You are on page 1of 83

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 1


Hery Jafri
08 643 006

B A B I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kostruksi jalan raya sebagai sarana transportasi adalah merupakan unsur yang sangat
penting dalam usaha meningkatkan kehidupan manusia untuk mencapai kesejahteraannya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai mahluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa
bantuan orang lain, maka dengan adanya prasarana jalan ini, maka hubungan antara suatu
daerah dengan daerah lain dalam suatu negara akan terjalin dengan baik. Sarana yang
dimaksud disini adalah sarana penghubung yang melalui darat, laut dan udarah. Dari ketiga
sarana tersebut, akan ditinjau prasarana yang melalui darat.

Dalam perencanaan geometrik termasuk juga perencanaan tebal perkerasan jalan,
karena dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan geometrik sebagai suatu
perencanaan jalan seutuhnya.

Bertambahnya jumlah dan kualitas kendaraan dan berkembangnya pengetahuan
tentang kelakukan pengendara serta meningkatnya jumlah kecelakaan, menuntut perencanaan
geometrik supaya memberikan pelayanan maksimum dengan keadaan bahaya minimum dan
biaya yang wajar.

1.2. Permasalahan
Setelah melakukan peninjauan pada lokasi tersebut maka terdapat beberapa
masalah pada geometric jalan yang tidak memenuhi persyaratan.

1.3. Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak keluar dari tujuan yang telah ditetapkan, maka
dilakukan beberapa batasan yang hanya meliputi :
1. Perencanaan ulang geometric jalan
- Perencanaan alinyemen
- Galian dan timbunan



TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 2
Hery Jafri
08 643 006

1.4 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari peningkatan jalan pada ruas Jl. Loa Buah diantaranya :
1. Mengevaluasi ulang geometrik jalan pada ruas Jl. Loa Buah .
2. Merencanakan ulang geometric.

Dari maksud yang tersebut diatas, peningkatan jalan pada ruas Jl. Loa Buah
bertujuan diantaranya :
1. Melayani pengguna jalan secara aman, nyaman, lancar dan ekonomis.
2. Memperlancar kegiatan usaha di daerah tersebut.
3. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut.
4. Jalan akses utama untuk memasuki daerah perkampungan.























TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 3
Hery Jafri
08 643 006

B A B I I
DASAR TEORI


2.1. Defenisi Pengukuran (Surveying)
Pengukuran merupakan suatu proses menentukan suatu posisi suatu obyek
atau titik-titik di bumi, khususnya dipermukaan bumi. Posisi ini berarti posisisi
horizontal (koordinat berupa x,y) dan posisi vertical (ketinggian atau elevasi). Dimana
Ilmu Ukur Tanah disebut juga SURVEYING.
Dalam praktek dilapangan ukur tanah ini meliputi :
- Pengukuran jarak
- Pengukuran sudut dan arah
- Pengukuran beda tinggi
- Pengukuran topografi
- Pengukuran/perhitungan luaspermukaan tanah
Kegunaan dari pengukuran ilmu ukur tanah ini adalah untuk pengukuran data
fisik yang akan diolah dan digunakan menjadi suatu gambar peta.
Dalam pekerjaan ukur tanah ini meliputi dua macam :
1. Pekerjaan lapangan (FIELD WORK) yaitu pengukuran dilapangan untuk
mendapatkan data fisik dari tempat-tempat tertentu pada prmukaan bumi
2. Pekerjaan kantor (OFFICE WORK) yaitu perhitungan dan pengelolan data
yang diperoleh untuk pembuatan peta-peta serta evaluasi dan pengambilan
keputussan untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan tujuan dan kegunaan ilmu ukur tanah.:
1. Menentukan bentuk sembarang untuk bentuk-bentuk yang berbeda
dipermukaan bumi
2. Menentukan letak ketinggian sesuatu yang berbeda diatas atau dibawah
sesuatu yang dimana sebagai titk nol (0,00) untuk pengambilan titik nol ini
dilakukan pengamatan tinggi permukaan air laut pasang surut selama satu
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 4
Hery Jafri
08 643 006

bulan,kemudian diambil rata-ratanya yaitu pengamatan dari bulan purnama ke
bulan purnama berikutnya.
3. Menentukn panjang dan kedudukan dari suatu garis yang terdapat pada
permukaan bumi yang merupakan batas dari suatu area tertentu.
4. Menentukan bentuk atau relif permukaan tanah serta luasanya.
5. Menentukan batas-batas dari suatu areal tanah dari suatu wilayah tertentu
6. Sebagai dasar perencanaan dalam pekerjaan konstruksi dalam bidang teknik
arsitek seperti pembuatan jalan raya,jembatan,bangunan gedung,bangunan
irigasi,pembukaan jalan transmigrasi dan sebagainya.

Permukaan bumi dengan luas yang relatif kecil merupakan bidang datar
nivo,sehingga kita mengambil beberapa anggapan pentingnya berhubungan dengan
permukaan bumi :
1. Garis antara dua titik pada permukaan bumi adalah suatu garis
lurus,sedangkan sebenarnya dalah suatu garis lengkung
2. Arah unting-unting pada berbagai tempat adalah sejajar sedangkan
sebenarnya membentuk sudut(menuju pusat bumi)
3. Bidang datar adalah permukaan bumi yang tegak lurus dengan unting-
unting
4. Sudut-sudut antara dua garis pada bidang datar/nivo adalah sudut datar.
Dengan suatu peta dapat dilihat siapa saja dengan nyata dan tepat pada suatu
medan,keadaan lapangan baik tegak maupun mendatar serta apa saja yang terdapat
diatasnya antara lain :
1. Lekuk-lekuk tanah
2. Punggung tanah
3. Sungai-sungai
4. Bukit-bukit
5. Pelana-pelana
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 5
Hery Jafri
08 643 006

6. Batas-batas desa, sawah, hutan, perkebunan, jalan raya, bangunan, dan
sebagainya.
Dalam lapangan ini penulis mengkhususkan pembahasannya dalam alat ukur
Theodolite seta cara pengolahan data/menghitung dari suatu ddata hasil
pengukurandengan menggunakan alat ukur theodolite.

Bagian dari alat theodolite antar lain :
1. Tribarch (kiap)
2. Tiga buah sekrup
3. Trivet
4. Penyangga sumbu tegak
5. Plat skal lingkaran mendatar (limbus) yang menjadi satu daerah penyangga
sumbu tegak
6. Pembahagian sumbuh lingkaran
7. Skala nonius
8. Vivo tabung
9. Penyangga sumbu mendatar
10. Sumbu mendatar
11. Sekrup penguncigerakan vertical
12. Penyangga skala nonius
13. Nivo vertical
14. Teropong
15. Lingkaran skala vertical
16. Pengatur vokus
17. Lensa okuler dan diafragma/benang silang
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 6
Hery Jafri
08 643 006

18. Landasan atas statis
19. Kaki
20. Sekrup pengunci alat pada statif
21. Unting-unting
2.1.1. Poligon
2.2.1. Pengertian Poligon
Poligon adalah pengukuran rangkaian segi banyak,yang bertujuan
untuk menetapkan koordinat dari titik-titik sudut yang diukur.
Yang diukur adalah:
a) Panjang sisi segi banyak
b) Besar sudut-sudutnya
Guna pengukuran polygon:
a) Untuk membuat kerangka dari PETA
b) Pengukuran titik tetap dalam kota
c) Pengukuran-pengukuran rencana jalan/kereta
d) Pengukuran-pengukuran rencana saluran air
Bentuk pengukuran polygon ada 2 macam, yaitu :
a) Polygon terbuka
b) Polygon tertutup
2.1.2 Macam-Macam Poligon
1. Polygon Terbuka
Polygon terbuka adalah polygon dimana titik pertama tidak sama dengan
titik yang terakhir (tidak ketemu antara titik pertama dan titik terakhir).
Polygon ini biasa digunakan untuk pengukuran trase jalan, saluran
drainase,pengairan (irigasi)dan lain sebagainyayang kesemuanya dilakukan
secara memanjang dan dengan jarak yang cukup jauh.


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 7
Hery Jafri
08 643 006

P 1
P 2
P 3
P 4
B 3
B 1
B 2
P 1
P 2
P 3
P 4
P 5
B 1
B 2
P 6
P 7
P 8
B 3
B 4
B 5
B 6
B 7
B 8





Dimana:
P1 = titik awal pengukuran
P5 = titik akhir pengukuran
P2,P3,P4,,Pn = titik-titik pengukuran
B1,B2,B3,.Bn = sudut pengukuran (sudut horizontal)

2. Polygon Tertutup
Polygon tertutup adalah polygon dimana titik yang pertama sama dengan
titik yang terakhir (titiknya kembali ketitik awal). Polygon tertutup terutama
sekali digunakan untuk kerangka peta, penentuan batas,/garis batas, penentuan
luas daerah, dll.














Dimana:
P1 = titik awal dan titik akhir pengukuran
B = sudut-sudut dalam pengukuran
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 8
Hery Jafri
08 643 006

2.1.3 Pengukuran Topografi
Topografi merupakan penjelasan secara tertulis tentang lapangan
secara detail dan lengkap baik gambar jalan, batas kampung, hutan sampai
tinggi rendahnya permukaan tanah. Pengukuran topografi merupakan
pengukuran yang dilakukan guna menggambarkan secara detail dan lengkap
tentang kondisi lapangan.
Salah satu unsur penting dalam peta topografi adalah informasi tentang
koordinat dan tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk
menyajikan variasi ketinggian suatu tempat pada peta topografi umumnya
digunakan garis kontur. Garis kontur merupakan garis yang menghubungkan
titik titik dengan ketinggian yang sama besar.
Interval garis kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang
berdekatan, jadi juga merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang
berdekatan.
Selain menunjukkan ketinggian permukaan tanah,garis kontur juga
dapat digunakan untuk :
a. Menentukan potongan memanjang (profile,longitudinal sections) antar dua
tempat.
b. Menghitung luas dan volume suatu daerah atau pekerjaan
c. Menentukan route/trace dengan kelandaian tertentu
d. Menentukan kemungkinan dua titik dilapangan dan sama tinggi

Adapun metode yang biasa dipakai adalah metode polygon, dimana
pada KP I ini mengkhususkan pada metode polygon terbuka. Metode polygon
merupakan salah satu cara penentuan posisi horizontal (x,y) titik-titik
dilapangan, yaitu titik satu dengan titik lainnya dihubungkan secara berurutan
dan titik-titik ini saling terikat satu sama lainnya.

Pengukuran dilakukan menggunakan Theodolite atau alat penyipat
ruang karena dapat mengukur sudut arah kedua titik atau lebih dan sudut
curaman terhadap bidang yang horizontal pada titik pembacaan, sehingga akan
didapat tiap tiap titik suatu sudut horizontal dan vertical.
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 9
Hery Jafri
08 643 006

Dalam survey ukur tanah ada beberapa parameter yang diukur, dimana
data-data ini merupakan dasar utama untuk proses penyelesaian selanjutnya,
yaitu:
a. Jarak
b. Ketinggian
c. Sudut
d. Keterangan

Adapun rumus rumus yang digunakan dalam menghitung data hasil
pengukuran diantaranya :
- Azimut
Azimut atau sudut jurusan adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari
sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah, azimuth biasanya
diukur dari utara.

Azimut = ((sudut pengukuran titik yang bersangkutan)+(sudut jurusan sebelumnya))180
0



- Jarak optis
( ) 100 x BB BA optis Jarak =

Dimana :
BA = Bacaan benang atas
BB = Bacaan benang bawah

- Beda tinggi

Beda tinggi = T.alat + {Jarak datar.(1/tan )}-BT


Dimana :
= Bacaan sudut vertical
BT = Bacaan benang tengah

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 10
Hery Jafri
08 643 006

- Koordinat
- Koordinat X


X sebelumnya titik pada X Koordinat X Koordinat A + =
tan bersangku titik pada Azimut Sin x datar Jarak X = A

- Koordinat Y
Y sebelumnya titik pada Y Koordinat Y Koordinat A + =
tan bersangku titik pada Azimut Cos x datar Jarak Y = A

- Elevasi
tinggi Beda sebelumnya titik pada Elevasi Elevasi + =


2.1.4 Devenisi Jalan Raya
Jalan raya adalah jalur- jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh
manusia dengan bentuk, ukuran- ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan
untuk menyelurkan lalu lintas orang, hewan, dan kendaraan yang mengangkut barang dari
suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat.

Jalan raya sebagai sarana pembangunan dalam membantu pembangunan wilayah
adalah penting. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan pembangunan jalan raya dengan
lancar, efisien dan ekonomis.

Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan
geometrik ini adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu
lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan biaya juga memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pengguna jalan.


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 11
Hery Jafri
08 643 006

2.1.5 Klasifikasi Jalan
Pada umumnya jalan raya dapat dikelompokkan dalam klasifikasi menurut
fungsinya, dimana pereturan ini mencakup tiga golongan penting, yaitu :

a. Jalan Arteri ( Utama )
Jalan raya utama adalah jalan yang melayani angkutan utama, dengan ciri- ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan
tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan- jalan raya berjalur banyak
dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik.

b. Jalan Kolektor ( Sekunder )
Jalan kolektor adalah jalan raya yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian
dengan ciri- ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
Berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas jalan,
yaitu :
1. Kelas II A
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi permukaan
jalan dari lapisan aspal beton atau yang setara.
2. Kelas II B
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari
penetrasi berganda atau yang setara dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
3. Kelas II C
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur denan konstruksi permukaan jalan dari
penetrasi tunggal, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan
bermotor lambat dan kendaraan tak bermotor.

c. Jalan Lokal ( Penghubung )
Jalan penghubung adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan cirri- cirri
perjalanan yang dekat, kecepatan rata- rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Adapun tabel klasifikasi jalan raya adalah srbagai berikut :

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 12
Hery Jafri
08 643 006

KLASIFIKASI
JALAN
JALAN RAYA
UTAMA
JALAN RAYA SEKUNDER
JALAN
PENGHUBUNG
I (A1) II A (A2) II B (B1) II C (B2) III
KLASSIFIKASI MEDAN D B G D B G D B G D B G D B G
Lalu lintas harian rata- rata (smp) > 20. 000 6.000 - 20.000 1500 - 8000 < 20.000 -
Kecepatan Rencana (km/jam) 120 100 80 100 80 60 80 60 40 60 40 30 60 40 30
Lebar Daerah Penguasaan min.(m) 60 60 60 40 40 40 30 30 30 30 30 30 20 20 20
Lebar Perkerasan (m) Minimum 2 (2x3,75) 2x3.50 atau 2(2x3.50) 2x 3.50 2 x 3.00 3.50 - 6.00
Lebar Median minimum (m) 2 1.5 - - -
Lebar Bahu (m) 3.50 3.00 3.00 3.00 2.50 2.50 3.00 2.50 2.50 2.50 1.50 1.00 3.50 - 6.00
Lereng Melintang Perkerasan 2% 2% 2% 3% 4%
Lereng Melintang Bahu 4% 4% 6% 6% 6%
Jenis Lapisan Permukaan Jalan
Aspal beton
( hot mix )
Aspal Beton
Penetrasi Berganda/
setaraf
Paling tinggi penetrasi
tunggal
Paling tinggi pelebaran
jalan
Miring tikungan maksimum 10% 10% 10% 10% 10%
Jari- jari lengkung minimum (m) 560 350 210 350 210 115 210 115 50 210 115 50 115 50 30
Landai Maksimum 3 % 5 % 6 % 4 % 6 % 7 % 5 % 7 % 8 % 6 % 8 % 10 % 6 % 8 % 10 %

Tabel : Klasifikasi Jalan Raya
Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

2.1.6 Proyeksi Lalu Lintas
Pertumbuhan Lalu Lintas
Jumlah kendaraan pada masa yang akan dating biasanya tidak sama dengan
jumlah kendaraan pada waktu sekarang.

Volume lalu lintas pada waktu ini adalah volume lalu lintas yang terjadi pada
permulaan jalan tersebut diperbaiki.

Volume akan bertambah akibat dari :
a. Pertumbuhan lalu lintas normal (Traffic Growth)
Pertumbuhan lalu lintas normal (Traffic Growth) adalah pertambahan
volume lalu lintas yang disebabkan oleh adanya jumlah pemakai kendaraan dan
besar pertumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain dan dapat
diperkirakan berdasarkan kecenderungan pada waktu yang telah lalu.

b. Lalu lintas yang dibangkitkan (Generated Traffic)
Perjalanan yang tidak ada bila sarana baru tidak dibangun, terdiri dari tiga
katagori :
- Perjalanan baru yang sebelumnya tidak pernah ada.
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 13
Hery Jafri
08 643 006

- Perjalanan yang waktu dulunya hanya dilakukan oleh kendaraan umum.
- Karena lebih nyamannya jalan tersebut dibandingkan dengan jalan yang lain
dengan hubungan yang sama.

c. Perkembangan lalu lintas (Development Traffic)
Dengan adanya pembangunan suatu jalan dapat menambah arus lalu lintas
yang ada atau menyebabkan pemindahan penggunaan alat angkutan, hal ini karena
pengaruh dari penggunaan dari angkutan jalan raya.

2.1.7 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas menyatakan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan dalam satu satuan waktu. Untuk mendapatkan volume lalu lintas tersebut,
dikenal dua jenis Lalu Lintas Harian Rata-rata, yaitu :
a. Lalu Lintas Harian Rata- rata (LHR)
Jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan.




b.. Lalu Lintas Harian Rata- rata Tahunan (LHRT)
Jumlah lalu lintas kendaraan yang melewati satu jalur selama 24 jam dan diperoleh
dari data satu tahun penuh.





Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari berbagai jenis kendaraan,
baik kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan, maupun
kendaraan tak bermotor. Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, maka jumlah kendaraan
bermotor yang melewati satu titik dalam satu satuan waktu mengakibatkan adanya pengaruh /
perubahan terhadap arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan membandingkannya
terhadap [engaruh dari suatu mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai satuan dan
disebut Satuan Mobil Penumpang ( Smp ).
Jumlah Lalu Lintas Selama Pengamatan
LHRT =
Jumlah hari dalam 1 tahun(360)
Jumlah Lalu Lintas Selama Pengamatan
LHR =
Lamanya Pengamatan
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 14
Hery Jafri
08 643 006

Untuk menilai setiap kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang ( Smp ), bagi
jalan di daerah datar digunakan koefisien di bawah ini :
Sepeda = 0, 5
Mobil Penumpang = 1
Truk Ringan ( berat kotor < 5 ton ) = 2
Truk sedang > 5 ton = 2, 5
Bus = 3
Truk Berat > 10 ton = 3
Kendaraan tak bermotor = 7

Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan bermotor di atas
dapat dinaikkan, sedangkan untuk kendaraan tak bermotor tak perlu dihitung. Jalan dibagi
dalam kelas yang penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya juga dipertimbangkan
pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan yang
bersangkutan.

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Geometrik Jalan
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberkan pelayanan yang optimal
kepada lalu lintas, sebab tujuan akhir dari perencanaan geometrik ini adalah tersedianya jalan
yang memerikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan.

Dalam merencanakan suatu konstruksi jalan raya banyak factor yang menjadi dasar
atau pertimbangan sebelum direncanakannya suatu jalan. Factor itu antara lain :
1. Kendaraan Rencana
Dilihat dari bentuk, ukuran dan daya dari kendaraan kendaran yang menggunakan
jalan, kendaraan- kendaraan tersebut dapat dikelompokkan.
Ukuran kendaraan- kendaraan rencana adalah ukuran terbesar yang mewakili
kelompoknya. Ukuran lebar kendaraan akan mempengaruhi lebar jalur yang dbituhkan.
Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan. Daya kendaraan
akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih, dan tingi tempat dududk ( jok ) akan
mempengaruhi jarak pandang pengemudi.
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 15
Hery Jafri
08 643 006

Kendaraan yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan geometric disesuaikan
dengan fungsi jalan dan jenis kendaraan yang dominan menggunakan jalan tersebut.
Pertimbangan biaya juga ikut menentukan kendaraan yang dipilih.

2. Kecepatan Rencana Lalu Lintas
Kecepatan rencana merupakan factor utama dalam perencanaan suatu geometric
jalan. Kecepatan yaitu besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi
waktu tempuh.

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan
setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dll. Kecepatan
maksimum dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya
tergantung dari bentuk jalan, kecepatan rencana haruslah sesua dengan tipe jalan dan
keadaan medan.

Suatu jalan yang ada di daerah datar tentu saja memiliki design speed yang lebih
tinggi dibandingkan pada daerah pegunungan atau daerah perbukitan.
Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi kecepatan rencana tergantung pada :
a. Topografi ( Medan )
Untuk perencanaan geometric jalan raya, keadaan medan memberikan batasan
kecepatan terhadap kecepatan rencana sesuai dengan medan perencanaan ( datar,
bbukit, dan gunung ).
b. Sifat dan tingkat penggunaan daerah
Kecepatan rencana untuk jalan- jalan arteri lebih tinggi dibandingkan jalan kolektor.

3. Kelandaian
Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi laju kecepatan dan bila
tenaga tariknya tidak cukup, maka berat kendaraan ( muatan ) harus dikurangi, yang
berarti mengurangi kapasitas angkut dan mendatangkan medan yang landai.





TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 16
Hery Jafri
08 643 006

2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Raya
2.2.1 Perencanaan Alinyemen Horizontal ( Trase Jalan )

Dalam perencanaan jalan raya harus direncanakan sedemikian rupa sehingga jalan
raya itu dapat memberikan pelayanan optimum kepada pemakai jalan sesuai dengan
fungsinya.
Untuk mencapai hal tersebut harus memperhatikan perencanaan alinyemen horizontal
( trase jalan ) yaitu garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta yang disebut
dengan gambar situasi jalan.
Trase jalan terdiri dari gabungan bagian lurus yang disebut tangen dan bagian
lengkung yang disebut tikungan. Untuk mendapatkan sambungan yang mulus antara bagian
lurus dan bagian tikungan maka pada bagian- bagian tersebut diperlukan suatu bagian
pelengkung peralihan yang disebut spiral.
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan, dimana
terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan ke luar dari tikungan yang disebut gaya
sentrifugal.
Beradasarkan hal tersebut di atas, maka dalam perencanaan alinyemen pada tikungan
ini agar dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengendara, maka perlu
dipertimbangkan hal- hal berikut :

a. Ketentuan- ketentuan dasar
Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar ini tercantum pada daftar
standar perencanaan geometric jalan merupakan syarat batas, sehingga penggunaannya
harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan jalan yang cukup memuaskan.

b. Klasifikadi medan dan besarnya lereng (kemiringan)
Klasifikasi dari medan dan besar kemiringan adalah sebagai berikut :





Tabel : Klasifikasi Medan dan Besar Kemiringan
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU
Klasifikasi Medan kemiringan (%)
Datar ( D ) 0 - 9.9
Bukit ( B ) 10 - 24.9
Gunung ( G ) > 25, 0
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 17
Hery Jafri
08 643 006

2.2.2 Jenis- jenis Lengkungan Peralihan
Dalam suatu perencanaan alinyeman horizontal kita mengenal ada 3 macam bentuk
lengkung horizontal antara lain :

1. Full Circle
Bentuk tikungan ini adalah jenis tikungan yang terbaik dimana mempunyai jari- jari
besar dengan sudut yang kecil. Pada pemakaian bentuk lingkaran penuh, batas besaran R
minimum di Indonesia ditetapkan oleh Bina Marga sebagai berikut :










Tabel : Jari- jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, NOVA

Gambar Lengkung Peralihan :










Gambar : Full Circle
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, PEDC Bandung
Kecepatan rencana
( km/ jam )
Jari- jari lengkungan minimum
( meter )
120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 100
T
C
1
1
/2
1
/2
CT
TC
R R
L
Ec
PI
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 18
Hery Jafri
08 643 006

Keterangan :
PI = Nomor Station ( Point of Interaction )
R = Jari- jari tikungan ( meter )
= Sudut tangen (
o
)
TC = Tangent Circle
CT = Circle Tangen
T = Jarak antara TC dan PI
L = Panjang bagian tikungan
E = Jarak PI ke lengkung peralihan

Perhitungan Data Kurva












Syarat Pemakaian :
a. Tergantung dari harga V rencana
b. C = 0
c. Lc = 20

2. Spiral Circle - spiral ( S C S )
Lengkung spiral pada tikungan jenis S - C S ini adalah peralihan dari bagian tangen
ke bagian tikungan dengan panjangnya diperhitungkan perubahan gaya sentrifugal.
Adapun jari- jari yang diambil adalah sesuai dengan kecepatan rencana yang ada pada
daftar I perencanaan geometric jalan raya.
Ls = 0

R
Et = x R
Cos
1
/
2


Ts = Rx tan
1
/
2

C
Lc = x 2 R
360
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 19
Hery Jafri
08 643 006









Gambar : Spiral Circle Spiral
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, PEDC. Bandung
Keterangan :
Ts = Titik perubahan dari tangen ke spiral
SL = Titik Perubahan dari spiral ke Lingkaran
L = Panjang Bagian spiral ke Tengah
TC = Tangen Circle
ST = Perubahan dari spiral ke tangen
Ls = Panjang total spiral dari Ts sampai SL
= Sudut lengkungan
Tt = Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST
Et = Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik tangen busur
lingkaran

Perhitungan Data Kurva
Dari Tabel J. Bernett diperoleh nilai e dan Ls



V
3
V. e
Ls min = 0, 022 x - 2, 727
R. C C
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 20
Hery Jafri
08 643 006



















Syarat Pemakaian :
a. Ls min Ls
b. Apabila R untuk circle tidak memenuhi untuk kecepatan tertentu
c. C > 0
d. Lc > 20
e. L = 2 Ls + Lc < 2 Tt
Catatan :
Untuk mendapatkan nilai P* dan K* dapat dilihat pada tabel
J. Bernett berdasarkan nilai s yang didapatkan.
Nilai c adalah nilai untuk perubahan kecepatan pada tikungan
= 0, 4 m/ detik.

3. Spiral Spiral ( S S )
Penggunaan lengkung spiral spiral dipakai apabila hasil perhitungan pada
bagian lengkung S C S tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Bentuk
tikungan ini dipergunakan pada tikungan yang tajam.
28, 648 . Ls
s =
R
C = - 2 s

C
Lc = x 2 R
360
P = Ls x P*
K = Ls x K*
Tt = ( R + P ) tg + K
( R + P )
Et = - R
Cos
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 21
Hery Jafri
08 643 006










Gambar : Spiral spiral

Perhitungan Data Kurva


















Syarat Pemakaian :
Kontrol perhitungan 2 Ls < 2 Tt


C = 0
s =

s . R
Ls =
28,648
Lc = 2 Ls
P = Ls . P*
K = Ls . K*
Tt = ( R + P ) tg + K
( R . P )
Et = - R
Cos
O
s O
s
P
SCSC
ES
RC
RC
RC
TS
K
T
S
ST
P
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 22
Hery Jafri
08 643 006

2. 2. 3 Penampang Melintang
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalan
yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian- bagian jalan yang bersangkutan dalam arah
melintang. Maksud dari penggambaran profil melintang disamping untuk memperlihatkan
bagian- bagianjalan juga untuk membantu dalam menghitung banyaknya galian dan timbunan
sesuai dengan rencana jalan dengan menghitung luas penampang melintang jalan.

2. 2. 4 Kemiringan pada Tikungan ( Super Elevasi )
Pada suatu tikungan jalan, kendaraan yan lewat akan terdorong keluar secara radial
oleh gaya sentrifugal yang diimbangi oleh :
- Komponen yang berkendaraan yang diakibatkan oleh adanya super elevasi dari jalan
- Gesekan samping antara berat kendaraan dengan perkerasan jalan.
Kemiringan superelevasi maksimim terdapat pada bagian busur tikungan sehingga
perlu diadakan perubahan dari kemiringan maksimum berangsur- angsur ke kemiringan
normal.
Dalam melakukan perubahan pada kemiringan melintang jalan, kita mengenal tiga
metode pelaksanaan, yaitu :

a. Mengambil sumbu as jalan sebagai sumbu putar
CL






Gambar : Sumbu as jalan sebagai sumbu putar







TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 23
Hery Jafri
08 643 006

b. Mengambil tepi dalam jalan sebagai sumbu putar.



CL








Gambar : Tepi jalan sebagai sumbu putar


c. Mengambil tepi luar jalan sebagai sumbu putar

CL








Gambar : Tepi luar jalan sebagai sumbu putar






TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 24
Hery Jafri
08 643 006

Sedangkan bentuk bentuk dari diagram superelevasi adalah sebagai berikut :

1. Diagram superelevasi pada F C
- e max kanan
I II III

- e max kiri }e nornal

Bagian lurus Bagian Lengkung Bagian lurus
+en -en 0% -en e maks.


0%
-2% -2% -2% e maks




Potongan I Potongan II Potongan II
Gambar : Diagram superelevasi pada F C
2. Diagram superelevasi pada S C - S

I II III - e max kanan


- e max kiri
Potongan I Potongan II Potongan III


-2% -2% 0% -2% e max


Gambar : Diagram superelevasi pada S C - S

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 25
Hery Jafri
08 643 006

3. Diagram superelevasi pada S S

TS SC=CS TS

Kiri
Sb.Jln
-2% Kanan -2%




LS L

Gambar : Diagram Superelevasi pada S S


2. 2. 5 Pelebaran Perkerasan pada Tikungan ( Widening )
Untuk membuat tikungan pelayanan suatu jalan tetap sama, baik pada bagian lurus
maupun tikungan, prlu diadakan pelebaran pada perkerasan tikungan. Pelebaran perkerasan
pada tikungan tergantung pada :
a. Jari- jari tikungan ( R )
b. Sudut tikungan ( )
c. Kecepatan Tikungan ( Vr )
Rumus Umum :


Dimana :
B = lebar perkerasan pada tikungan ( m )
n = jumlah jalur lalu lintas
b = lebar lintasan truk pada tikungan
Td = lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi
C = kebebasan samping ( 0, 8 ) m

B = n ( b + C ) + ( n 1 ) Td + Z
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 26
Hery Jafri
08 643 006

Rumus :







Dimana :
R = jari- jari tikungan
P = jarak ban muka dan ban belakang ( 6, 1 )
A = jarak ujung mobil dan ban depan ( 1, 2 )
Vr = keecepatan rencana
Rumus :


Dimana :
B = lebar jalan
L = lebar badan jalan ( Kelas II B = 7, 0 )
Syarat :
Bila B 7 tidak perlu pelebaran
Bila B > 7 perlu pelebaran

2. 3 Alinement Vertikal ( Profil Memanjang )
Alinement vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertical melalui
sumbu jalan. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka yanah asli,
sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan naik atau turun dan
bermuatan penuh.
Pada alinyemen vertical bagian yang kritis adalah pada bagian lereng, dimana
kemampuan kendaraan dalam keadaan pendakian dipengaruhi oleh panjang kritis, landai dan
besarya kelandaian. Maka berbeda dengan alinyemen horizontal, disini tidak hanya pada
bagian lengkung, tetapi penting lurus yang pada umumnya merupakan suatu kelandaian.



b' = 2, 4 + R - R
2
- P
2

Td = R
2
+ A ( 2 P + A ) R
0, 0105 . Vr
Z =
R

W = B - L
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 27
Hery Jafri
08 643 006

2. 3. 1 Landai Maksimum dan Panjang Maksimum Landai

Landai jalan adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya kenaikan atau
penurunan vertical dalam satu satuan jarak horizontal ( mendatar ) dan biasanya dinyatakan
dalam persen .
Maksud dari panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat diterima
kendaraan tanpa mengakibatkan penurunan kecepatan truck yang cukup berarti. Dimana
untuk panjang kelandaian cukup panjang dan mengakibatkan adanya pengurangan kecepatan
maksimum sebesar 30 50 % kecepatan rencana selama satu menit perjalanan.

Kemampuan kendaraan pada kelandaian umumnya ditentukan oleh kekuatan mesin
dan bagian mekanis dari kendaraan tersebut. Bila pertimbangan biaya menjadi alasan untuk
melampaui panjang kritis yang diizinkan, maka dapat diterima dengan syarat ditambahkan
jalur khusus untuk kendaraan berat.

Syarat panjang kritis landai maksimum tersebut adalah sebagai berikut :
Landai maksimum (%) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang Kritis 400 330 250 200 170 150 135 120

Tabel : Syarat Panjang Kritis Landai Maksimum
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

2. 3. 2 Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertical yang memenuhi
keamanan, kenyamanan, dan drainage yang baik. Lengkung vertical yang digunakan adalah
lengkung parabola sederhana. Lengkung vertical adalah suatu perencanaan alinyemen vertical
untuk membuat suatu jalan tidak terpatah- patah.





TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 28
Hery Jafri
08 643 006

a. Lengkung vertical cembung




LV LV


LV
LV


Gambar : Lengkung Vertikal Cembung

b. Lengkung vertical cekung




LV LV






LV LV

Gambar : Lengkung Vertikal Cekung

Pada lengkung vertical cembung yang mempunyai tanda ( + ) pada persamaannya dan
lengkung vertical cekung yang mempunyai tanda ( - ) pada persamaannya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 29
Hery Jafri
08 643 006

a. Pada alinyemen vertical tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak pandangan menyiap,
tergantung pada medan, klasifikasi jalan, dan biaya.
b. Dalam menentukan harga A = G1 G2 terdapat 2 cara dalam penggunannya, yaitu :
- Bila % ikut serta dihitung maka rumus yang dipergunakan adalah seperti di atas.
- Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :




2. 3. 3 Jarak Pandang
Jarak pandang adalaha jarak dimana pengemudi dapat melihat benda yang
menghalanginya, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dalam batas mana
pengemudi dapat melihat dan menguasai kendaraan pada satu jalur lalu lintas. Jarak pandang
bebas ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Jarak Pandang Henti ( dh )
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan
pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya
rintangan pada jalur yang dilaluinya. Jarak ini merupakan dua jarak yang ditempuh
sewaktu melihat benda hingga menginjak rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak
rem.
Rumus :







Dimana :
dh = jarak pandang henti
dp = jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda dimana
harus berhenti sampai menginjak rem
G
1
- G
2

y =
300
dh = dp + dr

dp = 0, 287 . V . tr
V
2

dr =
254 ( fm L )
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 30
Hery Jafri
08 643 006

dr = jarak rem
Vr = kecepatan rencana ( km/ jam )
L = kelandaian
Fm = koefisien gesek maksimum
= - 0, 000625 . Vr + 0, 19
( + ) = pendakian
( - ) = penurunan

b. Jarak Pandang Menyiap ( dm )
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul kendaraan
lain yang digunakan hanya pada jalan dua jalur. Jarak pandang menyiap dihitung
berdasarkan panjang yang diperlukan untuk melakukan penyiapan secara normal dan
aman.
Jarak pandang menyiap ( dm ) untuk dua jalur dihitung dari penjumlahan empat
jarak.
Rumus :



Dimana :
d
l
= jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap
= 0,278. tr ( V m + . a. tr )
d
2
= jarak yang ditempuh oleh kendaraan menyiap selama dijalur kanan
= 0, 278 . Vr. t
2

d
3
= jarak bebas antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang
datang
d
4
= jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating
=
2
/
3
. d
2

V = kecepatan rencana
tr = waktu ( 3, 7 4, 3 ) detik
t
2
= waktu ( 9, 3 10, 4 ) detik
m = perbedaan kecepatan ( 15 km/ jam )
a = percepatan rata- rata ( 2, 26 2, 36 )


Dm = dl + d
2
+ d
3
+ d
4

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 31
Hery Jafri
08 643 006

2.3.4 Galian dan Timbunan
Pada perencanaan jalan raya, diusahakan agar volume galian dan timbunan
sama. Dengan mengkombinasikan antara alinyemen vertical dan horizontal,
memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan pada
suatu pekerjaan konstruksi jalan raya.
Langkah- langkah dalam menghitung volume galian dan timbunan adalah sebagai
berikut :
1. Penentuan station ( jarak patok ), sehingga diperoleh panjang orizontal jalan dari
alinyemen horizontal.
2. Menggambarkan profil memanjang yang memperlihatkan perbedaan muka tinggi tanah
asli dengan tinggi tanah asli dengan tinggi muka perkerasan yang akan direncanakan.
3. Menggambarkan profil melintang pada setiap titik station sehingga dapat dihitung luas
penampang galian dan timbunan.
4. Menghitung volume galian dan timbunan dengan menggunakan cara koordinat.
Masukkan koordinat x dan y yang selanjutnya dijumlahkan masing masing titik. Dari
hasil perkalian tersebut untuk mendapatkan luasnya dikalikan hasil totalnya lalu
dikalikan dengan jarak patok untuk mendapatkan volume pekerjaan.

2. 4 Perencanaan Tebal Perkerasan
2.4.1 Uraian Umum
Jenis konstruksi perkerasan yang akan dibahas adalah konstruksi perkerasan lentur
(flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat,
lapisan- lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar.

2.4.2 Umur Rencana
Umur rencana perekerasan jalan ditentukan atas dasar pertimbangan- pertimbangan
klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang
tidak terlepas, yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah.

2.4.3 Lalu Lintas
Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan atas :
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 32
Hery Jafri
08 643 006

- Hasil perhitungan volume lalu lintas dan komposisi beban sumbu berdasarkan
data terakhir ( 2 tahun terakhir ) dari pos- pos resmi setempat
- Kemungkinan perkembangan lalu lintas sesuai dengan kondisi dan potensi-
potansi social ekonomi daerah yang bersangkutan, serta daerah- daerah lainnya
yang berpengaruh terhadap jalan yang direncanakan, agar pendugaan atas
tingkat perkembangan lalu lintas ( I ) serta sifat- sifat khususnya dapat
dipertanggungjawabkan.

2.4.4 Konstruksi Jalan
Konstruksi jalan terdiri dari tanah dan perkerasan jalan. Penempatan besaran
rencana tanah dasar dan material- material yang akan menjadi bagian dari konstruksi
perkerasan, harus didasarkan atas penilaian hasil survey dan penyelidikan laboratorium oleh
seorang ahli.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi :
Lapis pondasi bawah ( sub base )
Lapis Pondasi ( base )
Lapis permukaan ( surface course )


10 cm Lapis permukaan

20 cm Lapis pondasi Atas

45 cm Lapis Pondasi Bawah




Gambar : Bagian- bagian perkerasan jalan
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 33
Hery Jafri
08 643 006

2.4.5. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-
sifat dan daya dukung tanah dasar. Dari bermacam- macam cara pemeriksaan untuk
menentukan kekuatan tanah dasar, yang umum sigunakan adalah cara CBR. Dalam hal ini
digunakan nomogram penetapan tebal perkerasan, maka harga CBR tersebut dapat
dikorelasikan terhadap daya dukung tanah ( DDT ).
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan
laboratorium tidak dapat mencakup secara detail sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar
sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi- koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan
detail maupun pelaksanaan sesuai dengan kondisi setempat.

2.4.6. Lapis Pondasi Bawah (LPB)
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda
2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-
lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
3. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi
4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda- roda alat- alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca.

2.4.7 Lapis Pondasi Atas ( LPA )
Fungsi lapis pondasi atas antara lain :
1. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban- beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan
sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik- baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pondasi antara lain batu pecah,
kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 34
Hery Jafri
08 643 006

2.4.8. Lapis Permukaan (Surface Course)
Fungsi lapis pondasi permukaan antara lain :
1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
2. Sebagai lapisan rapat air untuk melidungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca
3. Sebagai lapisan aus
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat
bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik,
yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan beban roda lalu lintas.

2.5. Penentuan Besaran Rencana
2.5.1 Persentase Kendaraan pada Jalur Rencana
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur ditentukan dari
lebar perkerasan menurut tabel di bawah ini :

Lebar Perkerasan Jumlah Jalur ( m )
L < 5, 50 m
5, 50 m L < 8, 25 m
8, 25 m L < 11, 25 m
11, 25 m L < 15, 00 m
15, 00 m L < 18, 75 m
18, 75 m L < 22, 00 m
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur

Tabel : Hubungan lebar perkerasan dan jumlah jalur
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU






TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 35
Hery Jafri
08 643 006

Koefisien distribusi (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana
ditentukan menurut tabel di bawah ini :

Jumlah Jalur
Kendaraan Ringan * Kandaraan Berat **
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
1, 00
0, 60
0, 40

1, 00
0, 50
0, 40
0, 30
0, 25
0, 20
1, 00
0, 70
0, 50

1, 00
0, 50
0, 475
0, 45
0, 425
0, 40
Keterangan :
* berat total < 5 ton misalnya mobil penumpang dan pick up
** berat total 5 ton misalnya bus, truck, traktor, semi trailer, trailer

Tabel : Tabel Koefisien distribusi

2.5.2 Angka Ekivalen
Angka ekivalen ( E ) masing- masing golongan beban sumbu ( setiap kendaraan )
ditentukan menurut rumus di bawah ini :















Beban I sumbu tunggal kg 4
Angka Ekivalen sumbu tunggal =
8160
Beban I sumbu tunggal kg 4
Angka Ekivalen sumbu ganda = 0, 086
8160
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 36
Hery Jafri
08 643 006

2.5.3 Lalu Lintas
1. Lalu lintas Harian Rata- rata ( LHR ) setiap jenis kendaraan ditentukan pada
awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau
masing- masing arah pada jalan dengan median
2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus :



3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :



4. Lintas Ekivalen Tengah ( LET ) dihitung dengan rumus :



5. Lintas Ekivalen Rencana ( LER ) dihitung dengan rumus :





2.5.4 Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ( DDT ) ditetapkan berdasarkan grafik kolerasi.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah hanya kepada pengekuran
nilai CBR.
Untuk mendapatkan CBR rata- rata yang tidak terlalu merugikan, maka disarankan
agar dapat merencanakan perlerasan suatu ruas jalan perlu dibuat segmen- segmen dimana
beda atau variasi CBR dari suatu segmen tidak besar.

2.5.5 Faktor Regional
Seperti diketahui bahwa rumus- rumus dasar daripada pedoman perencanaan
perkerasan ini diambil dari hasil percobaan AASHTO dengan kondisi percobaab tertentu.
Karena kanyataan di lapangan yang dihadapi mungkin tidak sama kondisinya dengan kondisi
LEP = C x LHR
awal
x E

LEA = LHR
akhir
x C x E
LEP + LEA
LET =
2
LER = LET x FP

UR
FP =
10
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 37
Hery Jafri
08 643 006

AASHTO maka perlu diperhitungkan apa yang disebut factor regional sebagai factor
koreksi sehubungan dengan perbedaab kondisi tersebut. Kondisi yang dimaksud antara lain
keadaan lapangan dan iklim yang dapat memepengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung
tanah dasar dan perkerasan.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini factor regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat
dan yang berhenti, serta iklim dan curah hujan.

2.5.6 Indeks Permukaan
Ciri khas dari cara perencanaan perkerasan adalah dipergunakannya indeks
permukaan (IP) sebagai ukuran dasar dalam menentukan nilai perkerasan ditinjau dari
kepentingan lalu lintas, indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan/ kehalusan serta
kekokohan permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat.
Adapun beberapa nilai IP serta artinya adalah sebagai berikut :
IP = 1, 0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1, 5 Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin.
IP = 2, 0 Menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2, 5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup baik dan stabil.

Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan factor- factor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana
(LER), menurut daftar di bawah ini :



LER ( Lintas Ekivalen Rencana )
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10
10 100
100 1000
> 1000
1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
-
1,5
1,5 2,0
2, 0
1,0 2,5
1,5 2,0
2, 0
2,0 2,5
2,5
-
-

2, 5
Tabel : LER dan klasifikasi fungsional jalan
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 38
Hery Jafri
08 643 006

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (Ipo), perlu dipoerhatikan
jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana,
menurut daftar dibawah ini :
Indeks Permukaan pada awal umur rencana (Ipo)
Jenis Lapisa Permukaan Ipo Roughness (mm/km)
Laston

Lasbutag

HRA

Burda
Burtu
Lapen

Latasburn
Buras
Latasir
Jalan Tanah
Jalan Kerikil
> 4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4- -3,0
3,9 - 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,4 3,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
<2,4
<2,4
< 1000
> 1000
< 2000
> 2000
< 2000
> 2000
< 2000
> 2000
< 3000
> 3000




Tabel : Ipo
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan


2. 6. Penentuan Besaran Rencana
2.6.1 Persentase Kendaraan pada Jalur Rencana
Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) dinyatakan dengan rumus :
ITP = a
1
D
1
+ a
2
D
2
+ a
3
D
3

a
1
a
2
a
3
= Koefisien kekuatan relatif bahan-bahan perkerasan
D
1
D
2
D
3
= tebal masing-masing perkerasan (cm)
Angka-angka 1,2,3 masing- masing berarti lapis permukaan, lapis pondasi atas,
lapis pondasi bawah.

2.6.2 Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi atas dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi
sesuatu dengan marshall test, kuat tekan atau CBR.
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 39
Hery Jafri
08 643 006

Daftar dibawah ini menunjukkan nilai koefisien relatif dari tiap-tiap lapisan .
Koefisien
Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS Kt CBR
(Kg) Kg/cm2 (%)
0,40 744
0,35 590
0,32 454 LASTON
0,30 340
0,35 744
0,31 590
0,28 454 Asbuton
0,26 340
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Aspal macadan
0,25 LAPEN (mekanis)
0,20 LAPEN (manual)
0,28
0,26 LASTON ATAS
0,24
0,23 LAPEN (mekanis)
0,19 LAPEN (manual)
0,15 22 Stabilitas tanah dengan kapur
0,13 18
0,15 22 Stabilitas tanah dengan semen
0,13 18
0,14 100 Pondasi Macadam (Basah)
0,12 60 Pondasi Macadam (Kering)
0,14 100 Batu Pecah (Kelas A )
0,13 80 Batu Pecah (Kelas B )
0,12 60 Batu Pecah (Kelas C )
0,13 70 Sirtu / Pitrun (Kelas A)
0,12 50 Sirtu / Pitrun (Kelas B)
0,11 30 Sirtu / Pitrun (Kelas C)
0,10 20 Tanah/ Lempung Kepasiran

Catatan : Kuat Tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7
Kuat Tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke- 21
Tabel : nilai koefisien relatif
Sumber : Pedoman Penentuan tebal Perkerasan, Dept PU
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 40
Hery Jafri
08 643 006

2.6.3 Batas-batas minimum tebal lapisan
1. Lapis Permukaan

ITP
Tebal
Minimum
(cm)

Bahan
<,3,00
3,00 6,70
6, 1 7,49
7,50 9,99
>10,00

5
7,5
7,5
10
Lapis pelindung/BURAS,BURTU,BURDA
LAPEN/aspal macadam,HRA,asbuton,LASTON
LAPEN/aspal macadam,HRA,asbuton,LASTON
Lapis pelindung/BURAS,BURTU,BURDA
LASTON

Tabel : Lapisan Permukaan
2. Lapis Pondasi
ITP Tebal Bahan
Minimum
(cm)
<3,00 15 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur
3,00 - 7,49 20 Batu Pecah,Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur
10 LASTON ATAS
7,50 - 9,99 20*) Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
15 LASTON ATAS
10,0 - 12,24 20 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
LAPEN, LASTON ATAS
>12,25 25 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
LAPEN, LASTON ATAS

*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan
materrial berbutir kasar.

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 41
Hery Jafri
08 643 006

B A B I I I
DATA LAPANGAN

3.1. Ruas jalan loa bahu
Data :
- Fungsi Jalan : Arteri
- Daerah : Dalam Kota
- Daerah Medan : Bukit
- curah hujan : 92 mm/thn

3.2. Panjang jalan
- STA 0+000 s/d STA 0+116,129 = 116,13 m ( lurus )
- STA 0+116,129 s/d STA 0+316,389 = 150,171 m ( tikungan I )
- STA 0+316,389 s/d STA 0+771,968 = 456 m ( lurus )
- STA 0+771,968 s/d STA 0+910,035 = 175 m ( tikungan II )
- STA 0+910,035 s/d STA 1+225,467 = 345 m ( lurus )
- STA 1+225,467 s/d STA 1+593,324 = 375 m ( tikungan III )
- STA 1+593,324 s/d STA 2+000 = 382,699 m ( lurus ) +
= 2000 m
3.3. Data Tanah
Berdasarkan hasil pengujian di lapangan dengan alat DCP telah di lakukan
pengujian pada jalan tersebut rata-rata terlampir didapat 2 segment, yaitu :
Segment 1 Segment 2
No. STA CBR

No. STA CBR
1 STA 0+150 2.65

41 STA 1+150 2.46
2 STA 0+175 2.88

42 STA 1+175 2.64
3 STA 0+200 3.44

43 STA 1+200 3.33
4 STA 0+225 4.03

44 STA 1+225 3.21
5 STA 0+250 3.93

45 STA 1+250 1.71
6 STA 0+275 3.91

46 STA 1+275 2.84
7 STA 0+300 4.49

47 STA 1+300 2.46
8 STA 0+325 3.89

48 STA 1+325 3.25
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 42
Hery Jafri
08 643 006

9 STA 0+350 3.98

49 STA 1+350 3.46
10 STA 0+375 3.81

50 STA 1+375 3.19
11 STA 0+400 3.19

51 STA 1+400 2.28
12 STA 0+425 2.28

52 STA 1+425 3.25
13 STA 0+450 2.63

53 STA 1+450 2.63
14 STA 0+475 2.58

54 STA 1+475 3.13
15 STA 0+500 2.65

55 STA 1+500 3.97
16 STA 0+525 2.85

56 STA 1+525 2.37
17 STA 0+550 2.51

57 STA 1+550 2.77
18 STA 0+575 3.28

58 STA 1+575 3.19
19 STA 0+600 4.28

59 STA 1+600 3.87
20 STA 0+625 2.43

60 STA 1+625 3.89
21 STA 0+650 2.65

61 STA 1+650 3.33
22 STA 0+675 2.85

62 STA 1+675 3.44
23 STA 0+700 2.65

63 STA 1+700 4.17
24 STA 0+725 2.58

64 STA 1+725 2.87
25 STA 0+750 2.85

65 STA 1+750 3.51
26 STA 0+775 2.85

66 STA 1+775 3.28
27 STA 0+800 2.28

67 STA 1+800 3.72
28 STA 0+825 3.93

68 STA 1+825 2.67
29 STA 0+850 4.13

69 STA 1+850 4.22
30 STA 0+875 4.49

70 STA 1+875 4.28
31 STA 0+900 2.43

71 STA 1+900 3.87
32 STA 0+925 1.88

72 STA 1+925 3.17
33 STA 0+950 2.58

73 STA 1+950 3.83
34 STA 0+975 2.65

74 STA 1+975 2.88
35 STA 1+000 2.88

75 STA 2+000 4.23
36 STA 1+025 2.51

76 STA 2+025 2.65
37 STA 1+050 1.88

77 STA 2+050 3.44
38 STA 1+075 3.44

78 STA 2+075 3.91
39 STA 1+100 3.98

79 STA 2+100 4.49
40 STA 1+125 1.88

80 STA 2+125 4.23

CBR STA 0+150 STA 1+125 = 2,25
CBR STA 1+125 STA 2+125 = 2,42






TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 43
Hery Jafri
08 643 006

3.4. Data Pengukuran
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan dengan alat Theodolite yang telah di dapat
, adalah sebagai berikut :

TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
P1 U 0 0 0 0 0 0
1.46 C1 1.410 1.120 0.830 94 36 10 312 18 0
1.46 C1' 3.700 3.500 3.300 82 19 50 102 33 10
1.46 STA1 1.250 1.000 0.750 90 15 0 216 7 40
1.46 STA2(P2) 2.000 1.500 1.000 89 51 50 216 23 10
P2 P1
1.54 C2 2.380 2.200 2.020 95 22 40 261 54 50
1.54 C2' 2.130 2.000 1.870 82 28 50 121 22 30
1.54 STA3 2.250 2.000 1.750 90 6 30 17 27 30
1.54 STA4(P3) 1.500 1.000 0.500 90 19 10 17 34 20
P3 P2
1.52 C3 1.630 1.300 0.970 89 13 50 179 10 20
1.52 C3' 2.340 2.200 2.060 89 9 20 358 25 0
1.52 C3'' 0.875 0.800 0.725 97 52 50 63 55 50
1.52 C3''' 0.965 0.900 0.835 84 53 40 261 42 50
1.52 C3'''' 1.125 1.000 0.875 82 55 0 261 0 10
1.52 STA5(P4) 2.050 1.800 1.550 88 22 40 134 21 0
P4 P3
1.44 C4 1.800 1.700 1.600 86 26 0 302 8 20
1.44 C4' 1.555 1.300 1.145 80 53 30 301 48 30
1.44 C4'' 1.030 0.900 0.870 97 18 40 96 53 50
1.44 C4''' 1.325 1.200 1.075 95 36 20 90 12 10
1.44 C4'''' 0.885 0.800 0.715 84 26 10 186 9 20
1.44 C4''''' 1.355 1.150 0.965 77 56 50 187 49 10
1.44 STA6(P5) 0.950 0.700 0.450 90 5 50 147 19 0
P5 P4
1.58 C5 1.930 1.800 1.670 82 50 50 264 41 30
1.58 C5' 0.980 0.800 0.620 81 18 0 264 55 50
1.58 C5'' 2.640 2.500 2.360 92 37 30 101 13 40
1.58 C5''' 3.440 3.200 2.960 92 1 40 98 38 10
1.58 C5'''' 1.140 1.000 0.860 87 45 0 179 19 10
1.58 STA7(P6) 1.550 1.300 1.050 88 13 20 180 16 30
P6 P5

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 44
Hery Jafri
08 643 006

TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
1.54 C6 1.420 1.200 0.980 93 29 50 98 13 10
1.54 C6' 1.450 1.200 0.950 93 6 10 98 13 10
1.54 C6'' 0.790 0.700 0.610 83 35 50 257 41 20
1.54 C6''' 1.240 1.100 0.960 78 53 30 246 32 50
1.54 STA8 (P7) 1.350 1.100 0.850 88 11 50 188 17 40
P7 P6
1.62 C7 1.300 1.250 1.200 81 2 50 286 35 40
1.62 C7' 0.695 0.630 0.575 78 41 50 291 53 40
1.62 C7'' 1.100 1.050 1.000 95 38 0 134 15 20
1.62 C7''' 2.240 2.000 1.760 94 45 20 132 19 40
1.62 C7'''' 1.470 1.300 1.130 96 44 40 38 35 50
1.62 STA9(P8) 1.850 1.600 1.350 90 11 0 245 22 40
P8 P7
1.51 C8' 0.695 0.650 0.605 91 54 40 277 36 30
1.51 C8'' 0.880 0.800 0.720 81 38 10 281 98 10
1.51 C8''' 1.860 1.800 1.740 95 16 20 89 23 10
1.51 C8'''' 3.720 3.600 3.480 95 35 50 80 47 40
1.51 STA10 2.150 1.900 1.650 91 46 0 190 24 30
1.51 STA11(P9) 2.900 2.400 1.900 90 59 50 190 38 50
P9 P8
1.59 C9' 1.440 1.400 1.360 94 41 50 80 2 30
1.59 C9'' 1.660 1.600 1.540 70 32 40 251 57 50
1.59 STA12(P10) 1.450 1.200 0.950 91 46 10 168 47 30
P10 P9
1.52 C10' 0.560 0.500 0.440 89 11 0 258 21 10
1.52 C10'' 1.300 1.100 0.900 79 42 0 257 38 20
1.52 C10''' 0.800 0.700 0.600 96 1 50 102 6 40
1.52 STA13(P11) 0.750 0.500 0.250 90 7 40 178 24 10
P11 P10
1.49 C11' 0.870 0.800 0.730 88 16 50 76 18 20
1.49 C11'' 1.580 1.400 1.220 89 53 0 85 0 10
1.49 C11''' 0.270 0.200 0.130 72 6 50 256 32 20
1.49 C11'''' 1.350 1.200 1.050 72 8 0 254 0 10
1.49 STA14(P12) 0.650 0.400 0.150 91 8 30 152 23 30
P12 P11
1.57 C12' 1.030 1.000 0.970 89 12 0 279 2 40
1.57 C12" 1.480 1.300 1.120 92 18 10 99 31 0
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 45
Hery Jafri
08 643 006

TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
P13 P12
1.58 C13' 0.530 0.500 0.470 83 13 20 289 39 0
1.58 C13" 0.660 0.600 0.540 86 16 0 98 48 40
1.58 C13"' 3.180 3.000 2.820 86 11 40 96 30 10
1.58 STA16 0.950 0.700 0.450 91 11 20 195 54 50
1.58 STA17/P14 2.000 1.500 1.000 89 52 10 192 46 40
P14 P13
1.61 C14' 1.020 0.900 0.780 89 34 50 268 10 20
1.61 C14" 1.500 1.200 0.900 84 27 0 262 44 10
1.61 C14"' 2.780 2.600 2.420 88 24 10 82 41 30
1.61 C14"" 0.650 0.400 0.150 88 10 10 83 4 30
1.61 STA18(P15) 1.450 1.200 0.950 89 42 10 171 33 40
P15 P14
1.43 C15' 2.050 1.900 1.750 87 4 0 254 2 20
1.43 C15" 1.250 1.000 0.750 81 1 40 262 57 10
1.43 C15"' 1.590 1.500 1.410 86 7 30 79 27 10
1.43 C15"" 2.750 2.590 2.250 86 8 20 67 25 50
1.43 STA19 1.950 1.700 1.450 89 36 10 161 19 10
1.43 STA19(P16) 2.500 2.000 1.500 89 49 20 160 16 0
P16 P15
1.54 C16' 0.490 0.400 0.310 59 6 10 259 55 40
1.54 C16" 2.170 2.000 1.830 59 55 30 225 47 30
1.54 C16"' 0.700 0.600 0.500 91 14 30 98 28 10
1.54 C16"" 1.250 1.000 0.750 88 28 0 91 38 10
1.54 C16""' 0.950 0.800 0.650 77 36 0 227 34 50
1.54 C16"'"' 1.170 1.000 0.830 82 54 0 43 42 0
1.54 STA 20 1.650 1.400 1.150 90 26 20 178 45 40
1.54 STA21/P17 1.450 1.000 0.550 90 50 40 175 30 50
P17 P16
1.56 C17' 1.880 1.600 1.320 89 34 50 103 22 40
1.56 C17" 1.725 1.600 1.475 88 59 45 103 22 40
1.56 C17"' 0.610 0.500 0.390 80 16 30 217 43 30
1.56 C17"" 0.580 0.500 0.420 71 34 0 270 1 50
1.56 STA22/P18 1.500 1.000 0.500 90 16 50 174 17 40
P18 P17
1.53 STA23 2.060 1.800 1.540 89 54 50 0 13 20
1.53 C18 1.560 1.300 1.040 90 31 0 107 47 40
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 46
Hery Jafri
08 643 006





TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "

1.53 STA24 1.000 0.750 0.500 90 44 10 181 47 0
1.53 STA25(P19) 3.500 3.000 2.500 89 7 0 181 54 20
P19 P18
1.66 STA26 1.500 1.260 0.995 90 11 30 180 35 10
1.66 STA27 1.500 1.000 0.500 90 9 10 180 33 50
1.66 STA28(P20) 1.770 1.000 0.270 90 3 40 180 25 30
P20 P19
1.52 C20' 0.740 0.600 0.400 92 26 40 266 41 10
1.52 C20" 1.280 1.200 1.120 91 8 40 106 22 30
1.52 STA29 1.350 1.100 0.850 90 6 50 179 50 20
1.52 STA30 1.900 1.400 0.900 89 44 30 180 15 10
1.52 STA31(P21) 2.750 2.000 1.250 89 32 10 180 11 30
P21 P20
1.52 C21' 1.620 1.300 0.980 90 9 30 270 34 20
1.52 C21" 1.730 1.700 1.670 90 5 0 91 13 30
1.52 STA32(P22) 1.350 1.100 0.850 90 3 20 179 26 0
P22 P21
1.60 C22 0.750 0.500 0.250 91 48 30 102 47 0
1.60 C22' 1.630 1.600 1.570 92 18 10 227 27 0
1.60 C22" 0.310 0.200 0.090 91 52 10 174 0 10
1.60 STA33(P23) 0.650 0.400 0.150 89 53 30 181 54 20
P23 P22
1.57 C23 1.150 1.000 0.850 79 29 20 139 3 40
1.57 C23' 1.125 1.000 0.875 80 7 50 166 63 0
1.57 C23" 1.085 1.000 0.915 79 55 50 203 33 20
1.57 P24 1.200 1.113 1.045 80 17 40 164 51 10
1.57 C23"' 3.500 3.220 2.930 78 14 30 175 24 10
1.57 C23"" 0.600 0.480 0.260 77 12 20 169 23 0
1.57 C23""' 1.800 1.620 1.445 77 59 0 180 4 20
1.57 C23""" 1.730 1.620 1.510 88 7 10 279 45 30
P24 P23
1.44 STA34(P25) 1.485 1.240 1.000 89 20 50 287 2 40
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 47
Hery Jafri
08 643 006

TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
x TB.24 2.300 2.010 1.730 81 14 50 195 43 20
TB.24 P24
1.49 S24 2.300 2.240 2.180 91 50 30 267 8 50
1.49 S24' 2.085 2.000 1.910 83 0 50 338 2 0
1.49 S24" 1.300 1.270 1.240 68 31 10 58 36 0
1.49 S24"' 2.640 2.500 2.460 79 16 20 14 22 0
1.49 S24"" 1.500 1.320 1.140 94 12 10 173 29 40
P25 P24
1.47 C25 1.825 1.770 1.715 89 1 30 270 56 0
1.47 C25' 1.960 1.775 1.590 94 55 50 267 56 50
1.47 C25" 0.630 0.600 0.570 82 7 50 72 52 30
1.47 C25"' 1.960 1.900 1.840 84 30 50 2 49 10
1.47 STA35(P26) 2.850 2.600 2.350 96 9 0 178 22 40
P26 P25
1.46 CS6' 0.850 0.650 0.450 94 17 0 264 13 30
1.46 C26 1.240 1.200 1.160 77 0 50 84 58 10
1.46 STA36(P27) 0.870 0.600 0.330 92 51 0 179 19 40
P27 P26
1.54 C27' 0.930 0.800 0.670 91 45 10 80 46 40
1.54 C27" 1.390 1.200 1.010 91 47 30 277 25 30
1.54 STA37(P28) 1.250 1.000 0.750 90 25 0 180 28 0
P28 P27
1.48 C28' 1.700 1.635 1.570 91 58 0 248 19 10
1.48 C28" 0.720 0.900 0.480 91 51 10 92 31 20
1.48 STA38 1.800 1.550 1.300 90 13 30 181 32 50
1.48 STA39(P29) 1.700 1.200 0.700 90 16 30 181 12 20
P29 P28
1.47 C29' 1.300 1.200 1.100 91 22 40 78 37 0
1.47 C29" 0.750 0.600 0.450 91 23 10 266 48 10
1.47 STA40 1.450 1.200 0.950 90 3 40 181 42 0
1.47 STA41(P30) 1.500 1.000 0.500 90 0 50 179 50 50




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 48
Hery Jafri
08 643 006

TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
P30 P29
1.49 C30 0.950 0.800 0.650 90 50 0 268 23 0
1.49 C30' 1.300 1.100 0.900 90 41 10 120 20 40
1.49 STA42 0.950 0.700 0.450 90 35 30 180 56 40
1.49 STA43(P31) 1.500 1.000 0.500 90 2 10 180 55 0
P31 P30
1.43 C31 0.910 0.800 0.690 90 44 10 259 25 50
1.43 C31' 0.980 0.800 0.620 90 44 40 98 25 20
1.43 STA44 3.550 3.300 3.050 87 35 20 178 24 20
1.43 STA45(P32) 1.200 0.800 0.400 90 6 10 175 59 40
P32 P31
1.60 C32 2.500 2.355 2.210 89 12 30 58 15 40
1.60 C32' 1.800 1.590 1.480 90 4 20 268 54 30
1.60 C32" 1.750 1.600 1.450 90 25 40 178 39 20
1.60 STA46 1.680 1.600 1.520 90 36 50 92 3 10
1.60 STA47(P33) 1.350 1.000 0.650 90 16 0 88 37 10
P33 P32
1.44 STA48 1.150 0.800 0.550 89 47 40 179 51 50
1.44 C33 1.550 1.400 1.250 89 52 30 251 34 20
1.44 C33' 2.200 2.000 1.800 89 58 30 106 35 0
1.44 P34 1.400 1.000 0.600 87 13 10 179 29 20
1.44 S34 1.450 0.800 0.150 84 37 30 178 53 10
P34 P33 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.50 C34 0.700 0.600 0.500 90 36 0 71 8 20
1.50 S34' 2.100 1.600 1.100 80 26 40 176 54 0
1.50 P35 0.900 0.800 0.700 94 12 20 272 40 30
S34' P34
1.53 SC 34' 0.575 0.550 0.525 83 33 30 99 46 30
1.53 SC 34'' 1.275 1.200 1.125 83 32 40 96 15 20
1.53 SC 34''' 1.200 1.130 1.060 97 13 40 274 23 10
1.53 SC 34 '''' 2.800 2.660 2.520 95 45 10 273 13 20
1.53 SC 34''''' 1.500 1.410 1.320 80 34 0 172 3 0




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 49
Hery Jafri
08 643 006



































TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "

P35 P34 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.68 C35' 2.000 1.905 1.810 90 58 20 334 37 40
1.68 C35'' 1.600 1.525 1.455 99 48 20 235 12 0
1.68 C35''' 1.300 1.235 1.165 88 19 20 147 20 10
1.68 P36 1.950 1.700 1.450 91 22 40 171 19 20
P36 P35 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.37 C36' 0.200 0.150 0.100 99 12 10 80 37 10
1.37 C36'' 1.170 1.120 1.070 97 42 10 264 42 10
1.37 1.650 1.400 1.150 90 20 40 181 59 30
1.37 P37 1.360 0.870 0.380 90 22 40 185 54 30
P37 P36 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.37 C37' 1.800 1.720 1.640 89 9 10 87 58 10
1.37 C37'' 2.150 2.115 2.080 89 53 10 293 44 20
1.37 0.800 0.550 0.300 91 0 20 180 7 0
1.37 P38 1.800 1.300 0.800 89 51 30 178 2 20
P38 P37 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.47 C38' 1.415 1.350 1.285 91 34 20 273 33 10
1.47 C38'' 2.505 2.310 2.115 89 1 50 82 8 40
1.47 P39 1.510 1.260 1.010 89 36 30 180 2 50
P39 P38 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.50 P40 2.500 2.000 1.500 89 18 30 186 40 10
1.50 C39' 1.600 1.565 1.530 93 8 30 249 13 20
1.50 C39'' 1.700 1.635 1.570 90 33 30 97 48 10
1.50 2.250 2.000 1.750 89 20 30 188 20 40
P40 P39 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.49 C40' 1.170 1.000 0.830 91 8 20 259 24 30
1.49 C40'' 1.210 1.000 0.790 88 59 10 266 48 20
1.49 C40''' 1.370 1.300 1.230 90 17 50 132 34 40
1.49 1.250 1.000 0.750 89 43 0 167 46 0
1.49 P41 3.100 2.600 2.100 88 32 0 168 8 0
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 50
Hery Jafri
08 643 006



TPSW Target
Bacaan Benang Sudut Vertikal Sudut Horizontal
Atas Tengah Bawah o ' " o ' "
P41 P40 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.49 C41' 1.830 1.600 1.370 90 41 40 274 55 10
1.49 C41'' 2.710 2.600 2.490 86 22 40 147 28 30
1.49 3+000 1.550 1.300 1.050 89 30 40 192 25 10
1.49 P42 3.200 2.700 2.200 87 47 50 196 52 30

P42 P41 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.51 C42' 1.550 1.500 1.450 90 47 50 314 27 50
1.51 C42'' 1.160 1.000 0.840 84 17 0 307 18 20
1.51 C42''' 2.100 2.020 1.940 87 37 0 115 10 40
1.51 BT1 0.700 0.590 0.480 83 53 0 187 20 40
1.51 P43 2.500 2.250 2.000 81 40 10 193 47 40

P43 P42 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.48 C43' 1.900 1.835 1.770 81 41 20 300 4 40
1.48 C43'' 1.800 1.640 1.580 87 20 10 157 23 50
1.48 BT2 0.800 0.680 0.560 84 6 50 221 25 10
1.48 P44 1.450 1.200 0.950 84 6 30 226 1 20

P44 P43 0.000 0.000 0.000 0 0 0
1.42 C44' 1.230 1.160 1.090 86 27 50 282 51 10
1.42 C44'' 1.370 1.150 0.930 88 16 30 234 24 50
1.42 TITIK DENI 0.845 0.800 0.755 92 39 0 188 27 30
C44''' 1.085 1.000 0.915 91 38 40 157 27 0

U P43
1.46 2.250 1.000 1.750 95 33 30 177 10 50






TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 51
Hery Jafri
08 643 006

B A B IV
PEMBAHASAN

4.1. Langkah Kerja Pengukuran
Adapun langkah kerja dalam melakukan pengukuran yaitu :
1. Meninjau lokasi yang akan diukur
2. Memasang titik BM sebagai titik awal untuk melakukan pengukuran
3. Memasang statif dengan kuat














4. Memasang theodolite pada statif dengan sekrup pengencang sehingga tidak
bergerak selama pengukuran berlangsung
5. Melihat titik/paku yang telah dibuat sebagai titik acuan melalui teropong centering
optis
6. Bila lingkaran kecil belum tepat ditengah-tengah paku,maka ke tengahkan
lingkaran kecil dengan menyetel menggunakan tiga sekrup penyetel
7. Memeriksa gelombang nivo kontak, bila tidak berada ditengah maka disetel
dengan cara menaik turunkan kaki statif sampai gelombang nivo kontak berada
ditengah













Statif
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 52
Hery Jafri
08 643 006

8. Pekerjaan 5,6 dan tujuh dilakukan berulang-ulang secara interasi sampai lingkaran
kecil tetap diatas paku dan gelombang nivo kontak berada tepat ditengah
9. Mengatur nivo tabungdengan menggunakan tiga sekrup penyetelan (A,B,C),sesuai
dengan penentuan pemakaian alat
Pengaturan nivo tabung sebagai berikut :
- Memutar alat (dengan sumbu I dengan sumbu putar), sehingga nivo tabung
sejajar dengan 2 sekrup penyetelan (pengungkit) A dan B atau B dan C atau A
dan C.
- Ke tengahkan dengan memutar sekrup AB jika sejajar dengan sekrup AB
- Putar 90
o
(dengan sumbu I dengan sumbu putar) jika masih sejajar, maka
ketengahkan dengan sekrup penyetel C
10. Mengecek langkah diatas sampai theodolite level
11. Mengarahkan alat ke utara dan menyeting sudut horizontal menjadi 0
o
0 0


















TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 53
Hery Jafri
08 643 006

12. Mengarahkan alat ke titik P1, kemudian membaca benang atas, benang tengah,
benang bawah, sudut vertical,dan sudut horizontal

















`



Alat (posisi pada BM)


13. Mengukur tinggi alat
14. Mengarahkan alat kedetail-detai yang akan diambil, detail yang pertama diambil
yaitu sebelah kanan alat kemudian beralih kesebelah kiri alat




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 54
Hery Jafri
08 643 006


























15. Memindahkan alat ketitik P1, kemudian mengarahkan alat ketitik BM dan
mengenolkan Sudut horizontal
16. Mengarahkan alat ketitik P2, kemudian membaca sudut horisonta, sudut vertical,
benang atas,benang tengah, dan benang vertical
17. Mengarahkan alat kedetail-detail yang akan diukur, detail pertama yang akan
diambil yaitu sebelah kanan kemudian kesebelah kiri.
18. Mengulangi langkah-langkah diatas sampai pengukuran selesai.


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 55
Hery Jafri
08 643 006

Berikut ini adalah cara membaca rambu ukur dilapangan, dimana
BA(benang atas) = 2,400 , BT(benang tengah) = 1,500 , BB(benang bawah) =
0,600.
Cara perhitungan mencari benang tengah (BT)
BT =


= 1,500





2,00




1,00




0,00

Cara membaca rambu





BB
BA
2,400
1,500
0,600
BT
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 56
Hery Jafri
08 643 006


4.2. Perhitungan Hasil Pengukuran
Data pengukuran diperoleh langsung dari lapangan, karena pengukuran
dilakukan sendiri langsung terjun ke lapangan.
Perhitungan :
Diketahui = P1 X = 500 t. alat = 1,46 m
Y = 500
Z = 500
P2 BA = 2,000 V = 895150
BT = 1,500 = 89,86
BB = 1,000
12
= 89,86
P3 BA = 1,500 V = 901910
BT = 1,000 H = 1734,20
BB = 0,500
Ditanya = -
23
- Jarak miring P1P2
- Jarak datar P1P2
- Beda tinggi P2
- Koordinat P2
- Elevasi P2
Penyelesaian =
-
23
=

)
`

|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
180
tan sebelumnya
jurusan Sudut
bersanku yang titik
pada pengukuran Sudur

= ( ) 180 86 , 89 35 , 17 +
= 287,21
- Jarak optis P1P2 = ( ) 100 x BB BA
= (2,000 1,000) x 100
= 100 m
- Koreksi P1P2 = u
2
sin x miring Jarak
= 100 x Sin
2
895150
= 100 m

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 57
Hery Jafri
08 643 006

500 , 1
" 50 ' 51 89 tan
1
100 46 , 1
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
+
o
x
X sebelumnya ttk pd X Koor A + .
X sebelumnya ttk pd X Koor A + .
tinggi Beda sebelumnya ttk pd Elevasi +
- Beda tinggi P2 =
BT datar Jarak alat T
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+
o tan
1
.
=

= - 0,197 m
- Koordinat P2
( )
99 , 99
86 , 89 100
tan
=
=
= A
o
Sin x
bersangku titik pada Azimut Sin x datar Jarak X

Koordinat X =
= 100 + 99,99
= 122,77
( )
244 , 0
86 , 89 100
tan
=
=
= A
Cos x
bersangku titik pada Azimut Cos x datar Jarak Y

Koordinat Y =
= 100 + (0,244)
= 100,244
- Elevasi P2 =
= 100 + (- 0,197)
= 99,803m

Semua data yang telah diperoleh dari hasil pengukuran kemudian dihitung
dengan menggunakan software Microsoft Excel dan dengan cara yang sama seperti
contoh perhitungan yang ada diatas. Semua data yang telah diolah dengan
menggunakan softwere Microsoft Excel kemudian ditransfer kedalam software
AutoCAD Land Development untuk penggambaran kontur dan perencanaan jalannya
(alinyemen horisontal,alinyemen vertikal,potongan memanjang,potongan melintang
dan volume galian timbunan.




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 58
Hery Jafri
08 643 006

4.3. Perhitungan Sudut
Perhitungan sudut menggunakan Softwert LD, tetapi pada laporan ini saya
lampirkan perhitungan sudut menggunakan sistem koordinat (x,y). Dimana hasil
antara Softwert LD dan sistem koordinat hasilx pasti sama. Karena hasil gambar dari
LD inilah yang kemudian dihitung menggunakan sistem koordinat. Berikut ini adalah
contoh perhitungan sudut.














= 90

= 90 Arc tg



= 90



= 90 Arc tg 6,28 Arc tg 4,313

= 90 80,95 76,95
= 68
0



TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 59
Hery Jafri
08 643 006

Dari contoh peritungan diatas maka didapat hasil seperti table ibawa ini :






Tabel : Data Tikungan

4.4. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata ( LHR)

- Data lalu lintas
Sepeda motor = 201 Kendaraan/Hari
Mobil penumpang = 63 Kendaraan/Hari
Truk 2 as 13 ton = 123 Kendaraan/Hari

- Data lalu lintas awal umur rencana ( 2 tahun )
i= 9 % n=2
Sepeda motor = 201(1+0,09)
2
= 238,81
Mobil penumpang = 63(1+0,09)
2
= 74,85
Truk 2 as 13 ton = 123(1+0,09)
2
= 146,14

- Data lalu lintas akhir umur rencana (20 tahun)
i= 10% n=20
Sepeda motor = 238,81 (1+0,1)
20
= 1606,59
Mobil penumpang = 74,85 (1+0,1)
20
= 503,55
Truk 2 as 13 ton = 146,14 (1+0,1)
20
= 983,16

- Dikonversikan ke satuan SMP (satuan mobil penumpang)
Sepeda motor = 1606,59 x 1 = 1606,59
Mobil penumpang = 503,55 x 1 = 503,55
Truk 2 as 13 ton = 983,16 x 3 = 2949,47 +
5059,61 SMP

Tikungan
I 68
o

II 40
o

III 84
o

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 60
Hery Jafri
08 643 006

Rencana pembangunan jalan kelas II B
Lebar jalan 6 m
Bahu jalan 1,5 m

Kesimpulan:
Jalan yan digunakan adalah jalan kelas II B,fungsi sekunder (1.500-8.000) LHR dalam SMP.
Kecepatan rencana maksimum untuk jalan kelas II B pada kondisi berbukit adalah 60 km/jam
Lereng melintang untuk medan perbukitan dari 10%-24,9%
Kelandaian maksimum untuk jalan kelas II B,dengan medan berbukit adalah 7% (perhatikan
panjang kritis setiap kelandaian)
Daerah pengawasan jalan 15 m
Klasifikasi jalan kolektor 2 lajur 2 arah

4.5. PERENCANAAN ALINYEMEN
4.5.1. ALINYEMEN HORIZONTAL
Kecepatan Rencana
Kelas jalan : kelas II B
Kondisi medan : Datar
Kecepatan Rencana (Vr) : 60 km/jam

Jari jari minimum Tikungan
Diket : V = 50 km/jam
E = 10% = 0,1
F = 0,153
Dit : ? ......
min
= R
Jawab :
( )
( )
m
F E
V
R
75.85757
131 , 32
2500
153 , 0 1 , 0 127
50
127
2
2
min
=
=
+
=
+
=


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 61
Hery Jafri
08 643 006

Perhitungan Tikungan
- Perhitungan tikungan I (Spiral Circle Spiral) STA 0 + 216,269
o
68
1
= A
R = 90 m Ls = 60 m
V = 50 km/jam e = 0,097

p = 1.6596
R = 90 m s u = 9.1
k = 29,889
Ts = ( R + P ) tg k + A
2
1

= ( 90 + 1.6596) tg 71 , 91 889 , 29 68
2
1
= + x m
Es = R
p R

A
+
2
1
cos

= 90
68
2
1
cos
1.6596 90

+
x

= 20,56 m
s u 2 1 A = A
= 68 - 2 x 9,1 = 29,80
Lc = R x t 2
360
1 A

= m x x x 79 , 46 90 14 , 3 2
360
80 , 29
=
Lt = Lc + ( 2 x Ls )
= 46,79 + ( 2 x 60 ) = 166,79 m


Kontrol :
m
x
x
C
e x V
C x R
V
Ls
32 , 43
4 , 0
097 , 0 50
727 , 2
4 , 0 90
50
022 , 0
727 , 2 022 , 0 . 1
3
3
min
= =
=

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 62
Hery Jafri
08 643 006

2. Lc > 20 m
46,79 > 20m (OK)
3. Lt < 2 Ts
166,79 < 2 x 91,71
166,79 < 183,43 m (OK)

Diagram superelevasi tikingan I STA 0 +216,269 (S-C-S)























-2%



Ls = 43,32
m
Lc = 46,79 m Ls = 43,32
m
10 %

I II
IV
III
2 % 2 % 0 %
2 %
e maks
I
II III IV
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 63
Hery Jafri
08 643 006

Menghitung panjang x
- (43,32-x) : x = 2 : 10
430,32 = 12x
x = 35,86 m

Tikungan R (m)

(
0
)
Ls
(m)
e
(%)
Os (
0
)
Lc (m)
P
(
0
)
k
(m)
Es (m)
Ts (m)
I STA
0+216,269
90 68 43,32 0.097 19,1 46,79 1,6596 29,889 20,56 91,71
II STA
0+841,004 130 40 18,80 0,1 13,224 30,73 1,1354 29,9466 9,55 77,68

III STA
1+422,266 120 84 24,23 0.097 14,324 115,87 1,2474 29,9382 43,15 139,11



Pelebaran Pada Tikungan
- Tikungan I (STA 0 +219)
R = 90 m
b = 2,5 m
Vr = 60 km/jam
Lebar perkerasan = 6 m
Rc = R - kendaraan lebar asan per lebar
2
1
ker
2
1
+
= 90 - ( ) ( ) m 25 , 86 5 , 2
2
1
6
2
1
= +
B = ( ) 25 , 1 64 64 25 , 1 64
2
2
2
+ + + RC RC
= ( ) 25 , 1 64 25 , 86 64 25 , 1 64 25 , 86
2
2
2
+ + +
= ( ) 25 , 1 88 , 85 49 , 87 +
= 2,86m
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 64
Hery Jafri
08 643 006

Z =
R
Vr x 105 , 0

=
( )
90
60 105 , 0 x

= 0,66m

Bt = ( ) Z C B n + +
= 2 ( 2,86 + 1 ) + 0,66 = 9,04m
Bn Bt b = A
= 9,04 - 6 = 3,04 m
Jadi pelebaran pada tikungan I = 3,04 m























Bt = 9,04 m
b = 3,04 m
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 65
Hery Jafri
08 643 006

4.5.2 ALINYEMEN VERTIKAL
STA. 0 + 150 (Lengkung Cekung)






q2=4,5%


q1= 2,6% Ev





A =
2 1
g g
= 9 , 1 ) 5 , 4 ( 6 , 2 ( =

Lv = 35m Grafik
Ev =
800
AxLv

= m
x
081 , 0
800
35 9 , 1
=

PPV = STA.0+150
Elevasi pada PPV = 103 m
Elevasi rencana pada STA 0+150 (PPV) = Elevasi asal + EV
= 103 + 0,081
= 103,081 m








TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 66
Hery Jafri
08 643 006

STA. 0 + 150 (Lengkung Cembung)








A =
2 1
g g
= ( ) ) 5 , 4 ( 5 , 4

= -9
Lv = 122 m Grafik
Ev =
800
AxLv

= m
x
37 , 1
800
122 9
=


PPV = STA.0+250
Elevasi pada PPV = 107,513 m
Elevasi rencana pada STA 0+250 (PPV) = Elevasi asal EV
= 107,513 1,37
= 106,141 m

STA q 1 q 2 A Lv Ev PPVasli PPVrencana Keadaan
0+150 2,6 4,5 -1,9 35 0,081 103 103,081 cekung
0+250 4,5 -4,5 -9 122 -1,37 107,511 106,141 cembung
0+350 -4,5 -1 3,5 35 0,15 103,004 103,154 cekung
0+450 -1 4,8 5,8 80 0,58 102,007 102,587 cekung
0+550 4,8 -1,4 -6,2 80 -0,62 106,856 106,236 cembung
0+650 -1,4 7 8,4 117 1,23 105,446 106,676 cekung
0+750 7 1,1 -5,9 80 -0,59 112,495 111,905 cembung
0+900 1,1 -4,4 -5,5 80 -0,55 114,170 113,620 cembung
1+050 -4,4 0 4,4 60 0,33 107,481 107,881 cekung
1+450 0 -3 -3 35 -0,13 107,473 107,343 cembung
1+550 -3 0 3 35 0,13 104,449 104,579 cekung

Tabel : Data Lengkung Aligment Vertikal



STA 0+250


q1= 4,5%

Ev q2=-4,5%


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 67
Hery Jafri
08 643 006

4.6. Menghitung Elevasi dan Bahu Jalan
Dalam menghitung elevasi jalan dan elevasi bahu jalan mengambil contoh
STA 0+000








- Elevasi jalan = 99,000
- Elevasi kiri jalan = 99,000 - (2%3)
= 98,940
- Elevasi kanan jalan = 99,000 - (2%3)
= 98,940
- Elevasi kiri bahu jalan = 98,940 - (4%1,5)
= 98,880
- Elevasi kanan bahu jalan = 98,940 - (4%1,5)
= 98,880

Untuk STA yang lain cara menghitung elevasinya sama dengan cara yang
ada diatas.








99,000

98,940
98,880
2%
4%
4%
2%
98,880
98,940
Elv. Bahu jalan
Elv. Kiri jalan
Elv. Muka jalan
Elv. Kanan jalan
1,5 m 3 m 1,5 m 3 m
CL
L
CL
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 68
Hery Jafri
08 643 006

-30 -20 -10 0 10 20 30
94 94
96 96
98 98
100 100
102 102
104 104
0+ 000
9
9
.
0
0
9
9
.
0
0
0
4.7 Galian dan Timbunan














Diketahui : A = 0,72 . 0
B = 14,6 . 0
C = 15,1 . 1,71
D = 0 . 1,44


Ditanya : Luas ?
Penyelesaian :
( ) ( ) ( ) { } ( ) ( ) ( ) { }
( ) ( ) ( ) { } ( ) ( ) ( ) { }
092 , 24
0 092 , 24
) 0 0 ( 71 , 1 0 0 1 , 15 0 6 , 14 ) 0 0 ( 44 , 1 1 , 15 71 , 1 6 , 14 0 72 , 0
) 4 . 1 ( 3 . 4 2 . 3 1 . 2 ) 1 . 4 ( 4 . 3 3 . 2 2 . 1 2
=
=
+ + + + + + =
+ + + + + + = Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y X L

Luas =
2
092 , 12
2
184 , 24
2
2
m
L
= =

Untuk perhitungan galian dan timbunan yang lain menggunakan cara seperti
perhitungan diatas. Hasil perhitungan galian dan timbunan selanjutnya dapat dilihat
pada table :

TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 69
Hery Jafri
08 643 006

2,33 m
Contoh perhitungan pada STA 0+950 s/d STA 1+000 :








Keterangan :


(50-x) : x = 2,33 : 3,28
2,33 . (50-x) = 3,28 x
2,33 x - 116,5 = 3,28 x
3,28 x + 2,33 x= 116,5
5,61 x = 116,5
X = 116,5/ 5,61
X = 20,77 meter















50 m
111,945
m
119,615
m
109,878 m
106,558 m
STA 0+950
STA 0+979,23
STA 1+000
3,28 m
Elevasi Asli
Elevasi Rencana
(50 x) x
20,77 m 29,23 m
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 70
Hery Jafri
08 643 006



































TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 71
Hery Jafri
08 643 006



































TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 72
Hery Jafri
08 643 006



































TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 73
Hery Jafri
08 643 006



































TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 74
Hery Jafri
08 643 006

4.8 Menghitung Perkerasan Jalan Raya
1. Data Perkerasan
- Lapisan Permukaan : Laston (MS 454)
- LPA : Batu Pecah (CBR 100%)
- LPB : Sirtu (CBR 70%)
- Umur Rencana :20 tahuni

2. CBR Segmen
- CBR tanah dasar (CBR Segmen) STA 0+000 1+000 = 2,25
- CBR tanah dasar (CBR Segmen) STA 1+000 2+000 = 2,42

3. Mencari nilai daya dukung tanah (DDT)
- CBR Segmen = 2,25 % DDT = 3,25 Didapat dari Grafik
- CBR Segmen = 2,42 % DDT = 3,40

4. Mencari Lalu Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
LEP =LHR awal x C x E
Nilai Koefisien Distribusi Kendaraan untuk jalan dengan 2 lajur 2 arah
C kendaraan ringan = 0.5
C kendaraan berat = 0.5
- Motor = 238,81 x 0,5 x 0,0004 = 0,05
- Mobil penumpang = 74,85 x 0,5 x 0,0004 = 0,02
- Truck 2as 3 ton = 146,14 x 0,5 x 1,0648 = 77,80
LEP = 77,87
5. Mencari Lalu Lintas Ekivalen Akhir ( LEA)
LEA = LHR akhir x C x E
- Motor = 1606,59 x 0,5 x 0,0004 = 0,32
- Mobil penumpang = 503,55 x 0,5 x 0,0004 = 0,10
- Truck 2as 3 ton = 983,16 x 0,5 x 1,0648 = 523,43
LEA = 523,85
6. Mencari Lalu Lintas Ekivalen Tengah (LET)
LET =




TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 75
Hery Jafri
08 643 006

7. Mencari Lalu Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER = LET x


= 300,86 x


= 601,72

8. Menentukan Faktor Regional (FR)
% kendaraan berat =


= 31,78 %
Kendaraan Max = 7%
Curah hujan = 92,28 mm/thn
Didapat FR = 2

9. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo) dan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
- IPo = 4
- IPt = 2,0
- Roughness 1000

10. Menentukan Indeks Perkerasan (ITp) yg dibutuhkan

- IPo = 4 -
- IPt = 2,0
- FR = 2

a). perhitungan untuk CBR 2,25 % didapat DDT dari grafik = 3,25
- LER = 601,72
Dan sesuai dengan nomogram, maka ITp = 11,5

b). perhitungan untuk CBR 2,25 % didapat DDT dari grafik = 3,40
- LER = 601,72
Dan sesuai dengan nomogram, maka ITp = 11,25



TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 76
Hery Jafri
08 643 006

11. Menghitung Tebal Perkerasan

ITp = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3
Koefisien kekuatan relative
A1 = Laston (MS 454) = 0,32
A2 = Batu Pecah (CBR 100%) = 0,14

A3 = Sirtu (CBR 70%) = 0,13
Nilai D1 dan D2 diambil nilai minimum
D1 = 10
D2 = 20

Karena hasil CBR segmen yang didapatkan 2 dari perhitungan diatas
maka :
1. D3 =


D3 =


D3 = 42,31 45 cm


10 cm Laston MS 454

20 cm Batu Pecah 100%

45 cm Sirtu 70%










TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 77
Hery Jafri
08 643 006

2. D3 =


D3 =


D3 = 40,38 45 cm

10 cm Laston MS 454

20 cm Batu Pecah 100%

45 cm Sirtu 70%


Dari hasil perhitungan lapis pondasi bawah diatas maka yang diambil yang terkecil
yaitu 45 cm.





















TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 78
Hery Jafri
08 643 006

4.9 CBR titik :
Data-data ini di dapat dari pengambilan nilai CBR langsung di lapangan menggunakan
alat Dynamic Penetrometr ( DCP ) :
Contoh perhitungan data CBR titik 0+400 :

DATA LAPANGAN
PERHITUNGAN
1 2 3 4 5
6
Tumbukan
( N )
Bacaan
mistar
(mm)
Penurunan
(PR)
mm/blow
Nilai CBR
Log
CBR
CBR
0 10 0 0.86 7.27 58.11
1 40 30 0.95 8.96 51.93
2 65 25 0.64 4.34 76.64
3 112 47 0.34 2.16 111.24
4 198 86 0.78 6.09 63.90
5 233 35 0.20 1.60 130.92
6 345 112 0.37 2.35 106.39
7 425 80 0.40 2.53 102.24
8 500 75 0.48 2.99 93.60
9 565 65 0.38 2.42 104.74
10 643 78 0.64 4.34 76.64
11 690 47 0.78 6.09 63.90
12 725 35 0.65 4.44 75.63
13 771 46 0.38 2.39 105.57
14 850 79 1.41 25.70 29.51
15 860 10 0.61 4.04 79.62
16 910 50 0.44 2.74 97.98
17 980 70 0.86 7.27 58.11








Jumlah = 970.00

1,428.58

Tabel 3.1. Data CBR titik STA 0+400
Rumus :
(3). = Tumb. 1 tumb. 0
(4). = Perhitungan Log CBR dengan metode Smith&Pratt
Log CBR : (2.56 - 1.15 log PR)
(5). = 10 * Log CBR
(6). =
3
CBR h
3
CBR h
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 79
Hery Jafri
08 643 006

Jadi nilai CBR titik 0+400 = ( (6) / (3))
3
= 3,19 %
Dengan cara yang sama di dapatkan nilai CBR titik sebagai berikut :
No. STA CBR

No. STA CBR
1 STA 0+150 2.65

41 STA 1+150 2.46
2 STA 0+175 2.88

42 STA 1+175 2.64
3 STA 0+200 3.44

43 STA 1+200 3.33
4 STA 0+225 4.03

44 STA 1+225 3.21
5 STA 0+250 3.93

45 STA 1+250 1.71
6 STA 0+275 3.91

46 STA 1+275 2.84
7 STA 0+300 4.49

47 STA 1+300 2.46
8 STA 0+325 3.89

48 STA 1+325 3.25
9 STA 0+350 3.98

49 STA 1+350 3.46
10 STA 0+375 3.81

50 STA 1+375 3.19
11 STA 0+400 3.19

51 STA 1+400 2.28
12 STA 0+425 2.28

52 STA 1+425 3.25
13 STA 0+450 2.63

53 STA 1+450 2.63
14 STA 0+475 2.58

54 STA 1+475 3.13
15 STA 0+500 2.65

55 STA 1+500 3.97
16 STA 0+525 2.85

56 STA 1+525 2.37
17 STA 0+550 2.51

57 STA 1+550 2.77
18 STA 0+575 3.28

58 STA 1+575 3.19
19 STA 0+600 4.28

59 STA 1+600 3.87
20 STA 0+625 2.43

60 STA 1+625 3.89
21 STA 0+650 2.65

61 STA 1+650 3.33
22 STA 0+675 2.85

62 STA 1+675 3.44
23 STA 0+700 2.65

63 STA 1+700 4.17
24 STA 0+725 2.58

64 STA 1+725 2.87
25 STA 0+750 2.85

65 STA 1+750 3.51
26 STA 0+775 2.85

66 STA 1+775 3.28
27 STA 0+800 2.28

67 STA 1+800 3.72
28 STA 0+825 3.93

68 STA 1+825 2.67
29 STA 0+850 4.13

69 STA 1+850 4.22
30 STA 0+875 4.49

70 STA 1+875 4.28
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 80
Hery Jafri
08 643 006

31 STA 0+900 2.43

71 STA 1+900 3.87
32 STA 0+925 1.88

72 STA 1+925 3.17
33 STA 0+950 2.58

73 STA 1+950 3.83
34 STA 0+975 2.65

74 STA 1+975 2.88
35 STA 1+000 2.88

75 STA 2+000 4.23
36 STA 1+025 2.51

76 STA 2+025 2.65
37 STA 1+050 1.88

77 STA 2+050 3.44
38 STA 1+075 3.44

78 STA 2+075 3.91
39 STA 1+100 3.98

79 STA 2+100 4.49
40 STA 1+125 1.88

80 STA 2+125 4.23
























TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 81
Hery Jafri
08 643 006

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari seluruh rangkaian evaluasi perencanaan ulang geometric pada ruas Jl.
Revolusi didaerah Loa Bahu Samarinda STA.0+000 s/d STA.2+000, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
- Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada bagian perencanaan bentuk fisik.
- Kelas jalan yang digunakan adalah kelas II B dengan kecepatan rencana 60
km/jam.
- Didapat nilai jari jari minimum (Rmin) sebesar 90 m
- Pada perhitungan alinyemen horisontal terdapat tiga tikungan yang dimana pada
tikungan tersebut dihitung dengan :
- Tikungan I dengan S-C-S
- Tikungan II dengan S-C-S
- Tikungan III dengan S-C-S
- Pada perhitungan alinyemen vertical diperoleh 11 perbedaan kelandaian, dimana :
- Perbedaan kelandaian I berupa cekung
- Perbedaan kelandaian II dengan cembung
- Perbedaan kelandaian III berupa cekung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cekung
- Perbedaan kelandaian V berupa cembung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cekung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cembung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cembung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cekung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cembung
- Perbedaan kelandaian IV berupa cekung

- Pada perhitungan galian dan timbunan didapat :
- Galian = 24542,127 m
3

- Timbunan = 7150,513 m
3
TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV

Kerja Proyek 1 Page 82
Hery Jafri
08 643 006

- Pelebaran tikungan didapat :
- Pada tikungan I 3,04 m
- Pada tikungan II 0,05, m
- Pada tikungan III 2,09 m
- Jarak pandang henti (Jh) diperoleh 9,94 m.

5.2. Saran
- Pembimbing sebaiknya meninjau mahasiswa yang sedang melakukan pengukuran
dilapangan.
- Sebaiknya mengambil data selengkap mungkin yang terdapat dilapangn, baik data
berupa hasil pengukuran, gambar sketsa lokasi yang diukur.
- Penentuan R rencana harus lebih besar atau sama dengan R minimum.
- Dalam perencanaan jalan harus mengikuti persyaratan dan acuan acuan yang
berlaku atau standar perencanaan.
- Untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan agar diberikan rambu
rambu lalu lintas untuk setiap perubahan yang terjadi pada geometrik jalan.
- Patok yang dipasang sebaiknya ditempatkan pada posisi yang aman, supaya tidak
terganggu atau hilang.
- Dalam melakukan pengukuran harus bekerjasama dalam kelom.

- Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa nilai CBR dari hasil pengujian DCP
dalah sebesar 2,25 dan 2,42. Sedangkan persyaratanya dalah 6%, sehingga tanah
tersebut tidak baik untuk dijadikan sebagai tanah dasar lapisan perkerasan, jadi
diperlukan perbaikan tanah dasar.


TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN D IV




Kerja Proyek 1 Hery Jafri
08 643 006

You might also like