You are on page 1of 21

CEDERA KEPALA

DISUSUN OLEH: CHANDRA DWI ARIE P LULUK ANGGARANI M. FUAD (P278203100 (P27820310013) (P278203100

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO SURABAYA 2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya kelompok kami dapat menyelasikan tugas Keperawatan Medikal Bedah III Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala ini dengan tepat waktu. Makalah ini kami susun sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Dalam makalah ini, tentu banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun guna kesempurnaan untuk tugas makalah-makalah kami ke depannya. Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih

Surabaya, 08 Maret 2012

Tim Penulis

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA A. Konsep Dasar 1. Pengertian Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera kepala di Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnose medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harafiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respons Glasgow Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cidera di kepala. Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan 2. Klasifikasi Berdasarkan GCS, cedera kepala dapat dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu:
a. Cedera Kepala Ringan

GCS 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit Mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak Tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma GCS 9 12 Kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi

b. Cedera Kepala Sedang

kurang dari 24 jam

Dapat mengalami fraktur tengkorak. GCS lebih kecil atau sama dengan 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

c. Cedera Kepala Berat

3. Etiologi

a.Cidera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acceselarsi descelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cidera primer dapat terjadi : Geger kepala ringan Memar otak Laserasi.

b. Cedera kepala sekunder Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Timbul gejala seperti : c. Hipotensi sistemik Hiperkapnea Hipokapnea Udema otak Komplikasi pernapasan Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain. Kejang-kejang Gangguan saluran nafas Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

Proses-proses fisiologi yang abnormal

o Edema fokal atau difusi o Hematoma epidural

o Hematoma subdural o Hematoma intraserebral o Over hidrasi Sepsis/septik syok Anemia Shock

4. Patofisiologi Cidera kepala Respon Biologi TIK - oedem Hematom Hypoxemia Kelainan metabolisme Cidera otak primer Kontusio Kerusakan cel otak Laserasi Cidera otak sekunder

Gangguan autoregulasi Aliran darah keotak

rangsangan simpatis tahanan vaskuler Sistemik & TD

Stress katekolamin sekresi asam lambung Mual, muntah

O2 ggan metabolisme

tek. Pemb.darah Pulmonal

Asam laktat Oedem otak Ggan perfusi jaringan Cerebral

tek. Hidrostatik kebocoran cairan kapiler

Asupan nutrisi kurang

oedema paru cardiac out put Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

Hubungan cedera kepala terhadap munculnya masalah keperawatan


Cedera kepala sekunder -hipotensi, infeksi general, syok, hipertermi, hipotermi, hipoglikemi

Cedera kepala primer

Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK


Nyeri intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung

Kerusakan / Penekanan sel otak local / Difus

Komotio cerebri Kontutio cerebri

Penurunan ADO2, VO2, CO2,

Gangguan kesadaran /

Udema cerebri

Gangguan seluruh kebutuhan dasar (oksigenasi, makan, minum, kebersihan diri, rasa aman, gerak,

Gangguan sel glia / gangguan polarisasi

Kejang

Resiko trauma

5. Jenis Perdarahan Yang Sering Ditemukan dan Manifestasi Klinis a. Epidural Heamatoma (EDH) Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis. Gejala gejalanya : Penurunan tingkat kesadaran Nyeri kepala

b.

Muntah Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler ) Penurunan nadi Peningkatan suhu Subdural Hematoma (SDH)

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala gejalanya : Nyeri kepala Bingung Mengantuk Menarik diri Berfikir lambat Kejang Udem pupil. c. Intraserebral Hematoma (ICH) Perdarahan intra serebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena. Gejala gejalanya : d. Nyeri kepala Penurunan kesadaran Komplikasi pernapasan Hemiplegi kontra lateral Dilatasi pupil Perubahan tanda tanda vital Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Gejala gejalanya : Nyeri kepala Penurunan kesadaran Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Kaku kuduk

6. Penatalaksanaan Konservatif Bedrest total Pemberian obat-obatan Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obvyektif pada gangguan system persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial. a. Anamnesis Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab. b. Riwayat Penyakit Saat Ini Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat meliputi: Tingkat Kesadaran Menurun (GCS <15) dihubungkan dengan perubahan Konvulsi Lemah dan muntah Takipnea Sakit Kepala Wajah simetris atau tidak Luka di kepala Paralisis Akumulasi secret pada saluran pernafasan Adanya liquor dari hidung dan telinga Kejang Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi didalam intrakranial

koma c.

Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat Hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat antokoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alcohol berlebihan. d. melitus e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri) Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. 2. Pemeriksaan Fisik Riwayat Penyakit Keluarga Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per system (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. a.
b.

Keadaan Umum B1 (Breathing)

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran Perubahan sisitem pernafasan tergantung paa gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan : Inspeksi Klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan

Palpasi

Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks Perkusi Adanya suara redum sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thorax / hematothorax secret.
c.

Auskultasi

Bunya nafas tambahan, seperti stridor dan ronkhi pada klien dengan penumpukan B2 (Blood)
d.

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan : Renjatan (syok) hipovolemik Tekanan darah normal atau berubah Nadi bradikardi, takikardi, dan aritmia Perangsangan pelepasan antidiuretic hormone (ADH) yang berdampak pada B3 (Brain) Tingkat Kesadaran Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn kliencedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma Pemeriksaan Fungsi Serebral Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Pemeriksaan Saraf Kranial o Saraf I Klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral o Saraf II Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia

kompensasi tubuh resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

o Saraf III, IV, VI Dapat dijumpai anisokoria, herniasi tentorium, miosis. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. o Saraf V dan VII Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma o Saraf VIII Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh o Saraf IX dan X Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. Sistem Motorik o Inspeksi umum Hemiplegia dan hemiparesis o Tonus otot Didapatkan menurun sampai hilang o Kekuatan otot Pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan otot didapatkan grade 0 o Keseimbangan dan koordinasi Didapatkan megalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia
e.

B4 (Bladder)

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
f.

B5 (Bowel)

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g.

B6 (Bone)

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau

ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot. 3. Pemeriksaan Penunjang Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. b. Angiografi serebral Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. c. X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. d. Analisa Gas Darah Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. e. Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. 4. Diagnosa Keperawatan edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis). Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,

a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);

imobilisasi. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif. 5. Diagnosa 1 Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. No 1. Kriteria Hasil Rasional tanda/gejala neurologis dalam pemulihannya Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Intervensi Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK 2. Penurunan kegagalan atau Intervensi Keperawatan

setelah

serangan awal, menunjukkan perlunya pasien

dirawat di perawatan intensif. Pantau /catat status neurologis secara teratur Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial dan bandingkan dengan nilai standar GCS. peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan

3.

perkembangan kerusakan SSP. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial

antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.

okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial

4.

optikus (II) dan okulomotor (III). Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh nafas, suhu. penurunan membesar) kesadaran. TD diastolik (nadi yang merupakan tanda terjadinya dapat

peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan Hipovolemia/hipertensi mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang 5. selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total membran mukosa. tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. ini dapat Iskemia/trauma mengarahkan serebral pada dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif 6. terhadap tekanan serebral. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan Memberikan efek ketenangan, menurunkan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat 7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan untuk mempertahankan atau menurunkan TIK. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan

8.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi

oedema atau resiko Pembatasan cairan

diperlukan

untuk

menurunkan edema serebral, meminimalkan 9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah 10. serebral yang meningkatkan TIK Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, Diuretik digunakan pada fase akut untuk steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, menurunkan air dari sel otak, menurunkan antipiretik. edema otak dan TIK. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen Diagnosa 2 Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan Kriteria Hasil Mempertahankan pola pernapasan efektif. Bebas sianosis & GDA dalam batas normal No. Intervensi 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan Rasional dapat menandakan

Perubahan

awitan

komplikasi pulmonal atau menandakan

pernapasan

lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis. Kemampuan memobilisasi membersihkan pemeliharaan sekresi jalan penting napas.

2.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri.

atau untuk

Kehilangan

refleks menelan atau batuk menandakan 3. perlunaya jalan napas buatan atau intubasi. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi posisi miirng sesuai indikasi 4. 5. paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas Anjurkan pasien untuk melakukan napas Mencegah/menurunkan atelektasis dalam yang efektif bila pasien sadar Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, Penghisapan warna dan kekeruhan dari sekret dan tidak biasanya dapat dibutuhkan jika jalan

jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi membersihkan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup 6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel 7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri besar pada perfusi jaringan. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru. Menentukan kecukupan pernapasan,

keseimbangan asam basa dan kebutuhan 8. Lakukan ronsen thoraks ulang. akan terapi. Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang

9.

Berikan oksigen

misal: atelektasi atau bronkopneumoni Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik. Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

10.

Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi

Diagnosa 3 Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis). Tujuan Kriteria Hasil Rasional Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. No. Intervensi 1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, 2.

pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. infeksi nosokomial. Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan

kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, memungkinkan untuk melakukan tindakan catat karakteristik dari drainase dan adanya dengan segera dan pencegahan terhadap 3. inflamasi. komplikasi selanjutnya. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya Dapat mengindikasikan demam, menggigil, diaforesis dan perubahan sepsis 4. fungsi mental (penurunan kesadaran). Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus 5. menerus. Observasi karakteristik sputum Berikan antibiotik sesuai indikasi yang selanjutnya perkembangan memerlukan

evaluasi atau tindakan dengan segera. Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis. Terapi profilatik dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. 6. Prioritas Perawatan

Memaksimalkan perfusi/fungsi otak Mencegah komplikasi Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC Hafid, Abdul. (1989). Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. Surabaya: PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC

You might also like