You are on page 1of 9

Perumusan Masalah

Berbagai

pemahaman

mengenai

wawasan

kebangsaan,

pada

hakikatnya adalah sama, yaitu tentang kesamaan cara pandang ke dalam (inward looking) dan cara pandang ke luar (outward looking) sebuah bangsa terhadap berbagai permasalahannya di bidang, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sejarah telah membuktikan, bahwa jatuh dan bangunnya sebuah bangsa sangat tergantung kepada konsep wawasan kebangsaan yang mereka anut (cita-citakan) serta ideologi yang mendukungnya. Semua itu berkaitan dengan konsep sebuah bangsa dalam mensejahterakan rakyatnya, dan tergantung kepada kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang selalu terjadi. Berbagai teori mengenai wawasan kebangsaan pasti selalu berhubungan dengan kesamaan ras, etnis, agama, kekayaan alam, wilayah, tekad bersatu, dan ideologi yang dihayatinya. Namun sejarah menunjukkan bahwa berbagai bangsa yang rakyatnya terdiri atas satu ras (etnis), satu wilayah daratan (pulau), bahkan satu agama, pada kenyataan bisa terpecah belah karena tidak memiliki kesamaan cita-cita untuk bersatu atau tidak memiliki kesamaan ideologi yang mempersatukan, seperti yang terjadi kepada bangsa-bangsa di jazirah Arab, Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Selatan. Sebagai contoh di Asia Selatan, negara India lama yang rakyatnya terdiri atas satu ras dan tinggal di sebuah wilayah yang sama (Asia Selatan) menjadi berantakan karena rakyatnya menggunakan agamanya masing-masing sebagai wawasan kebangsaannya. India lama pecah menjadi tiga negara, Pakistan, Bangladesh, dan India yang baru.Dengan melihat uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kita mempererat rasa kebangsaan kita yang mulai berkurang di kalangan remaja Indonesia saat ini.

2. 3.

Apakah masyarakat Indonesia saat ini masih memiliki rasa kebangsaan yang masih tinggi. Bagaimana usaha pemerintah untuk menumbuhkan rasa kebangsaan di masyarakat.

Analisis Masalah
Berbagai pemahaman mengenai wawasan kebangsaan, pada

hakikatnya adalah sama, yaitu tentang kesamaan cara pandang ke dalam (inward looking) dan cara pandang ke luar (outward looking) sebuah bangsa terhadap berbagai permasalahannya di bidang, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sejarah telah membuktikan, bahwa jatuh dan bangunnya sebuah bangsa sangat tergantung kepada konsep wawasan kebangsaan yang mereka anut (cita-citakan) serta ideologi yang mendukungnya. Semua itu berkaitan dengan konsep sebuah bangsa dalam mensejahterakan rakyatnya, dan tergantung kepada kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang selalu terjadi. Berbagai teori mengenai wawasan kebangsaan pasti selalu berhubungan dengan kesamaan ras, etnis, agama, kekayaan alam, wilayah, tekad bersatu, dan ideologi yang dihayatinya. Namun sejarah menunjukkan bahwa berbagai bangsa yang rakyatnya terdiri atas satu ras (etnis), satu wilayah daratan (pulau), bahkan satu agama, pada kenyataan bisa terpecah belah karena tidak memiliki kesamaan cita-cita untuk bersatu atau tidak memiliki kesamaan ideologi yang mempersatukan, seperti yang terjadi kepada bangsa-bangsa di jazirah Arab, Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Selatan. Sebagai contoh di Asia Selatan, negara India lama yang rakyatnya terdiri atas satu ras dan tinggal di sebuah wilayah yang sama (Asia Selatan) menjadi berantakan karena rakyatnya menggunakan agamanya masing-masing sebagai wawasan kebangsaannya. India lama pecah menjadi tiga negara, Pakistan, Bangladesh, dan India yang baru. Banyak juga yang tidak mengerti, mengapa bangsa kolonial selalu menciptakan dan memelihara konflik untuk memecah sebuah kawasan menjadi

beberapa negara dengan mendorong terkondisikannya wawasan kebangsaan berdasarkan kekayaan alamnya, seperti yang terjadi dalam sejarah Irak dan Kuwait, Brunei dan Sabah/Serawak, dan sebagainya. Wawasan Kebangsaan Indonesia Sebagai bangsa, memang akar bangsa Indonesia tidak tergambarkan dengan jelas dalam sejarah. Dari berbagai bacaan dan cerita yang empunya sejarah, negeri ini berasal dari berbagai kerajaan dan kelompok masyarakat seadat. Masingmasing memiliki wilayah dan aturan yang disepakati bersama, dan juga mempunyai pemimpin. Jadi secara tidak langsung catatan sejarah sengaja dihubunghubungkan untuk menemukan bahwa wawasan kebangsaan Indonesia mulai bersemi sejak jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Itu dikondisikan sebagai sebuah wawasan yang ideal dan tersemaikan secara alamiah serta tumbuh perlahan namun pasti, yang menjadikan berbagai masyarakat, dengan segala kemajemukan etnis, suku, agama, adat istiadat, dan budaya yang berbeda itu berangsur-angsur bisa menyatu karena kondisi dan kepentingan yang sama, dan akhirnya secara tidak langsung dianggap menjadi sebuah bangsa Namun dalam perkembangan sejarah selanjutnya, perjalanan menuju kesatuan bangsa Indonesia itu kerapkali menghadapi hambatan dan sering kandas. Salah satunya terjadi akibat penguasaan sebuah negara terhadap daerahdaerah di sekelilingnya selalu mengandalkan manajemen kekerasan. Selanjutnya kondisi itu juga diperparah oleh politik devide at impera atau penciptaan dan pemeliharaan konflik yang selalu dilakukan oleh penjajah bangsa Eropa agar gugusan kepulauan Nusantara ini tetap menjadi kerajaankerajaan kecil yang lemah sehingga mudah dikendalikan. Pelajaran sejarah inilah yang kemudian membangkitkan tekad pemuda dan intelektual bangsa pada awal abad ke-19 untuk merintis terwujudnya embrio wawasan kebangsaan Indonesia yang baru. Kebangkitan

Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda 1928 pada hakikatnya merupakan cita-cita ingin bersatunya berbagai etnis, golongan, dan agama yang berbeda di Zamrud Katulistiwa dari Sabang sampai Marauke, menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia! Semangat kebangsaan tidak lagi sekedar didasari oleh kesamaan etnis, agama, atau kesamaan penderitaan akibat penjajahan Belanda saja, namun dilandasi juga oleh nilai-nilai yang lebih ideal, antara lain lima dasar filsafat, seperti yang ada dalam UUD 1945 serta pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam batang tubuhnya. Dengan kata lain wawasan kebangsaan Indonesia yang berasal dari Sumpah Pemuda 1928 harus selalu didasari oleh rasa kebersamaan, tidak oleh kekerasan dan paksaan. Selanjutnya wawasan itu diharapkan bisa menyemaikan nilai-nilai luhur proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam membentuk watak dan jati diri bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi. Apa yang terjadi selanjutnya? Sejarah mengajarkan, bila

menghadapi musuh bersama, tekad sebuah bangsa biasanya menjadi bermakna. Namun setelah musuh bersama tidak ada lagi, maka tekad itu langsung kehilangan arti, bahkan menjadi hambar. Sehingga siapapun yang merasa kecewa karena kepentingannya tidak terpenuhi, merasa berhak memaksakan kehendaknya sendiri terhadap masyarakat yang tidak sepaham, sehingga secara tidak langsung bisa mencerai-beraikan persatuan. Dikhawatirkan perkembangan seperti ini bisa menjadi benih awal hancurnya bangsa dan negara. Hampir sepuluh tahun setelah rezim Orde Baru jatuh karena reformasi, saat ini keadaan belum membaik dan masih jalan di tempat. Upaya untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk belum bisa dirasakan hasilnya dan secara umum daya beli masyarakat semakin lemah.

Hal itu diperparah dengan visi kepemimpinan yang tidak bisa memenuhi harapan masyarakat, di mana kinerja kepemimpinan lebih sering digunakan untuk melanggengkan kekuasaan daripada berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan karena takut menghadapi resiko. Demikian pula paradigma lama yang masih digunakan dalam menjalankan birokrasi yang dirasakan kondisinya semakin parah. Akibatnya kegiatan membocorkan keuangan negara masih saja tetap berlangsung. Begitu pula kegiatan politik kepentingan oleh kelompok yang sengaja menciptakan konflik SARA terkesan sengaja diabaikan, bahkan sering dimanfaatkan oleh pengendali kekuasaan yang machiavelis untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi secara politik dan ekonomi. Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa wawasan kebangsaan Indonesia yang bersumber pada semangat Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, serta lima filsafat dasar yang ideal, tanpa sadar telah mulai ditinggalkan oleh anak bangsanya sendiri karena masing-masing sudah merasa tidak satu lagi dan lebih mementingkan semangat primodialnya.

Pemecahan Masalah
Mengakhiri penjelasan ini, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bersama, sebagai berikut : Pertama, tumbuh kembangkan terus pengertian Wawasan Kebangsaan sebagai alat pemersatu bangsa dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah rakyat, walaupun latar belakang suku, agama, ras dan adat istiadat yang berbeda. Kedua, hayati dan pahami secara utuh tentang butir-butir dari Wawasan Kebangsaan yaitu; rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan yang merupakan jiwa bangsa Indonesia dan pendorong tercapainya cita-cita bangsa Ketiga, bina terus semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa di lingkungan kita. Kami yakin bahwa terjadinya kekacauan negara saat ini, lebih disebabkan pernyataan dan tingkah laku sebagian elit politik, para pakar dan kelompok kepentingan tertentu yang lebih mementingkan kelompoknya daripada bangsa dan negara tercinta ini. Keempat, Kaum muda perlu menguatkan nilai-nilai kebangsaan. Keberadaan atas kemajemukan budaya adalah aset kekayaan bangsa yang harus dijaga. Caranya melalui upaya dalam membentuk rasa kebangsaan. Ini terkait dengan pertumbuhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang pluralis dan heterogen

Kesimpulan
Kondisi Wawasan Kebangsaan pada diri anak bangsa sekarang ini telah pudar dan hampir pada jurang kehancuran. Ikatan nilai-nilai kebangsaan yang berhasil mempersatukan bangsa sudah longgar. Ibarat sebuah meja, Republik yang ditopang oelh empat pilar kekuatan nasional yakni ekonomi, budaya, politik dan TNI, tiga dari empat pilar sudah patah dan satu pilar lainnya sudah bengkok. Ketiga pilar yang patah tersebut adalah : Pertama, kondisi ekonomi kita yang serba sulit sebagai dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan, menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah, lapangan pekerjaan sangat kurang dan jumlah pengangguran semakin meningkat serta kesenjangan ekonomi semakin lebar. Kedua, kondisi budaya sebagai dampak dari reformasi yang kebablasan, telah memunculkan berbagai bentuk sikap yang mengarah kepada tindakan kekerasan atau main hakim sendiri serta tindakan yang tidak berperikemanusiaan (biadab). Ketiga, kesadaran politik masyarakat yang menyedihkan karena sarat dengan pemenuhan ambisi pribadi atau kelompok. Para elit politik lebih mempertahankan argumentasinya sendiri-sendiri dan bertahan pada kebenaran masing-masing. Sedangkan pilar keempat yang masih utuh itu adalah militer, dalam hal ini TNI, itupun kondisinya sudah agak bengkok, karena begitu berat beban yang diemban dan ada pihak yang memang ingin menghancurkannya. Menyimak keadaan Wawasan Kebangsaan Indonesia pada rakyat kita yang sangat memprihatinkan itu, sepatutnya bangsa ini sepakat untuk memantapkan kembali nilai-nilai kebangsaan yang sudah longgar itu. Kita perlu suatu landasan yang kuat dan konsepsional untuk membangun kembali persatuan dan kesatuan bangsa serta jiwa nasionalisme yaitu "Wawasan Kebangsaan".

Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintah. Warga negara Indonesia bukan saja orang-orang bangsa Indonesia asli, melainkan termasuk bangsa lain seperti keturunan Tionghoa, keturunan Belanda dan keturunan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia dan mengaku Indonesia sebagai Tanah Airnya serta bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah disahkan sesuai dengan undangundang. Dengan demikian setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada diskriminasi diantara warga masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara. Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan nasional baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan untuik meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat non-fisik diarahkan kepada pembangunan watak dan karakter bangsa yang mengarah kepada warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan sifat kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Keberhasilan pembangunan nasional tidak semata-mata tidak menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi partisipasi semua komponen bangsa termasuk TNI. Pada umumnya keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuannya ditentukan lima Komponen Bangsa, antara lain : Komponen Agamawan, Komponen Cendekiawan, Pemerintah, Ekonom (Pengusaha) dan Angkatan Bersenjata.

You might also like