 Uji Homogenitas
Statistik yang digunakan untuk menguji homogenitas kelompok adalah dengan
varians. Rumus varians untuk data satu sampel adalah :
( )
1
2
2


=

n
x x f
s
i i
(Sugiyono, 2010:57)

2
s = varians sampel
f
i
= frekuensi data berkelompok
x
i
= nilai tengah frekuensi data
28

x = mean
n = banyak sampel
Untuk menguji homogenitas sampel sebelum dan setelah diberi perlakuan
digunakan uji F :
terkecil Varians
terbesar Varians
F = (Sugiyono, 2010:140)
Jika F
hitung
< F
tabel
, maka varians homogen.
3.8.2.3 Uji t
Uji hipotesis dengan menggunakan teknik t-test. Bila data yang diperoleh
terdistribusi normal dan homogen, maka statistik t digunakan adalah:

(

=

2 1
2 1
1 1
n n
s
x x
t
(Sugiyono, 2009: 273)
Dimana :

( ) ( )
2
1 1
2 1
2
2 2
2
1 1 2
+
+
=
n n
s n s n
s

Keterangan :
x
1
= Rata-rata kenaikan hasil belajar sampel eksperimen
x
2
= Rata-rata kenaikan hasil belajar sampel kontrol
s
2
= Variasi gabungan sampel eksperimen dan sampel kontrol
n
1
= Jumlah sampel eksperimen
n
2
= Jumlah sampel kontrol
s
1
2
= Variasi sampel eksperimen
s
2
2
= Variasi sampel kontrol
Demikian kriteria pengujian, terima Ho jika t
hitung
< t
tabel(1-)
dan tolak Ho jika
t
hitung
> t
tabel(1-)
, dimana t
1-
adalah t yang didapat dari tabel distribusi t dengan dk =
n
1
+n
2
-2
29

Sedangkan jika data tidak terdistribusi normal, maka akan digunakan uji
Wilcoxon.
( )
( )( )
24
1 2 1
4
1
+
+

=
n n n
n n
T
z (Sugiyono, 2010:137)
T = jumlah jenjang / rangking yang kecil
n = jumlah sampel
Kriteria penarikan kesimpulan secara statistik :
Ho : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest siswa
Ha : terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest siswa
y x a
y x
H
H


=
=
:
:
0


3.8.3 Analisis Data Observasi
Nilai akhir (NA) yang diperoleh siswa :
x100
maksimum deskriptor jumlah
tampak yang deskriptor Jumlah
NA =
Persentase untuk setiap indikator :
x100%
maksimum deskriptor jumlah
tampak yang deskriptor Jumlah
indikator % =

Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
30

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika
Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.
Edihardi. 2009. Model Pembelajaran Alternatif Untuk Pendidikan Sains,(online),
(http://www.doctoc.com. Diakses tanggal 14 Januari 2012).
Ferryansyah. 2009. Model Eksplorasi, Pengenalan dan Penerapan Konsep (EPPK),
(online), (http://guruindonesiabisa.blogspot.com/2009/01/model-pembel
ajaran.html. Diakses tanggal 13 Januari 2012)
Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hirawan, Adi. 2009. Menguak Pentingnya Model Pembelajaran.(online),
(http://edubenchmark.com. Diakses tanggal 14 Januari 2012).
Karli dan Yuliartiningsih. 2003. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bandung: Bina Media Informasi.
Lawson, Anton E. 1995. ScienceTeaching and The Development of Thinking.
California: A Division of Wadsworth,Inc.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Raharjo, Rustho. 2009. Fisika Dasar I, (online), (http://trusthoraharjo.
staff.fkip.uns.ac.id/fisika-dasar-i/. Diakses tanggal 1 Februaru 2012).
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
31

Sofa. 2008. Siklus Belajar, Pembelajaran Kooperatif dan Media Pendidikan dalam
Pembelajaran Fisika, (online), (http://massofa.wordpress.com/2008/01/30
/siklus-belajar,-pembelajaran-kooperatif-dan-media-pendidikan-dalam-pem
belajaran-fisika.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012).
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

You might also like