You are on page 1of 3

PENGATURAN RESPIRASI Paru-paru bekerja secara otonom, maksudnya tidak ada yang mempengaruhi aktifitasnya, atau bekerja dengan

kehendak sendiri/ otomatis. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali pernapasan permenit. 1 kali pernapasan = 1 x inspirasi + 1 x ekspirasi. Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan faktor lain. Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian bilateral medula oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok neuron utama : 1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula yang terutama menyebabkan inspirasi. 2. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping) medula, yang terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam. 3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama mengatur kecepatan dan kedalaman napas. Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Perlu diingat bahwa saraf-saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan reseptor2 lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptor-reseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung. Pernapasan Normal Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi ritimis (yang teratur). Kalau di guyton disebutkan bahwa pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui penyebabnya. Sinyal inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai (ramp signal), gunanya supaya inspirasi kita itu terjadi secara perlahan dan dapat meningkatkan volume paru dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa sinyal-sinyal ini akan dihantarkan ke paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan. Setelah pusat dorsal melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat pneumotaksik akan mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama di sini adalah mengatur titik penghentian inspirasi landai, dengan demikian mengatur lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal pneumotaksik ini kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga sedikit; kalau sinyal pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi banyak sekali. Nah, kalau sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis akan mengalami fase ekspirasi. Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa yakni elastis dan punya daya lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai imbas dari inspirasi, dimana disini udara yang keluar tentunya telah bertukar dengan CO2. Tegasnya, ekspirasi tenang yang normal, murni disebabkan akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka toraks. (guyton hal.540) Pernapasan yg Lebih Dalam Nah, kalau kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok saraf pernapasan bagian ventral. Sedangkan pada pernapasan tenang yang normal, kelompok saraf ventral ini inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang menyebabkan inspirasi

dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama latihan fisik berat. Pembatasan sinyal inspirasi oleh refleks Hering-Breuer Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris yang berasal dari paru untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling penting adalah yang terletak di bagian otot dinding bronkus dan bronkiolus seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal melalui nervus vagus ke kelompok neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat teregang akibat inspirasi terlalu lama. Sinyal ini akan menghentikan inspirasi landai yang dilepaskan oleh pusat pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme penghentiannya mirip dengan penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-Breuer. Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg sinyal pneumotaksik. [an baca di gayton, refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume tidal meningkat dari 3 kali normal, jadi refleks ini terutama muncul sebagai mekanisme protektif untuk mencegah inflasi (peregangan) paru yang berlebihan daripada yang dibutuhkan biasanya.] Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif

Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area pernapasan ventral, ada suatu area neuron yang sangat sensitif dengan perubahan konsentrasi CO2 ataupun ion H+ dalam darah. Area ini disebut area kemosensitif. Area ini bakal merangsang bagian lain dalam pusat pernapasan. Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak meningkat, ia akan berdifusi ke dalam sawar darah otak. Perlu diingat, bahwa sawar darah di otak ini punya dinding yang khusus, dimana ia hanya mengizinkan zat-zat tertentu untuk lewat. (semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal dengan Blood Brain Barrier/ BBB). Nah, CO2 ini sangat permeable terhadap BBB tsb, namun tidak permeable sama sekali terhadap ion H+, sehingga yang mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2. Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif yang bakal mendeteksi perubahan konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2 di dalam sawar darah otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk ion H+ dan asam HCO3-. Nah, H+ yang dihasilkan melalui reaksi inilah yang sebenarnya lebih merangsang area kemosensitif melalui neuron2 kemosensitif tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat pernapasan lainnya ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan.

Kemoreseptor Perifer

Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah. Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas.

Tambahan

Cerebrum / otak juga bisa mengeksitasi otot rangka untuk membantu mekanisme pernapasan. Dimana di cerebrum bakal terkumpul kumpulan saraf-saraf motorik ke otot2 pernafasan untuk ikut berkontraksi. Impuls dari dan ke cerebrum dikirim melalui medula spinalis di bawah medula oblongata. Di alveolus juga terdapat reseptor mekanik khusus yang mendeteksi udem pada alveolus itu sendiri, reseptor ini dikenal dengan mekanoreseptor. Apabila fungsi fisiologis paru tidak berjalan akibat alveoli yang kolaps, (misalkan jika kemasukan air) maka alveoli harus segera diregang dengan cara diberi napas buatan yang dihembuskan lewat mulut sehingga alveoli dapat kembali berfungsi normal. Disini berperan berbagai macam reseptor di paru yang akan mengirimkan impuls ke pusat saraf supaya mekanisme respirasi kembali berlanjut. Suhu tidak secara langsung mempengaruhi pola napas > biasanya diatur oleh aktifitas jantung.

Wallahu alam..

Share this

You might also like