You are on page 1of 9

POLEMIK KENAIKAN HARGA BBM DALAM EKONOMI PEMBANGUNAN INDONESIA

diajukan guna memenuhi tugas Ekonomi Pembangunan MAKALAH

OLEH : Usnul Qoiriah Ria Raisya Astari Yuanita Rostianti Reni Yuli W. Vanni Sugestian Rizqi Saudiah (090910202014) (090910202033) (090910202035) (090910202049) (090910202056) (090910202071)

Yayuk Suhendrawati(090910202026)

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER 2012

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segenap rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kebijakan Bisnis tentang Polemik Kenaikan Harga BBM Dalam Ekonomi Pembangunan Indonesia. Tujuan dari makalah ini untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca tentang dampak isu kenaikan harga BBM yang didengungkan pemerintah beberapa waktu lalu. Kami menyadari bahwa masih banyak ditemui kekurangan di dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu semua bentuk saran dan kritik yang konstuktif senantiasa kami harapkan bagi kesempurnaan makalah ini, Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga penyusunan makalah ini banyak membawa manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, amin.

Jember, 04 Mei 2012

Penulis

PEMBAHASAN

Rencana pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Kenaikan harga BBM ini memberikan imbas yang berat dirasakan untuk masyarakat dari golongan menengah ke bawah. Seperti diketahui, pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM bersubsidi diberlakukan serempak pada 1 April lalu. Harga bahan bakar premium akan menjadi Rp 6.000 dari semula Rp 4.500/liter. Kenaikan harga BBM ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kenaikan harga BBM ini dalam periode kepemimpinan rezim SBY telah beberapa kali dilakukan. Tercatat tahun 2005, 2008 dan 2012 ini keputusan untuk menaikkan harga BBM dilakukan oleh pemerintah Republik ini dengan alasan yang sama, yaitu kenaikan harga minyak mentah dunia. Beberapa alasan utama pemerintah SBY menaikkan harga BBM antara lain : 1. Membengkaknya jumlah subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat naiknya harga minyak dunia. Dalam menghitung APBN 2012, pemerintah dan DPR menyepakati harga minyak mentah Indonesia sebesar US$ 90 per barel sebagai patokan. Kenyataannya, selama Februari rata-rata harga minyak mentah Indonesia saat ini sudah US$ 122,17 per barel. Sedangkan konsumsi solar dan premium juga meningkat dari 35,8 juta kiloliter pada 2010 menjadi 38,5 juta kiloliter pada 2011 lalu. Akibatnya, subsidi untuk solar dan premium sepanjang 2012 akan melonjak dari Rp 123,6 triliun menjadi 191,1 triliun. Jika harga minyak dunia terus naik, subsidi akan membengkak diluar kemampuan anggaran negara. Padahal, pengeluaran akan lebih bermanfaat bila dipakai untuk keperluan lain seperti pembangunan jalan, jembatan, dermaga, atau pelayanan pendidikan. 2. Masyarakat yang kurang mampu akan menikmati manfaat lebih besar jika harga premium dan solar lebih tinggi. Sebab masyarakat kurang mampu bukan konsumen premium maupun solar yang terbesar. Pemerintah SBY juga senantiasa menyebutkan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, karena 77% konsumsi BBM bersubsidi digunakan oleh kelas menengah ke atas atau yang memiliki mobil pribadi. Sehingga asumsi yang dibangun pemerintah atas kenaikan BBM agar subsidi BBM lebih tepat sasaran. 3. Harga jual solar dan premium yang terlalu rendah dibanding harga diluar negeri juga cenderung mendorong penyelundupan dan penyelewengan solar dan premium yang

seharusnya diperuntukkan konsumen dalam negeri. Mereka yang mendapatkan manfaat dari subsidi adalah para penyelundup dan penyeleweng. 4. 5. Penerimaan dari migas semakin kecil karena produksinya menurun sementara subsidinya justru makin meningkat karena konsumsi semakin besar. Dengan pemangkasan subsidi BBM beban negara pada tahun-tahun mendatang akan lebih ringan. Uang untuk subsidi tersebut bisa dialihkan untuk anggaran lain seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. 6. Lebih hemat dan ramah lingkungan. Harga BBM yang murah membuat konsumsi BBM tinggi dan berakibat makin buruknya kualitas lingkungan. Beban yang harus ditanggung rakyat karena dampak rencana kenaikan BBM di sektorsektor penting dalam ekonomi antara lain : 1. Di sektor Ekonomi. Dampak kenaikan ini telah mendongkrak kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat (sembako), ongkos transportasi, memukul usaha kecil-menengah, menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Kenaikan harga BBM menjadikan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, minyak goreng, telur, sayur-sayuran, cabai, daging, dan lain-lain. Meski pelaksanaan tarif baru berlangsung per 1 April 2012, faktanya harga sembako saja sudah naik. Di PD Pasar Jaya Jakarta (per 16 Maret 2012), kenaikan harga mencapai satu sampai 30 persen dari harga semula. Contoh: Gula pasir naik menjadi Rp 10.800/kg dari 10.900, daging sapi naik menjadi 79.223/kg dari Rp 78.329/kg, cabai mereh naik 30 persen menjadi Rp 25.867/kg, minyak goreng naik menjadi Rp 11.240/kg dari Rp 10.819/kg. Beberapa komponen sembako masih bertahan di harga semula, tetapi perubahan dapat terjadi setiap hari dan cenderung untuk naik meski pelaksanaan tarif BBM baru belum berlaku. Dampak kenaikan tersebut sangat memberatkan bagi masyarakat di pedesaan atau pedalaman yang mengalami kesulitan akses transportasi dan infrastruktur. Harga barang-barang di daerah itu sudah mahal sebelumnya yang dipengaruhi biaya transportasi yang besar. Di Papua, harga eceran bensin mencapai antara Rp 10.000 per liter sampai Rp 50.000 per liter sudah sangat memberatkan rakyat, apalagi ditambah kenaikan per 1 April nanti pasti akan melesat naik. 2. Di sektor transportasi. Pemerintah mengakui dampak kenaikan harga BBM adalah peningkatan biaya transportasi sebesar 19,6 persen. Peningkatan biaya transportasi akan memaksa rakyat menambah pengeluaran hariannya yang sudah berat. Pemerintah berencana akan

memberikan subsidi suku cadang dan pajak kendaraan bagi usaha transportasi tetapi hal itu hanya ditujukan bagi pengusaha transportasi. Padahal, instrumen utama penggerak angkutan adalah sopir yang harus menanggung pengeluaran untuk BBM. Ini membebani para sopir angkutan (semi proletar) karena akan menambah beban setoran yang baru dan mengurangi pendapatan mereka. Contoh, sopir taksi di Jakarta harus mengejar target minimal Rp 500 ribu per hari yang dialokasikan untuk setoran ke pemilik armada (perusahaan taksi) sebesar Rp 300 ribu per hari dan bensin sebesar Rp 200 ribu per hari. Upah sopir didapatkan dari selisih jumlah pemasukan selama operasi per hari dikurangi target minimal tersebut. Jadi, sopir tidak mendapatkan upah yang pasti dan selalu kecil yang berkisar rata-rata Rp 50 ribu per hari. Jika harga BBM naik, maka akan semakin mengurangi pendapatan mereka.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa kendaraan yang paling banyak (mendominasi) jalanan di Indonesia adalah sepeda motor dengan persentase sebesar 79,4% di tahun 2010. Disusul mobil penumpang, truk, dan bis masing-masing sebesar 11,56%; 6,095%; dan 2,926%. Berdasarkan hasil penelitian Lemigas, konsumsi sepeda motor, rata-rata sebesar 0,75 liter per hari, sedangkan mobil mengkonsumsi 3 liter per hari. Dengan perhitungan konsumsi rata-rata tersebut, sepeda motor masih menempati urutan pertama dengan konsumsi BBM sebesar 45,8 juta liter per hari, sedangkan mobil penumpang sebesar 26,7 juta liter. Terlihat sudah bahwa konsumen terbesar BBM bersubsidi selama ini adalah pengguna sepeda motor yang notabene merupakan kalangan menengah ke bawah. Selain itu, tidak semua mobil penumpang adalah mobil pribadi milik kalangan menengah ke atas, di dalamnya mencakup mobil angkutan kota, penyedia layanan jasa, dan mobil penumpang yang digunakan untuk kegiatan usaha kecil dan menengah. Jadi, pernyataan yang dikatakan oleh pemerintah bahwa konsumsi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran tidaklah tepat.
3. Di sektor industri.

Di sektor industri khususnya kecil dan menengah banyak pengusaha akan mengalami kebangkrutan akibatnya meningkatnya harga bahan baku, listrik, transportasi pengangkutan, dan lain-lain. Mereka memiliki keterbatasan akses pasar di level nasional akibat dominasi imperialis dan ditekan oleh borjuasi komprador. Karena itu, kenaikan harga BBM mempengaruhi produksi dan distribusi mereka yang tidak mendapatkan perlindungan (regulasi, insentif, pasar) sehingga akan mengalami kebangkrutan. Kenaikan harga tentu akan merampas upah buruh karena terpotongnya nilai riil pendapatan yang didapatkan. Kenaikan nominal upah mereka tidak berarti apa-apa dan tidak berhubungan dengan kenaikan nilai riil upah yang diterima. Kenaikan nominal upah buruh sekitar tujuh sampai delapan persen di tahun 2012 tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga barang dan kebutuhan penting lainnya yang naik oleh kenaikan harga BBM sebesar 33 persen. Selain itu, kenaikan harga berdampak pada meningkatnya angka PHK akibat kebijakan efesiensi perusahaan yang harus menanggung kenaikan biaya produksi. Caracara lain perampasan upah yang dilakukan akibat tersebut adalah peningkatan jam kerja lembur buruh dan penundaaan pembayaran upah. Untuk itu semua, pengusaha dan pemerintaha akan semakin mengekang kebebasan berserikat dan pemogokan buruh. Struktur industri Indonesia yang didominasi oleh imperialis yang bekerjasama dengan kaki tangannya yakni borjuasi komprador dan tuan tanah menjadikan tidak adanya industri nasional yang mandiri. Keadaan ini telah menjadikan Indonesia menjadi lautan

pengangguran yang mencapai lebih dari 40 juta dan semakin bertambah akibat dampak kenaikan harga BBM. Pengangguran itu merupakan tumpukan orang yang tidak terserap di industri ditambah dengan korban PHK oleh perusahaan yang melakukan efesiensi. 4. Di sektor pertanian. Sementara itu, kaum tani menjadi klas mayoritas rakyat yang menderita akibat kenaikan harga BBM. Akibat penghisapan feodalisme dan dominasi imperialisme, mereka menanggung beban kerja berlipat akibat semakin tingginya biaya sewa tanah yang ditanggung, pemotongan upah, dan terjerat hutang lintah darat. Kenaikan harga menjadikan biaya produksi yang harus ditanggung petani miskin dan buruh tani untuk input pertanian yakni benih, pupuk, obat-obatan dan alat kerja. Contoh, di desa Sukamulya Rumpin (Jawa Barat) harga pupuk kandang pasca kenaikan harga BBM tahun 2008 meningkat menjadi Rp 4000 per karung (20 kg) dari harga sebelumnya Rp 2.700 per karung. Kenaikan ini akibat biaya transportasi dan harga karung. Di Cirebon, pasca kenaikan harga BBM tahun 2008 juga telah meningkatkan harga sewa tanah naik 100 persen menjadi Rp 10 juta/hektar per tahun. Jelas tarif baru BBM akan menjadikan penurunan daya beli masyarakat. Inflasi saja sudah menjadikan harga-harga barang meningkat apalagi ditambah kenaikan tarif baru nanti. Keadaan itu akan menambah inflasi yang diperkirakan mencapai 6,5 persen sehingga nilai uang serta upah diterima pasti terpangkas lagi. Penghidupan kaum borjuasi kecil akan semakin menurun seiring terpotongnya upah kerja dan berkurangnya pemasukan usaha produksi dan dagang mereka. Kenaikan harga-harga barang dan jasa sudah pasti menjadikan angka kemiskinan meningkat. Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi memperkirakan kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa dan pengangguran diprediksikan meningkat 16,92 persen dari angka pengangguran resmi yang dilansir BPS sebesar 10,11 juta. Pemerintah selalu membanggakan keberhasilan palsunya dalam menurunkan angka kemiskinan sebesar satu juta orang atau menjadi 30,5 juta orang pada tahun lalu. Akan tetapi, ia tidak bisa menjelaskan peningkatan sasaran bantuan tunai langsung (BLT) setiap kenaikan harga BBM melebihi angka rakyat miskin hasil rekayasa Badan Pusat Statistik (BPS). Mereka hanya bermain dengan kategori-kategori palsu tentang kemiskinan seperti tingkatan kemiskinan dan ukuran minimum rakyat miskin yakni hidup kurang dari Rp 7.000 per hari. Ada beberapa kebijakan yang diklaim mengurangi dampak kenaikan harga BBM yaitu pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), konversi minyak tanah ke gas dan pemberian Raskin. Faktanya, harga berbagai kebutuhan pokok dan ongkos transportasi

yang membumbung tinggi tetap tidak mampu diatasi dan dikurangi dampaknya dengan skema BLT maupun raskin. Kebijakan pemberian paket Raskin tidak lebih dari proyek penghinaan terhadap rakyat di tengah kemiskinan yang akut. Diskriminasi dengan beras berkualitas buruk, bahkan tidak layak konsumsi dengan dalih tanggung jawab sosial negara terhadap rakyat. Faktanya skema raskin, bahkan seperti menabur garam di lautan karena angka menunjukan antara 2005 hingga 2009 kemiskinan rakyat Indonesia di atas 33 juta jiwa, atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sasaran BLT dan Raskin. Bank Dunia mengatakan bahwa rakyat Indonesia, 50 persen lebih merupakan kelompok yang rentan terhadap kemiskinan terutama akibat kenaikan bahan pokok atau sembako. Skema konversi minyak ke gas pun sesungguhnya lebih kental muatan politisnya dibandingkan dengan kebijakan efisiensi energi. Bahkan jauh sebelum kebijakan menaikan harga BBM, telah direncanakan pembatasan BBM bersubsidi dan bagi angkutan umum bahan bakarnya akan di konversi ke gas.

KESIMPULAN

Pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM bersubsidi diberlakukan serempak pada 1 April lalu. Harga bahan bakar premium akan menjadi Rp 6.000 dari semula Rp 4.500/liter. Beberapa alasan utama pemerintah SBY menaikkan harga BBM antara lain : a) Membengkaknya jumlah subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat naiknya harga minyak dunia. b) Masyarakat yang kurang mampu akan menikmati manfaat lebih besar jika harga premium dan solar lebih tinggi. c) Harga jual solar dan premium yang terlalu rendah dibanding harga diluar negeri juga cenderung mendorong penyelundupan dan penyelewengan solar dan premium yang seharusnya diperuntukkan konsumen dalam negeri. d) Penerimaan dari migas semakin kecil karena produksinya menurun sementara subsidinya justru makin meningkat karena konsumsi semakin besar. e) Dengan pemangkasan subsidi BBM beban negara pada tahun-tahun mendatang akan lebih ringan. Uang untuk subsidi tersebut bisa dialihkan untuk anggaran lain seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. f) Lebih hemat dan ramah lingkungan. Harga BBM yang murah membuat konsumsi BBM tinggi dan berakibat makin buruknya kualitas lingkungan. Dampak kenaikan harga BBM ini mendongkrak kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat (sembako), ongkos transportasi, bangkrutnya usaha kecil-menengah, menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Dampak kenaikan harga BBM ini pastinya bertolak belakang dengan ekonomi pembangunan Indonesia.

You might also like