You are on page 1of 3

Apa sih beda S1, D3, Profesor dan spesialis? Kaya mana Profesor atau Doktor?

Komen kayak di bawah ini : Quote: di bidang kedokteran(IPA),klo dah lulus itu gelar yang paling di anggap adalah Doktor(S3). sekaligus tertinggi, sedangkan sebutan professor itu adalah sebutan orang yang mendapatkan title penghargaan karena telah menciptakan sesuatu/teori2 tertentu (kata dosen ane), dengan kata lain professor bukan gelar akademik. CMIIW. walau sudah lulus di bidang kedokteran pas s1(mungkin kalo jenius 3-4 tahun bisa lulus). ijazah s1 kedokteran, itu hanya bisa menjadi assisten dokter dan dokter umum dan klo gk salah, di haruskan praktek di pedalaman kota (ente bisa menghindari itu dengan uang alias money talk!, pengalaman sodara ane). CMIIW. dokter lulus s2?(hmm, untuk lulus s2. ane gk tau pastinya, mungkin 5-6 tahun) mendapat gelar Drs(dokter specialis). yap! lebih tinggi dari dokter umum, proses pembelajarannya juga mengarah ke bagian2 "tertentu" pada organ tubuh manusia dan ente sudah bisa berkerja di rumah sakit besar klo kinerja ente bagus. dan setelah lulus s3, dapat gelar doktor gan. klo gk salah DR. penulisannya CMIIW. mungkin buat lulus butuh waktu 10 tahun. dan bisa menjadi dokter kepala. klo soal pendapatan, ane hanya bisa prediksi atau angan-angan pendapatan seorang dokter: s1(dokter umum(dr.))= mungkin bisa dapet 100-300 jt/tahun. s2(drs.)= mungkin bisa dapet 200-500 jt/tahun. s3(DR.)= mungkin bisa dapet 400-800 jt/tahun. CMIIW gan! menunjukkan sebagian kita yang belum paham benar perjenjangan di dunia pendikan dan profesi di negeri kita. Mungkin bisa ane jelaskan dikit biar ada gambaran lebih jelas. Pendidikan formal tu dibagi atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan dasar tu SD, menengah tu jelas SMP, SMA dan SMK. SMA tu tujuannya agar siswa dapat lanjut ke pendidikan tinggi yang sesuai, sedang SMK diharapkan siswa bisa punya ketrampilan (karena itu disebut pendidikan vokasional). Untuk pendidikan tinggi, ada tiga jenjang : S1 (sarjana), S2 (magister), dan S3 (doktoral). Pada perjenjangan ini fokusnya pada penguasaan dan pengembangan teori. Di sisi lain terdapat juga pendidikan tinggi yang berfokus pada penguasaan skill tertentu, dengan jenjang mulai D1, D2, D3, sampai D4. Selain itu ada beberapa profesi yang kalau ingin trampil di dalamnya, yang bersangkutan harus menjadi sarjana dulu dalam profesi itu. Contoh: dokter, pengacara, notaris, akuntan. Jadi kalau mau jadi dokter harus masuk dulu S1 di Fakultas Kedokteran, atau mau jadi akuntan ya masuk S1 dulu di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi. Soal gelar, lulusan S1 selalu ada sebutan Sarjana di depannya, misal, Sarjana Kedokteran (S.Ked) atau Sarjana Ilmu Politik (SIP). Lulusan S2, ada sebutan Magister, misal, Magister Kesehatan (MKes). Nah kalau S3 itu semuanya, baik bidang sains (IPA) maupun humaniora (IPS), bergelar Doktor (Dr).

Nah sekarang soal pendidikan kedokteran. Setelah menempuh S1, maka seorang mahasiswa lulus menjadi Sarjana Kedokteran (SKed), tetapi belum bisa disebut seorang dokter. Ia harus menempuh dulu pendidikan profesi. Kalau S1 itu 4 tahun lamanya, maka pendidikan profesi bisa sampai 2 tahun. Dalam menempuh pendidikan ini sarjana kedokteran disebut dokter muda. Barulah kalau lulus maka ia bisa mendapat gelar, berprofesi dan berpraktik sebagai dokter. Jadi anak kedokteran tu wisudanya dua kali. Wisuda sebagai sarjana kedokteran dan wisuda sebagai dokter (sering disebut pelantikan dokter). Kalau lancar, total bisa 6 tahun lamanya. Setelah itu biasanya ada wajib kerja di pedalaman. Pedalaman beneran bukan pedalaman kota kayak ente sebutkan di atas. Nah, kalau ingin mendalami kekhususan tertentu (spesialis), maka seorang dokter dapat menempuh pendidikan spesialis I. Contoh: kalau ingin menjadi dokter ahli penyakit dalam, maka ia mengambil program pendidikan dokter spesialis di Fakultas Kedokteran. Ini lamanya bisa 4 tahun. Kalau lulus, ia mendapat gelar SpPD (Spesialis Penyakit Dalam). Penulisan namanya menjadi begini : Antok Handoko, dr, SpPD. Dibaca Antok Handoko, dokter spesialis penyakit dalam. Nah, dia juga bisa mengambil lagi superspesialis, yang disebut pendidikan spesialis II, misal, di bidang ilmu penyakit ginjal (nefrologi). Selain itu, ada banyak lagi program atau kursus yang bisa diikuti para dokter untuk makin menambah ketrampilan profesi mereka, misal, menjadi konsultan endokrinologi (dengan gelar KEMD), konsultan gastroenterohepatologi (KGEH). Ini semua adalah pendidikan yang menunjang profesi mereka sebagai dokter. Pada saat yang sama, seorang dokter juga bisa menempuh pendidikan S2 dan S3, terutama mereka yang juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran, untuk bisa menguasai dan mengembangkan ilmu kedokteran. Ilmunya, bukan profesinya. Harus dibedakan. Nah kalau ilmu berkembang, maka berdasar ilmu itu profesi bisa dikembangkan. Jadi, kalau seorang dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin juga lulus S2 (Magister) dan lulus S3 (Doktor), maka penulisan namanya menjadi : Dr. Antok Handoko, dr, MKes, SpPD-KEMD. Nah, kalau si dokter ini juga bekerja sebagai dosen, maka ia juga mengikuti jenjang kepangkatan yang berlaku. Mulai dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Guru Besar. Nah Guru Besar ini punya sebutan khusus yaitu Profesor. Penulisan namanya menjadi : Prof. Dr. Antok Handoko, dr, MKes, SpPD-KEMD. Jadi profesor itu gelar untuk jenjang kepangkatan dosen, bukan hasil dari mengikuti pendidikan. Karena itu seorang profesor pastilah dosen dan mengajar. Kalau ada yang ngaku profesor tetapi bukan dosen dan tidak mengajar, itu berarti profesor bohongan. Jadi, tidak ada hubungan antara penghasilan dokter dan gelar-gelar baik Doktor maupun Profesor. [Apalagi di atas dibilang drs = dokter specialis, wah ngawur benar itu ... Drs itu gelar sarjana S1 (doktorandus), yang sekarang sudah diganti dengan sebutan Sarjana ... .]. Meski

rezeki itu sudah ada yang ngatur, tetapi umumnya dokter spesialis itu lebih berduit daripada dokter umum. Nah bisa saja, dr. Marino Kamaya, SpPD, meski bukan profesor dan tidak sekolah S2 dan S3, jauh lebih kaya karena praktiknya laris daripada Prof Dr Nitimihardjo, dr, MKes, yang seorang profesor doktor ahli biologi molekuler.

You might also like