You are on page 1of 74

PT PEMBANGKITAN JAWA BALI

UNIT PEMBANGKITAN PAITON


ANALISA PENGGUNAAN BATUBARA CAMPURAN
(MIXING)
I. LATAR BELAKANG
Pemanfaatan Low Rank Coal telah menjadi kebijakan dan telah dilaksanakan
lebih dari 1 tahun di PLTU unit 1&2 Paiton. Kebijakan ini dilaksanakan karena
dinilai akan memberi keuntungan kepada perusahaan antara lain karena :
- Mampu menekan biaya produksi secara signifikan karena harga
batubara ini jauh lebih murah ( 15 % ) dibanding batubara yang
sebelumnya telah dipakai.
- Keamanan pasokan terjamin, karena batubara Low Rank di
Kalimantan melimpah dan sulit untuk dipasarkan ke luar negeri.
- Menghilangkan ketergantungan pada suplier batubara
Telah pula dilakukan studi banding ke negara lain (Filipina) yang telah
memanfaatkan batubara sejenis untuk mengetahui secara langsung dampak
yang mungkin terjadi. Perlu ada kajian dan evaluasi paska pemakaian Low
Rank Coal berdasarkan data otentik yang ada dilapangan.

II. TUJUAN DAN SASARAN
Adapun tujuan dan sasaran dari analisa ini adalah untuk:
1. Memberikan gambaran umum tentang batasan batubara Low
Rank dan batubara yang telah diterima dan dibakar di PLTU Paiton
2. Memberikan gambaran pengaruh penggunaan batubara low rank
terhadap performa boiler dan performa peralatan yang terkait
1 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
3. Memberikan gambaran khususnya terhadap parameter yang
kemungkinan akan menyebabkan kerusakan baik terhadap peralatan
pembangkit maupun terhadap pencemaran lingkungan.
4. Memberikan masukan kepada Manajemen tentang usaha yang
sebaiknya dilakukan untuk antisipasi dampak negatif yang mungkin timbul.
III. BATASAN MASALAH
Dalam pembahasan ini, digunakan beberapa batasan masalah agar
memudahkan dalam analisa dan tidak melebar. Adapun batasan yang
dipergunakan adalah:
1. Pembangkit yang dianalisa adalah PLTU Paiton Unit 1 dan 2
2. Periode evaluasi dan data-data yang dipergunakan adalah
pada periode tahun 2003~2005
3. Batubara yang dievaluasi adalah batubara yang dipakai di
PLTU Paiton 1 dan 2 pada saat itu yaitu: Adaro, Jorong Barutama Greston
(JBG) dan Daya Cipta Mulya (DCM)
4. Yang dimaksud dengan batubara Low Rank Coal dalam
pembahasan ini adalah batubara dengan nilai kalor dibawah 5000 kcal/kg
yaitu JBG dan DCM dan selanjutnya disebut dengan Low Rank Coal
5. Semua parameter operasi dan maitenance dari pemakaian
batubara Low Rank adalah menggunakan batubara Jorong Barutama
Greston (JBG) dan standart parameter pembandingnya adalah saat
menggunakan batubara Adaro
6. Untuk parameter-parameter yang sulit dihitung secara aktual
di lapangan, digunakan dasar perhitungan dengan menggunakan sumber
dari desain manual book dengan dasar inputan real dan asumsi yang
mendekati

2 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
IV. KLASIFIKASI BATUBARA DAN KOMPOSISI ASH
Belum ada spesifikasi yang jelas terhadap sebutan batubara klas Low Rank
Coal . Adapun standarisasi yang telah berlaku secara Internasional (ASTM D
388) adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Standard klasifikasi batubara
CLASS
STANDARD SPESIFIKASI
Fix Carbon,C %w
DB
Volatile Matt, %w
DB
HHV, Kcal/Kg
AR
1. Lignite - - 3496 s/d 4607
2. Sub Bituminus - - 4608 s/d 6383
3. Bituminus 69 s/d 86 14 s/d 31 5828 s/d 7770
4. Antracite 86 s/d 98 2 s/d 14 Non Fuel Coal
* Disebut disebuah literatur bahwa, termasuk Low Rank Coal adalah : Liginte
Batubara yang saat ini digunakan di UP Paiton ada tiga yaitu Adaro, Jorong
Barutama Greston (JBG) dan Daya Cipta Mulya (DCM). Adapun komposisi
kandungan dari ketiga batubara tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Dari
klasifikasi tersebut, batubara yang dibakar di PLTU Paiton selama ini
semuanya masuk kedalam kategori klas Sub Bituminus. Untuk klas makin
tinggi, usia batubara makin tua. Masing-masing klas masih dibagi menjadi sub
klas, batubara yang paling tua adalah Meta Antrasite dimana hampir
seluruhnya berupa kandungan Carbon (C) super padat yaitu berupa intan
permata yang mempunyai nilai tinngi. Kelompok Antrasite sudah tidak masuk
kategori Fuel karena nilainya sudah bergeser dan keberadaannya sangat
sedikit. Klas batubara yang banyak dipakai sebagai bahan bakar adalah klas
No.2&3 (Sub Bituminus dan Bituminus) sedangkan batubara termuda adalah
lignite yang berasal awal dari tumbuhan dan banyak terdapat di kalimantan
dengan sebutan Gambut .

3 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 2. Komposisi kandungan batubara Paiton
KANDUNGAN
BATUBARA
UNIT ADARO
JORONG
BARUTAMA
GRESTON
DEVIASI
THD
ADARO
(%)
DAYA
CIPTA
MULYA
DEVIASI
THD
ADARO
(%)
Total Moisture %

25.08 27.10

2.02
2
7.48
2.
41
Ash Content %

0.94 2.97

2.02

1.95
1.
01
Total Sulfur %

0.09 0.23

0.13

0.18
0.
09
Nitrogen %

0.69 0.71

0.02

0.71
0.
02
Volatile Matter %

38.34 34.96

(3.38)
3
6.98
(1.
36)
Calori Value Kcal/kg
5,
191.45
4,760.9
0

(8.29)
4,85
1.16
(6.
55)
Hard Grove
Index HGI

50.34 52.62

4.53
5
1.70
2.
70
*Sumber: Hasil laboratorium Cwamas Periode Januari-Agustus 2005
Adapun sebagian besar komposisi kandungan abu sisa pembakaran batubara
(Fly AshBottom Ash) adalah berupa susunan kandungan mineral sebagai
berikut :
Tabel 3. Typikal komposisi abu batubara
Kandungan Persentasi
SiO2
Na2O
Al2O3
K2O
Fe2O3
TiO2
CaO
SO3
MgO
10 s/d 70 %
0.1 s/d 8 %
8 s/d 38 %
0.1 s/d 3 %
2 s/d 50 %
0,4 s/d 35 %
0,5 s/d 30 %
0.1 s/d 30 %
0.3 s/d 8 %
Dampak Fly Ash terhadap pengoperasian unit sebagian besar diakibatkan oleh
menempelnya Fly Ash dipermukaan pemindah panas, baik berupa Slagging
(menempel karena meleleh) maupun Fouling (menempel tanpa pelelehan)
4 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
beserta dampak ikutan yang bisa jadi mengakibatkan kerugian besar.
Seberapa besar kemungkinan untuk terjadi slagging/fouling sangat tergantung
pada komposisi kandungan ash. Untuk batubara yang dipakai UP Paiton,
komposisi ash batubara dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kandungan mineral abu batubara Paiton
PARAMETER
( %w) ADARO JBG DCM BL 1 BL 2
1. SiO2
33,73 s/d
37,58
41,83 s/d
46,26
38,83 s/d
44,02 38,63 43,22
2. Al2O3
15,08 s/d
19,33
22,08 s/d
23,45
21,07 s/d
21,65 17,7 15,56
3. Fe2O3
19,06 s/d
20,33
17,04 s/d
18,42
16,70 s/d
18,03 19,99 20,79
4. TiO2
0,73 s/d
0,94
0,85 s/d
0,98
0,73 s/d
0,88 0,93 0,82
5. CaO
10,18 s/d
14,23
4,63 s/d
5,03
6,51 s/d
8,39 12,11 9,18
6. MgO
3,07 s/d
5,05
3,74 s/d
4,12
4,03 s/d
7,04 7,47 6,89
7. Na2O
0,24 s/d
0,26
0,27 s/d
0,32
0,27 s/d
0,36 0,44 0,26
8. K2O
0,84 s/d
0,93
1,30 s/d
1,62
1,12 s/d
1,32 0,51 0,56
9. SO3
7,94 s/d
9,39
0,58 s/d
5,63
3,32 s/d
4,43 1,42 1,84
10. P2O5
0,26 s/d
0,32
0,34 s/d
0,49
0,54 s/d
0,64 0,27 0,32
11. Mn3O4
0,34 s/d
0,36
0,36 s/d
0,69
0,34 s/d
0,48 0,29 0,30
12. Relative
Dnesity 1,31
1,31 s/d
1,32
1,28 s/d
1,30 - -
*Sumber : - Hasil analisa Lab. PT Cwamas untuk pengiriman batubara ke PLTU
Paiton periode : Desember 2004 s/d Juli 2005
- Hasil analisa PT Sucofindo untuk sampel abu dari Boiler unit 1&2
( BL 1 & BL 2 ) pada tgl. 27 Juli 2005.
5 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
V. PROSES PEMBAKARAN BATUBARA
Proses pembakaran batubara sedikit lebih komplek bila dibandingkan dengan
minyak atau gas. Proses pembakaran batubara sendiri adalah melalui tiga
tahap yaitu: pengeringan (drying), penguapan volatile (devolatilization) dan
pembakaran char (char combustion). Untuk batubara pulverized maka proses
drying, devolatilization dan char combustion akan berlangsung secara
berurutan dengan periode pembakaran char (char burn period) yang relative
lebih lama bila dibandingkan pada tahap drying maupun devolatilization
A. Drying.
Drying adalah proses penguapan/pengeringan moisture di dalam batubara.
Moisture dalam batubara terbagi menjadi dua jenis yaitu: dalam bentuk free
water (air bebas) yang terletak diantara pori-pori batubara dan dalam bentuk
bounded water (air terikat) yang terserap di dalam struktur permukaan
batubara. Bituminous coal mempunyai sedikit free water, sebagian besar
moisturenya adalah dalam bentuk bounded water. Pada saat batubara
dimasukkan ke dalam pulverizer, batubara mengalami proses pemanasan
(heating) oleh primary air. Proses heat transfer yang terjadi di dalam pulverized
dan sepanjang coal pipe adalah perpindahan panas secara konveksi oleh
primary air. Water akan menguap dan dipaksa keluar dari partikel batubara.
Drying time adalah waktu yang diperlukan untuk memanaskan partikel
batubara sampai vaporization point (titik penguapan) dan menguapkan semua
kandungan moisture yang ada. Waktu yang dibutuhkan oleh partikel batubara
pada proses convection heat transfer untuk menguapkan water adalah:

( )( )
( )
p a p
fg wi i df df w wi
dry
T T hA
h m T c m c m
t

+ +

373
dengan:
mwi : massa water, kg
cw : energi dalam water, kJ/kg
mdf : massa dry fuel, kg
cdf : energi dalam dry fuel, kJ/kg
m : laju alir massa water, kg/sec
6 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
hfg : panas laten penguapan water, kJ/kg
h : koefisien konveksi primary air, W/m
2

o
K
Ap : Luas permukaan partikel batubara, m
2
Ta : temperature primary air,
o
K
Tp : temperature partikel batubara,
o
K
Jadi penggunaan batubara dengan nilai moisture lebih tinggi akan
menyebabkan drying time juga semakin tinggi.
B. Devolatilization
Ketika proses drying telah selesai maka partikel batubara mulai mengalami
perubahan komposisi dengan melepas volatile. Volatile adalah kandungan gas-
gas yang ada di batubara. Selama volatile keluar dari pori-pori batubara,
external oxygen tidak dapat masuk penetrasi ke dalam partikel. Proses
devolatilization dikenal juga sebagai tahap pyrolysis. Laju devolatilization dan
produk pyrolysis tergantung pada temperature dan type bahan bakar. Dalam
proses pyrolysis akan terjadi pelepasan carbon monoxide, hydrocarbon, dan
soot. Bersamaan dengan lepasnya volatile, akan terjadi diffuse oxygen
sehingga produk pyrolysis mulai terbakar. Flame yang terjadi akan semakin
memanaskan partikel dan akan menyebabkan laju devolatilization semakin
cepat. Laju devolatilization dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
pyr
v
mk
dt
dm

,
_



p
pyr
pyr pyr
T R
E
k k

exp
, 0
dengan:
mv : massa volatile, kg
kpyr : konstanta pyrolysis
k0, pyr : konstanta pyrolysis pada temperature referensi
Epyr : Energy pyrolysis
R : konstanta gas ideal
Tp : temperature partikel
7 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Integrasi dari persamaan diatas :
pyr
a c pi
a c p
pyr
k
m m m
m m m
t
1
1
]
1

ln
Flame Ignition mulai terbentuk pada tahap ini. Semakin tinggi kadar Volatile
Matter maka batubara akan semakin mudah terbakar dan pembakaran akan
semakin stabil.
C. Char Combustion
Tahap akhir dari proses pembakaran batubara adalah char combustion. Saat
devolatilization komplit, yang tersisa dari batubara adalah carbon char dan ash.
Carbon char sangat porous (berpori) sehingga oxygen dapat berdiffusi ke
dalam char menembus lapisan luar (externally layer) dan terus ke dalam
partikel char. Laju terbakarnya char tergantung pada laju reaksi kimia dari
reaksi carbon-oxygen di permukaan char dan laju diffusi internal oxygen dalam
lapisan batas (boundary layer). Reaksi permukaan menghasilkan CO yang
kemudian bereaksi di luar partikel membentuk CO2. Reaksi permukaan akan
menaikkan temperature char sekitar 100-200
o
C diatas temperatur gas. Laju
terbakarnya char juga tergantung pada konsentrasi oxygen, temperature gas,
Reynold number gas flow, ukuran partikel char dan porosity dari char. Untuk
tujuan engineering, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan rekasi
global (global reaction) untuk menghitung laju pembakaran char. Laju reaksi
global akan menghitung laju reaksi massa char per unit area permukaan dan
per unit konsentrasi oksigen diluar lapisan batas partikel. Reaksi carbon char
dengan oxygen di permukaan akan membentuk karbon monoksida (CO) dan
karbon dioksida (CO2), tetapi produk utamanya adalah karbon monoksida :
C + O2 CO (a)
Permukaan carbon akan bereaksi dengan korbon dioksida dan uap air :
C + CO2 2CO (b)
C + H2O CO + H2 (c)
8 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Reaksi reduksi (b) dan (c) secara umum lebih lambat dibandingkan reaksi
oksidasi (a) dan untuk pembakaran biasanya hanya reaksi (a) yang
dipertimbangkan. Burnout char time diperoleh dengan persamaan :
2
16
12
2
O e
C
k d
dt
dm

,
_


dengan:
mC : massa karbon, kg
d : diameter partikel char, kg
ke : konstanta laju pembakaran effektif, g/(cm
2
.s.atm O2)
2
O

: massa jenis oksigen, kg/m


3

Dengan mengatur sizing batubara (70% lolos 200 mesh) maka untuk
sizing/diamater yang sama maka burnout time dari batubara juga akan relatif
sama.
Jadi total waktu yang dibutuhkan batubara untuk terbakar sempurna adalah
merupakan penjumlahan dari drying time, pyrolysis time dan burnout char time.
Optimasi pembakaran batubara dicapai bila moisture batubara saat masuk ke
ruang bakar hanya tinggal sebesar 1%. Sisanya harus telah menguap (drying)
saat di dalam pulverizer dan coal pipe. Hal ini bertujuan agar batubara saat
akan masuk ke ruang bakar telah tepat pada tahap devolatilization, yaitu mulai
terbentuk api. Sisa 1% moisture dimaksudkan sebagai batas aman agar tidak
terjadi pre-combustion di dalam pipa. Dari data batubara terlihat bahwa
kandungan moisture batubara Low Rank mempunyai moisture lebih tinggi
sehingga total waktu untuk pembakaran batubara juga semakin tinggi. Artinya
akan terjadi delay combustion di furnace. Selain waktu terbakarnya batubara,
yang perlu diperhatikan adalah kecepatan aliran batubara ke dalam furnace.
Semakin cepat aliran batubara maka jarak tempuh dari pembakaran api akan
semakin jauh. Low rank mempunyai nilai kalor lebih rendah sehingga butuh
batubara dan udara lebih banyak, otomatis kecepatan aliran juga tinggi. Dua
faktor tersebut, waktu dan kecepatan, akan menentukan waktu tinggal batubara
(resident time) di dalam furnace.
9 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
VI. PENGARUH BATUBARA TERHADAP BOILER
Desain dan performa steam generator sangat tergantung dengan karakter
spesifik dari batubara yang dibakar dan komposisi kandungan ashnya. Jenis
batubara akan mempengaruhi laju panas (heat release and heat liberation) di
dalam furnace. Hal ini tentu sangat mempengaruhi ukuran dan luasan furnace.
Semakin rendah kualitas batubara maka luasan dan ketinggian furnace akan
semakin besar. Pengaruh batubara terhadap ukuran furnace dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 1. Pengaruh batubara terhadap ukuran ruang bakar (Ref.4)
A. Effek Moisture
Secara umum, kenaikkan moisture 10% akan menurunkan efisiensi boiler
sekitar 1% (ref.4). Hal ini terjadi karena kenaikkan loses panas latent di
boiler sehingga jumlah aliran batubara masuk ke ruang bakar juga akan
naik. Barubara low rank memiliki moisture 2.02% lebih tinggi sehingga
effisensi boiler akan turun 0.20% dan berarti aliran batubara juga akan naik
0.20% akibat kenaikkan moisture. Bila effisiensi di turbine dan generator
dianggap konstan maka efisiensi plant akan juga akan turun sebesar
0.20%. Total moisture dalam batubara menentukan jumlah primary air yang
10 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
dibutuhkan untuk proses drying. Ketidaksempurnaan dalam proses drying
akan mempengaruhi stabilitas api dan menyebabkan pergeseran
pembakaran.
B. Effek Volatile Matter
Volatile matter sangat mempengaruhi proses pembakaran di boiler.
Dibutuhkan persentase batubara lolos 200 mesh yang lebih besar bila
volatile matter semakin rendah. Valatile matter juga akan mempengaruhi
temperatur penyalaan (ignition temperature). Data yang diperoleh dari
perbandingan kemampuan penyalaan api menunjukkkan bahwa volatile
matter dan heating value punya pengaruh besar terhadap pembakaran
sempurna batubara. Low rank coal mempunyai nilai Volatile Mater 3.38%
lebih rendah sehingga lebih sulit untuk dinyalakan dan kurang stabil.
C. Effek High Heating Value
Untuk mendapatkan energi yang sama maka kenaikkan HHV batubara
berbanding terbalik secara proporsional dengan laju alir batubara. Secara
umum, kenaikkan HHV sebesar 1% akan menurunkan laju alir batubara
sebesar 1% (ref.4). Nilai HHV batubara low rank 8.29% lebih rendah
sehingga laju alir massa batubara akan naik sebesar 8.29%.
D. Effek Ash
Ash dan kandungannya sangat berpengaruh terhadap furnace termasuk di
dalamnya adalah walltube, superheater dan reheater tube. Pengaruh yang
utama adalah fouling dan slagging dimana dapat mengurangi proses
perpindahan panas di furnace. Secara umum, Slagging Fouling
diakibatkan oleh perlakuan panas ( tingginya temperatur ) yang terpapar
pada Fly Ash difurnace. Gambar 2 berikut dapat menjelaskan iktisar
perilaku / karakter abu akibat perlakuan panas di furnace boiler. Tingkat
membahayakan dapat terjadi pada proses Slagging dan Clinkering yaitu
pada zona temperatur furnace antara 1800 s/d 3000
o
F (982 s/d 1649
o
C ).
11 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 2 . Effek perlakuan panas terhadap Fly Ash di furnace Boiler
Secara tepat pada temperatur berapa Fly Ash akan meleleh dan dampak
apa yang ditimbulkan tergantung pada komposisi kandungan mineral
didalamnya sebagaimana formula-formula dibawah ini.
7. Ratio asam basa.
Adalah perbandingan komposisi kandungan mineral dalam abu :
B Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O + K2O
R = ------ = -------------------------------------------------
A SiO2 + Al2O3 + TiO2
Bila hasilnya antara 0,4 s/d 0,7 maka karakter Fly Ash ini mudah
meleleh dan masuk kategori High Slagging Potensial (HSP).
8. Rasio Silica / Alumina
Adalah perbandingan antara kandungan :
R = SiO2 / Al2O3
Abu akan mulai meleleh pada Ratio 2.8 dan pada Ratio 3.3 abu meleleh
total dan membentuk Slagging pada temperatur : 2000
o
F (1093
o
C).
12 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 3. Grafik Titik Leleh Abu akibat Ratio Silica / Alumina
9. Rasio Iron / Calsium Oxide
Adalah perbandingan antara kandungan :
R = Fe2O3 / CaO
Makin tinggi nilai R, maka abu semakin sulit meleleh.
Gambar 4. Grafik Titik Leleh Abu Akibat
Kandungan/Penambahan Lime (Kapur).
13 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
R = 4,4 Meleleh pada temp. 2129 oF ( 1165
o
C )
R = 12,4 Meleleh pada temp. 2270 oF ( 1243
o
C )
R = 106 Meleleh pada temp. 2360 oF ( 1293
o
C )
Jadi, makin tinggi kandungan Calsium (Ca) maka Fly Ash makin sulit
meleleh, itulah sebabnya mengapa kapur (Lime) sering dipakai sebagai
bahan dasar Additive untuk proses pembakaran batubara, namun untuk
menentukan dosis yang optimal harus diperhitungkan kandungan Fe2O3
didalam Fly Ash.
10. Total Alkaline ( Na2O + K2O )
Logam Sodium dan Potasium yang bergabung dengan senyawa lain
mengakibatkan abu mempunyai titik leleh yang sangat rendah ( 900 oC )
sehingga merangsang untuk terjadinya penempelan abu dipermukaan
media. Selain itu matterial Sodium mempunyai sifat bisa menguap
( menjadi fase gas / sublim ) pada temperatur 2330
o
F ( 1277
o
C ) menjadi
senyawa Alkaline Aktif dan akan terbawa aliran gas menuju lokasi lebih
dingin, mengakibatkan mengembun ditempat dan bergabung dengan
senyawa lain (terutama Chloride /Cl) yang akan mengakibatkan proses
penempelan di tempat baru tersebut pada suhu yang lebih dingin.
Keberadaan unsur Sodium dan korelasinya dengan Chloride didalam
abu dapat dipakai sebagai referensi Fouling Index terhadap karakter abu
tersebut sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel 5. Potensi Fouling (Fouling Index)
Perlu ditegaskan lagi bahwa, permasalahan tingginya kandungan Aktive
Alkaline ini banyak terdapat di batubara kelas Lignite, dan batubara
14 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
kelas inilah yang banyak menimbulkan permasalahan Fouling, dan
disinilah diperlukan kehati-hatian didalam pemakaian batubara Lignite
( Low Rank Coal ).
Masih ada beberapa perbandingan komposisi kandungan mineral di Fly Ash
yang dapat mempengaruhi titik leleh abu sisa pembakaran, diantaranya :
Iron / Dolomite Ratio ( Fe2O3 / CaO + MgO ), Dolomite Percentage ( CaO +
MgO / Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O + K2O ), Equivalence of Ferric
Percentage ( FP ) dan Silica Percentage (SP). dan dimana persentasi besar
terdapat di batubara klas Lignite / Low Rank Coal. Dengan alasan untuk
kepentingan inilah mengapa analisa komposisi abu diperlukan. Dari daftar
komposisi ash dan kemudian dimasukkan ke dalam formula Ratio
kandungan mineral dalam abu, maka abu sisa pembakaran batubara di
PLTU paiton unit 1&2 untuk ketiga jenis batubara tersebut maupun sampel
abu dari boiler adalah mempunyai karakter Low Slaging dan Low Fouling
Index.
Selain masalah slaging dan fouling, ash juga dapat meyebabkan korosi di
boiler. Adapaun korosi karena ash dapat terjadi pada derah-daerah seperti:
Gambar 5. Titik lokasi korosi abu di Boiler
1. Water Wall dekat Firing Zone
( Water Wall Corrotion )
2. Pada sisi High Temp. SH dan
RH ( High Temp. Corrotion ).
3. Pada sisi Low Temperature Air
Heater ( Low Temperatur Corrotion )
15 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Berdasarkan pengalaman dari US Utility Industry (Perusahaan yang
memproses produksi Steam / baik untuk Power Plant maupun untuk keperluan
lainnya) dengan temperatur uap 566
o
C atau lebih, maka dua karakter operasi
dibawah ini banyak mereka jumpai yang harus diantisipasi implikasinya, yaitu:
1. Hampir semua jenis batubara yang di bakar tidak menghasilkan abu
yang bersifat korosif, sehingga coal fired boiler tidak dijumpai yang
mengalami korosi serius karena abu selama boiler beroperasi normal
sesuai design.
2. Namun demikian, apabila temperatur metal naik s/d 649
o
C, maka
Corrotion Rate akan naik significant terutama bila abu sampai meleleh
dimana High Temperatur Corrotion mulai terjadi pada temperatur 593
o
C,
dan biasa terjadi pada Superheater (SH) dan Reheater (RH) yang terbuat
dari bahan Austenitic (Stainless) dan Ferritic Steel. Berdasarkan hasil riset
terhadap Coal Ash Corrotion pada bahan tersebut diatas dimana
sebelumnya telah dilapisi abu, telah dapat dibuktikan sebagaimana gambar
dibawah ini :

Gb. 6 Grafik keseimbangan korosi Gb.7 Effek Steam Temp.
terhadap Ratio Na:K terhadap struktur deposit.
16 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Dari riset ini membuktikan bahwa kerak yang meleleh dapat mengakibatkan
korosi oxidasi terhadap matterial pipa, dengan reaksi sebagai berikut :
Ada kalanya, kandunan Fe dalam abu dapat berupa senyawa Pyrite (FeS2).
1. Pada proses pembakaran, Pyrite (FeS2) dan Organic Sulfur
(RS) akan berreaksi dengan O2 :
2 FeS2 + 5
1
/2 O2 Fe2O3 + 4 SO2
RS + O2 SO2
SO2 +
1
/2O2 SO3
2. Na2O dan K2O dalam abu akan berreaksi dengan SO3, baik
pada saat masih dalam fase gas maupun saat telah mengendap di pipa /
permukaan matterial :
(Na2 atau K2)O + SO3 (Na2 atau K2)SO4 (Alkali Sulfate).
3. Alkali Sulfate, Fe2O3 dan SO3 akan berreaksi membentuk
Complex Sulfate :
3 (Na3 atau K3)SO4 + Fe2O3 + 3SO3 2 (Na2 atau K2)
Fe (SO4)3
4. Senyawa komplex Sulfate ini mempunyai titik leleh yang sangat
rendah ( 279 oC ) bila kandungan SO3 diatas 7 ppm, sehingga korosi di
Super Heater akan terjadi :
2 (Na2 atau K2) Fe (SO4)3 + 6 Fe
3
/2 FeS +
3
/2 Fe3O4 +
Fe2O3 + 3(Na2 atau K2 ) SO4 +
3
/2 SO2
Fe3O4 adalah senyawa baru hasil proses korosi yang merupakan senyawa
Magnetic pelindung korosi lebih lanjut sehingga proses korosi akan melambat.
Namun proses korosi akan terulang kembali apabila pelindung magnetic ini
terkelupas dan proses korosi dapat berlangsung terus selama keseimbangan
dan titik pengembunan tercapai.
17 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar.8
Korosi multi layer pada pipa
yang diakibatkan oleh Oxidasi
over heating dibawah kerak
yang meleleh. (Multiple
episodes of spalling and oxide
deformations ).
Dari hasil riset ini dapat disimpulkan bahwa, kandungan Alkali, Alkali Tanah, Fe
dan Sulfur adalah penyebab utama terjadinya High Temperatur Corrotion
karena abu. Bahan ini berasal dari kotoran tambang yang terikut dalam proses
pengiriman batubara dan lolos ke furnace. Sangat penting diperhatikan adalah
proses penyiapan batubara dari tambang sebelum dikirim ke konsumen yaitu
dengan proses pembersihan yang dilakukan dengan baik dan profesional
sehingga proses Preparasi Tambang adalah hal penting yang harus
diperhatikan dalam pemilihan supliyer batubara.
Perlu dijelaskan disini bahwa, kwalitas batubara tidak sepenuhnya diketahui
dari hasil analisis kwalitas terhadap sampling, karena sifatnya yang Bulk
sehingga mudah hilang didalam preparasi untuk analisa kwalitas sampel
batubara, tetapi mudah terbawa dalam proses pengaliran / transportasi untuk
pembakaran diboiler. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa, korosifitas abu
batubara tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh klasifikasi batubara ( Low atau
High Rank Coal ), akan tetapi banyak dipengaruhi oleh kebersihan batubara
sebelum dibakar, yang notabene adalah tergantung oleh preparasi tambang
terhadap batubara sebelum dijual ke konsumen.
18 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
E. Effek Sulfur
Pembahasan pengaruh sulfur terhadap boiler akan ditinjau dari dampaknya
terhadap peralatan pembangkit oleh senyawa asam belerang dan
kerusakan lingkungan akibat penyebaran gas SO2 ke udara.
1. Dampak kerusakan terhadap peralatan pembangkit. ( Low
Temperatur Corrotion )
Korosi suhu rendah diakibatkan oleh reaksi kondensat asam belerang
(H2SO4) pada permukaan elemen metal yang mempunyai suhu rendah
dibawah titik kondensasi. Titik kondensasi (Dew Point) H2SO4
dipengaruhi oleh konsentrasinya didalam gas bekas (Flue Gas) .
Gambar 9. Dew Point VS konsentrasi
Berdasarkan grafik ini dan kandungan gas SO3 di Stack ( data Tgl 26
Juli 2005 terlampir ), maka titik kondensasi (embun) Asam Belerang di
PLTU Paiton tercapai pada temperatur antara : 105 s/d 120
o
C (kadar
gas SO3 di Stack : 0,3 0,4 ppm ).
Titik kritis tercapainya titik embun H2SO4 disaluran gas bekas pada sisi
dingin dari pemanas awal udara (Cold End Elemen Air Heater),
sehingga pada peralatan ini yang akan menerima dampak dari Low
Temperatur Corrotion.
19 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Apapun kelas batubara dapat mengakibatkan terjadinya proses korosi ini
selama kadar belerang dalam bahan bakar tinggi sehingga tercapai titik
pengembunan Asam Belerang pada proses operasi normal PLTU.
2. Dampak terhadap pencemaran lingkungan.
Sebagaimana dampak terhadap peralatan pembangkit, pencemaran
kepada lingkungan akan terjadi dengan tingginya kadar Surfur (S)
didalam batubara. Sesuai dengan studi dampak terhadap proses
produksi gas SO2 dan penyebarannya dari PLTU unit 1&2, maka
disimpulkan bahwa pada operasi normal, PLTU Paiton Unit 1&2 akan
mengakibatkan pencemaran udara dengan dilampauinya Baku-Mutu
emisi sesuai dengan SK MenLH No. 13/MENLH/3/1995 apabila
batubara yang dibakar mempunyai kadar Sulfur (S) diatas : 0,44 %
kering.
( Studi dilakukan oleh BPPT Teknologi / LSDE pada tahun1999 di PLTU
Paiton dan di Laboratorium LSDE )
Dari data kandungan Sulfur (S) dalam batubara yang telah dibakar
selama ini dan dari data monitoring konsntrasi gas SO2 di emisi
menunjukkan masih berada dibawah batas tersebut diatas, sehingga
pencemaran lingkungan dengan dilampauinya ambang baku-mutu
sebagaimana SK Men LH tersebut tidak terjadi di PLTU Paiton unit 1&2.
VII. DATA PERFORMA BOILER UP PAITON DENGAN BATUBARA YANG
BERBEDA

Saat dilakukan test performance dengan batubara full low rank, PLTU Paiton 2
tidak bisa mencapai 400 MW (Gambar 10a). Komposisi batubara Full Low
Rank dengan HHV 4825 kcal/kg menyebabkan daya maksimal generator
hanya 367 MW (derating 33 MW).
20 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 10a. Data Operasi Saat Menggunakan Batubara Jorong
*Sumber : Print out dari Digital Control System PLTU 2 (24 Juni 2004)
Gambar 10b. Data Operasi Saat Menggunakan Batubara Adaro
*Sumber : Print out dari Digital Control System PLTU 2 (23 Juni 2004)
21 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Batubara low rank dengan nilai kalor lebih rendah 8.77% menyebabkan Gross
Plant Heat Rate dan Net Plant Heat Rate naik sebesar 10.95% dan 11.36%.
Rumus Gross Plant Heat Rate secara sederhana adalah:
Output Generator
FlowxHHV Coal
GPHR
_
_


Saat komposisi low rank coal semakin tinggi maka terlihat bahwa heat rate
akan semakin naik dengan semakin rendahnya HHV. Hal ini terjadi karena
terjadi penurunan effisiensi boiler. Dimana semakin rendah nilai kalor (HHV)
maka effisiensi boiler akan semakin rendah. Jadi kenaikkan coal flow lebih
besar dibandingkan dengan penurunan HHV (tabel 6). Hal ini perlu dipahami
karena akan menjadi rancu bila dikatakan bahwa penurunan effisiensi boiler
dikarenakan ada kerusakan/gangguan di peralatan. Yang benar adalah terjadi
penurunan effisiensi di peralatan karena pengoperasian yang berbeda, sebagai
contoh:
- Effisiensi boiler akan turun sebesar 1% bila moisture naik 1%. Jadi
dengan batubara low rank maka kenaikkan moisture sebesar 15.55%
akan menurunkan effisiensi boiler sebesar 1.55%.
- Saat menggunakan batubara adaro, dengan nilai kalor yang tinggi
maka pada beban penuh hanya 4 mill yang operasi atau 5 mill tetapi
dengan flow yang rendah (bila ada gangguan pada mill). Tetapi saat
menggunakan batubara low rank dengan nilai kalor lebih rendah maka
batubara yang masuk ke boiler harus semakin besar sehingga butuh 5
mill yang operasi (Gambar 10 dan 11). Hal ini akan menaikkan
pemakaian sendiri untuk mill saat menghitung Net Plant Heat Rate.
- Penurunan HHV sebesar 1% akan menaikkan laju alir udara di FDFan,
PAFan dan IDFan sebesar 1% dan menaikkan power sebesar 3%.
Sehingga dengan batubara low rank dengan nilai kalor lebih rendah
maka aliran gas buang akan naik dan power untuk fan juga naik.
- Saat menggunakan batubara low rank, coal reject (pyrite) di mill juga
naik sehingga banyak losses yang terbuang
22 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Dari data-data diatas jelas terlihat bahwa dengan beban generator output yang
sama maka energi total yang dibutuhkan oleh boiler adalah berbeda bila nilai
kalor batubara juga berbeda. Jadi perubahan HHV akan sangat mempengaruhi
effisiensi boiler dan plant secara keseluruhan. Membandingkan effisiensi plant
berbahan bakar batubara harus melihat nilai kalor yang dipakai. Hal ini berbeda
sekali bila dibandingkan dengan boiler yang berbahan bakar gas atau minyak
dimana nilai kalor bahan bakar tidak bervariasi terlalu jauh. Dari data yang ada,
terdapat hubungan yang sangat erat antara nilai kalor dengan NPHR. Semakin
rendah nilai kalor batubara maka nilai NPHR juga akan semakin tinggi. Dari
data pengoperasian sejak tahun 1998 sampai 2004 diperoleh hubungan yang
signifikan antara nilai HHV dengan NPHR. Dari perhitungan dengan
persamaan linear diperoleh persamaan bahwa penurunan nilai HHV sebesar
1% akan menaikkan nilai NPHR sebesar 1.08% (Gambar 12).
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara HHV dengan NPHR PLTU Paiton
Saat ini dalam operasional sehari-hari, komposisi penggunaan batubara high
rank dibanding low rank adalah 60%:40%. Pada komposisi tersebut, PLTU
Paiton masih bisa mencapai 400 MW walaupun dengan kondisi pulverizer dan
fan yang cukup mendekati kemampuan maksimal (Gambar 11). Semakin tinggi
23 of 74
Tim Engineering
HHV-NPHR CHART
2500
2550
2600
2650
2700
2750
2800
2850
5170.87 5219.91 5228.83 5253.46 5255.12 5282.46 5305.77
HHV (kcal/kg)
N
P
H
R

(
k
c
a
l
/
k
W
h
)
Jan-Juni 2004
1998
2002
1999
2003
2001
2000
HHV-NPHR CHART
2500
2550
2600
2650
2700
2750
2800
2850
5170.87 5219.91 5228.83 5253.46 5255.12 5282.46 5305.77
HHV (kcal/kg)
N
P
H
R

(
k
c
a
l
/
k
W
h
)
Jan-Juni 2004
1998
2002
1999
2003
2001
2000
TH NPHR HHV Gangguan
1998 2716.21 5219.91 8
1999 2662.95 5305.77 11
2000 2578.73 5255.12 16
2001 2637.97 5282.46 9
2002 2697.39 5228.83 10
2003 2636.74 5253.46 6
2004 2781.09 5170.87 3
NPHR= -1.08HHV+8376.67
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
persentase low rank, maka nilai kalor batubara mixing juga akan semakin
rendah. Otomatis SFC akan naik tetapi secara biaya bahan bakar lebih
menguntungkan (Tabel 6).

Gambar 11. Data Operasi Saat Menggunakan Batubara Mixing
(60%Adaro:40%JBG)
*Sumber : Print out dari Digital Control System PLTU 2 (6 Juli 2004)
Tabel 6. Perbandingan Uji Performa Operasi Unit 2
Adaro:JBG1 Adaro:JBG1 Adaro:JBG1
4 : 0 3 : 2 0 : 5
23 Juni 2004 3 Agustus 2004 24 Juni 2004
Mi l l Operati on Uni t 4 5 5
Beban MW 399 400 367
Main Steam Fl ow kg/ hr 1,269,376 1,269,216 1,160,256
Coal Flow kg/ hr 188,570 205,900 210,940
SFC kg/ kWh 0.4726 0.5148 0.5748
Hi gh Heati ng Val ue kcal / kg 5,289 5,103 4,825
GPHR kcal / kWh 2,500 2,627 2,773
NPHR kcal / kWh 2,674 2,825 2,978
Parameter Uni t Komposi si Pemakai an Batubara
24 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 7. Komposisi Batubara Saat Uji Performa Unit 2
Parameter ADARO JORONG DEVI ASI
(As recei ve) 23 Juni 2004 24 juni 2004
HHV Kcal / kg 5,289 4,825 -8.77
Moi sture % 23.86 27.57 3.71
Ash Content % 0.86 1.98 1.12
Total Sul fur % 0.1 0.15 0.05
HGI % 50 52 4.00
UNIT
*Suber : Hasil test laboratorium Cwamas
VIII. PENGARUH BATUBARA DAN ASH TERHADAP PERALATAN UTAMA
Secara umum, pengaruh penggunaan batubara terhadap peralatan dapat
dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Kandungan Batubara Terhadap Peralatan Pembangkit (Ref.4)
PERALATAN
Total
Moisture
Ash
Content
Volatile
Matter
HHV Sulfur HGI
Ash
Properties
Furnace O O O O O O
Burners O O
Pulverizers O O O O O O
Superheater O O
Reheater O O
Sootblowers O O O
Air Heater O O O O
Precipitator O O O O
FD/PA Fan O O
ID Fan O O O O O
Coal/Ash
Handling O O O O
1. Burner
Komposisi batubara yang sangat berpengaruh terhadap burner adalah
moisture, volatile matter dan high heating value.
25 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
A. Effek Moisture
Seperti dijelaskan diatas, jumlah moisture sangat mempengaruhi drying
time dari batubara. Semakin besar moisture batubara maka drying time
akan semakin besar sehingga titik penyalaan api (ignition point) pada
fasa devolitization akan semakin mundur. Berarti jarak api dari burner
akan semakin jauh sehingga burner surface temperature akan semakin
rendah. Semakin jauh jarak api dari burner sebenarnya akan
menyebabkan temperatur permukaan burner juga akan semakin rendah
sehingga lebih aman bagi material burner terhadap kemungkinan
overheating. Dari persamaan drying time, dengan asumsi properties
yang lain konstan, maka drying time akan sebanding dengan kenaikkan
jumlah moisture yaitu sebesar 2.0%. Dari spesifikasi material coal nozzle
diperoleh data bahwa temperature maksimum yang diijinkan adalah
1250
o
C. Tetapi dengan moisture yang tinggi maka ada kerugian panas
yang diserap oleh moisture sehingga terjadi kenaikkan aliran jumlah
batubara ke boiler. Jadi kecepatan aliran batubara saat melewati coal
burner juga akan naik dan kemungkinan laju abrasi di coal nozzle tip
juga naik.
B. Effek Volatile Matter
Volatile matter sangat berhubungan dengan ignition temperature
batubara dan particle burnout (pembakaran partikel batubara).
Sedangkan effek Volatile Matter terhadap ignition temperature adalah
berbanding terbalik. Semakin besar volatile matter maka ignition
temperature akan semakin rendah. Hubungan antara ignition
temperature dengan volatile matter dapat dilihat pada gambar 13.
26 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 13. Grafik Hubungan Antar Volatile Matter
Dengan Ingnition Temperature (Ref.4)
Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin besar volatile matter maka
batubara akan semakin mudah terbakar. Dengan bertambahnya volatile
matter maka jarak api ke burner akan semakin dekat dan burner surface
temperature akan naik. Low rank mempunyai nilai volatile matter 3.38%
lebih rendah. Berarti membutuhkan ignition temperature lebih tinggi
(semakin sulit terbakar) dan kestabilan pembakaran lebih jelek. Untuk
mendapatkan temperature yang tinggi maka batubara butuh waktu lebih
lama untuk terbakar artinya terjadi pergeseran titik penyalaan (bisa
menyebabkan overheating).
C. Effek High Heating Value
Adapun pengaruh nilai kalor terhadap burner hanya dominan terhadap
laju aliran batubara saja. Semakin tinggi nilai kalor batubara maka laju
alir bahan bakar untuk mendapatkan energi yang sama akan semakin
27 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
rendah sehingga laju abrasive di burner tip/coal pipe akan semakin
rendah juga. Jarak yang ditempuh oleh batubara saat terbakar adalah:
A
t t t m
S
t V S
brout pry dry
tot
.
) .(
.

+ +


Bila diasumsikan waktu pyrolisis dan waktu pembakaran karbon konstan
maka jarak tempuh pembakaran batubara saat menggunakan batubara
low rank akan naik sebanding dengan perkalian antara kenaikkan laju
alir massa batubara (8.49%) dan kenaikkan waktu drying (2.02%) yaitu
naik sebesar 17.15%.
2. Pulverizer
Fungsi pulverizer adalah menghaluskan batubara agar mencapai batasan
yang diijinkan untuk boiler (70% lolos 200 mesh). Faktor batubara yang
berpengaruh terhadap pulverizer adalah: volatile matter, moisture, high
heating value. Untuk mendapatkan pulverizer performance terbaik maka
temperature mixture primary air dan coal meninggalkan classifier dijaga
sekitar 82.3
o
C (180
o
F). Maksimum outlet temperature tidak boleh
melampaui 93.4
o
C (200
o
F) dan ini interlock dengan temperature controller
untuk close hot air gate (Tabel 9). Pulverizer akan terbakar bila pulverizer
outlet temperature lebih tinggi 11
o
C (20
o
F) dari normal operating
temperature. Saat ini Mill Outlet Temperature tidak pernah tercapai karena
moisture dari batubara tinggi dan temperature keluar dari Primary Air Heater
rendah. Rata-rata MOT saat ini adalah 55
o
C (Tabel 10).
28 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 9. Maksimum Mill Outlet Temperature (Ref.2)
COAL TYPE Max. MOT
Hi-Volatile Bituminous A 82
o
C (180
o
F)
Hi-Volatile Bituminous B
Hi-Volatile Bituminous C
Sub Bituminous A
77
o
C (170
o
F)
Sub Bituminous B
Sub Bituminous C
Lignite
65
o
C (150
o
F)
Table 10. Batasan Operasi Pulverizer dan Primary Air Flow
Parameter Design
Manual Book
Other
literature
Present
- Mill Outlet Temperature Set
Point
- Mill Outlet Temperature Max
- Primary Air Flow : Total Air
for Combustion
- Primary Air Flow : Coal Flow
- Coal Moisture Outlet Mill
- Primary Air Temperature
Inlet Mill Maximum
65
o
C
76
o
C (11
o
C above
set point)
15%~25%
-
-
-
-
85
o
C
-
1.7~2.2
1%~2%
280
o
C
60
o
C
55
o
C
27%
2.3~2.5
16%~21%
230
o
C
A. Effek Moisture
Penambahan moisture juga akan menyebabkan batubara semakin sulit
digiling sehingga kapasitas pulverizer akan turun. Kenaikkan moisture
sekitar 5% akan menurunkan pulverizer capacity sekitar 5% (Ref.4).
Dengan kenaikkan moisture sebesar 2.02% maka kapasitas pulverizer
akan menurun sebesar 2.02% saat menggunakan low rank. Selain itu,
moisture akan berpengaruh terhadap kemampuan abrasi dari coal.
Berdasarkan abrasi test yang dilakukan di King Country, Washington
menunjukkkan bahwa penambahan moisture batubara sebesar 3% akan
29 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
menaikkan 32% metal loss pada sudu (blade) di dalam abrasion
aparatus (Ref.4). Jadi penggunaan batubara low rank akan menaikkan
laju abrasive di pulverizer sebesar 21.3%.
Gambar 14. Pengaruh Moiture Terhadap Grindability (Ref.4)
B. Effek Volatile Matter
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa semakin besar volatile matter
maka batubara akan semakin mudah terbakar artinya fineness lolos 200
mesh yang dibutuhkan oleh boiler akan turun. Hal ini akan menaikkan
kapasitas pulverizer factor atau bisa dikatakan kapasitas pulverizer akan
naik. Hubungan fineness dengan kapasitas factor sebagai fungsi volatile
matter dapat dilihat pada gambar 15. Dalam operasional, fineness lolos
200 mesh di set pada 70% sehingga penurunan volatile matter low rank
sebesar 3.38% tidak mempengaruhi kapasitas pulverizer.
30 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 15. Gambar Hubungan Fineness Dengan Capacity
Factor Sebagai Fungsi Volatile Matter (Ref.4)
C. Effek High Heating Value
Untuk menghasilkan energi yang sama maka turunnya high heating
value sebesar 1% akan menaikkan laju alir massa batubara ke boiler
sebesar 1%. Jadi bila high heating value batubara semakin rendah maka
kapasitas pulverizer yang dibutuhkan akan semakin besar. Saat
menggunakan batubara low rank dengan nilai HHV 8.29% lebih rendah
maka laju alir massa batubara yang harus digiling oleh pulverizer akan
meningkat sebesar 8.29%. Saat ini dengan menggunakan low rank coal,
untuk mencapai beban penuh (400 MW) diperlukan 5 pulverizer operasi
sehingga pembangkit rawan derating bila ada gangguan pada
pulverizer. Hal ini meyebabkan keandalan sistem berkurang karena tidak
ada standby pulverizer saat beban penuh. Ini juga menimbulkan derating
yang cukup besar (gambar 16).
31 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Kontribusi Forced Derating
62.71% 11.02%
11.86%
8.47%
5.08%
0.85%
Gangguan Coal Feeder, mill, conveyor Kontrol
Kualitas Batubara, gangguan alat berat, krisis BB Condensor
Bocoran valve, pipa Lain-lain
Gambar 16. Kontribusi Force Derating Th 2004 (terbesar karena tidak
ada stanby mill saat beban penuh)
D. Effek Sulfur
Sulfure terdiri dari unsur organic sulfure dan sulfate sulfure dalam bentuk
iron sulafate dan pyritic sulfure. Komponen iron sulfate berbentuk pyrite
dan atau marasite. Sifat dari pyrite adalah lebih keras dari batubara.
Selain itu pyrite juga memiliki berat jenis lima kali lipat lebih berat dari
batubara sehingga pyrite akan mempunyai waktu tinggal (resident time)
lebih lama di daerah grinding dan classifying. Jadi pyrite memberikan
effek yang besar terhadap laju keausan grinding dan bagian dalam di
pulverizer. Secara umum, kenaikkan sulfure di batubara akan berbentuk
pyrite sehingga keausan komponen internal pulverizer akan naik. Low
rank mengandung sulfur 0.14% lebih banyak sehingga keausan
pulverizer juga akan naik. Pyrite reject juga akan naik sebesar 8.62%.
Berapa persentase kenaikkan abrasi karena kenaikkan pyrite belum
diketahui secara jelas. Tetapi bila diasumsikan kenaikkan laju abrasi
sebanding dengan kenaikkan pyrite maka keausan pulverizer akan naik
menjadi 8.26% juga.
32 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
E. Effek Grindability
Secara umum, kemudahan batubara untuk digiling dapat diukur dengan
menggunakan metode Hardgrove Grindability Index (HGI) sesuai
standart ASTM D409 (Gambar 17).
Gambar 17. Metoda Pengukuran Hard Grove Index (Ref.3)
Semakin tinggi rendah HGI maka batubara akan semakin sulit digiling.
Artinya semakin rendah HGI maka kapasitas pulverizer akan semakin
turun (Gambar 18).
Gambar 18. Grafik Hubungan Hard Grove Index Dengan Capacity (Ref.4)
33 of 74
Tim Engineering
ASTM D409
Total Weights : 29? f
P = 64+1/2 lb
60 revolutions, 15rpm
D partikel : 590-1190 m
HGI : Hardgrove Index
HGI = 13+6.93W
W : passing through 200 mesh sieve
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Batubara Jorong mempunyai HGI 53. Ini lebih tinggi dibandingkan
batubara Adaro dengan HGI 51. Hubungan antara HGI dengan
kapasitas pulverizer dapat dilihat pada gambar 18. Dengan HGI 53
maka capacity factornya adalah 1.03, dengan kata lain kapasitas
pulverizer akan naik 3% dibandingkan HGI 50 (CF=1.00). Dari gambar
19 terlihat bahwa saat menggunakan batubara low rank, total ampere
mill adalah 474A dan menghasilkan output 211 t/hr. Kapasitas mill yang
dihasilkan ini lebih banyak bila dibandingakan dengan saat
menggunakan Adaro, yang hanya menghasilkan 188 t/hr dengan
ampere total lebih tinggi yaitu 475A (ada kenaikkan 12%). Hal ini karena
faktor size raw coal dimana Batubara JBG mempunyai ukuran raw coal
lebih kecil dibanding Adaro sehingga untuk menghasilkan output dengan
diamater fineness yang sama (75 micron) dapat menghasilkan kapasitas
yang lebih besar. Jadi reduction size ratio saat menggunakan batubara
JBG lebih rendah bila dibandingkan dengan Adaro. Reduction size ratio
adalah perbandingan diameter output dengan input mill. Semakin kecil
reduction size ratio maka energi untuk grinding juga akan semakin kecil.
Dengan kata lain, batubara low rank (JBG) lebih mudah digiling. Hal ini
sesuai dengan persamaan energy (comminution energy) yang
dibutuhkan oleh mill untuk menggiling batubara. Secara general,
besarnya energy untuk proses grinding dapat dicari dengan
menggunakan persamaan Bonds Law (Perrys Handbook):
1
1
1
]
1


1 2
1 1
D D
C W

dimana:
W = comminution energy (grinding force)
C = constantan
D1 = initial particle diamater
D1 = final particle diamater

,
_

2
1
D
D
r
reduction size ratio
34 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
(a)
(b)
35 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
(b)
Gambar 19. Perbandingan Ampere Pulverizer Saat Menggunakan (a)
Batubara Jorong 474A dan (b) Batubara Adaro 475 A. Data Test
Performace Tanggal 23 dan 24 Juni 2004
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
mendapatkan jumlah energi kalor yang sama saat menggunakan batubara
low rank, maka pulverizer akan membutuhkan energi power 7.51% lebih
besar. Sedangkan laju keausan pulverizer akan naik sebesar 21.3% karena
kenaikkan moisture dan bila ditambahkan keausan karena pyrite 8.62%
maka laju keausan total adalah 29.92%. Untuk menaikkan keandalan saat
menggunakan low rank coal maka kapasitas pulverizer harus dinaikkan.
Berdasarkan buku Design & Operation Manual Volume 3, pulverizer
maximum capacity tergantung pada (Ref.2):
1. Pulverizer size
2. Raw coal properties (Hardgrove Index/HGI dan moisture level)
3. Pulverizer coal fineness (% trough 200 mesh)
36 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Dari beberapa literature (Industrial Coal Clean Technology & Perrys
Handbook), mill capacity dipengaruhi oleh (Ref.3):
1. Grade
2. Particle size distribution
3. Moisture content
Dari data diatas, sebenarnya kapasitas mill dapat dinaikkan dengan
beberapa alternatif cara yaitu dengan cara:
Factor Alternatif Pemecahan Kendala
1. Pulverizer size - Meng
ganti mill dengan
kapasitas lebih besar
- Biaya yang
sangat besar karena harus
mengganti 5 mill yang ada
saat ini
2. HGI - Memb
eli batubara HGI
tinggi
- Keterbatasa
n stock batubara & harga
3. Moisture - Memb
eli batubara moisture
rendah
- Menai
kkan Primary Air
Temperature
(redesign PAH)
- Extern
al Dryer Coal
- Keterbatasa
n stock batubara & harga
- Perlu
analisa Primary Air Heater
- Perlu kajian
yang mendalam dari sisi
teknis dan biaya
4. Particle Size
Distribution
- Mema
sang dynamic
classifier untuk
menyempurnakan
distribusi size output
coal
- Perlu
analisa yang mendalam
untuk aspek teknis dan
biaya
5. Size Reduction
Ratio /
Pulverizer coal
fineness (%
trough 200
mesh)
- Mered
uksi size ratio
dengan menambah
pre-crushing
sebelum mill
- Perlu
analisa yang mendalam
untuk aspek teknis dan
biaya
37 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Yang bisa dikaji terlebih dahulu adalah alternatif modifikasi Air Heater (3),
modifikasi Dynamic Classifier (4) dan Penambahan Pre-crusing (5).
Dari persamaan Bonds terlihat bahwa semakin kecil reduction size ratio

,
_

2
1
D
D
r
maka energy yang dibutuhkan akan semakin kecil. Dengan kata lain,
apabila kita menurunkan reduction size ratio untuk sebuah mill maka
dengan energy yang sama maka akan didapatkan peningkatan mill
capacity. Dengan menambah pre-crushesing sebelum mill maka initial
particle diameter untuk raw coal saat masuk mill akan berkurang sehingga
kapasitas mill akan naik. Kenaikkan kapasitas mill bisa juga didapatkan
dengan cara memperbesar diameter output mill yaitu dengan cara
membuka classifier lebih lebar. Tetapi cara ini perlu kajian mendalam
karena akan meyebabkan diameter output mill lebih besar yang akan
mempengaruhi pembakaran di furnace.
Alternatif lain untuk menaikkan kapasitas mill adalah dengan menggunakan
teknologi dynamic classifier. Teknologi ini memanfaatkan gaya sentrifugal
saat classifier diputar untuk mendorong batubara sehingga jumlah batubara
yang lolos melewati classifier akan semakin besar. Dynamic classifier dapat
menghasilkan daya dorong lebih besar bila dibandingkan dengan static
classifier yang hanya memanfaatkan gaya gravitasi untuk mendorong
batubara yang telah digiling keluar dari mill. Prinsip kerja dari dynamic
classifier dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

38 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Semakin besar diameter output maka persentase lolos 200 mesh akan
semakin kecil sehingga pulverizer capacity corection factor lebih
besar
3. Superheater Reheater
39 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Ash yang menempel di superheater-reheater pipe akan mengurangi laju
perpindahan panas. Ratio pengurangan laju perpindahan panas dengan
luasan area yang terisolasi oleh ash (slagging/fouling) adalah . Dari data
batubara, batubara yang digunakan di Paiton masih tergolong batubara
dengan Slagging/Fouling Index yang rendah jadi potensi untuk terjadi
slagging/fouling di superheater/reheater pipe kecil. Yang perlu diperhatikan
adalah nilai kalor yang rendah akan menaikkan kecepatan aliran batubara
dan udara di dalam ruang bakar. Selain itu, dengan kenaikkan moisture
maka drying time akan naik. Naiknya kecepatan aliran batubara dan udara
serta drying time yang lama akan menyebabkan delay combustion. Dari
perhitungan terdahulu, jarak tempuh api diperkirakan akan naik 17.15%
lebih panjang. Saat dilakukan pengukuran moisture di inlet dan outlet feeder
diperoleh penurunan moisture rata-rata sebesar 10~12% (tabel 11 dan 12).
Dengan kondisi tersebut, moisture saat memasuki ruang bakar diperkirakan
masih sangat tinggi sehingga akan mempengaruhi ignition point dan
kestabilan pembakaran di ruang bakar. Delay combustion dapat
mempengaruhi temperature di reheater karena pembakaran akan lebih
mundur ke daerah konveksi (overheating). Panas lebih banyak diserap oleh
reheater dibandingkan superheater (Gambar 20a dan 20c). Sejak tahun
2003 telah beberapa kali terjadi kebocoran pada reheater tube. Dari hasil
laboratorium dan metallography diperoleh data bahwa telah terjadi
overheating di reheater tube (Tabel 13). Parameter operasi di DCS juga
menunjukkan terjadi beberapa kali alarm overheating pada reheater tube
terutama pada sisi bagian timur (Gambar 20d).
Tabel 11. Pengukuran moisture di inlet dan iutlet mill batubara Adaro
40 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Batubara : ADARO
Tgl. Pelaksanaan : 08 September 2004
TEMPAL
PENGAMBILAN ADB AR ADB AR ADB AR
Wib ( MW) ( %) ( %) ( %)
1 FEEDER #1
FEEDER #II
( A; C; D; E)
2
3 Mill II
A 3.99 9.32 12.94
C 3.64 9.09 12.40
D
3.62 8.82 12.12
E 3.57 8.71 11.97
CATATAN:
- Posisi OFA : Tutup
- Feeder B,C, D : Adaro
- Feed Rate : 94 %
- Clasifier : 5 %
.-
7.26 18.16 24.1 5590 5184
0.38 -
ECOHOPER 0.22 -
.- .- .-
EPHOPPER
10.30
(%) ( %)
10.30
400
.- .-
10.30
1.3 1.21
.-
NO
JAM BEBAN FM
DATAHASIL ANALISALABORATORIUM
PT PJBUPPAITON
" PERFORMANCETEST BOILERUNIT II "
IM TM
NILAI KALOR ASH UNB. CARBON
(K.Cal/Kg)
PT PJBUPPTN
Tabel 12. Pengukuran moisture di inlet dan iutlet mill batubara Spot
Batubara : SPOT ( RH-1 )
Tgl. Pelaksanaan : 22 September 2004
TEMPAL
PENGAMBILAN ADB AR ADB AR ADB AR
Wib ( MW) ( %) ( %) ( %)
1 FEEDER # II
RH- 1
FEEDER # II
RH- 2
2
3 Mill II
B
6.67 11.67 17.56
D
3.9 11.25 14.71
CATATAN :
- Posisi OFA : Tutup
- Feeder B,C, D : Spot
- Feed Rate : 94 %
- Clasifier : 5 %
3.6
15.82 10.82 24.93 6005 5055
0.22 -
ECOHOPER 0.42 -
5688.7 4648.8 4.41
EPHOPPER
11.00
( %) ( %)
11.00
400
18.28 11.26
11.00
1.58 1.4
27.48
NO
JAM BEBAN FM
DATA HASIL ANALISA LABORATORIUM
PT PJBUPPAITON
" PERFORMANCETEST BOILERUNIT II "
IM TM
NILAI KALOR ASH UNB. CARBON
( K.Cal/Kg)
PT PJB UPPTN
41 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 20a. Boiler Piping (Over Heating di R11)
Gambar 20b. Furnace Top View
42 of 74
Tim Engineering
Flow Gas Direction
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 20c. Terjadi Deviasi Yang Cukup Besar Antara Main Steam
Temperature (529
o
C) Dibandingkan Reheat Temperature (540
o
C)
*Sumber : Print out dari Digital Control System PLTU 1 (28 Juli 2005)
Gambar 20d. Reheat Metal Temperature (Plate N0 4-Bagian Timur Over
Heating)
*Sumber : Print out dari Digital Control System PLTU 1 (28 Juli 2005)
43 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 13 . Record Kebocoran Tube Boiler Unit 1 (a) dan Unit 2 (b)
Sebenarnya masalah overheating tidak hanya karena perubahan bahan
bakar (penggunaan low calori) tetapi ada beberapa penyebab lainnya.
Salah satu yang diduga ikut menyebabkan overheating adalah perubahan
aliran flow di main steam dan reheat steam yang dipengaruhi kondisi
turbine. Kondisi burner tilting yang tidak seragam juga memberikan
kontribusi terhadap penyimpangan fire ball di furnace.
44 of 74
Tim Engineering
nihil - 1996 11
nihil - 1997 10
nihil - 1998 9
nihil - 1999 8
Walltube sisi barat bocor - 17-1-00 s/d 21-1-00 7
nihil - 2001 6
Rehabilitasi walltube karena hydrogen attack - 10-5-02 s/s 31-7-02 5
Walltube bocor (4 buah) - 20-3-03 s/d 26-3-03 4
Reheater R11 panel no. 3, tube no 9 pecah, karena overheating
(Laporan LIPI)
SA213 Gr T22
SA213 Gr T22
6-11-03 s/d 12-11-03 3
Reheater R11 panel no. 3, tube no 9 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 10-5-04 s/d 13-5-04 2
Reheater R11 panel no. 4, tube no 12 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22
SA213 TP 304H
29-12-04 s/d 3-1-05 1
KETERANGAN MATERIAL TAHUN NO
nihil - 1996 11
nihil - 1997 10
nihil - 1998 9
nihil - 1999 8
Walltube sisi barat bocor - 17-1-00 s/d 21-1-00 7
nihil - 2001 6
Rehabilitasi walltube karena hydrogen attack - 10-5-02 s/s 31-7-02 5
Walltube bocor (4 buah) - 20-3-03 s/d 26-3-03 4
Reheater R11 panel no. 3, tube no 9 pecah, karena overheating
(Laporan LIPI)
SA213 Gr T22
SA213 Gr T22
6-11-03 s/d 12-11-03 3
Reheater R11 panel no. 3, tube no 9 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 10-5-04 s/d 13-5-04 2
Reheater R11 panel no. 4, tube no 12 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22
SA213 TP 304H
29-12-04 s/d 3-1-05 1
KETERANGAN MATERIAL TAHUN NO
Reheater R11 panel no. 37, tube no 17 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 23-10-05 s/d 27-10-05 1
nihil - 1996 14
Pipa reheater 3 bh bocor, gejala overheating, 4 pipa reheater
lainnya bengkok juga diganti
- 16-8-97 s/d 29-8-97 13
Pipa Economizer F23/S13 bocor - 13-2-98 s/d 21-2-98 12
LTSH S21 pipa bocor - 22-12-98 s/d 29-12-98 11
nihil - 1999 10
nihil - 2000 9
nihil - 2001 8
nihil - 2002 7
Reheater R11 panel no. 40 dan no 15 pecah, gejala overheating
(LIPI)
SA213 Gr T22 12-2-03 s/d 16-2-03 6
Reheater R11 panel no. 42, tube no 19 pecah, gejala overheating SA213 TP 304H 30-11-04 s/d 3-12-04 5
Reheater R11 panel no. 41, tube no 18 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 13-1-05 s/d 17-1-05 4
Reheater R11 panel no. 40, tube no 18 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 15-4-05 s/d 20-4-05 3
Reheater R11 panel no. 40, tube no 15 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 8-6-05 s/d 13-6-05 2
KETERANGAN MATERIAL TAHUN NO
Reheater R11 panel no. 37, tube no 17 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 23-10-05 s/d 27-10-05 1
nihil - 1996 14
Pipa reheater 3 bh bocor, gejala overheating, 4 pipa reheater
lainnya bengkok juga diganti
- 16-8-97 s/d 29-8-97 13
Pipa Economizer F23/S13 bocor - 13-2-98 s/d 21-2-98 12
LTSH S21 pipa bocor - 22-12-98 s/d 29-12-98 11
nihil - 1999 10
nihil - 2000 9
nihil - 2001 8
nihil - 2002 7
Reheater R11 panel no. 40 dan no 15 pecah, gejala overheating
(LIPI)
SA213 Gr T22 12-2-03 s/d 16-2-03 6
Reheater R11 panel no. 42, tube no 19 pecah, gejala overheating SA213 TP 304H 30-11-04 s/d 3-12-04 5
Reheater R11 panel no. 41, tube no 18 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 13-1-05 s/d 17-1-05 4
Reheater R11 panel no. 40, tube no 18 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 15-4-05 s/d 20-4-05 3
Reheater R11 panel no. 40, tube no 15 pecah, gejala overheating SA213 Gr T22 8-6-05 s/d 13-6-05 2
KETERANGAN MATERIAL TAHUN NO
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON

Kebocoran Reheater Tube # 2, Feb 03 Kebocoran Reheater Tube # 2, Des 04
Kebocoran Reheater Tube # 1, Des 04 Kebocoran Reheater Tube # 2, Jun 05
Losses Akibat Kebocoran Reheater Tube
45 of 74
Tim Engineering
3,819,049,846.99 117.43 20-Apr-05 15-Apr-05 2 8
836,668,863.36 Losses perhari Outage
34,861,202.64 Losses perjam Outage
4,101,343,021.28 117.65 Rata-2 Durasi Outage
36,912,087,191.49 1,058.83
5,487,776,562.00 92.58 27-Okt-05 23-Okt-05 2 9
3,980,033,383.92 122.38 18-Jan-05 13-Jan-05 2 7
3,383,906,468.36 104.05 4-Dec-04 30-Nov-04 2 6
5,136,838,315.01 157.95 11-Jan-04 5-Jan-04 2 5
3,306,829,502.19 101.68 16-Feb-03 12-Feb-03 2 4
4,195,328,538.37 129.00 3-Jan-05 29-Dec-04 1 3
3,448,299,883.13 106.03 14-May-04 10-May-04 1 2
4,154,025,691.52 127.73 12-Nov-03 6-Nov-03 1 1
LOSSES EKONOMIS (Rp) DURASI (Jam) MASUK SHUTDOWN UNIT NO
3,819,049,846.99 117.43 20-Apr-05 15-Apr-05 2 8
836,668,863.36 Losses perhari Outage
34,861,202.64 Losses perjam Outage
4,101,343,021.28 117.65 Rata-2 Durasi Outage
36,912,087,191.49 1,058.83
5,487,776,562.00 92.58 27-Okt-05 23-Okt-05 2 9
3,980,033,383.92 122.38 18-Jan-05 13-Jan-05 2 7
3,383,906,468.36 104.05 4-Dec-04 30-Nov-04 2 6
5,136,838,315.01 157.95 11-Jan-04 5-Jan-04 2 5
3,306,829,502.19 101.68 16-Feb-03 12-Feb-03 2 4
4,195,328,538.37 129.00 3-Jan-05 29-Dec-04 1 3
3,448,299,883.13 106.03 14-May-04 10-May-04 1 2
4,154,025,691.52 127.73 12-Nov-03 6-Nov-03 1 1
LOSSES EKONOMIS (Rp) DURASI (Jam) MASUK SHUTDOWN UNIT NO
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
4. Sooth Blowers
Didalam furnace, fly ash bisa menempel di superheater/reheater pipe atau
di walltube, baik berupa fouling ataupun slagging. Akumulasi fouling dan
slagging akan menurunkan area luasan perpindahan panas sehingga
temperature gas keluar dari furnace akan naik. Sootblower lebih berfungsi
untuk mengotrol slagging daripada menghilangkannya. Terbentuknya
fouling atau slagging sangat tergantung pada komposisi ash dan
temperature furnace. Dari data analisa ash diperoleh harga slagging/fouling
index yang rendah sehingga sooth blowing system yang ada saat ini masih
memadai.
4. Air Heater
Batubara dengan High sulfur akan menghasilkan sulfur trioxide (SO3)
dengan konsentrasi tinggi di gas buang. Sulfur trioxide bisa membentuk
sulfuric acid (H2SO4) bila berekasi dengan uap air. Sulfuric acid yang
terkondensasi dapat menyebabkan korosi di air heater, duct, precipitator, ID
Fan, dan stack liner. Untuk itu temperature rata-rata cold-end air heater
harus dijaga agar diatas temperatur dew-point (Gambar 21).
Temperature cold-end air heater rata-rata minimum dapat dicari dari rata-
rata temperature gas buang keluar air heater ditambah dengan temperatur
udara masuk air heater. Air preheating system dirancang untuk menjaga
temperatur rata-rata cold-end air heater. Batubara yang dipakai di paiton
memiliki kadar sulfur low rank mempunyai kandungan Sulfur maksimal
10% sehingga cold-end temperature dijaga pada 185
o
F (85
o
C). Jadi
penjumlahan temperature udara inlet dan gas outlet Air Heater dijaga diatas
170
o
C (Gambar 22)
46 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 21. Temperatur Cold End Yang Dianjurkan Dengan
Melihat Kadar Sulfur (Ref.4 Untuk Lunjrum Air Heater)
Gambar 22. Temperatur Cold End Air Heater Saat Uji Batubara Jorong
(24 Juni 2004)
47 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
5. Fans
Unsur batubara yang berpengaruh terhadap Fan (IDFan, PAFan, SAFan)
adalah: moiture, high heating value, dan ash.
A. Effek Moisture
Kenaikkan moisture batubara akan menaikkan laju alir massa batubara
karena penurunan effisiensi boiler akibat kenaikkan loss vaporization.
Dengan naiknya laju alir massa batubara maka suplai udara bakar ke
boiler juga akan naik. Kenaikkan moisture akan menyebabkan
penurunan aliran Secondary Air karena adanya kenaikkan aliran
Primary Air yang sangat besar untuk proses drying. Primary air/coal
mixture temperature menuju burner biasanya dijaga pada range
65.5~82.2
o
C. Kondisi di Unit Paiton saat ini untuk temperature keluar
mill hanya berkisar 52~57
o
C. Hal ini terjadi karena kandungan moisture
batubara cukup tinggi (Adaro: 24%, Spot: 27~29%). Dari grafik
Mositure vs Fan Flow di bawah (gambar 23) terlihat bahwa kenaikkan
moisture batubara low rank sebesar 2.02% akan menaikkan aliran
udara leawat PAFan sebesar 5.1% dan menurunkan aliran udara lewat
FDFan sebesar 2.0%. Kenaikkan moisture akan menaikkan jumlah gas
buang. Kenaikkan moisture sebesar 10% akan menaikkan laju lair
massa gas di IDFan sebesar 1%. Jadi batubara low rank akan
menaikkan aliran gas di IDFan sebesar 0.20%. Bila kenaikkan flow
linier dengan kenaikkan power maka dengan penambahan moisture
maka FDFan power akan turun sebesar 2.0%. Sedangkan power
PAFan dan IDFan akan naik sebesar 5.1% dan 0.20%.

48 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 23. Pengaruh Moisture Terhadap PAflow Dan Fdflow (Ref.4)

B. Effek High Heating Value
Secara umum kenaikkan HHV sebesar 1% akan menurunkan aliran di
FDFan, PAFan dan IDFan sebesar 1.02%. Batubara low rank
mempunyai HHV 8.29% lebih rendah sehingga laju alir massa udara di
FDFan, PAFan dan IDFan akan naik sebesar 16.58%. Dari table 14,
terlihat bahwa penurunan HHV batubara low rank sebesar 8.29% akan
menaikkan horsepower FDFan, PAFan dan IDFan sebesar 25.03%.
49 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 14. Pengaruh High Heating Value terhadap Fans (Ref.4)
C. Effek Ash
Kenaikkan ash akan menaikkan laju keausan dari IDFan. Hubungan
antara keausan fan dengan jumlah loading ash dapat dihitung dengan
persamaan di bawah ini (ref.4):

,
_

,
_

,
_

,
_

C B A v
LO HOURS IN LIFE
10 . 0 25 . 0 2 . 0 140
_ _
7 . 2

dimana:
LO : 10,000 hr
A : gram/m
3
, of fly ash trough the fan
B : SiO2 content in fly ash
C : Loading (weight) exceeding 25 micron in mean particle size of fly ash
v : Relative ash particle speed to blade tip speed in meter/sec
Dari data batubara dan kandungan ash diperoleh data bahwa low rank
mempunyai kandungan ash 2.03% lebih banyak dengan kadar SIO2
50 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
lebih besar sekitar 9%. Laju kenaikkan ash sebanding dengan laju alir
massa batubara. Dengan batubara low rank maka laju alir massa
batubara naik sebesar 8.49%. Jadi massa ash yang melalui fan akan
naik sebesar 10.52%. Naiknya kecepatan relative ash sebanding
dengan naikknya laju alir massa ash tetapi berbanding terbalik dengan
density dari ash. Dengan memasukkan semua data pada persamaan
diatas maka umur fan karena keausan abrasive diperkirakan akan turun
sebesar 58.97%.

Jadi penggunaan batubara low rank akan menaikkan power FDFan, PAFan
dan IDFan sebesar 1%, 8.1% dan 3.2%. Sedangkan umur Fan diperkirakan
akan berkurang 58.97% karena abrasive oleh ash.

6. Ash Handling Equipment
Ash handling Equipment yang paling utama adalah Electric Precipitator.
Faktor yang berpengaruh terhadap kemudahan Electric Precipitator dalam
menangkap fly ash adalah resitivity. Semakin tinggi resitivity fly ash berarti
semakin sulit dimuati oleh medan listrik sehingga fly ash semakin sulit
dikumpulkan di electroda.
A. Effek Moisture
Saat terbakar di furnace, sulfur dan moisture akan bereaksi membentuk
sulfur dioxide (SO2) dan sulfur trioxide (SO3). Sulfur trioxide yang
terbentuk dapat menurunkan resistivity. Jadi secara umum semakin tinggi
kadar moisture dan sulfur maka sulfur trioxide juga akan semakin tinggi
sehingga resistivity semakin rendah. Resistivity yang rendah akan
menaikkan performa EP. Mositure juga berpengaruh terhadap proses
pengumpulan fly ash di precipitator hopper. Moisture bereaksi dengan
mineral ash membentuk garam hidroskopik (hydroscopic salt) yang
51 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
bersifat lengket sehingga menyulitkan dalam pengumpulan fly ash di
hopper. Moisture batubara low rank yang tinggi akan memudahkan untuk
di collect di collecting electrode EP tetapi akan sulit jatuh/turun ke fly ash
hopper.
B. Effek High Heating Value
Kenaikkan HHV 1% dengan semua parameter konstan akan menurunkan
jumlah fly ash sebesar 1%. Penurunan HHV batubara low rank akan
menambah jumlah/beban di EP.
C. Effek Sulfur
Kandungan sulfur dalam bentuk sulfur trioxide sangat berpengaruh
terhadap resistivity ash. Terbentuknya sulfur trioxide sangat dipengaruhi
oleh:
1. Jumlah Sulfur dan moisture (kelembaban), semakin tinggi maka
semakin rendah resistivitynya. Semakin tinggi kandungan sulfur maka
precipitator rate akan semakin tinggi. Grafik dibawah ini menunjukan
hubungan antara jumlah sulfur dengan resistivity serta migration
velocity (precipitator rate).
52 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 24. Pengaruh Sulfur Terhadap Migration Rate Di ESP (Ref.4)
2. Gas temperature, semakin tinggi gas temperature maka SO3 dalam
gas akan semakin sulit terserap fly ash sehingga semakin tinggi
resistivitynya.
Yang juga perlu diperhatikan adalah performa EP akan menurun bila
terjadi fenomena excessive sparking atau yang lebih buruk lagi yaitu black
corona (gambar 25a).
53 of 74
Tim Engineering
Initial Condition of Back Corona : Ed = d x Id > Edb
jadi lue gas lebih terangih gelap (banyak ash yang lolos) ap ash g atau
yang lebih buruk lagi yaitu Black coronai Edb : Break down electric
field strength in dust layer
d : Dust resistivity
Id : Current density in dust layer
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 25a. Pengaruh Dust Resistivity Terhadap Performa ESP, Tegangan
Dan Arus Di ESP Serta Kondisi Internal Di ESP (Ref.3)
Black corona terjadi apabila beda tegangan lapisan ash (layer) di
collecting elektoda telah melebihi tegangan tembusnya (Gambar 26b).
Pada saat terjadi black corona, arus yang terjadi akan naik sangat tinggi.
Dengan naiknya arus yang sangat tinggi maka temperatur di daerah
tersebut juga akan sangat tinggi. Hal ini hampir menyerupai proses short
sircuit. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan ditemukannya
matterial ash yang sangat keras (slagging) di hoper EP saat unit 1 shut
down pada tahun 2003. Diperkirakan temperatur saat itu telah melebihi
temperatur leleh dari ash sehingga terjadi slagging di EP. Saat terjadi
black corona, performa EP akan sangat menurun karena electroda sudah
tidak dapat berfungsi untuk menangkap ash. Hal ini diperkuat dengan
kenyataan bahwa saat sebelum shut down, banyak AVC di EP yang tidak
berfungsi dan flue gas kelihatan lebih gelap (banyak ash yang lolos) tetapi
setelah sturt up, AVC kembali normal dan warna flue gas jadi lebih terang.
54 of 74
Tim Engineering
Initial Condition of Back Corona : Ed = d x Id > Edb
jadi lue gas lebih terangih gelap (banyak ash yang lolos) ap ash g atau
yang lebih buruk lagi yaitu Black coronai Edb : Break down electric
field strength in dust layer
d : Dust resistivity
Id : Current density in dust layer
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 25b. Proses terjadinya Black Corona yang menyebabkan
ketidaknormalan Di ESP (Ref.3)
Untuk mencegah terjadinya spark ataupun corona maka perlu modifikasi
pada ESP dengan memanfaatkan fasilitas Power Off Ramping (POR).
POR akan mengatur posisi AVC on-off. Jadi tegangan AVC dibuat posisi
on-off dengan ratio tertentu. Pada saat off, rapper bisa effektif bekerja
untuk me-rapping colecting electrode. Saat ini tegangan AVC di PLTU 1
dan 2 terus on (konstan) sehingga effektifitas rapping berkurang karena
rapping dilakukan pada saat colecting electrode masih bertegangan.
Teknologi ini juga dikenal dengan istilah Intermittent Pulse Technology
(gambar 26) dimana pengaturan tegangan dust (Ed) agar tidak melampaui
tegangan tembus lapisan abu (Edb) dengan menontrol arus di dust layer
(Id).
55 of 74
Tim Engineering
Initial Condition of Back Corona : Ed = d x Id > Edb
jadi lue gas lebih terangih gelap (banyak ash yang lolos) ap ash g atau
yang lebih buruk lagi yaitu Black coronai Edb : Break down electric
field strength in dust layer
d : Dust resistivity
Id : Current density in dust layer

A
p
p
l
i
e
d

V
o
l
t
a
g
e
V
o
l
t
a
g
e

i
n

D
u
s
t

L
a
y
e
r
Back Corona Start
Vdb
A
p
p
l
i
e
d

V
o
l
t
a
g
e
V
o
l
t
a
g
e

i
n

D
u
s
t

L
a
y
e
r
Vdb
A
p
p
l
i
e
d

V
o
l
t
a
g
e
V
o
l
t
a
g
e

i
n

D
u
s
t

L
a
y
e
r
Back Corona Start
Vdb
A
p
p
l
i
e
d

V
o
l
t
a
g
e
V
o
l
t
a
g
e

i
n

D
u
s
t

L
a
y
e
r
Vdb
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Gambar 26. Intermittent Pulse Technology, mengature tegangan di dust
layer,Vd agar tidak melampaui tegangan tembus dust,Vdb (Ref.3)
Secara umum, untuk mencegah corona dapat dilihat seperti tabel di
bawah ini.
D. Effek Alkali

Selain sulfur, kandungan alkali (Na2O, K2O, Fe2O3) di dalam fly ash juga
berpengaruh terhadap resistivity. Semakin tinggi kadar alkali maka
resistivity akan semakin rendah sehingga semakin mudah dikumpulkan
(collect). Sedangkan CaO dan MgO akan menaikkan resistivity. Dari
56 of 74
Tim Engineering
Countermeasure Method Technique
Ed
=
d x I d > Edb
Increasing gas
temperature
Hot Side ESP
Ed =
Decreasing gas
temperature
Advanced Dust Collecting
System
(Very Cold Side ESP)

d=
Gas conditioning
Injection of water, SO3,
NH3, etc.
Id =
Mixed coal firing
Mix firing of coal with
good precipitability
Edb=
(3) Current
Control in Dust
Layer
Electrical Control
Intermittent Energization
Pulse Energization
Current density in
dust layer
Break down electric
field strength
Starting Condition of
Back Corona
Wet-type ESP
Movable electrode
Electric field strength
in dust layer
Dust Resistivity
(2) Resistivity
Decreasing
(1) Dust Layer
Removal
Removing dust on
electrode
completely
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
analisa abu batubara maka effek alkali batubara low rank akan
menurunkan resistivity sehingga semakin mudah dikumpulkan EP.
Jadi secara umum penggunaan batubara low rank akan menaikkan beban
EP sebanding dengan kenaikkan jumlah aliran batubara (8.49%) dan
kenaikkan kandungan ash (2.03%) yaitu 10.52%. Selain karakteristik ash
batubara low rank juga lebih mudah dikumpulkan (collect). Tetapi yang
perlu diperhatikan adalah abu yang terkumpul di electrode sulit turun ke
hopper karena lebih lengket. Hal ini akan menyebabkan potensi terjadi
black corona. Jadi perlu dipikirkan langkah antisipasi agar performa EP
tidak semakin turun.

Gambar 27. Pengaruh Sulfur, Alkali Di Ash Terhadap Gas Temperature Dan
Resistivity Abu (Ref.3)
7. Coal Handling System
Secara umum, kenaikkan power untuk coal handling adalah sebanding
dengan kenaikkan jumlah batubara.
A. Effek Moisture
57 of 74
Tim Engineering
Gas Temperature
D
u
s
t

R
e
s
i
s
t
i
v
i
t
y
100
High
Alkali
Low
Alkali
High
Sulfur
Low
Sulfur
Sulfuric Acid
Due Point
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Surface moisture harus dipertimbangkan saat mendesain sistem
conveyor. Semakin tinggi surface moisture maka akan semakin sulit
dilewatkan conveyor. Hal ini perlu sekali diperhatikan pada saat loading
batubara ke silo terutama saat batubara dalam kondisi basah (karena
hujan atau bawaan dari tambang). Seringkali loading terhambat karena
batubara plugging ataupun tergelincir saat basah. Disinilah perlunya
monitoring oleh petugas di lapangan agar mengontrol mana batubara
yang akan di loading saat di stock pile agar memilih yang lebih kering.
B. Effek High Heating Value
Semakin tinggi rendah HHV maka batubara yang diperlukan akan
semakin banyak sehingga coal handling system akan lebih berat kerjanya.
Butuh waktu loading yang lebih lama.
IX. PENGARUH PERUBAHAN BATUBARA
TERHADAP BIAYA PRODUKSI
Sampai saat ini, pola pemakaian batubara di PLTU Paiton adalah dengan
komposisi 60%:40% dimana 60% adalah batubara dengan long term contract
(high calori) dan 40% adalah batubara dengan short term contract (low calori).
Dengan asumsi biaya bahan bakar Adaro sebesar Rp. 306.83/kg dan batubara
JBG sebesar Rp. 214.79 serta besar SFC yang tetap maka untuk tahun 2006
perkiraan biaya untuk bahan bakar dapat dilihat pada tabel 15. Dengan
komposisi tersebut, biaya bahan bakar dapat ditekan sampai pada titik yang
optimum. Ditinjau dari biaya bahan bakar (rp/kWh) maka komposisi 60% high
calori dan 40% low kalori memang lebih mahal bila dibandingkan dengan
komposisi 100% low calori (Tabel 15). Akan tetapi untuk 100% low rank akan
terjadi derating yang belum diperhitungkan dalam perhitungan diatas. Tentu
saja hal tersebut sangat bergantung dari harga jual dan nilai kalor dari batubara
tersebut. Saat menggunakan batubara low rank, akan terjadi kenaikkan power
58 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
untuk pemakaian sendiri (PS). Semakin besar persentasi low rank yang dipakai
maka power untuk pemakaian sendiri akan semakin besar juga (Tabel 16 dan
17).
Tabel 15. Tabel Prediksi Biaya Produksi Dengan Komposisi Batubara Berbeda
(Dalam Rp/tahun)
R A O 2 0 0 6
A d a r o : J B G 1 A d a r o : J B G 1 A d a r o : J B G 1
4 : 0 3 : 2 0 : 5
P r o d u k s i N e t
k W h 5 , 2 8 6 , 1 9 6 , 0 0 0 5 , 2 8 6 , 1 9 6 , 0 0 0 5 , 2 8 6 , 1 9 6 , 0 0 0 5 , 2 8 6 , 1 9 6 , 0 0 0
P e m a k a i a n S e n d i r i k W h 3 9 7 , 8 8 5 , 7 2 0 4 0 2 , 7 8 5 , 8 9 7 4 1 5 , 0 3 6 , 3 4 0
G r o s s P r o d u k s i k W h 5 , 6 8 4 , 0 8 1 , 7 2 0 5 , 6 8 8 , 9 8 1 , 8 9 7 5 , 7 0 1 , 2 3 2 , 3 4 0
B i a y a P e m a k a i a n S e n d i r i S e t a h u n r p / k W h 5 3 , 9 1 3 , 5 1 5 , 1 1 8 5 4 , 5 7 7 , 4 8 9 , 0 9 6 5 6 , 2 3 7 , 4 2 4 , 0 4 3
K e n a i k k a n B i a y a P S S e t a h u n - 6 6 3 , 9 7 3 , 9 7 8 2 , 3 2 3 , 9 0 8 , 9 2 5
S F C k g / k W h 0 . 4 7 2 6 0 . 5 1 4 8 0 . 5 7 4 8
K e b u t u h a n B a t u b a r a k g / t h 2 , 6 8 6 , 3 3 4 , 0 6 0 2 , 9 2 8 , 4 0 3 , 4 3 2 3 , 2 7 6 , 8 8 8 , 1 4 6
H a r g a B a t u b a r a r p / k g
3 0 6 . 8 3 2 7 0 . 0 1 2 1 4 . 7 9
B i a y a B a h a n B a k a r r p / k W h 1 4 5 . 0 1 1 3 8 . 9 9 1 2 3 . 4 5
B i a y a B a h a n B a k a r S e t a h u n r p / t h 8 2 4 , 2 5 3 , 2 5 2 , 3 6 1 7 9 0 , 7 0 9 , 9 2 4 , 2 0 2 7 0 3 , 8 3 2 , 9 7 4 , 3 1 8
S e l i s i h B i a y a B a h a n B a k a r S e t a h u n r p / t h - 3 3 , 5 4 3 , 3 2 8 , 1 5 9 1 2 0 , 4 2 0 , 2 7 8 , 0 4 3
P a r a m e t e r U n i t K o m p o s i s i P e m a k a i a n B a t u b a r a

59 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 16. Perhitungan Kenaikkan Daya Dari Peralatan Utama Karena Batubara 40% Low Calori (1 Tahun)
( RPM ) ( A ) ( Volt ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Coal Feeder 5 1416 8.3 380 7.8 KW 39.0 71 27.7 40 8.49 28.6 0.9
2 Mill / Pulverizer 5 988 114 3000 600 HP 2,237.1 83 1,856.8 40 7.51 1,912.6 55.8
3 Forced Draft Fan 2 495 41.6 10000 650 HP 969.4 85 824.0 40 6.45 845.3 21.3
4 Induced Draft Fan 2 743 184 10000 3500 HP 5,219.9 72 3,758.3 40 8.65 3,888.4 130.0
5 Primary Air Fan 2 1488 275 3000 1650 HP 2,460.8 65 1,599.5 40 13.55 1,686.2 86.7
TOTAL 10,926.2 8,066.3 44.7 8,361.0 294.7
( RPM ) ( A ) ( Volt ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Bottom Ash Conveyor 2 1450 30 380 15 KW 30.0 80 24.0 40 10.52 25.0 1.0
2 Pyrite Pump 2 2945 68 380 37 KW 74.0 80 59.2 40 10.52 61.7 2.5
3 SSC Motor Drive & Speed Variator 1 1450 30 380 15 KW 15.0 80 12.0 40 10.52 12.5 0.5
4 Vacuum Blower 3 1479 288 380 160 KW 480.0 80 384.0 40 10.52 400.2 16.2
Total 599.0 479.2 42.1 499.4 20.2
( RPM ) ( A ) ( Volt ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Conveyor A 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 40 8.49 258.3 8.5
2 Conveyor B 2 1473 74 3000 423 HP 630.9 50 315.4 40 8.49 326.1 10.7
3 Conveyor C 2 1476 113 3000 670 HP 999.2 50 499.6 40 8.49 516.6 17.0
4 Conveyor D 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 40 8.49 165.8 5.4
5 Conveyor E 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 40 8.49 165.8 5.4
6 Conveyor F1 1 1473 74 3000 423 HP 315.4 50 157.7 40 8.49 163.1 5.4
7 Conveyor F2 1 1458 39 3000 215 HP 160.3 50 80.2 40 8.49 82.9 2.7
8 Conveyor J 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 40 8.49 258.3 8.5
9 Conveyor K 2 1476 103 3000 603 HP 899.3 50 449.7 40 8.49 464.9 15.3
10 Conveyor L 2 1485 199 380 150 HP 223.7 50 111.9 40 8.49 115.7 3.8
11 Dust Suppresion TH - 2 1 2900 380 10 HP 7.5 50 3.7 40 8.49 3.9 0.1
12 Dust Suppresion TH - 3 1 3540 38.4/19.4 380 15 HP 11.2 50 5.6 40 8.49 5.8 0.2
13 Dust Suppresion TH - 4 1 3540 380 16 HP 11.9 50 6.0 40 8.49 6.2 0.2
14 Magnetic Separator 6 1460 8.6 380 5 HP 22.4 50 11.2 40 8.49 11.6 0.4
15 Vibrating Feeder 4 920 380 6.66 HP 19.9 50 9.9 40 8.49 10.3 0.3
TOTAL 4,942.2 2,471.1 127.4 2,555.0 83.9
TOTAL 11,016.7 214.1 11,415.4 398.8
CATATAN
1 Data load faktor peralatan diambil saat beban 400 MW dengan menggunakan batubara Adaro (data referensi performa test unit 1, 10-2-2005)
2 SF dan GOF diperoleh dari data tahun 2004
3 Asumsi biaya PS adalah Rp.135.5/KWh sesuai tahun 2004
4 Asumsi biaya bahan bakar batubara Adaro Rp. 208.15/kg dan JBG Rp.174.17/kg sesuai data bulan Desember 2004
Daya Total Saat
Full Load
Arus Tegangan
Daya Motor
Daya Total
Load Faktor
Peralatan (400
MW)
Prediksi
Kenaikkan
Persentasi
Batubara Low
Rank
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Selisih
Daya
Selisih
Daya
Tegangan
Daya Motor
Daya Total
Load Faktor
Peralatan (400
MW)
Daya Total Saat
Full Load
Prediksi
Kenaikkan
Persentasi
Batubara Low
Rank
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Selisih
Daya
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
COAL HANDLING AREA
NAMA PERALATAN
Speed Arus
NO
Jumlah
Setiap
Unit
ASH HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Speed
Jumlah
Setiap
Unit
Load Peralatan
Saat Full Load
(Batubara Ref)
Daya Total Saat
Full Load (Batubara
Ref)
Prediksi
Kenaikkan
Komposisi
Batubara Low
Rank
Arus Tegangan Daya Motor Daya Total
BOILER
NO NAMA PERALATAN
Speed
Jumlah
Setiap
Unit
60 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 17. Perhitungan Kenaikkan Pemakaian Sendiri Dari Peralatan Utama Karena Batubara 40% Low Calori (1 Tahun)
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Coal Feeder 5 24 664.56 687.13 87.95 89.12 190,124.50 196,581.13 6,456.6 874,873.1
2 Mill / Pulverizer 5 24 44,563.03 45901.71 87.95 89.12 12,749,073.30 13,132,055.46 382,982.2 51,894,082.9
3 Forced Draft Fan 2 24 19,775.96 20286.18 87.95 89.12 5,657,721.28 5,803,690.49 145,969.2 19,778,827.8
4 Induced Draft Fan 2 24 90,199.87 93320.79 87.95 89.12 25,805,353.18 26,698,218.40 892,865.2 120,983,237.3
5 Primary Air Fan 2 24 38,388.64 40469.30 87.95 89.12 10,982,635.43 11,577,894.27 595,258.8 80,657,572.9
TOTAL 55,384,907.69 57,408,439.75 2,023,532.1 274,188,594.0
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Bottom Ash Conveyor 2 24 576.00 600.24 87.95 89.12 164,788.30 171,722.6 6,934.3 939,596.5
2 Pyrite Pump 2 24 1,420.80 1480.59 87.95 89.12 406,477.80 423,582.4 17,104.6 2,317,671.4
3 SSC Motor Drive & Speed Variator 1 24 288.00 300.12 87.95 89.12 82,394.15 85,861.3 3,467.1 469,798.3
4 Vacuum Blower 3 24 9,216.00 9603.81 87.95 89.12 2,636,612.78 2,747,561.4 110,948.7 15,033,544.2
Total 3,290,273.0 3,428,727.7 138,454.7 18,760,610.4
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Conveyor A 2 12 2,997.71 3099.52 87.95 89.12 857,618.38 886,743.1 29,124.7 3,946,399.6
2 Conveyor B 2 12 3,785.17 3913.72 87.95 89.12 1,082,903.21 1,119,678.6 36,775.4 4,983,065.8
3 Conveyor C 2 12 5,995.43 6199.03 87.95 89.12 1,715,236.77 1,773,486.2 58,249.4 7,892,799.2
4 Conveyor D 2 12 1,923.91 1989.24 87.95 89.12 550,411.80 569,103.8 18,692.0 2,532,763.9
5 Conveyor E 2 12 1,923.91 1989.24 87.95 89.12 550,411.80 569,103.8 18,692.0 2,532,763.9
6 Conveyor F1 1 12 1,892.59 1956.86 87.95 89.12 541,451.61 559,839.3 18,387.7 2,491,532.9
7 Conveyor F2 1 12 961.95 994.62 87.95 89.12 275,205.90 284,551.9 9,346.0 1,266,382.0
8 Conveyor J 2 12 2,997.71 3099.52 87.95 89.12 857,618.38 886,743.1 29,124.7 3,946,399.6
9 Conveyor K 2 12 5,395.89 5579.13 87.95 89.12 1,543,713.09 1,596,137.6 52,424.5 7,103,519.3
10 Conveyor L 2 12 1,342.26 1387.84 87.95 89.12 384,008.23 397,049.2 13,040.9 1,767,044.6
11 Dust Suppresion TH - 2 1 12 44.74 46.26 87.95 89.12 12,800.27 13,235.0 434.7 58,901.5
12 Dust Suppresion TH - 3 1 12 67.11 69.39 87.95 89.12 19,200.41 19,852.5 652.0 88,352.2
13 Dust Suppresion TH - 4 1 12 71.59 74.02 87.95 89.12 20,480.44 21,176.0 695.5 94,242.4
14 Magnetic Separator 6 12 134.23 138.78 87.95 89.12 38,400.82 39,704.9 1,304.1 176,704.5
15 Vibrating Feeder 4 12 119.19 123.24 87.95 89.12 34,099.93 35,258.0 1,158.0 156,913.6
TOTAL 8,483,561.1 8,771,662.8 288,101.7 39,037,784.9
TOTAL Total 67,158,741.8 69,608,830.3 2,450,088.5 331,986,989.3
CATATAN
1 Data load faktor peralatan diambil saat beban 400 MW dengan menggunakan batubara Adaro (data referensi performa test unit 1, 10-2-2005)
2 SF dan GOF diperoleh dari data tahun 2004
3 Asumsi biaya PS adalah Rp.135.5/KWh sesuai tahun 2004
4 Asumsi biaya bahan bakar batubara Adaro Rp. 208.15/kg dan JBG Rp.174.17/kg sesuai data bulan Desember 2004
BOILER
NO NAMA PERALATAN
ASH HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Seti ap
Uni t
Juml ah
Seti ap
Uni t
COAL HANDLI NG AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Seti ap
Uni t
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Ref)
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Ref)
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Ref)
Total Energi / Tahun
(Batubara Ref)
Jam Operasi
Hari an
Jam Operasi
Hari an
Sel i si h Bi aya
Energi / Tahun
GOF
Tahunan
Sel i si h
Energi / Tahun
Sel i si h
Energi / Tahun
Total Energi / Tahun
(Batubara Mi x)
Total Energi / Tahun
(Batubara Mi x)
Total Energi / Tahun
(Batubara Mi x)
Sel i si h
Energi / Tahun
Total Energi / Tahun
(Batubara Ref)
Total Energi / Tahun
(Batubara Ref)
Sel i si h Bi aya
Energi / Tahun
Sel i si h Bi aya
Energi / Tahun
SF Tahunan
SF Tahunan
GOF
Tahunan
SF Tahunan
GOF
Tahunan
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Mi x)
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Mi x)
Power
Konsumsi / hari
(Batubara Mi x)
Jam Operasi
Hari an
61 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 18. Perhitungan Kenaikkan Daya Dari Peralatan Utama Karena Batubara 100% Low Calori
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Coal Feeder 5 1416 8.3 380 7.8 KW 39.0 71 27.7 100 8.49 30.0 2.4
2 Mill / Pulverizer 5 988 114 3000 600 HP 2,237.1 83 1,856.8 100 7.51 1,996.2 139.4
3 Forced Draft Fan 2 495 41.6 10000 650 HP 969.4 85 824.0 100 6.45 877.1 53.1
4 Induced Draft Fan 2 743 184 10000 3500 HP 5,219.9 72 3,758.3 100 8.65 4,083.4 325.1
5 Primary Air Fan 2 1488 275 3000 1650 HP 2,460.8 65 1,599.5 100 13.55 1,816.3 216.7
TOTAL 10,926.2 8,066.3 44.7 8,803.1 736.8
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Bottom Ash Conveyor 2 1450 30 380 15 KW 30.0 80 24.0 100 10.52 26.5 2.5
2 Pyrite Pump 2 2945 68 380 37 KW 74.0 80 59.2 100 10.52 65.4 6.2
3 SSC Motor Drive & Speed Variator 1 1450 30 380 15 KW 15.0 80 12.0 100 10.52 13.3 1.3
4 Vacuum Blower 3 1479 288 380 160 KW 480.0 80 384.0 100 10.52 424.4 40.4
Total 599.0 479.2 42.1 529.6 50.4
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Conveyor A 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 100 8.49 271.0 21.2
2 Conveyor B 2 1473 74 3000 423 HP 630.9 50 315.4 100 8.49 342.2 26.8
3 Conveyor C 2 1476 113 3000 670 HP 999.2 50 499.6 100 8.49 542.0 42.4
4 Conveyor D 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 100 8.49 173.9 13.6
5 Conveyor E 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 100 8.49 173.9 13.6
6 Conveyor F1 1 1473 74 3000 423 HP 315.4 50 157.7 100 8.49 171.1 13.4
7 Conveyor F2 1 1458 39 3000 215 HP 160.3 50 80.2 100 8.49 87.0 6.8
8 Conveyor J 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 100 8.49 271.0 21.2
9 Conveyor K 2 1476 103 3000 603 HP 899.3 50 449.7 100 8.49 487.8 38.2
10 Conveyor L 2 1485 199 380 150 HP 223.7 50 111.9 100 8.49 121.4 9.5
11 Dust Suppresion TH - 2 1 2900 380 10 HP 7.5 50 3.7 100 8.49 4.0 0.3
12 Dust Suppresion TH - 3 1 3540 38.4/19.4 380 15 HP 11.2 50 5.6 100 8.49 6.1 0.5
13 Dust Suppresion TH - 4 1 3540 380 16 HP 11.9 50 6.0 100 8.49 6.5 0.5
14 Magnetic Separator 6 1460 8.6 380 5 HP 22.4 50 11.2 100 8.49 12.1 0.9
15 Vibrating Feeder 4 920 380 6.66 HP 19.9 50 9.9 100 8.49 10.8 0.8
TOTAL 4,942.2 2,471.1 127.4 2,680.9 209.8
TOTAL 11,016.7 214.1 12,013.6 997.0
CATATAN
1 Data load faktor peralatan diambil saat beban 400 MW dengan menggunakan batubara Adaro (data referensi performa test unit 1, 10-2-2005)
2 SF dan GOF diperoleh dari data tahun 2004
3 Asumsi biaya PS adalah Rp.135.5/KWh sesuai tahun 2004
4 Asumsi biaya bahan bakar batubara Adaro Rp. 208.15/kg dan JBG Rp.174.17/kg sesuai data bulan Desember 2004
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan (400
MW)
Daya Total Saat
Full Load
Persentasi
Batubara Low
Rank
COAL HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Speed Arus Tegangan
Daya Motor
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan (400
MW)
Daya Total Saat
Full Load
Persentasi
Batubara Low
Rank
Speed Arus Tegangan
Daya Motor
ASH HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan Saat
Ful l Load
(Batubara Ref)
Daya Total Saat
Ful l Load (Batubara
Ref)
Komposi si
Batubara Low
Rank
BOILER
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Speed Arus Tegangan Daya Motor
62 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Coal Feeder 5 1416 8.3 380 7.8 KW 39.0 71 27.7 100 8.49 30.0 2.4
2 Mill / Pulverizer 5 988 114 3000 600 HP 2,237.1 83 1,856.8 100 7.51 1,996.2 139.4
3 Forced Draft Fan 2 495 41.6 10000 650 HP 969.4 85 824.0 100 6.45 877.1 53.1
4 Induced Draft Fan 2 743 184 10000 3500 HP 5,219.9 72 3,758.3 100 8.65 4,083.4 325.1
5 Primary Air Fan 2 1488 275 3000 1650 HP 2,460.8 65 1,599.5 100 13.55 1,816.3 216.7
TOTAL 10,926.2 8,066.3 44.7 8,803.1 736.8
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Bottom Ash Conveyor 2 1450 30 380 15 KW 30.0 80 24.0 100 10.52 26.5 2.5
2 Pyrite Pump 2 2945 68 380 37 KW 74.0 80 59.2 100 10.52 65.4 6.2
3 SSC Motor Drive & Speed Variator 1 1450 30 380 15 KW 15.0 80 12.0 100 10.52 13.3 1.3
4 Vacuum Blower 3 1479 288 380 160 KW 480.0 80 384.0 100 10.52 424.4 40.4
Total 599.0 479.2 42.1 529.6 50.4
( RPM ) ( A ) ( Vol t ) (KW) (%) (KW) (%) (%)
(KW) (KW)
1 Conveyor A 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 100 8.49 271.0 21.2
2 Conveyor B 2 1473 74 3000 423 HP 630.9 50 315.4 100 8.49 342.2 26.8
3 Conveyor C 2 1476 113 3000 670 HP 999.2 50 499.6 100 8.49 542.0 42.4
4 Conveyor D 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 100 8.49 173.9 13.6
5 Conveyor E 2 1458 39 3000 215 HP 320.7 50 160.3 100 8.49 173.9 13.6
6 Conveyor F1 1 1473 74 3000 423 HP 315.4 50 157.7 100 8.49 171.1 13.4
7 Conveyor F2 1 1458 39 3000 215 HP 160.3 50 80.2 100 8.49 87.0 6.8
8 Conveyor J 2 1464 60 3000 335 HP 499.6 50 249.8 100 8.49 271.0 21.2
9 Conveyor K 2 1476 103 3000 603 HP 899.3 50 449.7 100 8.49 487.8 38.2
10 Conveyor L 2 1485 199 380 150 HP 223.7 50 111.9 100 8.49 121.4 9.5
11 Dust Suppresion TH - 2 1 2900 380 10 HP 7.5 50 3.7 100 8.49 4.0 0.3
12 Dust Suppresion TH - 3 1 3540 38.4/19.4 380 15 HP 11.2 50 5.6 100 8.49 6.1 0.5
13 Dust Suppresion TH - 4 1 3540 380 16 HP 11.9 50 6.0 100 8.49 6.5 0.5
14 Magnetic Separator 6 1460 8.6 380 5 HP 22.4 50 11.2 100 8.49 12.1 0.9
15 Vibrating Feeder 4 920 380 6.66 HP 19.9 50 9.9 100 8.49 10.8 0.8
TOTAL 4,942.2 2,471.1 127.4 2,680.9 209.8
TOTAL 11,016.7 214.1 12,013.6 997.0
CATATAN
1 Data load faktor peralatan diambil saat beban 400 MW dengan menggunakan batubara Adaro (data referensi performa test unit 1, 10-2-2005)
2 SF dan GOF diperoleh dari data tahun 2004
3 Asumsi biaya PS adalah Rp.135.5/KWh sesuai tahun 2004
4 Asumsi biaya bahan bakar batubara Adaro Rp. 208.15/kg dan JBG Rp.174.17/kg sesuai data bulan Desember 2004
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan (400
MW)
Daya Total Saat
Full Load
Persentasi
Batubara Low
Rank
COAL HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Speed Arus Tegangan
Daya Motor
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan (400
MW)
Daya Total Saat
Full Load
Persentasi
Batubara Low
Rank
Speed Arus Tegangan
Daya Motor
ASH HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Predi ksi
Kenai kkan
Prediksi Daya
Dengan
Batubara
Campuran
Sel i si h
Daya
Daya Total
Load Faktor
Peral atan Saat
Ful l Load
(Batubara Ref)
Daya Total Saat
Ful l Load (Batubara
Ref)
Komposi si
Batubara Low
Rank
BOILER
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Uni t
Speed Arus Tegangan Daya Motor
63 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Tabel 19. Perhitungan Kenaikkan Pemakaian Sendiri Dari Peralatan Utama Karena Batubara 100% Low Calori Dalam 1
Tahun
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Coal Feeder 5 24 664.56 720.98 87.95 89.12 190,124.50 206,266.07 16,141.6 2,187,182.7
2 Mill / Pulverizer 5 24 44,563.03 47909.72 87.95 89.12 12,749,073.30 13,706,528.70 957,455.4 129,735,207.3
3 Forced Draft Fan 2 24 19,775.96 21051.51 87.95 89.12 5,657,721.28 6,022,644.31 364,923.0 49,447,069.6
4 Induced Draft Fan 2 24 90,199.87 98002.16 87.95 89.12 25,805,353.18 28,037,516.23 2,232,163.1 302,458,093.3
5 Primary Air Fan 2 24 38,388.64 43590.30 87.95 89.12 10,982,635.43 12,470,782.53 1,488,147.1 201,643,932.2
TOTAL 55,384,907.69 60,443,737.84 5,058,830.1 685,471,485.1
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Bottom Ash Conveyor 2 24 576.00 636.60 87.95 89.12 164,788.30 182,124.0 17,335.7 2,348,991.3
2 Pyrite Pump 2 24 1,420.80 1570.27 87.95 89.12 406,477.80 449,239.3 42,761.5 5,794,178.5
3 SSC Motor Drive & Speed Variator 1 24 288.00 318.30 87.95 89.12 82,394.15 91,062.0 8,667.9 1,174,495.6
4 Vacuum Blower 3 24 9,216.00 10185.52 87.95 89.12 2,636,612.78 2,913,984.4 277,371.7 37,583,860.5
Total 3,290,273.0 3,636,409.7 346,136.7 46,901,525.9
BIAYA OPERASI PEMAKAIAN SENDIRI
(jam) (KWh)
(%) (%)
(KWh) (KWh) (Rp)
1 Conveyor A 2 12 2,997.71 3252.22 87.95 89.12 857,618.38 930,430.2 72,811.8 9,865,999.0
2 Conveyor B 2 12 3,785.17 4106.53 87.95 89.12 1,082,903.21 1,174,841.7 91,938.5 12,457,664.4
3 Conveyor C 2 12 5,995.43 6504.44 87.95 89.12 1,715,236.77 1,860,860.4 145,623.6 19,731,998.0
4 Conveyor D 2 12 1,923.91 2087.25 87.95 89.12 550,411.80 597,141.8 46,730.0 6,331,909.8
5 Conveyor E 2 12 1,923.91 2087.25 87.95 89.12 550,411.80 597,141.8 46,730.0 6,331,909.8
6 Conveyor F1 1 12 1,892.59 2053.27 87.95 89.12 541,451.61 587,420.8 45,969.2 6,228,832.2
7 Conveyor F2 1 12 961.95 1043.62 87.95 89.12 275,205.90 298,570.9 23,365.0 3,165,954.9
8 Conveyor J 2 12 2,997.71 3252.22 87.95 89.12 857,618.38 930,430.2 72,811.8 9,865,999.0
9 Conveyor K 2 12 5,395.89 5854.00 87.95 89.12 1,543,713.09 1,674,774.3 131,061.2 17,758,798.2
10 Conveyor L 2 12 1,342.26 1456.22 87.95 89.12 384,008.23 416,610.5 32,602.3 4,417,611.5
11 Dust Suppresion TH - 2 1 12 44.74 48.54 87.95 89.12 12,800.27 13,887.0 1,086.7 147,253.7
12 Dust Suppresion TH - 3 1 12 67.11 72.81 87.95 89.12 19,200.41 20,830.5 1,630.1 220,880.6
13 Dust Suppresion TH - 4 1 12 71.59 77.66 87.95 89.12 20,480.44 22,219.2 1,738.8 235,605.9
14 Magnetic Separator 6 12 134.23 145.62 87.95 89.12 38,400.82 41,661.1 3,260.2 441,761.1
15 Vibrating Feeder 4 12 119.19 129.31 87.95 89.12 34,099.93 36,995.0 2,895.1 392,283.9
TOTAL 8,483,561.1 9,203,815.4 720,254.3 97,594,462.2
TOTAL Total 67,158,741.8 73,283,963.0 6,125,221.2 829,967,473.2
CATATAN
1 Data load faktor peralatan diambil saat beban 400 MW dengan menggunakan batubara Adaro (data referensi performa test unit 1, 10-2-2005)
2 SF dan GOF diperoleh dari data tahun 2004
3 Asumsi biaya PS adalah Rp.135.5/KWh sesuai tahun 2004
4 Asumsi biaya bahan bakar batubara Adaro Rp. 208.15/kg dan JBG Rp.174.17/kg sesuai data bulan Desember 2004
BOILER
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Unit
ASH HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Unit
COAL HANDLING AREA
NO NAMA PERALATAN
Juml ah
Setiap
Unit
Seli sih
Energi / Tahun
Sel isih Biaya
Energi / Tahun
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Ref)
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Ref)
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Ref)
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Mix)
SF Tahunan
GOF
Tahunan
Total Energi / Tahun
(Batubara Mix)
Total Energi/ Tahun
(Batubara Ref)
Jam Operasi
Hari an
Seli sih
Energi / Tahun
Sel isih Biaya
Energi / Tahun
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Mix)
SF Tahunan
GOF
Tahunan
Total Energi / Tahun
(Batubara Mix)
Total Energi/ Tahun
(Batubara Ref)
Jam Operasi
Hari an
Seli sih
Energi / Tahun
Sel isih Biaya
Energi / Tahun
Power
Konsumsi/ hari
(Batubara Mix)
SF Tahunan
GOF
Tahunan
Total Energi / Tahun
(Batubara Mix)
Total Energi/ Tahun
(Batubara Ref)
Jam Operasi
Hari an
64 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
X. PENGARUH PERUBAHAN BATUBARA
TERHADAP BIAYA PRODUKSI
Selain faktor biaya bahan bakar, yang perlu diperhatikan adalah biaya
perbaikan (maintenance). Seperti telah dijelaskan, perubahan batubara akan
memberikan pengaruh terhadap beban dan keausan peralatan. Sebenarnya,
untuk memperoleh perbandingan biaya pemeliharaan saat menggunakan
batubara yang berbeda, biaya perbaikan dapat diasumsikan sama dengan
beban (running hours) dan keausan peralatan. Adapun keausan peralatan yang
bisa diprediksikan adalah untuk abrasive rate di inner part mill dan sudu
FDFan, PAFan dan IDFan seperti telah dijelaskan di depan. Sedangkan untuk
peralatan yang lain, belum ada data/informasi yang bisa dipakai untuk
menghitung keausannya. Jadi untuk peralatan yang lain, umur peralatan bisa
diasumsikan sebanding dengan beban saja (running hours).
Tabel 18. Tabel Prediksi Biaya Pemeliharaan Dengan Komposisi Batubara
Mixing 60%High Calori:40%Low Calori (Dalam Rp/tahun)
B E B A N K E A U S A N
P U L V E R I Z E R 7.51 29.92 1,659,390,400 2,280,500,227
F O R C E D R A F T F A N 1 982,400,000 992,224,000
I N D U C E D R A F T F A N 3.2 58.97 1,571,200,000 2,548,015,040
P R I M A R Y A I R F A N 8.1 982,400,000 1,061,974,400
S E C O N D A R Y A I R H E A T E R 58.97 32,400,000 51,506,280
P R I M A R Y A I R H E A T E R 58.97 24,400,000 38,788,680
C O A L F E E D E R 8.49 5,940,000,000 6,444,306,000
T O T A L 11,192,190,400 13,417,314,627
S E L I S I H 2,225,124,227
P E N G A R U H T E R H A D A P
P E R A L A T A N
B I A Y A
M A I N T E N A N C E
T A H U N A N F U L L
A D A R O
B I A Y A M A I N T E N A N C E
T A H U N A N M I X I N G
C O A L ( 6 0 % :4 0 % )
N A M A P E R A L A T A N
P E R S E N T A S E

65 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
XI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
1. Berdasarkan standarisasi yang berlaku secara Internasional (ASTM
D388), batubara yang telah dipakai / dibakar di PLTU Paiton masuk
klasifikasi Sub Bituminus Coal, dan belum dijumpai standard klasifikasi
berdasarkan Low High Rank Coal.
2. Pemakaian mixing coal (60% high calori dan 40% low calori) dengan nilai
High Heating Value lebih rendah akan menaikkan Net Plant Heat Rate
sebesar 151 kcal/kWh. Kenaikkan ini terjadi karena kenaikkan losses
seperti losses panas laten karena kenaikkan moisture, losses pyrite reject
sehingga terjadi penurunan effisiensi dari peralatan seperti Boiler, mills,
FDFan, PAFan, IDFan dan lain-lain.
3. Komposisi batubara low calori sebesar 40% lebih optimum secara biaya
bahan bakar bila dibandingkan dengan 100% high calori, walaupun lebih
mahal bila dibandingkan 100% low calori. Tetapi perlu dilakukan kajian
terus menerus karena perubahan harga batubara dan hubungannya dengan
nilai kalor batubara akan mempengaruhi optimasi biaya bahan bakar.
4. Selisih biaya bahan bakar untuk dua unit selama satu tahun bila
menggunakan batubara mixing (60% high calori dan 40% low calori) adalah
sebesar Rp. 33.5 M/th. Adapun kenaikkan biaya untuk pemeliharaan adalah
sebesar Rp. 2.25 M/th.
5. Kenaikkan pemakaian PS untuk dua unit selama satu tahun saat
menggunakan batubara mixing diperkirakan sebesar 4900 MWh/th dengan
kenaikkan biaya PS sebesar rp. 663 juta/th.
66 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
6. Pemakaian mixing coal dengan nilai kalor lebih rendah akan menurunkan
keandalan pembangkit saat ada gangguan di pulverizer karena tidak ada
reserve pulverizer saat beban penuh (400 MW).
7. Kenaikkan moisture dan penurunan HHV yang terlalu tinggi menyebabkan
pergeseran pembakaran lebih ke belakang yaitu daerah konveksi. Pada
derah ini temperatur akan naik sehingga menyebabkan overheating di
reheater tube.
8. Abu batubara akan sangat merugikan apabila meleleh, baik karena sifatnya
yang mudah meleleh maupun karena perlakuan extrim oleh pemanasan
berlebih / tidak wajar. Kerusakan fatal dapat terjadi apabila melelehnya abu
diikuti oleh proses oksidasi suhu tinggi yang dapat mengakibatkan
pelepasan berlapis oxida besi. ( Multiple episodes of spalling and oxide
deformations ).
9. Pengaruh abu di batubara dapat menyebabkan naiknya laju abrasi di inner
part pulverizer dan sudu-sudu di Fan (FDFan, PAFan dan IDFan)
10. Karakteristik batubara low rank yang dipakai di UP Paiton lebih rendah nilai
restivitynya sehingga lebih mudah di collect EP, tetapi kondisinya lebih
lengket sehingga lebih sulit di rapping dan dikumpulkan oleh hopper.
11. Tidak terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan kadar Sulfur (S)
dalam batubara di Paiton.
12. Berdasarkan hasil analisa terhadap Preparation Coal Sample, batubara
yang telah dipakai di PLTU Paiton termasuk kategori Low Slaging dan
Fouling , namun perlu dicermati bahwa karena sifat aplikasi Bulk, maka
tidak tertutup kemungkinan kerusakan fatal sebagaimana item No.2 diatas
67 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
dapat terjadi oleh terbentuknya abu dari kotoran batubara yang lolos masuk
ke furnace.
13. Dari komposisi abu batubara Paiton (Tabel 3), berdasarkan perbandingan
antara hasil analisa abu dengan sampling batubara (oleh Lab. Surveyor PT
Cwamas) dan abu langsung dari sisa pembakaran diboiler hasil sampling
batubara yang dianalisa oleh PT Sucofindo sudah dapat mewakili volume
Bulk dari batubara yang dibakar.
14. Karakter abu yang diambil langsung dari Boiler mewakili komposisi volume
Bulk dari batubara yang dibakar, namun pada tabel 3 tersebut diatas ada
sedikit penyimpangan terhadap hasil analisa komponen MgO dan Na2O.
PARAMETER
( %w) ADARO JBG DCM BL 1 BL 2
6. MgO
3,07 s/d
5,05
3,74 s/d
4,12
4,03 s/d
7,04 7,47 6,89
7. Na2O
0,24 s/d
0,26
0,27 s/d
0,32
0,27 s/d
0,36 0,44 0,26
Hasil pengukuran komponen tersebut pada sampel abu dari BL 1 melebihi
data maximum yang ada dari abu yang berasal dari sampel batubara.
Ini membuktikan bahwa volume bulk sedikit lebih kotor dibanding sampling
batubara, dan mengingat komponen tersebut adalah jenis Alkali Tanah,
maka kemungkinan proses pencucian batubara oleh tambang sedikit
kurang bersih sehingga sebagian kecil masih terikut kedalam volume Bulk.
15. Berdasarkan harga rata2 SO3 gas bekas di stack, Cold End Elemen Air
Heater aman dari proses korosi suhu rendah bila temperatur elemen
diatas : 110
o
C.
Saran
68 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
1. Perlu dilakukan kajian engineering untuk mengurangi dampak pemakaian
batubara low rank terhadap penurunan keandalan dan effisiensi pembangkit
secara lebih mendalam, terutama dengan semakin tingginya harga bahan
bakar. Yang mungkin bisa dilakukan untuk bahan kajian adalah modifikasi
pada Primary Air Heater, Pemasangan Dynamic Classifier, Pemasangan
Pre-Crushing, Pemasangan External Dryer for Coal, dan Intermittent Pulse
Technology/POR
2. Yang perlu dipikirkan terutama masalah keandalan pembangkit yang rawan
derating karena tidak ada standby pulverizer saat beban penuh karena
butuh flow batubara yang lebih besar akibat nilai kalor yang rendah. Salah
satu cara yang bisa dikaji adalah kemungkinan modifikasi pemasangan
dynamic classifier yang memungkinkan semakin efektifnya proses
penyaringan sehingga secara teoritis dapat menaikkan kapasitas pulverizer
sebesar 15% dan itu cukup untuk membakar batubara dengan nilai HHV
sebesar 5060 kcal/kg saat beban penuh 400 MW hanya dengan 4
pulverizer (1 standby). Bisa juga dengan teknologi pre-crushing, dimana
batubara di-crushing terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam mill. Dengan
input diameter ke mill lebih lembut maka kapasitas mill akan naik.
3. Masalah tingginya moisture menyebabkan rendahnya effisiensi boiler dan
overheating di reheater perlu diantisipasi dengan peningkatan temperature
udara keluar air heater dengan reengineering Primary Air Heater. Salah
satu jalan termudah adalah kajian penambahan elemen intermediate layer.
Penurunan moisture juga akan menaikkan kapasitas mill.
4. Dengan komposisi mixing (60% high calori dan 40% low calori), kondisi
peralatan (mill, fans) telah mendekati batas maksimum. Dengan nilai kalor
yang lebih rendah dari 5240 kcal/kg akan menyebabkan beberapa masalah.
Perlu dikaji pemanfaatan teknologi external drying dimana moisture
batubara dikeringkan terlebih dahulu sebelum masuk ke mill. Batubara JBG
69 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
dengan HHV (as recieved) 4766 kcal/kg akan bisa naik menjadi HHV (as
dried basis) 5455 kcal/kg saat moisture bisa dikeluarkan dari batubara.
Teknologi ini bisa menekan biaya bahan bakar lebih besar lagi karena nilai
kalor batubara yang dibeli bisa lebih rendah lagi, misalnya dengan HHV(ar)
4500 kcal/kg.
5. Dalam kebijakan multi suplier pengadaan batubara, perlu di lakukan seleksi
yang ketat termasuk prosedur preparasi tambang terhadap batubara yang
akan dikirim ke konsumen dengan melakukan verifikasi di lapangan untuk
meyakinkan bahwa prosesnya telah dilakukan secara profesional untuk
menjamin kwalitas Bulk batubara yang akan dikirim sesuai dengan
sampling. Perlu juga supplier agar mencantumkan dust resistivity dari abu
batubara yang dipasok. Hal ini akan memudahkan dalam setting di EP.
6. Dalam pengoperasian unit harus dicegah terjadinya pemanasan lebih / zona
over heating sehingga kerusakan over heating yang disebabkan oleh
melelehnya abu batubara dapat dihindari dan kita akan lebih leluasa
didalam pemilihan / pemakaian batubara kelas rendah.
Keterangan :
Volume Bulk : Adalah sejumlah besar batubara yang mempunyai karakter
berragam (riel)
dan tidak mungkin dapat diwakili oleh sejumlah kecil sampel
batubara yang diambil dengan metode sampling dan preparasi
sampel yang ada.
Dampak akibat karakter abu sisa pembakaran batubara lebih
tepat dianalisis berdasarkan komposisi abu yang berasal dari
sampling abu langsung dari sisa pembakaran di Boiler.
70 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Namun demikian, karakter kedua sampel tersebut akan makin
dekat / sama, apabila penerapan preparasi / pencucian
batubara oleh tambang ( sebelum dikirim ke konsumen )
dilakukan dengan prosedur yang baik.
71 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
Referensi :
1. COMBUSTION FOSIL POWER ( Fourth Edition )
A refference Book on Fuel Burning and Steam Generation
Published by : Combustion Engineering Inc.
Winsor, USA 1991
2. DESIGN AND OPERATION MANUAL
ABB Combustion Engineering System
Perusahaan Listrik Negara
January, 1993
3. INDUSTRIAL TECHNOLOGY COURSE
New Energy and Industrial Technology Development Organization
(NEDO), Centre for Coal Utilization Japan (CCUJ),
Japan 2003
4. IMPACT OF COAL IN POWER PLANT
Sargent & Lundy/Integ Joint Venture in Association with PT. Citaconas
Perusahaan Umum Listrik Negara
Januari 1985
5. FLUID FLOW HANDBOOK
Jamal M.Saleh, Ph.D, PE
Mc Graw Hill Handbook
6. OPERATOR INTERFACE STATION, DIGITAL CONTROL SYSTEM
OIS Monitoring From DCS
Paiton
72 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
7. THE NALCO GUIDE TO BOILER FAILURE ANALYSIS
Authored by : Robert D. Port and Harvey N. Herro
Nalco Chemical Company
Copyright 1991 by McGraw-Hill Inc.
8. STUDI KELAYAKAN PENGENDALIAN EMISI SO2 PLTU PAITON
TAHAP 1
Oleh : Unit Pelayanan Teknis, Laboratorium Sumber Daya Energi
( LSDE )
BPPT Teknologi, Puspitek Serpong, Tangerang.
Maret 1999
9. SERTIFIKAT PENARIKAN CONTOH DAN ANALISA KWALITAS
Ultimate Analisis untuk Batubara dan Abu Sisa Pembakaran sampel
Batubara.
Periode Desember 2004 Juli 2005.
Pt. Cwamas Citra Perkasa
Jl. Danau Agung Sunter, Jakarta.
10. PRELIMINARY REPORT OF ANALYSIS
Analisa komposisi kandungan abu sisa pembakaran batubara dari sampel
batubara dan abu sisa pembakaran batubara di Boiler.
PT. Sucofindo Surabaya, 27 Juli 2005.

11. DAILY DATA REPORT
Continous Emission Monitoring System ( CEMS ) PLTU Paiton unit 1&2
Data rata-rata harian Tgl. 26 Juli 2005.
12. MIMS
73 of 74
Tim Engineering
PT PEMBANGKITAN JAWA BALI
UNIT PEMBANGKITAN PAITON
74 of 74
Tim Engineering

You might also like