You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi dan informasi pada abad ini berkembang begitu pesat. Kemajuan teknologi ini juga meliputi dunia kesehatan. Diantaranya adalah proses pengolahan citra medis. Citra medis adalah citra yang diciptakan dalam rangka mengdiagnosis atau mendeteksi suatu penyakit dan untuk ilmu pengetahuan media (mencakup studi anatomi dan fungsinya). Citra medis memiliki keunggulan yaitu dapat mendeteksi penyakit tanpa perlu adanya pembedahan terhadap tubuh yang akan dideteksi. Salah satu perkembangan teknologi yang berkaitan dengan kesehatan (biomedical mammogram. Mamogram merupakan suatu proses tes untuk melihat adanya kelainan pada payudara. Tes ini menggunakan mesin khusus dengan sinar-x dosis rendah untuk mengambil gambar kedua payudara (mammografi). Citra mammografi direkam dalam suatu film sinar-x atau langsung menuju komputer untuk dilihat oleh seorang ahli radiologi. Dengan citra mammografi, memungkinkan dokter untuk melihat dengan lebih jelas benjolan/gumpalan pada payudara dan perubahan pada jaringan payudara. Penelitian sebelumnya mengenai pengolahan citra medis diantaranya ditulis oleh Yessi Jusman dalam tugas akhir berjudul Visualisasi Detektor Edge Detection terbaik pada Citra Mammography, (Jusman, 2008), membahas perbandingan lima jenis detektor tepi untuk citra mammografi dan dinyatakan bahwa operator engineering) ini adalah perkembangan teknologi

Canny adalah operator terbaik dalam deteksi tepi citra mammografi. Beberapa jurnal diantaranya ditulis oleh Nikolas Petteri Tiilikainen berjudul A Comparative Study of Active Contour Snakes, (Tiilikainen, 2007), menjabarkan perbedaan beberapa active contour snake. Serta salah satu jurnal IEEE berjudul Active Contour Wihout Edges yang ditulis oleh Tony E. Chan dan Luminita A. Vese, (Chan & Vese, 2001), mengenai pengembangan persamaan active contour tanpa menggunakan edge pada proses segmentasi citra. Berdasarkan penelitian dan jurnal-jurnal tersebut maka penulis tertarik untuk mengimplimentasikan metode active contour pada citra mammografi, sehingga dapat dibandingkan dengan metode sebelumnya yaitu deteksi tepi menggunakan operator. Analisis ini akan ditulis dalam penelitian tugas akhir yang diberi judul Analisis Perbandingan Hasil Deteksi Tepi Citra Kanker pada Mammografi antara Metode Canny Edge Detector dan Metode Active Contour Snake Persamaan Chan-Vese1 dengan Menggunakan Perbandingan Piksel Putih.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah 1. Didapatkan hasil deteksi tepi citra mammografi berupa sel kanker dengan menggunakan metode active contour 2. Membandingkan hasil deteksi tepi active contour dan operator Canny dengan menggunakan perbandingan piksel putih

Selanjutnya disebut active contour

1.3 Manfaat Penelitian


Perancangan ini diharapkan 1. Menjadi referensi tambahan dalam penelitian pengolahan citra, khususnya citra medis 2. Mempermudah pengenalan citra objek yang akan dideteksi (dalam kasus ini, sel kanker pada mammografi)

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Citra original yang digunakan adalah citra mammografi bersel kanker dalam bentuk dua dimensi dengan tipe data *.jpg 2. Teknik pengolahan citra yang digunakan adalah deteksi tepi citra menggunakan metode active contour snake persamaan Chan-Vese 3. Hasil deteksi tepi akan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan perbandingan piksel putih 4. Penelitian ini disimulasikan pada software MatLab R2010a

1.5 Sistematika Penulisan


BAB PENDAHULUAN Bab ini berisikan Latar Belakang, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan. I

BAB TINJAUAN PUSTAKA

II

Bab ini berisi beberapa teori dasar untuk mendukung penelitian Tugas Akhir ini, diantaranya teori mengenai Citra, Mammogram/Mammografi, Deteksi Tepi dan Segmentasi, Active Contour Persamaan Chan-Vese, dan Piksel Putih. BAB METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan Jenis penelitian, Desain Penelitian, Sampel Desain, Teknik Analisis Sistem, dan Prosedur Penelitian yang akan dilakukan. BAB IV PERANCANGAN SISTEM Bab ini berisikan tentang perancangan sistem secara terperinci, langkah-langkah, beserta penjelasan mengenai sistem yang akan dirancang. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan berisikan analisis terhadap keluaran sistem yang diperoleh dari pengujian sistem itu sendiri. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran yang bisa ditarik dan disampaikan dengan didasari hasil dan pembahasan dari penelitian ini. III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Citra
2.1.1 Pengertian Citra Secara harfiah, citra2 (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Gambar 2. 1 adalah salah satu contoh citra dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Pada Gambar 2. 2, sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam, (Bab-1_Pengantar Pengolahan Citra.pdf).

Gambar 2. 1 Contoh citra dua dimensi

Secara garis besar, citra dibagi kedalam dua macam, (N., 2011): 1. Citra Kontinu

Kata gambar dan citra mengacu pada objek yang sama. Kata citra lebih banyak digunakan pada materi yang berkaitan dengan konseptual dan teknis sementara kata gambar mengacu pada objek yang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari.

Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog. Contohnya mata manusia dan kamera analog. 2. Citra Diskrit / Citra Digital Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Contohnya kamera digital dan scanner.

2.1.2 Pembentukan Citra Citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang 2D. Dimana secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang 2D disimbolkan dengan f(x,y), dimana (x,y) : koordinat pada bidang 2D

f (x,y) : intensitas cahaya (brightness) pada titik (x,y). Karena cahaya merupakan bentuk energi, maka intensitas cahaya bernilai antara 0 sampai tidak berhingga, 0 f(x,y) f(x,y) = i(x,y) . r(x,y) Dimana : i(x,y) : jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya (illumination) yang nilainya berada pada rentang 0 i(x,y) yang ditentukan oleh sumber cahaya. r(x,y) : derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya (reflection) yang rentang nilainya 0 r(x,y) 1 yang ditentukan oleh karakteristik obyek di dalam citra. Dimana jika r(x,y)=0 mengindikasikan penyerapan total. r(x,y)=1 mengindikasikan pemantulan total.

Proses pembentukan citra dapat direpresentasikan pada Gambar 2. 2, (N., 2011).

Gambar 2. 2 Proses pembentukan citra

Permukaan objek mendapatkan sinar dari sumber cahaya. Jumlah pancaran (iluminasi) cahaya yang diterima objek pada koordinat (x,y) adalah i(x,y). Objek memantulkan cahaya yang diterimanya dengan derajat pantulan r(x,y). Hasil kali antara i(x,y) dan r(x,y) menyatakan intensitas cahaya pada koordinat (x,y) yang ditangkap oleh sensor visual pada sistem optik, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan f(x,y). Sumber cahaya mempengaruhi besarnya nilai i(x,y), sedangkan r(x,y) ditentukan oleh karakteristik objek dalam gambar. Nilai r(x,y) = 0 mengindikasikan penyerapan total, sedangkan r(x,y) = 1 menyatakan pemantulan total. Jika permukaan mempunyai derajat pemantulan nol, maka fungsi intensitas cahaya f(x,y) juga nol, yang artinya gambar tidak dapat ditangkap oleh sensor visual. Sebaliknya, jika permukaan mempunyai derajat pemantulan 1, maka fungsi intensitas cahaya sama dengan iluminasi yang diterima oleh permukaan tersebut, ini berarti citra yang ditangkap oleh sensor visual mendekati aslinya, tergantung kualitas sensor visual tersebut.

2.1.3 Digitalisasi Citra Suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit dengan tujuan agar dapat diolah dengan komputer digital. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital, (N., 2011). Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (atau lebar x panjang). Masingmasing elemen pada citra digital (elemen matriks) disebut image element, picture element atau pixel (piksel). Citra digital yang berukuran N x M, Gambar 2. 3, lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom. Jadi, citra yang berukuran NxM mempunyai NM buah piksel.

Gambar 2. 3 Matriks digital NxM

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). Sebagai contoh, misalkan sebuah citra berukuran 256x256 piksel dan direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 baris (indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (indeks dari 0 sampai 255) seperti pada Gambar 2. 4.
0 125 135 ... 232 0 130 231 ... 189 : : : : : 122 210 213 ... 154
Gambar 2. 4 Contoh matriks digital

Gambar 2. 5 Proses digitalisasi citra analog ke digital

Proses digitalisasi citra sama dengan proses konversi sinyal analog ke digital, dijelaskan pada Gambar 2. 5, dapat dijabarkan menjadi dua proses yaitu:

a) Digitalisasi spasial (x, y), sering disebut sebagai sampling. Sampling menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom. Dengan kata lain sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran piksel pada citra. Untuk memudahkan implementasi, jumlah sampling biasanya diasumsikan perpangkatan dari dua:

N 2n
dimana , N= jumlah sampling pada suatu baris/kolom n = bilangan bulat positif Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi spasial yang diperoleh. Semakin tinggi resolusinya, yang berarti semakin kecil ukuran piksel (atau semakin banyak jumlah pikselnya), semakin halus gambar yang diperoleh karena informasi yang hilang akibat pengelompokkan derajat keabuan pada pen-sampling-an semakin kecil.

b) Digitalisasi intensitas f(x, y), sering disebut sebagai kuantisasi. Setelah proses sampling pada citra maka proses selanjutnya adalah kuantisasi. Kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jumlah bit biner yang digunakan, dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan jumlah warna yang ada pada citra. Proses kuantisasi membagi skala keabuan (0, L) menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer), biasanya G diambil perpangkatan dari 2. G = 2m dimana, G = derajat keabuan m = bilangan bulat positif

Tabel 2.1 berikut ini adalah tabel kuantisasi citra dengan skala keabuan yang berbeda-beda. Skala keabuan 21 (2 nilai) 22 (4 nilai) 24 (16 nilai) 28 (256 nilai) Rentang nilai keabuan 0,1 0 sampai 3 0 sampai 15 0 sampai 255 Pixel depth 1 bit 2 bit 4 bit 8 bit

Tabel 2. 1 Kuantisasi Citra dengan Skala Keabuan yang Berbeda

Jumlah bit yang dibutuhkan untuk mempresentasikan nilai keabuan piksel disebut kedalaman piksel (pixel depth). Citra sering diasosiasikan dengan

10

kedalaman pikselnya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8bit (atau citra 256 warna, G = 256 = 28 ). Semakin banyak jumlah derajat keabuan (berarti jumlah bit kuantisasinya makin banyak), semakin bagus gambar yang diperoleh.

Derajat keabuan (grey level) merupakan intensitas f citra hitam-putih pada titik (x,y). Derajat keabuan bergerak dari hitam ke putih. Dimana skala keabuan memiliki rentang yang ditunjukkan [0,L] antara lmin< f < lmax dimana intensitas 0 menyatakan hitam dan L menyatakan putih. Contoh: citra hitam-putih dengan 256 level, artinya mempunyai skala abu-abu dari 0 sampai 255 atau [0,255], dalam hal ini nilai 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih, nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih. Citra berwarna dikatakan sebagai citra spektral. Hal ini karena warna pada citra disusun oleh tiga komponen warna RGB (Red-Green-Blue). Intensitas suatu titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari intesitas : merah (fmerah(x,y)), hijau (fhijau(x,y)) dan biru (fbiru(x,y)),

2.1.4 Citra Medis Khusus pada pengolahan citra pada bidang kedokteran, dikenal dengan istilah biomedic image processing. Citra medis adalah citra yang diciptakan dalam rangka mengdiagnosis atau mendeteksi suatu penyakit dan untuk ilmu pengetahuan media (mencakup studi anatomi dan fungsinya). Citra medis

11

memiliki keunggulan yaitu dapat mendeteksi penyakit tanpa perlu adanya pembedahan terhadap tubuh yang akan dideteksi, (Mawaddatun, 2005). Dalam model matematis, citra medis menjadi dasar dari komputasi biomedis. Mendasarkan pada model-model data yang diambil dari gambar terus menjadi teknik dasar untuk mencapai kemajuan ilmiah dalam penelitian eksperimental, klinis, biomedis, dan perilaku, (Angenent, Pichon, & Tannenbaum, 2000).

Masalah yang sering timbul pada pengolahan citra medis: 1. Resolusi yang rendah (pada domain spasial dan spectral) 2. Tingginya level noise 3. Kontras yang rendah 4. Deformasi secara geometris 5. Ketepatan pencitraan (misal) organ

2.2 Mammogram/Mammografi
2.2.1 Definisi Mammografi merupakan proses skrining dalam bidang kedokteran yang digunakan untuk menemukan kanker payudara. Jika suatu benjolan ditemukan, dokter akan melakukan tes-tes lainnya seperti USG atau biopsi, yaitu suatu tes untuk mengambil sejumlah kecil jaringan dari benjolan dan daerah sekitar benjolan. Jaringan tersebut dikirim ke laboratorium untuk dicari adanya kanker atau perubahan-perubahan yang dapat menunjukkan bahwa terdapat adanya kanker. Benjolan atau pertumbuhan di payudara dapat bersifat jinak (bukan kanker) atau ganas (kanker). Jika kanker payudara ditemukan secara dini berarti

12

perempuan tersebut memiliki kemungkinan bertahan (survival) dari penyakit ini lebih baik. Selain itu lebih banyak pilihan terapi yang tersedia bila kanker payudara ditemukan dini. Proses pemeriksaan payudara manusia dengan perangkat mammografi menggunakan sinar-x dosis rendah untuk mengambil gambar kedua payudara (citra mammografi). Hasilnya direkam dalam suatu film sinar-x atau langsung menuju komputer untuk dilihat oleh seorang ahli radiologi. Dengan adanya citra mammografi, memungkinkan dokter untuk melihat dengan lebih jelas benjolan pada payudara dan perubahan di jaringan payudara. Sebagaimana penggunaan sinar-x lainnya, mammogram menggunakan radiasi ion untuk menghasilkan gambar. Radiolog kemudian menganalisis gambar untuk menemukan adanya pertumbuhan yang abnormal.

2.2.2 Perangkat Mammografi Perangkat mammografi, ditunjukkan pada Gambar 2. 6 masih menjadi standar terbaik untuk screening dini kanker payudara. Ultrasound3, Ductography4, dan/atau Magnetic Resonance5 merupakan beberapa teknik lain yang juga digunakan untuk memperkuat hasil mammografi. Ductogram digunakan untuk mengevaluasi darah yang keluar dari puting. Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk evaluasi lanjutan atau sebelum operasi untuk melihat adanya daerah abnormal lainnya.

3 4

USG (Ultrasound-Based Diagnostic) Ductograms hanya digunakan di beberapa lembaga untuk evaluasi lanjut ketika nipple berdarah. 5 MRI (Magnetic Resonance Imaging)

13

Gambar 2. 6 Mammogram screening

Dalam sistemnya, seperti pada Gambar 2. 7,

terdapat tiga komponen untuk

menghasilkan citra mammografi yaitu: perangkat kamera, radiasi sinar-x, dan plat film.

Gambar 2. 7 Perangkat mammografi

Sinar-x yang dihasilkan dari radiasi elektromagnetik merupakan sinar yang memiliki frekuensi yang sangat tinggi yang berarti memiliki energi foton yang tinggi sehingga dapat menembus jaringan tubuh, (Jusman, 2008). Sinar-x yang dipancarkan akan kehilangan sebagian energinya pada saat melewati struktur tubuh. Pelemahan sinar tersebut disebabkan adanya 2 fenomena yang terjadi yaitu: a. Absorpsi, fungsi ketebalan dan sifat dari substansi yang dilewati b. Difusi dari energi

14

Akibat dari kedua fenomena ini, distribusi energi pancaran sinar-x sama pada saat masuk, tetapi berbeda-beda pada saat keluar. Sinar keluar tersebut kemudian menembus sebuah plat berpendar yang akan menghasilkan citra radiologi. Citra payudara (mammografi) yang diperoleh dari hasil proses radiografi merupakan proses khusus untuk mengamati jaringan halus pada tubuh manusia. Sehingga tubuh manusia yang disinari oleh sinar-x akan kelihatan transparan. Secara umum, yang membedakan mammografi dari radiografi biasa adalah sebagai berikut, (Jusman, 2008), a. Sinar-x-nya dibangkitkan pada tegangan rendah (20-35 kvp) jika dibandingkan dengan radiografi biasa (60-120 kvp) yang digunakan untuk membuat film. b. Memakai film dengan butir khusus yang mempunyai kontras dan resolusi yang tinggi.

Gambar 2. 8 Citra mammografi

Biasanya citra mammografi memiliki kekontrasan rendah seperti Gambar 2. 8, sehingga menyulitkan pengamatan. Hal ini merupakan hambatan yang harus diperhitungkan karena sulit menentukan batas-batas luar dari sel-sel yang

15

terinfeksi. Apalagi jika kondisi tubuh sedang lemah yang mengakibatkan mata manusia juga menjadi lelah segingga mengganggu konsentasi. Maka pada citra yang mempunyai kontras yang rendah diharapkan perangkat lunak dapat mengidentifikasi (dengan menajamkan batas-batas citranya) untuk kemudian digunkana sebagai panduan oleh tenaga medis.

2.2.3 Proses Screening pada Mammogram Pasien berdiri didepan mesin sinar X khusus, seperti terlihat pada Gambar 2. 9. Teknisi radiologi akan membantu pengambilan foto rontgen, payudara (satu per satu) diletakkan di antara dua bidang plastik. Bidang ini kemudian menekan payudara untuk meratakannya. Payudara akan ditekan selama beberapa detik. Pada umumnya sampel gambar diambil sebanyak dua kali dari masing-masing payudara, dari samping dan dari atas.

Gambar 2. 9 Proses pengambilan citra mamogram

Secara medis dapat dilakukan/dipastikan melalui pemeriksaan mammografi. Dimana hasil sampel dapat dilihat pada Gambar 2. 10.

16

Gambar 2. 10 Sample hasil mammografi kiri : normal, kanan: terdapat sel kanker

2.2.4 Karakteristik Citra Mammografi Mutu citra (image quality) yang dihasilkan mencakup semua faktor yang mampu memperlihatkan struktur tubuh bagian dalam manuasia secara jelas dan tepat. Mutu citra dan kenampakan struktur anatomi bagian dalam dapat di perlihatkan dengan jelas dengan memperhatikan faktor-faktor berikut, (Jauhari, 2007): Sensitifitas kontras (contrast sensitivity). Kekaburan (blurring). Kejernihan tampak (visual noise). Bercak (artefak). Detil bagian (spatial/geometric)

Mengingat fungsi citra medis dalam bidang kedokteran maka analisis citra medis membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi, khususnya dalam diagnosa penyakit kanker. Secara visual, seorang dokter ahli dapat mengenali adanya ketidaknormalan payudara dengan melihat karakteristik yang terlihat pada citra tersebut. Karakteristik yang dimaksud disini adalah payudara kiri dengan kanan

17

terlihat tidak simetris, adanya benjolan, adanya penyebaran struktur jaringan payudara, dan adanya mikrokalsifikasi, (Sadukh, 2009). Dalam beberapa penelitian, komputer dapat mengenali karakteristik

ketidaknormalan citra mamografi dari ketidaknormalan struktur dalam citra mamografi dapat dikenali melalui ada tidaknya mikrokalsifikasi, batas benjolan, dan sebaran jaringan juga berdasarkan bentuk dan area kecerahan citra kemudian mengembangkan algoritma untuk melokalisasi area yang dicurigai terdapat tumor/kanker.

2.3 Deteksi Tepi dan Segmentasi


2.3.1 Definisi Deteksi Tepi Deteksi tepi merupakan salah satu proses pra-pengolahan yang sering dibutuhkan pada analisis citra. Proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan penampakan garis pada citra; jadi prosesnya mempunyai sifat diferensiasi atau memperkuat komponen frekuensi tinggi, (Putra, 2009). Beberapa metode deteksi tepi yang dibahas adalah terdiri dari: 1. Deteksi tepi dengan nilai ambang 2. Deteksi tepi dengan gradien pertama 3. Deteksi tepi dengan gradien arah 4. Deteksi tepi dengan cara geser dan selisih citra 5. Deteksi tepi dengan gradien kedua 6. Deteksi segmen-segmen baris

18

Inti dari deteksi tepi adalah untuk menampilkan tepi-tepi citra akan lebih jelas yang sebelumnya dilakukan proses pengubahan citra aras keabuan menjadi citra hitam putih. Sehingga didapatkan citra yang telah terpisah antar latar depan dengan latar belakangnya. Contoh hasil citra dengan deteksi tepi ditampilkan pada Gambar 2. 11.

Gambar 2. 11 Citra dengan deteksi tepi

Edge mengandung informasi penting mengenai bentuk objek yaitu bentuk tepian atau batas-batas objek. Sederhananya, dapat diasumsikan bahwa edge merupakan batas antara 2 daerah gambar dengan level abu-abu yang memiliki perbedaan level atau intensitas yang jelas atau nyata, (Jusman, 2008). Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Karena tepi termasuk ke dalam komponen berfrekuensi tinggi maka pendeteksian tepi dapat dilakukan dengan penapis lolos-tinggi (high pass filter) yaitu dengan memperkuat komponen yang berfrekuensi tinggi dan menurunkan komponen frekuensi rendah. Akibatnya pinggiran atau tepi objek terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Penapis lolos-tinggi pada deteksi tepi berfungsi dimana piksel-piksel tepi ditampilkan lebih terang sedangkan piksel-piksel bukan tepi dibuat gelap (hitam).

19

Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mendeteksi tepi, antara lain operator gradien pertama (differential gradien), operator turunan kedua (Laplacian), dan operator kompas (compass operator). Teknik deteksi edge pada dasarnya merupakan aplikasi operasi differensial persial dalam lingkungan lokal sebuah gambar. Dapat diasumsikan sebagai tranfromasi dari dara numerik berupa level intensitas piksel, menjadi deskripsi data simbolik yang memuat edge yaitu mendukung asumsi bahwa edge muncul pada perbatasan dua daerah dengan level intensitas yang berbeda dimana kedua daerah mewakili level intensitas yang homogen.

2.3.2 Operator Edge Detection Secara umum deteksi tepi adalah mengkonvolusi citra masukan dengan mask tertentu. Perbedaan tiap operator terletak pada koefisien pembentuk mask dan ukuran mask dari setiap operator. Sehingga perbedaan operator pada koefisien penyusun mask menimbulkan perbedaan karakteristik atau kinerja dari operator tersebut untuk menghasilkan edge terbaik. Salah satu algoritma deteksi tepi adalah deteksi tepi menggunakan metode Canny, (Putra, 2009). Langkah pertama yang dikalkukan pada deteksi tepi Canny adalah

menghaluskan citra untuk menghilangkan noise. Hal ini akan menghasilkan gradien citra dan melakukan proses non-maximum suppression, yaitu meredam setiap piksel yang tidak dalam nilai maksimum. Proses tersebut mengakibatkan nilai larik gradien berkurang secara berkelanjutan. Algoritma deteksi tepi Canny dijelaskan sebagai berikut: 1. Penerapan filter Gaussian untuk mengurangi noise

20

2. 3. 4.

Mencari nilai tepi dengan menghitung gradien citra Mencari arah tepi setelah nilai gradien x dan y diketahui Menghubungkan arah tepi yang dapat ditelusuri sesuai dengan gambar aslinya

5. 6.

Proses non-maximum suppression Proses hysterisis untuk menghilangkan streaking6.

2.3.3 Thresholding Untuk menentukan apakan suatu piksel merupakan tepi atau bukan tepi dinyatakan dengan operasi thresholding (pengambangan), yaitu pemisahan piksel yang mempunyai derajat keabuan yang berbeda. Dalam prosesnya piksel yang memiliki derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas yang diberikan akan diubah menjadi nilai 0 (hitam) dan piksel yang memiliki derajat keabuan lebih besar dari besar dari batas akan diubah menjadi bernilai 1 (putih).

2.3.4 Segmentasi Proses segmentasi mempunyai tujuan yang hampir serupa dengan proses klasifikasi tidak terpandu. Istilah segmentasi citra itu sendiri mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya. Citra yang diperoleh kemudian akan terdiri atas bagian-bagian objek dan objek dan bagian latar belakang. Memilih

Proses perusakan sekeliling tepi yang diakibatkan oleh nilai output

21

bentuk-bentuk dalam sebuah citra sangat berguna dalam pengukuran atau pemahaman citra. Secara tradisional, pemgambangan didefinisikan sebagai proses pendefinisian jangkauan nilai-nilai gelap-terang pada citra yang sebenarnya, memilih pikselpiksel dalam jangkauan ini sebagai latar depan dan sisanya sebagai latar belakang. Dengan demikian, citra terbagi atas dua bagian, yaitu bagian hitam dan bagian putih, atau warna-warna yang membatasi setiap wilayah.

2.4 Active Contour Persamaan Chan-Vese


2.4.1 Definisi Kontur Aktif Active contours digunakan dalam domain pengolahan citra untuk melokasikan kontur suatu objek, (Chan & Vese, 2001). Mencoba untuk melokasikan sebuah objek contour dengan bersih dengan menggunakan uji pengolahan citra level rendah seperti Canny Edge Detection yang kurang teliti. Banyak dari teknik edge tidak berkelanjutan, seperti kemungkinanan adanya lubang di area yang dideteksi, dan edge palsu yang bisa ditampilkan akibat noise. Active contour mencoba untuk meningkatkan meningkatkan kualitas seperti pada continuity dan smoothness pada contour objek. Yang berarti pendekatan active contour menambah derajat tertentu pada teorema sebelumnya dengan mengurai beberapa permasalahan yang ditemukan sebelumnya, (Tiilikainen, 2007). Bagian penting dari deteksi kontur ini adalah mendeteksi border yang menonjol dari sebuah objek. Kurva parametrik hanya memiliki satu s parameter independen yang bervariasi selama suatu interval tertentu, biasanya [0, 1]. Dengan menggunakan

22

representasi parametrik, menghindari masalah yang baik dalam bentuk eksplisit dan implisit miliki. Misalnya didapat beberapa nilai y dengan nilai x-tunggal, ini adalah mudah untuk melihat dalam bentuk parametrik dari lingkaran satuan dengan pusat di asal yang akhirnya dengan menggunakan representasi parametrik juga memungkinkan kurva yang akan independen dari sistem koordinat tertentu yang digunakan. Inisialisasi kurva diberikan oleh kurva parametrik ( ) = [ ( ), ( )] dengan [0, 1], dalam prakteknya kurva yang sering tertutup berarti

Selanjutnya kurva diasumsikan parameterized oleh panjang busur. Kurva

(0) = (1).

parametric tertutup diilustrasikan pada Gambar 2. 12. Setiap titik sepanjang kurva bergerak sepanjang garis eksternal dan internal, dan akan terus mencoba untuk memposisikan dirinya.

Gambar 2. 12 Ilustrasi dari kurva parametrik v(s)

2.4.2 Snake Original Kass, Witkin & Terzopoulos Konsep kontur aktif diperkenalkan oleh Kass, Witkin dan Terzopoulos di dalam makalah "Snake: Active Contour Model", (Kass, Witkin, & Terzopoulos, 1987). Makalah ini memicu banyak penelitian. Snake merupakan kurva parametrik

23

yang mencoba untuk pindah ke posisi dimana energi diminimalkan. Kass dkk. Memperkenalkan energi berikut fungsional untuk menghitung energi snake:

Energi snake terdiri dari tiga istilah. Istilah Eint awalnya merupakan energi internal dari snake sedangkan Eimg jabatan kedua menunjukkan kekuatan citra, istilah Econ terakhir menimbulkan kekuatan kendala eksternal. Jumlah citra memaksa Eimg dan kendala eksternal pasukan Econ juga hanya dikenal sebagai pasukan snake eksternal, dinotasikan dengan Eext. Energi internal snake ditulis sebagai

dimana istilah orde pertama ( ) memberikan ukuran elastisitas, sedangkan istilah orde kedua bahwa dalam bagian dari snake di mana kurva ditarik, istilah elastisitas akan memiliki nilai tinggi, sedangkan di bagian-bagian snake di mana kurva tertekuk, pada energi snake yang secara keseluruhan dikendalikan oleh koefisien ( ) dan istilah kelengkungan akan memiliki nilai tinggi. Istilah-istilah ini ditemukan deformatif. ( ), dengan kedua parameter tersebut menjadikan snake lebih elastik dan lebih ( ) memberikan ukuran kelengkungan. Ini berarti

Eimg menarik snake agar didapatkan fitur citra yang diinginkan. Jika snake harus menetap di tepi dalam citra, maka energi citra dapat didefinisikan sebagai Eimg

24

(v(s)), dengan saya menjadi fungsi citra. Dengan demikian snake akan memposisikan diri di bagian-bagian citra dengan nilai gradien tinggi.

Untuk menghapus noise dari citra dan meningkatkan jangkauan penangkapan snake citra dapat dikonvolusi dengan sebuah kernel Gaussian sebelum menghitung gradien. Hal ini memberikan istilah citra energi berikut ( , ) adalah Gaussian dua dimensi dengan standar deviasi. Ketika

Dimana

tepi yang kuat dalam citra yang kabur oleh Gaussian dengan gradien yang terkait juga merapikan yang mengakibatkan gradien snake dari jarak yang lebih besar, dengan ini meningkatkan jangkauan penangkapan snake.

2.4.3 Model Aktif Kontur Inti dari metode ini hampir sama dengan model snake, segmentasi berbasis energi minimum. Diasumsikan bahwa gambar dibentuk oleh dua wilayah, nilainilai yang berbeda. Objek yang akan dideteksi diwakili oleh daerah dengan nilai . Formula Chan-Vese adalah

dimana C adalah setiap kurva variabel lain, dengan konstanta c1 dan c2, bergantung pada C, yang merupakan rata-rata ( 0) dari C di dalam dan masingmasing di luar C. Dalam kasus sederhana, batas obyek C0, adalah minimilisasi dari border objek. Diilustrasikan pada Gambar 2. 13.

25

Gambar 2. 13 Model kontur aktif

Dalam model kontur aktif energi border akan diminimalkan dan akan ditambahkan beberapa hal regsnake-isasi, seperti panjang kurva, dan/atau luas di dalam wilayah. Karena itu, terdapat energi fungsional ditentukan oleh Area Panjang di dalam yang merupakan parameter tetap. Pada proses segmentasi citra, persamaan untuk menentukan fungsi kecepatan F telah ditentukan. F merupakan sebuah fungsi dari gradient citra, sehingga perhentian evolusi dari kontur aktif pada edge yang penting dapat ditemukan. Salah satu pendekatan segmentasi menggunakan metode berdasarkan daerah. Solusi yang efektif untuk menghitung gradien kontur aktif menggunakan persamaan Chan and Vese. Energi yang diperlukan dalam contour active menggunakan minimum-variance criterion. Teknik yang digunakan adalah

curve evolution, fungsi mumfordshah, dan level set. Inisial kontur bisa dilakukan dimana saja yang akan secara otomatis mendeteksi keseluruhan kontur, tidak peduli letak dari inisial kontur.

26

2.5 Piksel Putih


Proses pengolahan citra digital berakhir dengan tampilan identifikasi citra hasil pengolahan. Karena program yang dibuat untuk mengidentifikasi sel kanker prostat, maka analisis yang diambil adalah mengidentifikasi sel yang sehat dan sel sakit. Untuk mendapatkan selisih jumlah piksel antara citra acuan dan citra yang akan diolah, maka perlu ditampilkan citra template atau citra acuan. Dalam hal ini yang digunakan sebagai citra acuan adalah citra sel prostat yang sehat. Dengan diketahuinya jumlah piksel maka dapat diperoleh dan ditampilkan kesimpulan mengenai jumlah piksel sel yang sehat dan dan jumlah piksel sel yang sakit dengan perbedaan banyaknya jumlah piksel, (Witeti, 2004). Algoritm piksel putih adalah sebagai berikut:
% Hitung Jumlah Piksel Citra Acuan [m,n,o]= size(tmp); count = 0; for i = 1 : m; for j = 1 : n; if tmp(i,j) == 1; count = count + 1; else, end end end pix_ref = count; % Hitung Jumlah Piksel Citra yang Akan Diolah [m,n,o]= size(d); count = 0; for i = 1 : m; for j = 1 : n; if d(i,j) == 1; count = count + 1; else, end end end pix_proc = count;

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


Berdasarkan tujuan dan manfaat dari tugas akhir ini yang secara garis besarnya adalah untuk melakukan penelitian terhadap deteksi tepi citra 2D sehingga diharapkan informasi citra yang dibutuhkan terlihat lebih jelas, yang merupakan pengembangan dari aplikasi dan penelitian yang telah ada dengan berpedoman pada data sekunder (data dari hasil penelitian dan jurnal) yang relevan, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan (aplikatif). Sedangkan ditinjau dari sifat masalahnya maka penelitian ini bersifat simulasi.

3.2 Desain Penelitian


Blok diagram sistem secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3. 1

Gambar 3. 1 Blok diagram rancangan sistem secara keseluruhan

28

Ada beberapan tahapan dalam proses penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Tahapan dimulai dengan mengumpulkan data sampel mammografi7. Dimana sampel citra yang akan diolah adalah dalam bentuk 2 dimensi tipe data *.jpg 2. Citra dipastikan terlebih dahulu ke dalam tipe grayscale8 3. Pengaturan tingkat kecerahan (brightness) dan kontras (contrast) citra untuk mempermudah deteksi citra sel kanker 4. Deteksi tepi, memberi batas pemisah citra luar terhadap daerah kanker sehingga didapat seleksi area sel kanker 5. Hasil deteksi tepi active contour dibandingkan dengan hasil deteksi tepi yang menggunakan operator Canny dengan menggunakan perbandingan piksel putih

3.3 Sampel Desain


Deteksi tepi akan dilakukan pada sampel citra mammografi bersel kanker seperti pada Gambar 3. 2. Deteksi tepi akan dilakukan dengan menggunakan software MatLab versi 7.10.0.499 (R2010a), tampilan software ditunjukkan pada Gambar 3. 4. Output yang diharapkan adalah citra dengan deteksi tepi sel kanker seperti ditunjukkan pada Gambar 3. 3.

Proses skrining pada mammografi telah dijelaskan pada subbab 2.2.3 Proses Screening pada Mammogram 8 Telah disertakan dalam program

29

Gambar 3. 2 Hasil mammografi dengan sel kanker

Gambar 3. 3 Hasil mammografi dengan sel kanker setelah dilakukan deteksi tepi dengan menggunakan metode active contour

Gambar 3. 4 Software MATLAB R2010a Version 7.10.0.499

30

3.4 Teknik Analisis Sistem


Kinerja sistem yang akan dieksperimenkan dianalisis dengan menggunakan penilaian objektif. Hasil-hasil yang didapatkan melalui eksperimen (keluaran sistem) dibandingkan dengan teori-teori yang berasal dari literatur yang ada.

3.5 Prosedur Penelitian


Agar penelitian dapat lebih terarah dan efektif, penulis telah menyusun dan akan mengikuti prosedur penelitian sebagai berikut:

31

1.

Tinjauan dan Studi Kepustakaan

Dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep-konsep teoritis yang berhubungan dengan tema penelitian. Studi literatur berupa diskusi dengan pembimbing, mengambil bahan dari internet dan buku-buku panduan. Studi literatur juga dilakukan terhadap software yang digunakan selama penelitian ini menjadi sarana aplikatif. 2. Penyusunan Algoritma Program

Program yang dirancang dalam tugas akhir ini berupa algoritma yang disusun berdasarkan rumusan active contour. 3. Perancangan dan Pembuatan Program

Berdasarkan algoritma yang telah ditentukan diatas, dibuat program pengolahan input citra dengan menggunakan software MatLab R2010a. 4. Analisis Keluaran Sistem Dibandingkan dengan Keluaran Sistem Sebelumnya Keluaran dari sistem ini adalah sel kanker payudara yang telah disegmentasi oleh active contour kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penggunaan edge detection operator Canny dengan menggunakan

perbandingan piksel putih. 5. Penyusunan Laporan Penelitian

Memberisikan penjelasan secara tertulis dan tergambar keseluruhan proses penelitian ini, dengan rincian isi yang telah dijabarkan pada subbab 1.5 Sistematika Penulisan tugas akhir ini.

32

DAFTAR PUSTAKA Angenent, Sigurd , Eric Pichon, dan Allen Tannenbaum. 2000. Mathematical Methods in Medical Image Processing. Dipetik 12 April 2012, dari Math Wisc: http://www.math.wisc.edu/~angenent/preprints/medicalBAMS.pdf Bracewell, Ronald N. 1995. Two-Dimensional Imaging. New Jersey: PrenticeHall, inc.. Chan, F. Tony dan A. Luminita Vese. 2001. Active Contours Without Edges. Dipetik 10 April 2012, dari http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download ?doi=10.1.1.2.1828&rep=rep1&type=pdf Jauhari, Arif. 2007. Mutu dan Karakteristik Citra Medik. Dipetik 29 Maret 2012, dari http://www.portalradiografi.web.id/downlot.php?file=(09)%20 Arif% 20Jauhari.pdf Jusman, Jessi. 2008. Tugas Akhir: Visualisasi Detektor Edge Detector Terbaik pada Citra Mammography. Padang: Universitas Andalas. Kass, Michael, Andrew Witkin, dan Demetri Terzopoulos. 1987. Snakes: Active Contour Models. Dipetik 21 Februari 2012, dari snake.pdf Mawaddatun. 2005. Tugas Akhir: Perbaikan Kualitas Sinyal Citra Medis Menggunakan Filter Non-Linear serta Perbaikan Kontras dan Brightness. Padang: Universitas Andalas. N., Teofanus Dwiyanto. 2011. Tugas Akhir: Perancangan dan Implementasi Sistem Pengenalan Gambar Huruf dengan Variasi Jarak dan Ukuran Menggunakan Ekstraksi Ciri Zooning dan Sistem Template Matching. Padang: Universitas Andalas. Pratt, William K. 1991. Digital Image Processing. California: Wiley-Interscience Publication. Putra, Darma. 2009. Sistem Biometrika. Yogyakarta: ANDI. Sadukh, Angelency C. 2009. Makalah Pengolahan Citra pada Bidang Kedokteran dengan Menggunakan X-Ray untuk Mammografi. Dipetik 29 Maret 2012, dari http://www.scribd.com/document_downloads/direct/83217650?extension=pdf&ft=1332998229&lt=1333001839&uahk=d2ZtvVzjGRF+7MSsce 0E3MUugPQ Tiilikainen, Nikolas Petteri. 2007. A Comparative Study of Active Contour Snakes. Unknown. _____. Bab 1 Pengantar Pengolahan Citra. Dipetik Februari 18, 2012, dari _______________________ Witeti. 2004. Identifikasi Sel Kanker Prostat Menggunakan Metode Segmentasi Berdasar Ukuran Objek pada Citra. Dipetik 11 April 2012, dari http://eprints.undip.ac.id/25662/1/ML2F098664.pdf

33

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3 Batasan Masalah ................................................................................................. 3 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 3 Citra..................................................................................................................... 5 Pengertian Citra........................................................................................... 5 Pembentukan Citra...................................................................................... 6 Digitalisasi Citra ......................................................................................... 8 Citra Medis................................................................................................ 11 Definisi...................................................................................................... 12 Perangkat Mammografi............................................................................. 13 Proses Screening pada Mammogram ........................................................ 16 Karakteristik Citra Mammografi............................................................... 17 Definisi Deteksi Tepi ................................................................................ 18 Operator Edge Detection........................................................................... 20 Thresholding ............................................................................................. 21 Segmentasi ................................................................................................ 21 Definisi Kontur Aktif ................................................................................ 22 Snake Original Kass, Witkin & Terzopoulos............................................ 23 Model Aktif Kontur .................................................................................. 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.3 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.5 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5

Mammogram/Mammografi............................................................................... 12

Deteksi Tepi dan Segmentasi............................................................................ 18

Active Contour Persamaan Chan-Vese ............................................................. 22

Piksel Putih ....................................................................................................... 27 Jenis penelitian.................................................................................................. 28 Desain Penelitian .............................................................................................. 28 Sampel Desain.................................................................................................. 29 Teknik Analisis Sistem ..................................................................................... 31 Prosedur Penelitian ........................................................................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 33

34

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Contoh citra dua dimensi.................................................................... 5 Gambar 2. 2 Proses pembentukan citra................................................................... 7 Gambar 2. 3 Matriks digital NxM........................................................................... 8 Gambar 2. 4 Contoh matriks digital........................................................................ 8 Gambar 2. 5 Proses digitalisasi citra analog ke digital ........................................... 9 Gambar 2. 6 Mammogram screening.................................................................... 14 Gambar 2. 7 Perangkat mammografi .................................................................... 14 Gambar 2. 8 Citra mammografi ............................................................................ 15 Gambar 2. 9 Proses pengambilan citra mamogram .............................................. 16 Gambar 2. 10 Sample hasil mammografi.............................................................. 17 Gambar 2. 11 Citra dengan deteksi tepi ................................................................ 19 Gambar 2. 12 Ilustrasi dari kurva parametrik v(s) ................................................ 23 Gambar 2. 13 Model kontur aktif.......................................................................... 26 Gambar 3. 1 Blok diagram rancangan sistem secara keseluruhan ........................ 28 Gambar 3. 2 Hasil mammografi dengan sel kanker.............................................. 30 Gambar 3. 3 Hasil mammografi dengan sel kanker setelah dilakukan deteksi tepi dengan menggunakan metode active contour ....................................................... 30 Gambar 3. 4 Software MATLAB R2010a Version 7.10.0.499 ........................... 30

35

You might also like