You are on page 1of 7

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO.

1, APRIL 2008: 37-43

37

KAOLIN SEBAGAI SUMBER SiO2 UNTUK PEMBUATAN KATALIS Ni/SiO2: KARAKTERISASI DAN UJI KATALIS PADA HIDROGENASI BENZENA MENJADI SIKLOHEKSANA
Ridla Bakri, Tresye Utari, dan Indra Puspita Sari
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: bakri@ui.edu

Abstrak
Mineral clay jenis kaolin telah digunakan sebagai sumber SiO2 dan menghasilkan campuran SiO2 jenis quartz dan quartz alpha sekitar 60 % dari jumlah kaolin yang digunakan. Produk SiO2 berhasil diubah menjadi silika gel dan digunakan sebagai penunjang katalis Ni/SiO2 melalui impregnasi larutan Ni(NO3)2, menghasilkan katalis Ka dan Kb dengan luas permukaan lebih kecil dibanding silika gel. Ukuran pori dan volume pori Ka lebih besar dibanding Kb. Uji katalitik pada hidrogenasi benzena menggunakan katalis Ka menghasilkan sikloheksana lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan katalis Kb.

Abstract
Kaolin as a SiO2 Source for Ni/SiO2 Catalyst Syntheses: Characterization and Application of Catalyst for Hydrogenation Benzene to Cyclohexane. Kaolin one of clay minerals has been employed as a SiO2 source and produced a mixture of two type SiO2, quartz and quartz alpha, with the amount of 60 % of kaolin used. The SiO2 produced had been diverted to silica gel and used as supporting agent for Ni/SiO2 catalyst through impregnation of Ni(NO3)2 solution to form Ka and Kb catalysts, that having surface area smaller than the silica gel. The pore size and volume of Ka catalyst is bigger than Kb catalyst. Catalytic properties of Ni/SiO2 catalysts have been investigated for benzene hydrogenation and resulting Ka catalyst had produced more cyclohexane than Kb catalyst. Keywords: kaolin, silica gel, Ni/SiO2 catalyst, benzene hydrogenation, cyclohexane

1. Pendahuluan
Kaolin atau Kaolinite termasuk jenis mineral clay dengan formula Al2O3.2SiO2.2H2O. Nama kaolin berasal dari bahasa Cina Kau-Ling yaitu suatu daerah di Cina yang banyak mengandung mineral ini. Kaolin mengandung SiO2 sekitar 50 %, oleh karena itu kaolin dapat digunakan sebagai sumber SiO2 untuk pembuatan silika gel. Silika gel berupa padatan amorf dan berpori yang terbentuk dari proses polimerisasi asam silikat dan mempunyai sifat inert, netral, luas permukaannya besar, dan memiliki daya adsorpsi besar. Oleh karena itu silika gel banyak digunakan sebagai adsorben anorganik, penyerap air, dan sebagai fasa diam pada kromatografi lapisan tipis dan kromatografi gas [1-4]. Pada umumnya hampir semua logam transisi dapat digunakan untuk katalis, karena logam transisi kaya

akan elektron, telah mengisi orbital 3d dan memiliki elektron tidak berpasangan sehingga mudah berikatan dengan atom lain. Salah satunya adalah logam Ni yang mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d84s2 yang banyak digunakan sebagai katalis hidrogenasi alkena [59]. Katalis logam nikel mempunyai aktivitas dan selektivitas yang baik dalam suatu reaksi, namun fasa aktif katalis nikel sendiri tidak memiliki permukaan yang luas, sehingga reaksi menjadi tidak efektif dan efisien karena tidak seluruh pusat aktifnya dapat mengadakan kontak dengan reaktan. Oleh karena itu logam nikel perlu didistribusikan pada suatu permukaan padatan penyangga yang memiliki luas permukaan besar, dan pada penelitian ini telah berhasil dibuat katalis Ni/SiO2, dengan cara impregnasi logam Ni pada matriks silika gel yang disintesa dari kaolin [1-2, 6-12]. Katalis Ni/SiO2 yang dihasilkan juga telah dikarakterisasi dengan XRD, IR, BET dan

37

38

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

keasamannya, serta diuji coba pada reaksi hidrogenasi benzena menjadi siklo heksana.

2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan adalah membuat silika gel dari kaolin yang banyak mengandung unsur silika. Kemudian silika gel yang dihasilkan diimpregnasi dengan logam Ni dan katalis Ni/SiO2 yang dihasilkan dicoba pada hidrogenasi benzena menjadi siklo heksana. Isolasi SiO2 dari Kaolin Kaolin (100 gram ) dipanaskan 800 oC dalam tanur selama 6 jam untuk menghasilkan kaolin metastabil. Kemudian ke dalam 40,0 gram kaolin metastabil ditambahkan 15 mL air, 280 mL HCl pekat dan 94 mL HNO3 pekat (aqua regia), lalu direfluk pada 100 oC selama 4 jam dengan pengadukan merata. Setelah dingin, ke dalam campuran ditambahkan lagi 90 mL HCl pekat dan 30 mL HNO3 pekat untuk dilakukan refluks kembali. Hasil refluks disaring dan endapan SiO2 dicuci dengan aquademin hingga bebas asam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC. Penentuan Kadar SiO2 SiO2 hasil isolasi (1,0 gram) dikeringkan hingga didapat berat yang konstan (berat 1). Kemudian 1,0 gram SiO2 yang sama dilarutkan dengan menambahkan 1,0 mL air, 5,0 mL HF dan 2-3 tetes H2SO4 pekat di dalam krusibel platina. Kemudian larutan tersebut dipanaskan (tidak mendidih) hingga HF menguap (sekitar 1 jam), lalu dipanaskan kembali pada suhu 1.050 oC dalam tanur selama 15 menit. Residu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan (berat 2). Selisih berat 1 dan berat 2 adalah berat SiO2 murni. Pembuatan Silika Gel SiO2 yang dihasilkan dari kaolin dicampur dengan Na2CO3 (natrium karbonat) dengan perbandingan mol 1 :1 (6,0 gr SiO2 + 6,0 gr Na2CO3) kemudian digerus hingga halus dan homogen. Campuran dilebur dalam tanur 800 oC selama 3 jam, dan Na2SiO3 yang dihasilkan didiamkan selama semalam, kemudian direndam dalam aquademin selama 12 jam. Endapan yang tersisa dipisahkan dari filtratnya dengan penyaringan, dan endapan dicuci dengan aquademin. Air cucian dan filtrat dicampur dan ditambahkan larutan 6,0 M HNO3 setetes demi setetes dengan pengadukan hingga terbentuk silika hidrosol, kemudian didiamkan selama 2 malam, agar polimerisasi asam silikat berlangsung sempurna membentuk silika hidrogel. Gel SiO2 yang terbentuk disaring dan dicuci hingga bening, kemudian dikeringkan hingga beratnya konstan dalam oven pada suhu 110 oC.

Pembuatan Katalis Ni/SiO2 Pembuatan katalis Ni/SiO2 dilakukan dengan dua cara, yaitu; a. Ke dalam empat wadah yang masing-masingnya berisi 25 mL larutan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 M ditambahkan 5,0 gr silika gel, diaduk selama 2 jam dan dibiarkan selama 24 jam. Campuran disaring dan endapan dikeringkan selama 2 jam dalam oven dengan suhu 110 oC, kemudian dikalsinasi pada suhu 500 oC selama 2 jam. Selanjutnya katalis ini disebut katalis a (Ka), dan empat katalis a ini dinamakan Ka-1 untuk penambahan larutan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi 0,5 M; Ka-2 (1,0 M); Ka-3 (1,5 M) dan Ka-4 (2,0 M). b. Dibuat sejumlah hidrosol seperti prosedur 2.3., kemudian dibagi 4 bagian dan ke dalam masingmasing bagian ditambahkan 25 mL larutan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 M sambil diaduk merata. Ke dalam campuran ditambahkan HNO3 6,0 M setetes demi setetes hingga terbentuk gel. Kemudian gel disaring dan dicuci hingga bening, dikeringkan dalam oven (110 oC; 2 jam) dan dikalsinasi pada suhu 500 oC selama 2 jam. Selanjutnya katalis ini disebut katalis b (Kb), dan empat katalis jenis b ini dinamakan Kb-1 untuk penambahan larutan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi 0,5 M; Kb-2 (1,0 M); Kb-3 (1,5 M) dan Kb-4 (2,0 M). Uji Katalis Ni/SiO2 Penentuan Jumlah Ni yang Terdapat dalam Katalis. Katalis Ni/SiO2 (0,5 g) dilarutkan dengan cara menambahkan tetes demi tetes HF di dalam wadah plastik dan diencerkan dengan aquademin hingga 50,0 mL. Larutan ini kemudian diencerkan kembali hingga 100 kalinya, lalu dianalisa dengan menggunakan alat AAS. Uji Keasaman Katalis. Uji keasaman katalis dilakukan pada reaktor unggun tetap (fixed bed reactor). Katalis dibentuk menjadi pelet kemudian dihaluskan dan di ayak hingga homogen dengan ukuran 0,125 0,5 mm. Seberat 0,5 gram katalis dimasukkan ke dalam tempat sampel dan direduksi dengan mengalirkan gas H2 (40 mL/menit; bypass) pada suhu 500 oC selama 2 jam. Setelah selesai suhu reaktor diturunkan menjadi 200 oC, tempat sample (bubler) diisi larutan amonia kemudian dialiri gas N2 untuk membawa uap amonia kepada katalis, agar terjadi adsorbsi amonia oleh katalis. Kemudian katalis dikeluarkan dari reaktor dan dinalisa dengan FTIR untuk mengetahui gugus asam Bronsted dan asam Lewis. Uji Sifat Katalitik. Uji katalitik dari katalis Ni/SiO2 dilakukan pada reaksi hidrogenasi benzena menjadi siklo heksana dalam reaktor unggun tetap (fixed bed reactor). Reduksi katalis dan uji sifat katalitik dilakukan pada kondisi yang sama yaitu, laju alir H2 dan benzena

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

39

40 mL/menit, suhu reaktor 200 oC. Hasil reaksi ditampung dalam suatu trapper yang dingin kemudian dianalisa dengan alat GC-FID (laju alir N2 50 mL/menit; Tinjeksi 100 oC ; Tkolom 50 oC ; Tdetektor 200 oC dan kolom yang digunakan squalen).

Data XRD produk SiO2 (Tabel 2 dan 3) menunjukkan bahwa produk merupakan suatu campuran yang terdiri dari 2 jenis SiO2 yaitu SiO2 quartz dan SiO2 quartz alpha. Reaksi SiO2 yang dihasilkan dari kaolin dengan Na2CO3 (1:1) menghasilkan Na2SiO3 (waterglass) yang mudah larut dalam air. SiO2 + Na2CO3 Na2SiO3 + CO2 (7)

3. Hasil dan Pembahasan


Sebelum sampel kaolin digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji dengan X-Ray Diffraction (XRD) [11-17]. Hasil analisa XRD sampel kaolin memperlihatkan nilai d yang serupa dengan nilai d kaolin standar (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah kaolin. Setelah itu, sampel kaolin tersebut digunakan untuk pembuatan silika gel, yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan katalis Ni/SiO2. Pembuatan Silika Gel. Untuk menghasilkan SiO2 sampel kaolin dipanaskan pada suhu 800 oC selama 6 jam untuk diubah menjadi kaolin metastabil. Suhu 800 o C dipilih berdasarkan data TGA/DTA perubahan kaolin seperti terlihat pada Gambar 1 [18], karena pada suhu tersebut ikatan Si-O-Al menjadi lemah. Jika digunakan suhu lebih rendah dari 800 oC (misal suhu 450-700 oC), maka hanya menghasilkan peristiwa dehidroksilasi (pelepasan air) dari kristal seperti persamaan ; Al2O3.2SiO2.2H2O Al2O3.2SiO2 + H2O (1)

Tabel 1. Data XRD kaolin

d standar () 7,14 3,57 2,34

d sampel () 7,2093 3,5892 2,3462

Setelah ikatan Si-O-Al lemah, dengan penambahan asam kuat diharapkan Si dapat terpisah dari Al, untuk itu kaolin metastabil direfluks dengan aqua regia (campuran HNO3 pekat dan HCl pekat). Hasil refluks diperoleh endapan SiO2 dan larutan berwarna kuning kehijauan yang mengandung senyawa dari logam-logam pengotor seperti Al, Fe, Mn, Mg, P, Ca dan K yang terdapat dalam kaolin. SiO2 yang dihasilkan di analisa dengan cara melarutkannya dengan HF dan H2SO4 pekat. Silika akan berubah menjadi SiF4 dan me nguap, sedangkan pengotor lain yang tersisa, seperti Al2O3 dan Fe2O3 berubah menjadi bentuk floridanya yang kemudian berubah kembali menjadi bentuk oksida setelah bereaksi dengan H2SO4 pada suhu 1.050-1.100 o C seperti persamaan reaksi 2-6. Selisih antara berat awal SiO2 dengan berat senyawa oksida pengotor dihasilkan berat SiO2 murni, yaitu sekitar 60 % dari berat awal kaolin yang digunakan. SiO2 + 6 HF H2(SiF6) + 2 H2O H2(SiF6) SiF4 + 2 HF Al2O3 + 6 HF 2 AlF3 + 3 H2O 2 AlF3 + 3 H2SO4 Al2(SO4)3 + 6 HF Al2(SO4)3 Al2O3 + SO3 (2) (3) (4) (5) (6)

Gambar 1. Data TGA dan DTA perubahan kaolin

Tabel 2. Data XRD SiO2 quartz alpha.

d standar () 3,39 4,33 1,84

d SiO2 quartz alpha () 3,3748 4,54 1,837

Tabel 3. Data XRD SiO2 quartz.

d standar () 3,31 4,20 2,43

d SiO2 quartz () 3,31147 4,2226 2,4723

40

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

Na2SiO3 yang dihasilkan dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan HNO3 sedikit demi sedikit untuk mendapatkan silika hidrosol, H2SiO3. Setelah didiamkan selama 2 malam silika hidrosol akan mengalami proses polimerisasi membentuk gel yang kenyal (silika hidrogel), yang kemudian dikeringkan pada suhu 110 oC agar terbentuk silika gel (persamaan 8). H2SiO3 SiO2.x H2O (8)

Tabel 4. Kandungan Logam Ni dalam Katalis Ni/SiO2

Katalis 1 2 3 4

NiNO3 [M] 0,5 1,0 1,5 2,0

Ni dalam Ka [M] 7,56 10-5 1,13 10-3 1,34 10-3 1,47 10-3

Ni dalam Kb [M} 5,73 10-5 6,00 10-5 6,35 10-5 7,21 10-5

Pembuatan Katalis Ni/SiO2. Pembuatan katalis Ni/SiO2 [7, 8, 11, 12] dilakukan dalam 2 cara yaitu; a. Pertama, katalis Ka dibuat dengan cara merendam silika gel dalam larutan Ni(NO3)2 (0,5 ; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 M) dengan harapan logam Ni akan terdistribusi merata dipermukaan silika gel. b. Ke dua, katalis Kb dibuat dengan menambahkan larutan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi (0,5 ; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 M ke dalam larutan waterglass (Na2SiO3) dan diharapkan logam Ni ikut serta dalam proses polimerisasi asam silikat, sehingga Ni akan terdistribusi tidak hanya dipermukaan silika gel, tetapi juga di dalam strukturnya. Katalis Ka dan Kb, ini kemudian dikarakterisasi dan selanjutnya diuji daya katalisnya pada reaksi hidrogenasi benzena. Karakterisasi Katalis Ni/SiO2. Analisa kandungan logam Ni dalam katalis Ni/SiO2 dapat dilihat pada Tabel 4 atau Gambar 2 (kandungan Ni per gram katalis), yang memperlihatkan bahwa semakin banyak Ni(NO3)2 yang ditambahkan semakin tinggi kadungan Ni dalam katalis. Kandungan logam Ni pada Kb yang dibuat melalui proses ke dua terlihat lebih kecil dibandingkan Ka. Hal ini disebabkan penambahan Ni(NO3)2 ke dalam waterglass (Na2SiO3) pada suasana asam kurang efektif. Adanya Ni(NO3)2 akan menambah jumlah ion (selain ion Na+, H+ dan NO3-) dalam larutan yang berada dalan bentuk ion bebas. Saat SiO3-2 berpolimerisasi membentuk gel, kompetisi antar ion-ion tersebut untuk berikatan dengan silika gel menjadi lebih besar, sehingga jumlah Ni yang berikatan menjadi lebih kecil. Setelah gel mengental, dan dipisahkan dari larutan secara dekantasi, maka sebagian besar ion yang tidak teradsorpsi termasuk Ni+2 akan ikut terbuang. Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa kenaikan kandungan Ni dalam katalis Kb tidak cukup nyata. Hal ini disebabkan karena sebelum terbentuk gel, hidrosol sudah banyak dikelilingi oleh ion-ion yang terdapat dalam larutan, adanya penambahan Ni(NO3)2 akan membuat larutan menjadi jenuh. Sehingga penambahan Ni(NO3)2 dengan konsentrasi lebih besar tidak menyebabkan kenaikkan yang nyata/drastis jumlah Ni yang teradsorpsi pada gel. Spektrum FTIR dari katalis (Ka-1 ; Ka-4 ; Kb-1 dan Kb-4) dapat dilihat pada Gambar 3; 4; 5 dan 6. Ke

Kandungan Ni (mg Ni/g Katalis) 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.15 0.29 0.44 0.59 Penambahan Ni (g Ni/g Silika Gel)
Ka Kb

Gambar 2 : Kandungan Ni dalam Katalis Ni/SiO2

empat spektrum katalis tersebut semuanya mirip dengan spektrum silika gel standar dan produk silika gel (Gambar 7 dan 8 pada Lampiran 1) yaitu mengandung gugus hidroksil (-OH pada 3.200-3.600 cm-1) yang berasal dari silanol dan dari air yang terabsorpsi, dan silikat (Si-O-Si pada 965 ; 1.088 cm-1 ; Si- OH pada 1.630 cm-1 dan O-Si-O pada 460 cm-1). Perbedaan spektrum katalis hanya terdapat pada puncak pita serapan di sekitar 670 cm-1 yang diperkirakan sebagai vibrasi bending O-Ni-O, sedangkan vibrasi bending SiO-Ni (sebagai M-O-M) berhimpitan dengan vibrasi bending Si-O-Si dari silikat berupa pundak pada pita serapan sekitar 1.100 cm-1 [19, 20]. Ikatan yang terjadi antara Ni dan silika gel terbentuk melalui ikatan koordinasi yang telah diperkirakan sebelumnya [21]. Sedangkan spektrum FTIR dari katalis Ni/SiO2 tereduksi (Gambar 9 dan 10 pada Lampiran 1) terlihat tidak terdapat perbedaan nyata dibandingkan dengan spektrum FTIR katalis Ni/SiO2 yang belum direduksi. Hal ini dikarenakan ke dua macam katalis (tereduksi dan belum direduksi) mempunyai struktur geometri yang sama. Perbedaan yang ada, yaitu pada katalis terreduksi terdapat sejumlah terminal oksigen (Ni = O) dan/atau terminal hidroksi (Ni OH) yang hilang karena membentuk H2O dengan gas H2. Uji keasaman katalis (Ka-4 dan Kb-4) dengan menggunakan metode adsorpsi amonia dan FTIR ditujukan untuk analisa kualitatif gugus asam Lewis dan

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

41

asam Bronsted. Jika spektrum katalis (Gambar 11 dan 12) dibandingkan dengan spektrum silika gel (Gambar 7 atau 8) maka gugus asam Bronsted terlihat pada puncak serapan sekitar 1.400 cm-1, sedangkan gugus asam Lewis terlihat pada puncak sekitar 1.600 cm-1. Hal ini menyimpulkan bahwa Si bersifat sebagai asam Bronsted karena dapat memberikan ion H+, sedangkan Ni lebih memiliki peluang sebagai asam Lewis dibanding Si karena Ni bersifat lebih elektropositif dibandingkan Si. Analisis luas permukaan, volume dan ukuran pori dari Katalis (Ka-1 ; Ka-4 ; Kb-1 dan Kb-4) dan silika gel murni dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 1, terlihat bahwa keempat katalis memiliki luas permukaan yang besar. Katalis Ka memiliki pori besar (makro pori) dan katalis Kb memiliki pori sedang (mesopori). Keberadaan logam Ni pada matriks silika gel ternyata memperkecil luas permukaan, karena banyak pori silika gel yang tertutup oleh logam Ni melalui pembentukan ikatan Si-O-Ni dengan silika. Luas permukaan katalis Kb lebih kecil dibandingkan dengan Ka, hal ini mungkin dikarenakan logam Ni pada Ka hanya berkoordinasi dengan silika gel pada permukaan saja, sedangkan pada Kb, logam Ni selain membentuk ikatan dipermukaan silika gel, Ni juga terjerap sampai ke dalam pori silika gel. Uji katalitik hidrogenasi benzena menggunakan katalis Ni/SiO2 dilakukan dalam reaktor unggun tetap (fixed bed reactor) pada kondisi berat katalis 0,5 gram, laju alir gas (H2 dan benzena) 40 mL/menit dan suhu 200 oC. Reaksi hidrogenasi benzena sebenarnya sulit dilakukan, karena benzena mempunyai elektron terdelokalisasi yang menghasilkan energi resonansi dan mengakibatkan diperlukan energi yang lebih besar untuk bereaksi. Oleh karena itu, hidrogenasi benzena harus dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi, namun dengan adanya katalis Ni, reaksi hidrogenasi tersebut dapat dilakukan pada tekanan dan suhu yang relatif lebih rendah dibanding tanpa katalis. Adapun tahapan reaksi hidrogenasi benzena dengan katalis Ni adalah sebagai berikut ; benzena dan H2 diadsorpsi oleh Ni, ikatan benzena menjadi lemah dan H2 mengalami pemutusan ikatan homolitik. Ikatan antara atom H-Ni tidak stabil, kemudian atom H menyerang benzena yang tidak stabil membentuk 1,3 sikloheksadiena [21]. Proses ini berlangsung berulang-ulang hingga menghasilkan sikloheksana. Pada awalnya ikatan benzena yang teradsorpsi pada Ni dikarenakan adanya perbedaan muatan dan hanya bersifat fisik, maka ketika benzena berubah menjadi sikloheksana yang bersifat netral maka sikloheksana dengan mudah akan lepas dari Ni. Produk sikloheksana hasil reaksi hidrogenasi benzena dianalisis dengan Gas Kromatografi menggunakan detektor FID (GC-FID) dan kolom squalene. Komatogram yang dihasilkan dari standar benzena dan sikloheksana menyatakan bahwa waktu retensi masing-

Gambar 3. Spektrum FTIR dari Ka-1

Gambar 4. Spektrum FTIR dari Ka-4

Gambar 5. Spektrum FTIR dari Kb-1

Gambar 6 : Spektrum FTIR dari Kb-4

42

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

Gambar 7. Spektrum FTIR silika gel standar

Gambar 8. Spektrum FTIR produk silika gel

Gambar 9. Spektrum FTIR Katalis Ka-4 Reduksi

Gambar 10. Spektrum FTIR Katalis Kb-4 Reduksi

Gambar 11. Uji keasaman dengan FTIR dari katalis Ka-4

Gambar 12. Uji keasaman dengan FTIR dari katalis Kb-4

Tabel 5. Data Analisa BET dari Silika Gel dan Katalis Ni/SiO2.

Analisa BET Surface Area (m /g) Volume Pori (cc/g) Ukuran Pori (nm)
2

Silika Gel 211,7710 0,62548 11,8142

Ka-1 198,1442 0,42779 11,1495

Ka-4 204,4589 0,55230 83,6920

Kb-1 36,4094 0,14228 3,3884

Kb-4 152,2346 0,17486 15,6309

MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 2008: 37-43

43

Persen Konversi (%)


100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 Ka Kb

Jenis Katalis

Gambar 13. Persen Konversi Sikloheksana

Benzena

menjadi

masing senyawa tersebut adalah, 12,705 dan 5,548 menit. Hasil hidrogenasi benzena dengan berbagai jenis katalis Ni dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13, bahwa semakin besar kandungan Ni dalam katalis, semakin banyak produk yang dihasilkan. Produk sikloheksana juga dapat dihasilkan pada kontrol, yaitu reaksi hidrogenasi benzena dengan menggunakan produk silika gel sebagai katalis. Walaupun secara teoritis silika gel tidak dapat menghasilkan reaksi karena bersifat inert, namun karena silika gel yang dihasilkan juga mempunyai gugus asam Bronsted maka reaksi hidrogenasi benzena juga dapat terjadi, namun jumlah sikloheksana yang dihasilkan atau persentase konversi benzena menjadi sikloheksana jumlahnya sedikit sekali yaitu sekitar 1,9 %.

4. Kesimpulan
Silika gel dapat dihasilkan dari kaolin dan dapat digunakan sebagai penunjang logam Ni agar terdistribusi merata diantara ikatan silika sehingga luas permukaan aktif Ni bertambah besar. Katalis Ni/SiO2 bersifat asam Lewis dan dapat digunakan untuk hidrogenasi benzena menjadi sikloheksana.

Ucapan Terimakasih
Terimakasih kami tujukan kepada Departemen Kimia FMIPA-UI yang telah mendanai penelitian ini melalui dana penelitian Starter, dan Departemen Teknik Kimia FT-UI yang telah mengijinkan kami menggunakan reaktor unggun tetap (fix bed reactor).

[3] G. Alexander, Silica and Me, Doubleday Company Inc., New York, 1967. [4] R.P.W. Scoot, C.F. Simpson, Silica Gel and Bonded Phases, Department of Chemistry, University of London, 1993. [5] F.A. Cotton, G. Wilkinson, Advance Inorganic Chemistry, 5th ed., John Willey & Sons Inc., New York, 1988, p.265-304. [6] S.D. Jackson, J. Kelly, Geo. Webb, Phys. Chem. Chem. Phys., 1 (1999) 2581-2587. [7] M.F. Casula, A. Corrias, G. Paschina, J. Mater. Res. 15, 10 (2000) 2187-2194. [8] S. Wang, G.Q.M. Lu, Applied Catalysis B 16 (1998) 269-277. [9] S.H. Kim, B.Y.H. Liu, M.R. Zachariah Langmuir, 20 (2004) 2523-2526. [10] A. Blankenship, Catalytic Effect of Trace Excess Water on the Rate of Gel Shrinkage, http//www.towson.edu/debye/chem9x /silica.doc., 2003. [11] A. Corrias, G. Mountjoy, G. Piccaluga, S. Solinas, J. Phys. Chem. B 103 (1999) 10081-10086. [12] R.Takahashi, S.Sato, et.al, J. Catal, 204 (2001) 259-271. [13] M.V. Twigg, M.S. Spencer, in: B. Imelik, J.C. Vedrine (Eds.), Fudamental and Applied Catalysis, Catalyst Characterization, Physical Techniques for Solid Materials, Plenum Press, New York, 1994, p. 11-43 and 417-442. [14] J.M. Thomas, W.J. Thomas, Principles and Practice of Heterogeneous Catalysis, 1997, p.145317. [15] R.L. Agustine, Heterogeneous Catalyst for the Synthetic Chemist, Marcel Dekker, New York, 1996. [16] C.N. Satterfield, Heterogeneous Catalyst in Industrial Practice, 2nd ed., Mc Graw Hill, New York, 1991, p.87-129. [17] G. Bruce, et.al., Chemistry of catalytic Process, Mc graw-Hill Inc., USA, 1979. [18] L. Piga, Thermochimia Acta, 265 (1995) 177-187. [19] K. Nakamoto, Infrared and Raman Spectra in Inorganic and Coordination Compounds; Part A: Theory and Applications in Inorganic Chemistry, 5th ed., John Willey an Sons Inc., Canada, 1997, p.257-260. [20] P. McMillan, Am. Mineral, 69 (1984) 622-644. [21] F. Mittendorfer, J. Hafner, J. Phys. Chem., B 106 (2002) 13.299-13.305.

Daftar Acuan
[1] M.T. Rodrigo, L. Daza, S. Mendioroz, Appl. Catal. 88 (1992) 101. [2] J.A. Andersen, M.T. Rodrigo, L. Daza, S. Mendioroz, Langmuir, 9 (1993) 2485.

You might also like