You are on page 1of 5

C. Aliran-Aliran Kurikulum 1.

Aliran Progressivisme Aliran Progressivisme, progress (maju) adalah sebuah faham filsafat yang lahir dan sangat berpengaruh dalam abad ke-20. Aliran filsafat ini kelahiran Amerika dan pengaruhnya terasa di seluruh dunia yang mendorong usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan. Pada dasarnya aliran ini memandang bahwa pendidikan adalah sebagai wadah untuk menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru. Melalui pandangannya The Liberal Road Culture, maksudnya ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat fleksibel, curious, toleran dan open-minded, serta menolak segala otoritarisme dan absolutisme seperti yang terdapat dalam agama, politik, etika dan epistemologi. Dan pandangannya tentang menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia yang diwarisi sejak lahir (mens natural powers), sehingga manusia merupakan makhluk biologis yang utuh dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku/subyek di dalam hidupnya. W.H. Kilpatrik (yang mengembangkan metode problem solving) mengemukakan tentang kurikulum yang dianggap baik terdiri dari :

Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan.

Kurikulum yang dapat mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif dan mandiri.

Kurikulum yang sanggup membina dan mengembangkan potensi anak didik. Kurikulum bersifat fleksibel dan berisi tentang berbagai macam bidang studi.

Melalui proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang bersifat integrated curriculum, metode lerning by doing dan metode problem solving diharapkan anak didik menjadi maju (progress), mempunyai kecakapan praktis dan dapat memecahkan masalah sosial sehari-hari dengan baik. 2. Aliran Essensialisme Essensialisme essensi (pokok)- merupakan aliran yang memandang terhadap pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Aliran ini berpedoman pada peradaban sejak zaman Renaissance. Pada zaman Renaissance telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi. Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut idealisme yang bersifat spiritual dan realisme yang titik berat tujuannya adalah mengenai alam dan dunia fisik. Adapun beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran essensialisme, yaitu :

Desiderius Erasmus (akhir abad 15) Johan Amos Comenius (1592-1670) John Locke (1632-1704)

Johan Heinrich Pestalozzi (1746-1827)

Tujuan umum aliran progressivisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mempu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum yang digunakan di sekolah bagi essensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan 3. Aliran Perennialisme Perennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal atau abadi. Dari makna yang terkandung dalam kata itu, aliran perennialisme mengandung kepercayaan filasafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Aliran filsafat ini termasuk pendukung yang kuat dari filsafat essensialisme. Pendiri utama dari filsafat ini adalah Aristoteles yang kemudian didukung dan dilanjutkan oleh Thomas Aquinas, sebagai reformer utama pada abad ke-13. Dengan melihat kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis, di bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini, perennialisme memberikan jalan keluar berupa regressive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal, untuk supaya sikap yang membanggakan kesuksesan dan memulihkan kepercayaan pada nilai-nilai asasi masa silam. Asas-asas filsafat perennialisme bersumber pada dua filsafat kebudayaan, yaitu perennialisme theologis, yang ada dalam pengayoman supremasi gereja Katolik, khususnya

menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perennialisme sekuler, yakni yang berpegang teguh pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles. Di bidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini, pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah menifestasi daripada hukum yang universal, yang abadi dan sempurna, yakni ideal. Sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan ialah membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas yang normatif itu dalam semua aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekatkan pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang. Prinsip-prinsip pendidikan perennialisme tersebut, perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa. 4. Aliran Rekonstruksionisme

Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks pendidikan, aliran ini adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perennialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Untuk mencapai tujuan itu, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru pada seluruh lingkungannya. Maka melalui lembaga dan proses pendidikan, rekonsruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.

You might also like