You are on page 1of 12

BAB I EVALUASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB A.

Pendahuluan Pendidikan Bahasa Arab merupakan pendidikan yang didasarkan kepada upaya penguasaan berbahasa arab dengan baik, baik mendengar, membaca, menulis dan memahami uslub-uslub dalam bahasa arab, sebagai sarana untuk memahami Al Quran dan Al Hadits. Dalam prosesnya, pendidikan bahasa arab menjadikan tujuan sebagai sasaran ideal yang hendak dicapai dalam program dan diproses dalam produk kemahiran berbahasa arab. Adagium ushuliyah menyatakan bahwa : al-umr bi maqshidika, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan.1 Upaya untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan kegiatan yaitu dengan cara evaluasi. Dengan evaluasi, maka suatu kegiatan dapat diketahui atau ditentukan tarap kemajuannya.2 Berhasil atau tidaknya pendidikan bahasa arab dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkannya.3 Abdul Mujib dkk mengungkapkan , bahwa untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan oleh peserta didik diperoleh melalui evaluasi. 4 Dengan kata lain penilaian atau evaluasi digunakan sebagai alat untuk menentukan suatu tujuan pendidikan dicapai atau tidak.5 Atau untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah mencapai tujuannya. Dalam pendidikan bahasa arab evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan bahasa arab yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan bahasa arab,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet. ke 2, 72.
2

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan bahasa arab,( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)cet I, 307
3

Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan bahasa arab Pendekatan Historis, teoritis dan Prkatis, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), 77.
4 5

Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), cet. ke 10, 220.

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), Cet. II. 120.

yang akan dicapai dalam proses pendidikan bahasa arab dan proses pembelajaran.6 Dalam makalah ini akan penulis sajikan hal-hal yang

menyangkut evaluasi pendidikan bahasa arab, dari mulai pengertian, tujuan, prinsip, fungsi dan perannya. B. Pengertian Evaluasi Pendidikan bahasa arab Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran.7 Sedangkan secara istilah, Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.8 Evaluasi pendidikan bahasa arab adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan bahasa arab.9 Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya.10 Oleh karena itu, yang dimaksud evaluasi dalam pendidikan bahasa arab adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan bahasa arab guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam mempelajari bahasa arab sebagai tujuan dari pendidikan bahasa arab itu sendiri. C. Tujuan Evaluasi Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah: 1. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya.

6 7 8 9

Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 220. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220. Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), 106 Zuhairini, dkk., Metodik Khusus pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 139.

10

Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan bahasa arab,(Jakarta: Kencana, 2008), cet. II, 211.

2. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya.11 3. Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 12 Abudin Nata menambahkan, bahwa evaluasi bertujuan mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, dan proses peyampaian materi pelajaran. Pendapat senada mengungkapkan bahwa tujuan evaluai yaitu untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam kompitensi/subkompitensi tertentu setelah mengikuti proses pembelajaran, untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik (diagnostic test) dan untuk memberikan arah dan lingkup pengembangan evaluasi selanjutnya. D. Fungsi dan Kegunaan Evaluasi Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah mempunyai fungsi sebagai berikut:13 1. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di kelasnya. 2. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik atau belum 3. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik. 4. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami pendidikan dan pengajaran. 5. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai penyesuaian dalam kls. 6. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah, piagam dan sebagainya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hamalik, bahwa fungsi evaluasi adalah untuk membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau
11 12 13

Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 211. Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan bahasa arab, 53. Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 224.

mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya, selain itu juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya. Sementara pendapat lain

mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai 1. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum secara komprehensif; 2. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa; 3. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik. E. Prinsip Evaluasi Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut :14 1. Valid Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan

menggunakan jenis tes yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. 2. Berorientasi kepada kompetensi Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran

keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah. 3. Berkelanjutan/Berkesinambungan (kontinuitas) Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah diperhatikan kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang

14

Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 214. Lihat juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 225-226.

menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu tindakan yang menguntungkan. 4. Menyeluruh (Komprehensif) Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian Anderson dan Cratwall mengembangkannya menjadi 6 aspek yaitu mengingat, mengetahui, aplikasi, analisis, kreasi dan evaluasi. 5. Bermakna Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 6. Adil dan objektif Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi. 7. Terbuka Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyisembunyi yang dapat merugikan semua pihak. 8. Ikhlas Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta didik. 9. Praktis Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan; c) mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan 10. Dicatat dan akurat

Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktuwaktu dapat dipergunakan. F. Jenis-jenis Evaluasi Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan bahasa arab adalah:15 1. Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu. a. Fungsi, yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik dan efisien atau memperbaiki satuan/rencana pembelajaran. b. Tujuan, yaitu untuk mengetahui penguasaan peserta didik tentang materi yang diajarkan dalam satu satuan/rencana pembelajaran. c. Aspek yang dinilai, terletak pada penilaian normatif yaitu hasil kemajuan belajar peserta didik yang meliputi: pengetahuan,

keterampilan dan sikap terhadap materi ajar Pendidikan Bahasa Arab yang disajikan. d. Waktu pelaksanaan : akhir kegiatan pembelajaran dalam satu satuan/rencana pembelajaran. 2. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya. a. Fungsi, yaitu untuk mengetahui angka atau nilai peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahun. b. Tujuan, untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahunpada setiap mata pelajaran (PAI) pada satu satuan pendidikan tertentu.

15

Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 217. Lihat juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, 227-229. Yahya Qahar, Evaluasi Pendidikan Agama, (:PT Ciawi Jaya, tt), 14-21. Dan Arifin, Ilmu Pendidikan bahasa arab; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, , 167-168.

c. Aspek-aspek yang dinilai, yaitu kemajuan hasil belajar meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan peserta didik tentang mata pelajaran yang diberikan. d. Waktu pelaksanaan, yaitu setelah selesai mengikuti program pembelajaran selama satu catur wulan, semester atau akhir tahun pembelajaran pada setiap mata pelajaran pendidikan. 3. Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik. a. Fungsi, yaitu untuk mengetahui keadaan peserta didik termasuk keadaan seluruh pribadinya, sehingga peserta didik tersebut dapat ditempatkan pada posisi sesuai dengan potensi dan kapasitas dirinya. b. Tujuan, yaitu untuk menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan, serta keadaan diri peserta didik sehingga peserta didik tidak mengalami hambatan yang berarti dalam mengikuti pelajaran atau setiap program bahan yang disajikan guru. c. Aspek-aspek yang dinilai, meliputi keadaan fisik, bakat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman keterampilan, sikap dan aspek lain yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan peserta didik selanjutnya. d. Waktu pelaksanaan, sebaiknya dilaksanakan sebelum peserta didik menempati/menduduki kelas tertentu, bisa sewaktu penerimaan murid baru atau setelah naik kelas. 4. Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar. a. Fungsi, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalani kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran pada satu tingkat satuan

dalam satu mata pelajaran tertentu. Sehingga kesulitan peserta didik tersebut dapat diusahakan pemecahannya. b. Tujuan, yaitu untuk membantu kesulitan atau mengetahui hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu atau keseluruhan program pembelajaran. c. Aspek-aspek yang dinilai, meliputi hasil belajar, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. d. Waktu pelaksanaan, disesuaikan dengan keperluan pembinaan dari suatu lembaga pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan para peserta didiknya. G. Langkah-langkah Evaluasi Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:16 1. Penentuan Tujuan Evaluasi 2. Penyususnan Kisi-kisi soal 3. Telaah atau review dan revisi soal 4. Uji Coba (try out) 5. Penyusunan soal 6. Penyajian tes 7. Scorsing 8. Pengolahan hasil tes 9. Pelaporan hasil tes 10. Pemanfaatan hasil tes

16

Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab

BAB II PERGURUAN THAWALIB PENCETAK PARA INTELEKTUAL MODERN


Di Perguruan Thawalib Padang Panjang yang oleh ayah Buya Hamka ( H. Abdul Karim Amrullah) inilah cikal bakal Pesantren Modern Gontor Ponorogo dilahirkan. Pesantren yang menggunakan Bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Mengingat pendiri Gontor, Imam Zarkasyi pernah menimba ilmu agama di perguruan tersebut. Kini Perguruan Thawalib masih bertahan dan berdiri kokoh.

A. Sejarah Singkat Perguruan Thawalib Jauh sebelum tahun 1900 di bawah asuhan Syekh Abdullah Ahmad, Perguruan Thawalib telah memulai pendidikannya dengan sistim halaqah yang bertempat di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. Kemudian pada tahun 1911 dilanjutkan oleh Dr. H. Abdul Karim Amarullah, seorang ulama besar yang baru pulang dari Mekkah yang dikenal dengan sebutan Inyiak Rasul (ayah Alm. Buya HAMKA). Beliau sekaligus merubah sistim belajar dari halaqah menjadi klasikal. Pada tahun 1926 di bawah pimpinan Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, di bangun sarana belajar di Jalan Lubuk Mata Kucing (Kampus Thawalib Putra sekarang). Mulai tahun1959 Perguruan Thawalib dipimpin oleh H. Mawardy Muhammad, pada tahun 1974 membuka Perguruan Tinggi Fakultas Dakwah dan Publisistik, Fakultas Syariah wal Qanun bersama-sama dengan Prof. Dr. KH. Zainal Abidin Ahmad (Alumni Thawalib, mantan Ketua Parlemen RI, Wartawan dan Pengarang. Kemudian Perguruan Thawalib dipimpin oleh murid-murid Buya Mawardy Muhammad, antara lain: Drs. H. Abbas Arief (Buya Abbas), H. Djawarnis, Lc, Prof. Dr. Sirajuddin Zar (Rektor IAIN Imam Bonjol sekarang), Prof. Dr. H. Tamrin Kamal, Ms dan Firdaus Tamim, BA, dan sekarang ini dipimpin oleh Buya H. Jusril Jamarin, Lc, MA (baru ditetapkan dan mulai berkiprah sejak Januari 2006). Walaupun terdapat perbedaan pola kepemimpinan, akan tetapi semua komponen masyarakat Sumatera Barat dan Padang Panjang khususnya

senantiasa mengenal dan mengakui integritas kepemimpinan Perguruan Thawalib Tahun 1989 Perguruan Thawalib menerima siswi khusus putri, tempat belajar dan asramanya terpisah dari Thawalib Putra. Tahun 2002 Thawalib menambah lagi jenjang pendidikan, yaitu dengan mendirikan Taman KanakKanak Al Quran (TKA), yang kemudian dilanjutkan membuka Madrasah Ibtidaiyyah Unggul Terpadu (MIUT), Madrasah Tsanawiyyah dengan nama Thawalib A, Madrasah Aliyah dengan nama Kulliyyatul umum el Islamiyyah (KUI) Putra dan Putri. B. Metode Pendidikan yang Diterapkan di Perguruan Thawalib Dari aspek pembelajaran, Perguruan Thawalib sangat mengedepankan pada adanya hurriyatul fikri atau kebebasan berfikir dan aspek perjuangan. Dengan metode ini santri tidak hanya mengikut akan tetapi memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan, baik dalam konteks teologis, fiqih maupun dalam konteks sosial kemasyarkatan lainnya. Namun yang sangat mendasar adalah bahwa santri harus memiliki jalan hidup yang islami, berpegang teguh kepada kebenaran serta memiliki etos kerja yang tinggi sehingga berguna bagi masyarakat. Dari segi kurikulum, Perguruan Thawalib, disamping berkurikulum pesantren, juga mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh Depag, baik pada tingkat Tsanawiyah maupun Aliyah serta dibekali keterampilan komputer dan sebagainya. Hasil didikan Perguruan Thawalib ini tak sedikit santri yang berhasil memasuki perguruan tinggi favorit, bahkan setiap tahun, dengan dukungan beasiswa dari masyarakat beberapa santri Thawalib diterima di Universitas Al Azhar Kairo dan Universitas lainnya.17 C. Evaluasi (Analisis Penulis) Perguruan Thawalib yang didirikan oleh Dr. H. Abdul Karim Amarullah pada tahun 1911 merupakan salah satu contoh sebagai pesantren yang masih bertahan dari mulai zaman penjajahan Belanda hingga zaman modern ini. Dari tahun 1911 sampai sekarang, bukanlah waktu yang singkat, apalagi untuk mempertahankan ciri khas pesantren. Ciri khas pesantren,
17

Tabloid Jumat, Globalisasi Sama Dengan Rekolonialisasi, Edisi 887, 2009, hlm. 9

10

kultur, dan spirit perjuangan masih tetap terjaga. Bahkan aromanya masih tetap menggema sebagai sebuah perguruan yang telah lama malang melintang di dunia pendidikan. Perguruan ini telah mencetak para intelektual modern dan para ahli yang mahir dalam bahasa arab. Hal ini ditandai dengan banyaknya output dari perguruan ini yang berhasil memasuki perguruan tinggi favorit, bahkan setiap tahun, dengan dukungan beasiswa dari masyarakat beberapa santri Thawalib diterima di Universitas Al Azhar Kairo dan Universitas lainnya, dan juga telah melahirkan seorang yang ulung dan mahir dalam berbahasa arab yang telah mendirikan Pesantren Modern Gontor, yaitu Imam Zarkasyi. Ini menunjukkan kualitas dan prestasi yang tinggi dari pendidikan perguruan ini, khususnya dalam bidang Bahasa Arab dan cara berfikir yang bebas (hurriyatul fikri).

11

DAFTAR PUSTAKA Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan bahasa arab, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan bahasa arab, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. Abudin Nata, Ilmu Pendidikan bahasa arab, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan bahasa arab di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan bahasa arab Pendekatan Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Press, 2005. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan bahasa arab, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989.. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. M. Arifin, Ilmu Pendidikan bahasa arab, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990 Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982. Ramayulis, Ilmu Pendidikan bahasa arab, Jakarta:Kalam Mulia, 2008. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,tt. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Tabloid Jumat, Globalisasi Sama Dengan Rekolonialisasi, Edisi 887, 2009


Zuhairini, dkk., Metodik Khusus pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981.

12

You might also like