You are on page 1of 13

OUTLINE AQUATIK PENGARUH LIMBAH RUMAH TANGGA TERHADAP FAKTOR AQUATIK DI SUNGAI BABAKAN LEDENG 1.

Latar Belakang Banyak faktor akuatik yang dapat kita amati pada suatu air (misalnya pada air sungai, danau, laut dan lain-lain). Pada penelitian ini kami amati tentang berbagai faktor akuatik di sungai Babakan Ledeng, diantaranya arus air, suhu, kekeruhan, salinitas, pH, penetrasi cahaya, BOD, DO, CO2 bebas,

Konduktivitas, Alkalinitas, warna, bau dan rasa. Beberapa faktor ini juga bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kebersihan air. Jika air berbau, berwarna dan berasa berarti air tersebut dapat dikatakan sudah tercemar. BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar. Arus air untuk setiap tempat berbeda-beda, dari yang deras sampai tenang. Suhu dan penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, jika semakin dalam airnya maka semakin rendah suhunya dan semakin sidikit cahaya yang masuk. Jika PH air semakin tinggi maka salinitasnya juga semakin tinggi. Semua faktor-faktor akuatik yang telah dituliskan di atas ada yang saling mempangaruhi baik secara langsung atau tidak dan ada juga yang tidak mempengaruhi. Latar belakang kami mengambil tempat di Babakan Ledeng adalah karena lokasi sungai Babakan Ledeng yang strategis dari kondisi debit air, mikroorganisme terlarut, rona lingkungan dan tingkat kekeruhan yang efektif untuk bisa diadakan sebuah pengamatan, selain itu juga lokasi ini sangat dekat dengan perumahan penduduk yang sangat berpengaruh dengan kondisi sungai.

2.

Tujuan Kegiatan yang kami lakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh sampah rumah tangga terhadap faktor abiotik aquatik di sungai Babakan Ledeng.

3.

Tinjauan Pustaka A. Suhu Suhu adalah ukuran intensitas panas dalam satuan derajat, yang menggambarkan rata-rata energi kinetik molekul. Suhu memiliki satuan derajat Celsius (0C). Dalam ekosistem akuatik, suhu air memiliki konsekuensi ekologis yang sangat penting. Suhu memberikan pengaruh besar terhadap organisme perairan yang berkaitan dengan seleksi / kejadian dan tingkat aktivitas organisme. Secara umum, peningkatan suhu air menyebabkan aktivitas biologis yang lebih besar dan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Semua organisme perairan lebih memilih suhu di mana mereka dapat bertahan hidup dan bereproduksi optimal. Sebagai contoh, ikan biasanya memerlukan air dingin yang mungkin tidak tersedia di perairan dangkal selama musim panas.

B. Kekeruhan Kekeruhan (turbidity) adalah kesuraman atau kekaburan dari suatu fluida yang disebabkan oleh masing-masing partikel (endapan) yang umumnya tidak terlihat dengan mata telanjang, mirip dengan asap di udara. Pengukuran terhadap kekeruhan air merupakan kunci uji kualitas air. C. pH pH skala yang digunakan untuk mengukur keasaman atau alkalinitas air. pH dapat didefinisikan sebagai logaritma dari timbal balik aktivitas ion hidrogen dan dinyatakan dengan pH = log 1/H- di mana H- adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter dari solusi. Dalam air murni. 1 / 10.000.000 dari molekul terionisasi. Atau bisa ditulis dengan 10-7 dan pH air dikatakan 7. Dalam air murni jumlah ion hidrogen dan hidroksil adalah

sama dan karena itu, jika bukan asam maupun basa tapi netral. Jika konsentrasi ion hidrogen meningkat seratus kali lipat akan konsentrasi 1 / 100, 000 atau 10-5 atau Ph 5. Ini adalah solusi asam. Di sisi lain, jika konsentrasi ion hidrogen berkurang seratus kali lipat, konsentrasi akan menjadi 1 / 1000, 000,000 atau 10-9 atau Ph 9. pH berkisar pada skala 1-14 dengan 7 menunjukkan larutan netral. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan organisme akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral.

D. Materi Organik Terlarut (MOT) Sebagian besar dari sistem air tawar yang alami di daerah sungai, danau dan sungai secara nyata telah terkotori oleh berbagai materi organik dari daerah aliran pembuangan kotoran, limbah industri dan limbah pertanian. Terlepas dari masalah ini, ada materi organik dalam air alami dalam bentuk detritus. Sisa organik dapat larut oleh pengeluaran oleh tumbuhan dan hewan. Air tawar mempunyai sebagian besar sejumlah materi organik daripada air payau atau air laut. Polusi organik pada air tawar adalah salah satu dari sebagian besar yang umum dan utama adalah polusi yang dibawa oleh sebagian besar dari aktivitas mencuci pakaian dan pelepasan kotoran dan pembuangan limbah industri ke dalam sistem perairan. Meskipun banyak dari komponen organik rusak turun akibat mikroorganisme perairan, hidrocarbon, eter, alkil benzen sulfat dan sesulose adalah resisten terhadap mikroba dekomposisi.

Dekomposisi dari materi organik di kebanyakan dari sistem perairan adalah dibawa keluar oleh bakteri dan jamur yang mana digunakan untuk respirasi mereka. Jika jumlah materi organik berkurang dan terjadi aerasi air, terdapat oksigen terlarut yang cukup akan menopang aktivitas dari dekomposer aerobic sebagai biota alami dari sistem perairan. Demikian materi organik pada perairan adalah rusak sampai tak berbahaya, hasil akhir stabil dan bau. Jika, bagaimanapun, muatan dari polusi organik adalah besar, terutama ketika tumbuhan dan hewan dalam jumlah besar atau ketika oksigen dari bahan kimia menuntut dikeluarkan ke dalam perairan, oksigen terlarut menurun ke level yang sangat rendah. Hasil ini menerima akhir dari proses dekomposisi oleh bakteri anaerobik yang mana oleh hasil akhir aktivitas metabolisme mereka hasil itu tidak dapat disetujui bau yang khas dari pembusukan. Materi organik terbentuk dari rantai karbon energi tinggi akan memerlukan oksigen untuk dekomposisi oleh oksidasi. Sebagai

perkembangan proses oksidasi oksigen terlarut dalam air adalah memanfaatkan pengurangan jumlah total penghancuran gas. Meletakan tekanan fisiologis ini pada tanaman dan hewan aquatic terkadang menghasilkan dalam massa kematian atau pembunuh. Sebagai bentuk yang lebih tinggi dari kehidupan adalah mati terbunuh, lebih sederhana dan sedikit diinginkan dalam bentuk memindahkan. Seperti dalam flora dan fauna adalah sebuah gejala yang khas dari polusi. Polusi oleh materi organik merangsang pertumbuhan bakteri dan jamur air yang deoxygenate. Akibat dari polusi organik bergantung pada jumlah materi organik yang keluar dari dalam perairan dan volume dari keberadaan air bersih untuk mencairkannya. Kasus yang extrem dimana polusi yang sangat berat, keberadaan oksigen terlarut dengan sepenuhnya memanfaatkan untuk dekomposisi dari materi organik dan penyembuhan seperti dari sistem polusi menjadi hal yang mustahil. Seperti air yang hanya berisi bakteri, pembuangan kotoran jamur dan hewan yang suka resiten seperti cacing Tubifex dan larva chironomid, yang mempunyai hemoglobin

dan dapat hidup dalam kadar oksigen air yang kurang. Seperti komunitas khas dari polusi air dan organisme nya, oleh karena itu, adalah indikator terbaik dari polusi organik. Dalam tes biological Oxygen Demand (BOD), kehilangan

potensial dari keterlarutan sampai ukuran dekomposisi oleh perbandingan tingkatan oksigen terlarut dalam contoh air tawar dan air yang sama setelah sebuah periode penyimpangan dalam kegelapan. Sebuah penipisan catatan oksigen terlarut dalam tes BOD menolong untuk memprediksi penurunan tingkatan oksigen terlarut dalam air alami. Walaupun kondisi laboratorium dari total kegelapan tidak akan berlaku dalam situasi alami., ini sungguh mungkin bahwa kondisi seperti itu boleh hidup di alam untuk uraian periode ekuivalen untuk waktu penyimpanan sampel di laboratorium. Jadi, oleh karena itu, tidak langsung diaplikasikan pada tes laboratorium untuk kondisi alamiah dan tes BOD adalah index dari kualitas air di bawah kondisi laboratorium. Di alam, kualitas air adalah persoalan kedalaman, kejernihan, arus, substrata dan intensitas cahaya. Tes BOD menolong memprediksi kemungkinan penipisan kadar oksigen pembusukan oksida di air alam dan seperti mengukur kekayaan kandungan organik dari sistem perairan.

E. Dissolved Oxygen (DO) Dissolved oxyigen (DO) atau bahasa lainnya, oksigen terlarut adalah jumlah miligram oksigen per liter larutan. Semakin tinggi tingkat DO, semakin baik kualitas air. DO dibutuhkan oleh organisme untuk pernapasan, proses

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung

dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut, jumlah organisme, dan intensitas cahaya. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium, dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak. Jenisjenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut. F. CO2 Bebas Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam air. Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO2) di dalam air, CO2 dibedakan menjadi : CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2 dalam kesetimbangan dan CO2 agresif. Dari ketiga bentuk Karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam air, CO2 agresif-lah yang paling berbahaya karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam logam dan beton. Istilah karbondioksida bebas digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat ( HCO3) dan ion karbonat ( CO32-). Karbondioksida bebas (CO2) menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk keseimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas. Perairan tawar alami hampir tidak memiliki pH > 9 sehingga tidak ditemukan karbon dalam bentuk karbonat. Pada air tanah, kandungan karbonat biasanya sekitar 10 mg/L karena sifat tanah yang

cenderung alkalis. Perairan yang memiliki kadar sodium tinggi mengandung karbonat sekitar 50 mg/L. Perairan tawar alami yang memiliki pH 7 8 biasanya mengandung ion karbonat < 500 mg/L dan hampir tidak pernah kurang dari 25 mg/L. Ion ini mendominasi sekitar 60 90% bentuk karbon organik total di perairan.

G. Alkalinitas Keasaman, alkalinitas atau kebasaan dan netralitas merupakan

istilah yang umum digunakan yang mengacu pada satu situasi kimia yang kompleks. Keasamaan mengindikasikan ketersediaan asam dengan

konsentrasi ion hydrogen. Air dikatakan alkaline

atau basa apabila

konsentrasi ion hidroksil melebihi konsentrasi ion hydrogen. Secara kimia, air murni memiliki konsentrasi ion hydrogen dan hidroksil yang sama sehingga dikatakan netral. Air yang asam memiliki produktivitas yang rendah karena keasaman tidak hanya menghambat fikasasi nitrogen tapi juga menghambat siklus nutrisi dengan menurunkan laju dekomposisi. Sedangkan air yang basa menunjukkan produktivitas biologi yang tinggi. Keberadaan kalsium karbonat meningkatkan aerasi dan permeabilitas dengan meningkatkan ukuran partikel tanah secara tidak langsung menjadi koloid humus . Selain itu, koloid berinteraksi dengan garam netral menyebabkan penurunan

produksi hydrogen . penurunan produksi hydrogen ini akan meningkatkan laju dekomposisi bakteri dari materi organic yang terakumulasi. H. Konduktivitas Konduktivitas perairan sungai berbanding lurus dengan konsentrasi ion-ion utama yang terlarut di dalamnya, seperti ion Ca2+, Mg2+, K+, Cl-, HCO3- dan SiO2. Perbedaan konduktivitas dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut, salinitas dan suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam-logam yang terlarut didalam air tersebut.

Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan yaitu di bawah 400s. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400s mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi. I. Warna Air tidak menyerap semua gelombang sinar spektra matahari dengan sama kuatnya. Dari kedua ujung spektra sinar (sinar dan violet) terlihat bahwa sinar merah lebih banyak disebarkan (diffuns) sehingga oleh karenanya warna air laut semakin dalam selalu dimulai bening kemudian biru sampai biru kehijau hijauan didalam air. Penyerapan sinar didalam air sesungguhnya dilakukan oleh partikel partikel yang ada didalamya, seperti sediment, deditrus, binatang atau tumbuh tumbuhan air. Makin banyak partikel didalam sistim air makin tinggi tingkat absorbsi. Karenanya didalam air dibandingkan dengan udara penyerapan sinar lebih tinggi dialam air. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penyerapan didalam air sesungguhnya dipengaruhi sangat oleh turbulensinya. Dalam kondisi turbulensi tertentu maka transmisi sinar dalam air dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah ini : Masing masing persentasi penyerapan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Area gelap merupakan jumlah absorbsi kumulatif oleh masing masing komponen spektra, dinyatakan dalam sekian persen dari seluruh komponen sinar yang masuk dalam air. b. Sinar ultra violet terserap 100% pada gelombang 300, yang makin mendekat 400 absorbansinya makin kurang (absorbansinya antara 60 100 %). c. Sinar violet pada gelombang 400 terserap sekitar 60% dengan catatan minimal 20%. d. Sedangkan sinar biru diserap sekitar 15 20%. Sinar hijau seperti halnya biru diserap dengan jumlah yang hampir sama.

e. Sinar kuning diserap antara 20 70%, sedangkan oranye diserap agak banyak lagi antara 70 90%. f. Sinar infra merah daya penyerapannya adalah menyeluruh (100%). J. Bau Bau air secara umum disebabkan oleh : a. Rendahnya tingkat kandungan oksigen menyebabkan kondisi anaerob, beberapa tipe alga, polusi kimia, dan kondisi geologi. Dengan peningkatan tingkat kandungan oksigen dan b. Berputarnya air kaya oksigen di dalam sungai, kondisi anaerob dapat diminimalkan dan bau gas dapat dihilangkan dari air. c. Polusi kimia dapat diselesaikan dengan cara pencarian lokasi sumber bau dan menghentikan masuknya zat kimia tersebut kedalam sungai. d. Zat dasar geologi tanah area sungai seperti kandungan sulfur (belerang) dan besi yang sangat tinggi dapat pula menyebabkan bau kurang sedap.

4.

Waktu dan Tempat Tanggal Waktu Tempat : Sabtu, 10 Maret 2012 : 08.00 s/d 16.00 : Sungai Babakan Ledeng

5.

Alat dan Bahan A. KEKERUHAN i. Bahan : Sample air ii. Alat : Turbidity meter

B. SUHU i. Bahan : Sample air ii. Alat : Turbidity meter

C. pH i. Bahan : Sample air ii. Alat : pH Meter

D. MATERI ORGANIK TERLARUT (MOT) i. Bahan : Sample air, H2SO4 encer, KMNO4 ii. Alat : Botol Sampler, Tabung Reaksi, Pipet, Gelas Ukur, Penjepit tabung reaksi, Bunsen

E. DISSOLVED OXYGEN (DO) i. Bahan : Sample air, Larutan Winkler, Mangan sulfat, Asam Sulfat pekat, Larutan amilum/ kanji, Sodium thiosulfat ii. Alat : Botol Sampler kedap udara gelap 250ml, Pipet tetes

yang sudah dikalibrasi, Labu Erlenmayer F. CO2 BEBAS i. Bahan : Sample air, Phenoptalin, NaOH ii. Alat : Botol Sampler, Water Sampler, Tabung Erlemeyer,

Gelas ukur, Pipet Tetes G. ALKALINITAS i. Bahan : Sample air, 1 N H2SO4 ( stock solution ), 0,0075 N H2SO4 , Penoftalin ii. Alat : Erlenmeyer, Bottle sample, Pipet tetes yang telah dikalibrasi, Kertas putih, Tabung reaksi H. KONDUKTIVITAS i. Bahan : Sample air, Air untuk kalibrasi (141), Aquades ii. Alat I. WARNA i. Bahan : Sample air J. BAU i. Bahan : Sample air : Konduktivitimeter, Pipet, Botol sampler

6.

Cara Kerja

Kekeruhan dan Suhu (1) Menyiapkan alat yang akan digunakan untuk praktikum. (2) Mengkalibrasi turbidity meter selama 8 jam dengan menggunakan air kran sebelum digunakan.

(3) Setelah selesai mengkalibrasi, alat siap digunakan. (4) Tekan tombol ON pada turbidity sampai menunjukkan angka nol tanda untuk memulai kegiatannya, kemudian celupkan sensornya kedalam air selama 5 menit. (5) Mencelupkan bagian sensor turbidity kedalam permukaan air sungai selama 5 menit, kemudian lakukan pengulangan selama 5 menit juga. Dan mencelupkan juga ke dalam dasar sungai serta lakukan pengulangan ke dasar sungai selama 5 menit. (6) Mencatat hasilnya yang terdiri dari tingkat kekeruhan dan temperature pada waktu dan tempat yang berbeda.

Materi Organik Terlarut (MOT) 1. Mengambil sampel air di bagian permukaan dan bagian dasar sungai pada setiap titik menggunakan botol sampler. 2. Memasukkan sebanyak 10 ml sampel air ke dalam tabung reaksi. 3. Meneteskan H2SO4 sebanyak 5 tetes, kemudian dihomogenkan. 4. Meneteskan KMNO4 sebanyak 3 tetes, kemudian dicampur merata. 5. Mendiamkan selama 5 menit. 6. Memanaskan selama 5 menit dengan menggunakan bunsen. 7. Melakukan sebanyak 2 kali pengulangan. 8. Membuat kontrol dengan melakukan perlakuan yang sama terhadap aquades. Dissolved Oxygen (DO) 1. Pengambilan sample a. Menggunakan botol sampler gelap dengan tutup kedap udara, dengan volume 250m, b. Pengambilan sample dilakukan di 4 titik masing-masing bagian permukaan dan dasar c. Pada saat memasukkan sample hindari terperangkapnya gelembung dalam botol

2. Proses pengikatan mangan hidroksida a. Proses ini segera dilakukan setelah pengambilan sample dengan cara memberikan 1ml mangan sulfat (MnSO4H2O) dan 1ml larutan Winkler b. Larutan diatas dimasukkan dengan pipet tetes c. Setelah terbentuk endapan kecoklatan, biarkan hingga mengendap d. Masukkan 1ml H2SO4 pekat, lalu kocok hingga endapan larut e. Pisahkan larutan sample yang telah diberikan perlakuan sebanyak 50ml masing-masing ke dalam labu Erlenmayer. 3. Proses titrasi a. Pada setiap labu Erlenmayer berisi 50ml larutan sample, tetesi sodium tiosulfat hingga warna berubah menjadi kuning pucat b. Tetesi larutan amilum hingga warna berubah biru c. Tetesi kembali sodium tiosulfat hingga warna biru berubah menjadi bening. CO2 Bebas (1) Mengambil sampel air dengan botol sampel dan water sampler di 4 titik pada bagian permukaan dan dasar sungai dengan catatan tidak ada udara yang masuk (2) Sampel air yang terdapat didalam botol sampel dititrasi. Dengan cara: Sample air dimasukkan ke dalam tabung erlemeyer sebanyak 50 ml,

beserta pengulangan sampel. (3) Meneteskan 5 tetes Phenoptalen ke dalam tabung elmeyer yang sudah diisi oleh sampel air. Bila tidak terdapat CO2 bebas maka indikator air tersebut akan berwarna merah muda, sebaliknya apabila terdapat CO2 bebas maka indikator air tersebut tidak akan berubah warna. (4) Meneteskan NaOH, bila pada sample air tersebut tidak terjadi perubahan warna menjadi merah muda, hentikan penetesan NaOH apabila warna sampel air didalam tabung tersebut berubah warna sama dengan blanko (indikator). (5) Mencatat hasil setiap tetes NaOH yang diteteskan pada sampel air

didalam tabel pengamatan.

(6) Titrasi dilakukan 2 kali untuk pengulangan sampel di empat titik pada bagian permukaan dan bagian dasar sungai babakan ledeng.

Alkalinitas (1) Air dari setiap titik diambil dengan menggunakan bottle sample (2) 50 ml dari sample air tersebut diambil, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditempatkan pada permukaan putih (3) Jumlah tetesan H2SO4 dicatat hingga terjadi kehilangan warna (4) H2SO4 ditambahkan setetes demi setetes (5) 3 tetes penoftalin ditambahkan, kemudian dikocok, apabila setelah diteteskan penoftalin tidak berwarna maka pengerjaan dihentikan, apabila berwarna maka pengerjaan dilanjutkan. Konduktivitas, Warna dan Bau (1) Menentukkan titik tempat pengukuran di Sungai babakan ledeng yaitu dengan cara menentukan 3 titik pengukuran di permukaan dan dasar air sungai (3 titik di sudut sisi sungai dan 1 titik ditengah tengah sungai) (2) Melakukan pengukuran pada pagi hari (pkl.08.00), siang hari (pkl.12.00), dan sore hari (pkl.16.00) dengan melakukan pengulangan sebanyak 2 kali pada masing-masing titik yaitu konduktivitas, warna dan bau. (3) Mencatat hasil pengamatan

7.

Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan Uji T

You might also like