You are on page 1of 56

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan

LAPORAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (PBL II)

HUBUNGAN ANTARA VENTILASI, KEPADATAN HUNIAN RUMAH DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB) PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF (+) DI DESA ROCEK KECAMATAN CIMANUK TAHUN 2011

Kelompok 6
1. Agus Bustanul Arifin 2. Andi Novianto 3. Dwani Rahayu 4. Fella Heidianawaty 5. Neneng Badriah 6. Tika Mulyanah

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG BANTEN 2011

LEMBAR PERSETUJUAN

laporan

Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II, Tahun Akademik

2010/2011 yang berlokasi di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang, dengan judul : HUBUNGAN DAN ANTARA VENTILASI, DENGAN

KEPADATAN

HUNIAN

RUMAH

STATUS

GIZI

KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB) PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF (+) DI DESA ROCEK KECAMATAN CIMANUK TAHUN 2011

Telah di periksa dan disetujui.

Serang, Oktober 2011

Mengetahui, Koordinator PBL II Dosen Pembimbing Kelompok VI

Sari Suriani, SKM NIK : 02.09.128

Mukhlasin, S.Pd., SKM NIK : 10.98.029

Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat

Andiko Nugraha K., SKM., MKM NIK : 0904006

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah S.W.T serta rahmat dan salam kami curahkan kepada nabi besar Muhammad SAW dan segenap keluarganya. Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ilahi yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PBL II ini mengenai Hubungan Antara Pengetahuan, Ventilasi dan kepadatan Hunian di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Tahun 2011. Dalam menyelesaikan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penyususun ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan pengalaman belajar lapangan (PBL) II ini terutama kepada : 1. H. Maman Sutisna.SKM. M.Kes sebagai Ketua STIKes Faletehan Serang 2. Andiko Nugraha Kusuma.SKM. MKM sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat 3. Sari Suriani.SKM sebagai Ketua Pelaksana PBL II 4. Mukhlasin.S.Pd. SKM sebagai pembimbing PBL II, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kelompok kami 5. Orang tua, teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan ini.

Serang, Oktooober 2011

Kelompok VI

DAFTAR TABEL Tabel 2.2 jumlah orang dibandingkan dengan jumlah kamar Tabel 2.3 luas kamar dibandingkan dengan jumlah penghuni Tabel 5.1 jumlah penduduk tiap kampung di desa Rocek Tabel 5.2 komposoisis penduduk berdasarkan golongan umur Tabel 5.3 distribusi frekuensi kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Tabel 5.4 distribusi frekuensi ventilasi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Tabel 5.5 distribusi frekuensi kepadatan hunian dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Tabel 5.6 distribusi frekuensi status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Table 5.6 hubungan antara ventilasi dengan kejadian penyakit tuberculosis (TB) paru Table 5.7hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit tuberculosis (TB) paru Table 5.8 hubungan antara status gizi dengan kejadian penyakit tuberculosis (TB) paru

DAFTAR GAMBAR

Gambar1. Bagan alur diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada orang dewasa

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran1. Lembar kuesioner dan observasi Lampiran2. Output perangkat lunak SPSS

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Di Indonesia, penyakit tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah

karena negara ini termasuk daerah endemis tuberkulosis. Kasus tuberkulosis di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien tuberkulosis baru dan 3 juta kematian akibat tuberkulosis diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus tuberkulosis dan 98% kematian akibat tuberkulosis didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Indonesia menduduki urutan ketiga dalam jumlah penderita tuberkulosis di dunia dan setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus baru dengan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) (Depkes RI 2008). Demikian juga, kematian wanita akibat tuberkulosis lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien tuberkulosis adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15 - 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien tuberkulosis dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya

sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat tuberkulosis, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah tuberkulosis paru antara lain adalah : 1) Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara yang sedang berkembang. 2) Kegagalan program tuberculosis (TB) selama ini. Hal ini diakibatkan oleh : a) Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan b) Tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar,

tidak terjamin penyediaan obat, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dsb) c) Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis) d) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas Imunisasi BCG e) Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat. 3) Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. 4) Dampak pandemi HIV( Human Immunodeficincy Virus). Situasi tuberkulosis didunia semakin memburuk, jumlah kasus tuberkulosis meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang di kelompokan dalam 22 negara dengan masalah tuberkulosis besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Munculnya pandemi HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Aqruid Immunodeficiency Syndrome) di dunia menambah permasalahan tuberkulosis. Koinfeksi dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara berkembang. Dampak pandemi HIV (Human Immunodeficiency Virus) akan meningkatkan resiko kejadian tuberkulosis (TB) secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil di sembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi tuberculosis (TB) yang sulit di tangani. Di Indonesia, tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia merupakan ke 3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun pada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus tuberkulosis Paru

Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) sekitar 110 per 100.000 penduduk. ( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006 ). Di Indonesia, tuberkulosis masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. 1) Indonesia, sampai saat ini merupakan negara dengan pasien tuberkulosis terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien Tuberkulosis di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis di dunia. 2) Tahun1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. 3) Sampai tahun 2005, program Penanggulangan tuberkulosis (TB) dengan strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara Rumah Sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30% (Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, 2006). Berdasarkan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I yang telah kami lakukan di wilayah kerja Puskesmas Cimanuk, diperoleh hasil bahwa salah satu penyakit yang menjadi sorotan utama kami yaitu penyakit tuberkulosis (TB) Paru dengan penderita terbanyak terdapat di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk. Untuk jumlah penderita tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang pada tahun 2011 menduduki urutan tertinggi sebanyak 36 orang dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif (+), dengan kasus suspeck sebanyak 128 orang dan tidak di temukan penderita kambuh di desa tersebut (Data Puskesmas Cimanuk. Triwulan I tahun 2011).

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

kegiatan PBL II ini adalah:

1) Tingginya angka kejadian tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek sebanyak 36 penderita dibandingkan dengan daerah lainnya di Kecamatan Cimanuk. 2) Kepadatan hunian keluarga pengidap tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+), sehingga terjadi kontak langsung antara penderita dengan orang lain yang berdampak persebaran penyakit tuberkulosis paru semakin cepat. 3) Rendahnya asupan gizi/kebutuhan makanan bagi penderita dan keluarga tuberkulosis paru (TB) Basil tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek, sehingga tidak mendukung proses penyembuhan. 4) Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pertukaran udara untuk mengurangi bakteri atau virus yang berada dalam ruangan, sehingga ventilasi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+).

1.3 1.3.1

Tujuan Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara ventilasi, kepadatan hunian rumah dan

status gizi terhadap kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+).

1.3.2

Tujuan Khusus

1) Diketahui gambaran penyakit tuberkulosis (TB) Paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 2) Diketahui gambaran ventilasi ruangan di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 3) Diketahui gambaran kepadatan hunian rumah di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 4) Diketahui gambaran status Gizi di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011

5) Diketahui hubungan antara ventilasi rumah dengan

kejadian penyakit

tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 6) Diketahui hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 7) Diketahui hubungan antara status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 8) Diketahui hubungan antara ventilasi, kepadatan hunian rumah dan status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011.

1.4 1.4.1

Manfaat Penelitian Bagi Instansi Kesehatan Dan Pemerintah Manfaat PBL II bagi Instansi Kesehatan yaitu Puskesmas Cimanuk

dan pemerintah untuk mengetahui prioritas-prioritas masalah kesehatan yang dapat ditindak lanjuti oleh instansi kesehatan dan pemerintah. 1.4.2 Bagi Institusi Manfaat PBL II bagi institusi untuk mendapatkan tambahan referensi yang sifatnya membangun untuk perbaikan mutu pendidikan. 1.4.3 Bagi Mahasiswa Memperkaya ilmu pengetahuan sehingga berguna bagi mahasiswa sebagai bahan masukan yang digunakan untuk penerapan prilaku keluarga yang baik dalam pencegahan penularan Tuberkulosis (TB) paru. mahasiswa juga selain mendapat pengalaman belajar di lapangan

secara langsung, mahasiswa juga dapat mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat. 1.4.4 Bagi Masyarakat Dengan PBL II di harapkan masyarakat mendapatkan informasi kesehatan yang ada di wilayah sehingga dapat melakukan perbaikan bagi lingkungan sendiri.

1.5

Ruang Lingkup Ruang lingkup PBL II ini adalah mengenai hubungan antara ventilasi,

kepadatan hunian rumah, dan status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) Paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang tahun 2011. Jumlah kasus yang akan di amati sebanyak 36 orang sebagai kasus (penderita tuberkulosis (TB)) dan 36 orang sebagai kontrol (bukan penderita tuberkulosis (TB)dengan menggunakan perbandingan 1:1 dan memiliki

karakteristik yang sama dengan kasus. Waktu penelitian dilakukan selama 2 minggu yaitu tanggal 23 Mei 4 Juni tahun 2011. Dengan menggunakan data primer yang di peroleh dari hasil wawancara serta observasi dan pembagian kuesioner pada masyarakat. Sedangkan data sekunder adalah pengambilan data dari Puskesmas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis (TB) Paru Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tuberkulosis (TB) biasanya masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan ke dalam paru, selanjutnya kuman tersebut dapat menyebar dari paru menuju bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran limfe, melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002). Kuman tuberkulosis (TB) paru berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis (TB) cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

2.1.2 Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis ( TB Paru ) Kuman tuberkulosis (TB) bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman tuberkulosis (TB) cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes RI, 2002). Kuman tuberkulosis (TB) dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi utama kuman tuberkulosis (TB).

22

Gambaran tuberkulosis (TB) paru ada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan tuberkulosis (TB)

endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena tuberkulosis (TB) adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) yang dapat menularkan kepada orang yang berada sekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet infection). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis (TB) paru masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis (TB) paru tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagianbagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyak kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis (TB) paru ditentukan oleh konsentrat droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002). Kemungkinan suatu infeksi berkembang menjadi penyakit, tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh (Depkes RI, 2002). Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI ). Di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh ) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis (TB) paru, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis (TB) paru.

22

Dari keterangan diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI (Annual Risk of Tuberculosis Infection) 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita Tuberkulosis (TB) setiap tahun, dimana 50 penderita adalah Basil Tahan Asam (BTA) positif (+). Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi

penderita tuberkulosis (TB) paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV (Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Aqruid Immunodeficiency Syndrome).

2.1.3

Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan dahak dengan mikroskop tergantung pada konsentrasi

basil dalam dahak/sputum. Basil ini akan kelihatan jumlahnya bila jumlah kuman minimal 5000 batang dalam 1 ml dahak (Toman,1979; Depkes RI, 1995). Menurut Peetosutan (1992) kepositifan pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan sekurang-kurangnya 5000 batang kuman per ml dan untuk biakan 50-100 batang Mycobacterium tuberculosis per ml dahak. Dahak yang baik diperiksa adalah dahak pagi hari dan jumlahnya harus 3-5 ml setiap pengambilan.Cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan komponen penting dalam menegakan diagnosa penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+).

2.1.4

Gejala Tuberkulosis Gejala utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga)

minggu atau lebih, sedangkan gejala tambahan yang sering dijumpai antara lain : 1) Dahak bercampur darah 2) Batuk darah 3) Sesak nafas dan rasa nyeri di dada 4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (Depkes RI, 2000).

22

Gejala tersebut dijumpai juga pada penyakit paru selain tuberkulosis oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang suspek tuberculosis atau tersangka penderita tuberkulosis (TB) paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.1.4.1 Gejala-Gejala Klinis Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis (TB) dapat bermacammacam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah : 1) Demam Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza. Tapi kadangkadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini di pengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk . 2) Batuk Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang kelua. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk telah ada setelah penyakit berkembang di jaringan paru yang telah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk bermula dari non-produktif (batuk kering) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis (TB) terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

22

3) Sesak Nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut. Dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru. 4) Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. 5) Malaise Penyakit Tuberkulosis merupakan radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, Berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.1.5 Diagnosis Tuberkulosis 2.1.5.1 Diagnosis Tuberkulosis pada usia Produktif / orang Dewasa Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada orang dewasa dapat ditegakan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif (+) apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (sewaktu pagi - sewaktu) Basil Tahan Asam (BTA) hasilnya positif (+). Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu- PagiSewaktu) ulang: 1) Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis (TB) paru, maka penderita

didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+). 2) Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis (TB) paru, maka pemeriksaan dahak SPS (sewaktu pagi - sewaktu) diulangi. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif (-), diberikan antibiotik spektrum luas (Kotrimoksasol atau Amoksillin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak

22

ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis (TB) paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) sebagai berikut : 1) Kalau hasil SPS (sewaktu pagi sewaktu) positif, didiagnosis sebagai

penderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+). 2) Kalau hasil SPS (sewaktu pagi - sewaktu) tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis tuberkulosis (TB) paru : a) Bila hasil rontgen mendukung Tuberkulosis (TB) Paru, di diagnosis sebagai tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) negatif (-) rontgen positif (+). b) Bila hasil Rontgen tidak mendukung tuberkulosis (TB) paru, penderita tersebut bukan tuberkulosis (TB) paru. Secara lengkap diagnosis tuberkulosis (TB) usia produktif/orang dewasa dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

22

BAGAN ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA

Suspect TBC

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA

Hasil BTA

Hasil BTA

+++/++ -

+--

---

Periksa rontgen dada

Beri antibiotik Spectrum luas

Hasil mendukung

TB

Hasil tidak Mendukung TB

Tidak ada perbaikan

Ada perbaikan

Ulangi periksa dahak SPS

Penderita TB BTA +

Hasil BTA +++ + _- -

Hasil BTA ---

Periksa roentgen dada

Hasil Mendukung TB

Hasil tidak Mendukung

TB

TB BTA - , Rontgen +

Bukan TB, Peny Lain

22

Di Indonesia pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi Mycobaterium tuberculosis karena tingginya prevalensi tuberkulosis (TB) paru, suatu uji tuberkolin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tuberculosis, dilain pihak hasil uji tuberkulin dapat negatif (-) meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV(Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Aqruid Immunodeficiency Syndrome), malnutrisi berat, Tuberkulosis (TB) paru milier dan morbili.

2.1.5.2 Penemuan dan Pengobatan Penderita Tuberkulosis (TB) Paru Penemuan penderita tuberkulosis (TB) dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan, cara penemuan penderita pasif dikenal dengan sebutan passive promotive case finding, yaitu dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat agar masyarakat yang mempunyai gejala tuberkulosis (TB) dapat memeriksakan diri ke puskesmas.

2.1.5.3 Karateristik Penderita Tuberkulosis (TB) Paru Penular Penyakit Dari berbagai Studi di ketahui bahwa ada karateristik penderita yang menunjukkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi tuberkulosis yaitu : 1) Jika penderita penular tidak mendapat pengobatan tuberkulosis (TB) secara baik 2) Adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) pada pemeriksaan dahak 3) Terdapatnya radang tenggorokan karena tuberkulosis (TB) menunjukkan adanya peningkatan daya infeksi 4) Batuk meningkatkan kemungkinan terjadinya pembentukan aerosol yang membawa kuman 5) Jumlah dan kekentalan sekresi pernafasan berpengaruh terhadap pembentukan partikel penularan, apalagi disertai banyaknya dahak adalah merupakan suatu faktor risiko.

22

2.2

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan

petugas kesehatan. 2.2.1 Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan 1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat. 2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG. 3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis (TB) yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya. 4) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus tuberkulosis (TB). Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan - alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan. 5) Des-Infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup. 6) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang - orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif (+) tertular. 7) Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif (+), apabila cara-cara ini negatif (-), perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif. 8) Pengobatan khusus. Penderita dengan tuberkulosis (TB) aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat - obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

22

2.2.2 Tindakan Pencegahan 1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan. 2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan. 3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan. 4) BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan. 5) Memberantas penyakti tuberkulosis (TB) pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu sapi. 6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya. 7) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tuberkulosis (TB) paru. 8) Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen. 9) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari pemeriksaan tuberculin test. . 2.3 Klasifikasi Penyakit hasil

1) Tuberkulosis (TB) Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis (TB) paru dibagi menjadi 2, adalah : a. Tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+).

22

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya Basil Tahan Asam (BTA) positif (+). 1 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya Basil Tahan Asam (BTA) Positif (+) dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis (TB) Basil Tahan Asam (BTA) negatif (-) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya Basil Tahan Asam (BTA) negatif (-) dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis (TB) aktif. tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) negatif (-) Rontgen Positif (+) dibagi berdasarkantingkat keparahaan tuberkulosis (TB) yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced atau milier dan atau keadaan umum penderita buruk).

2) Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis (TB) ekstra paru dibagi berdasrkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu : a. Tuberkulosis (TB) Ekstra Paru Ringan Misalnya : Tuberkulosis (TB) kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB Ekstra Paru Berat Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, perionitis, pleuritis eksudativa duplex, tuberkulosis (TB) tulang belakang, tuberkulosis (TB) usus, tuberkulosis (TB) saluran kencing dan alat kelamin.

2.4

Program Penanggulangan dan Pemberatasan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Penanggulangan tuberculosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung

sejak zaman penjajahan belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah

22

perang kemerdekaan, tuberkulosis (TB) di tanggulangi melalui balai Penyakit Paru paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan di lakukan secara nasional melalui puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang di gunakan adalah paduan standar INH, Para Amino Acid (PAS) dan Streptomisin selama 1 tahun sampai 2 tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai di gunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Ethambutol selama 6 bulan. Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan tuberkulosis (TB) mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000, hampir seluruh puskesmas telah komitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. 1) Indonesia, sampai saat, merupakan negara dengan pasien tuberkulosis (TB) terbanyak ke-3 didunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien tuberkulosis (TB) diIndonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis (TB) didunia. 2) Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. 3) Sampai tahun 2005, program penanggulangan tuberkulosis (TB) dengan strategi DOTS menjangkau 98% puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.

2.5 2.5.1

Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Ventilasi Rumah Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara ruangan

selalu segar dengan menggganti udara tersebut dapat dengan cara alami yaitu

22

melalui lubang udara atau ventilasi dan dapat juga dengan sistem penghawaan buatan seperti AC. Untuk sirkulasi udara dalam ruangan sangat diperlukan ventilasi, dimana ventilasinya yang baik adalah ventilasi yang memenuhi persyaratan agar udara tidak terlalu sedikit atau deras, luas ventilasi minimal adalah 10% dari luas lantai (DepKes RI, 1999). Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang kesehatan) akan <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat berkurangnya konsentrasi oksigen dan

mengakibatkan

bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

22

Untuk luas lubang ventilasi tetap minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedang luas lubang ventilasi yang tidak tetap (dapat dibuka dan ditutup) 5% dari luas lantai. Udara yang segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Udara segar sangat diperlukan didalam rumah, perjalanan kuman tuberkulosis dari penderita kelua melalui droplet atau percikan kecil, kemudian ke udara baru berhiup ke paru-paru, oleh sebab itu udara dalam rumah harus selalu diganti dengan cukupnya pergantian akan dapat mengurangi konsentrasi droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2000).

2.5.2

Kepadatan Hunian Kepadatan hunian rumah menurut Depkes RI Tahun 2002 menyatakan

bahwa jumlah hunian dalam kamar tidak boleh lebih dari tiga orang, satu orang membutuhkan luas 2,5 M2 dalam suatu kamar (PHBS, 2004). Kepadatan penghuni menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral. Penyebaran penyakit menular dirumah yang padat penghuninya cepat sekali. Luas lantai rumah harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni menyebabkan rumah over Crowded, hal ini tidak sehat sebab disamping menyebabkan kurang konsumsi oksigen (O2) juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi maka akan mudah menularkan kepada anggota keluarga lainnya (Notoatmodjo, 1996:151). Studi lain menunjukkan bahwa ada hubungan yang tinggi antara jumlah koloni bakteri dan kepadatan penghuni per-M2 sehingga terlihat adanya efek sinergik yang diciptakan, dimana sumber pencemaran mempunyai potensi menekan reaksi kekebalan, bersamaan dengan terjadinya peningkatan bakteri patogen dengan kepadatan penghuni pada setiap keluarga (Poemo, 1983). Dengan demikian kuman yang umumnya sebagai penyebab penyakit menular saluran pernafasan akan semakin banyak, jadi ukuran rumah yang kecil dan jumlah penghuni yang padat serta jumlah kamar yang sedikit akan

22

memperbesar kemungkinan penularan penyakit melalui droplet dan kontak langsung (Benyamai, 1965). Ada 2 ketentuan yaitu : 1. Jumlah orang dibandingkan dengan jumlah kamar 2. Jumlah orang dibandingkan dengan luas lantai rumah

Tabel 2.2. Jumlah orang dibandingkan dengan jumlah kamar Jumlah kamar 1 2 3 4 5 Jumlah Penghuni 2 orang 3 Orang 5 orang 7 orang 10 orang

Tabel 2.3. luas Kamar dengan Jumlah Penghuni Luas lantai kamar ( sq.ft ) < 50 50 70 70 90 90 110 > 110 ( > 10 m2) Jumlah Penghuni Maksimum 0 0,5 1 1,5 2

2.5.3 Status gizi Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.

22

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita tuberkulosis (TB) paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis (TB) paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis (TB) paru.

2.6

Kerangka Teori transmisi Faktor Rumah


1. Ventilasi 2. Kepadatan hunian 1. Diagnosis tepat dan cepat 2. Pengobatan tepat dan lengkap 3. Kondisi kesehatan mendukung

HIV (+)

SEMBUH

TERPAJAN

INFEKSI

TB

MENINGGAL

Konsentrasi kuman lama kontak

Mal nutrisi (gizi buruk)

1. Keterlambatan diagnose dan pengobatan 2. Tatalaksana tak memadai 3. Kondisi kesehatan

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1

Kerangka Konsep Variabel Independen 1. 2. Ventilasi Rumah Kepadatan Hunian Rumah 3. Status Gizi Kejadian Penyakit TB Paru Variabel Dependen

3.2

Definisi Operasional (DO)


Definisi Operasional (DO) penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. jendela/ tempat bertukarnya udara, jendela ruangan harus cukup banyak dan luas jendela memenuhi syarat luar minimum yaitu 10 % dari luas lantai Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner Hasil Ukur/ Kategori 1. Tidak ada 2. Ada

Variabel Kejadian penyakit TBC Ventilasi Rumah

Skala Ordinal

Observasi

Lembar observasi

Kepadatan jumlah hunian dalam hunian kamar dimana 8M untuk 1 orang.

Observasi

Lembar observasi

Satus Gizi Kondisi gizi seseorang diukur dengan IMT dengan rumus (Berat badan dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat).

Pengukuran

Pengukuran

1. Tidak memenuhi syarat: jika luas ventilasi < 10% luas lantai 2. Memenuhi syarat: jika luas ventilasi 10% luas lantai 1. Tidak memenuhi Syarat: jika luas kamar < 8 m2 2. Memenuhi syarat: jika luas kamar 8 m2 1. Kurang: Jika <18 2. baik: Jika 18

Ordinal

Ordinal

Ordinal

23

3.3

Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah

dirumuskan didalam perencanaan penelitian. Ha 1 : Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 Ha 2 : Ada hubungan antara kepadatan hunian Rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011 Ha 3 : Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) Paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2011

24

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan studi case control penelitian epidemiologi rancangan

yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor

penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Kasus diambil dari 36 orang yang menderita tuberkulosis (TB) Paru dan Kontrol sebanyak 36 orang diambil dari orang terdekat yang mempunyai karakteristik sama. Sehingga sampel yang diperoleh sebanyak 72 responden.

4.1.1 Skema Case Control Study KASUS (PENYAKIT +) TERPAPAR (E) TIDAK TERPAPAR (E) KASUS (PENYAKIT -) TERPAPAR (E) TIDAK TERPAPAR (E) 4.1.2 Kriteria Pemilihan Kasus 1. 2. Kriteria Diagnosis dan kriteria inklusi harus dibuat dengan jelas Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit atau

populasi/masyarakat

4.1.3 Kriteria Pemilihan Kontrol 1. Mempunyai potensi terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus. 2. 3. Tidak menderita penyakit yang diteliti. Bersedia ikut dalam penelitian.

25

4.1.4 Analisa Data Analisa data yang digunakan adalah analisa data univariat dan bivariat dengan memperhatikan nilai odd ratio (OR). Perhitungan ODD Ratio (OR) case Exposure + Exposure a c a+c Odd Ratio :a.d b.c control B D b+d a+b c+d

4.2 Waktu dan Tempat Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II ini bertempat diwilayah kerja puskesmas Cimanuk tepatnya di Desa Rocek dengan waktu penelitian selama 2 minggu dari tanggal 23 Mei sampai dengan tanggal 4 Juni 2011.

4.3

Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Populasi penelitian ini adalah berdasarkan jumlah KK yang tinggal di Desa Rocek sebanyak 888 KK.

4.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian, yang dianggap mewakili (representatif ). Untuk memperoleh sampel yang representatif, penulis menggunakan rumus besaran sampel sebagai berikut (Notoatmodjo,2002).

26

4.3.2.1 Besar Sampel Besar sampel diperoleh berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian kasus kontrol (Lemeshow, S., 1997), dilakukan perhitungan proporsi terpajan pada kelompok kasus (P1), dengan rumus : P1 = P2 = b b+d Hasil Perhitungan Jumlah Sampel Variabel Kepadatan Hunian Peneliti Hariza Adnani P1 0,62 P2 0,27 OR 5,17 Jumlah Sampel 36 (OR)P2 (OR)P2+(1-P2)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh hasil jumlah sampel minimal yang di ambil adalah 36 kelompok kasus dan 36 kelompok kontrol dengan perbandingan sampel 1:1. Sehingga jumlah sampel seluruhnya yang di ambil ialah 72 responden.

4.3.2.2 Pengolahan Data Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program perangkat lunak pengolah data dan disajikan dalam bentuk teks dan tabel.

4.3.2.3 Analisa Data Data yang sudah diolah kemudian di analisa untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) : ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah dan status gizi, dengan variabel terikat (dependen) yaitu kejadian penyakit tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+). a. Analisa Univariat Dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari berbagai variabel yang diteliti yaitu ventilasi ruangan, kepadatan hunian rumah dan status gizi.

27

b. Analisa Bivariat Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian penyakit tuberculosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk selama waktu pengamatan berlangsung (uji hipotesis).

28

29

BAB V GAMBARAN UMUM

5.1 Keadaan Geografis Desa Rocek merupakan salah satu dari 11 Desa yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Cimanuk, memiliki luas wilayah 220 Ha, Status tanah berdasarkan peruntukan, terdiri dari 150 Ha untuk pertanian, dan 70 Ha untuk pertanahan. Desa Rocek dihubungkan dengan jalan Kabupaten dan jalan Desa yang berbatasan dengan : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Desa kadu madang : Desa kadu dodol : Desa banjarsari : Desa gunung cupu

5.2 Keadaan Demografi a. Jumlah Penduduk Penduduk diwilayah kelurahan Rocek berjumlah 4.544 jiwa, terdiri dari 912 KK, yang terbesar di 11 lingkungan/desa dengan 6 RW dan 18 RT.

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Tiap-tiap Kampung di Desa Rocek Jumlah Penduduk Laki-laki 211 97 75 396 301 Perempuan 216 111 83 413 306

No. 1 2 3 4 5

Kampung Cipeundeuy Cireugeuh Kandang sapi Kadu kacang pasar Rocek timur

Jumlah 427 248 158 809 607

30

6 7 8 9

Rocek barat Bojong huni Citeureup Nyimas Ropoh JUMLAH

366 372 284 99 2.201

390 383 294 147 2.343

756 755 578 246 4.544

Sumber : Data Kelurahan Rocek 2011 b. Komposisi Penduduk menurut Umur

Tabel 5.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

No. 1 2 3 4 5 6

Golongan Umur 0-4 tahun 4-9 tahun 10-14 tahun 15-24 tahun 25-49 tahun 50 tahun ke atas Jumlah

Jumlah 457 524 915 1215 864 569 4.544

Sumber : Data Kelurahan Rocek 2011

Jumlah penduduk terbesar di Desa Rocek yaitu pada usia Produktif (15- 24 tahun) sebesar 1215 jiwa.

31

5.3 Hasil Analisa Univariat Tabel 5.3 Distribusi frekuensi kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru basil tahan asam (BTA) positif (+) di desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2010 TBC Jumlah Sakit 36 Tidak Sakit 36 Total 72 Sumber: data primer 2011 % 50,0 50,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk dapat dikatakan bahwa yang menderita penyakit tuberkulosis (TB) paru sebanyak 36 responden (50%) dan yang tidak menderita tuberkulosis (TB) paru adalah sebanyak 36 responden (50%).

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi ventilasi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru basil tahan asam (BTA) positif (+) di desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2010 Ventilasi Jumlah Memenuhi Syarat 8 Tidak Memenuhi Syarat 64 Total 72 Sumber: data primer 2011 % 11,1 88,9 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk dapat dikatakan bahwa sebanyak 8 responden (11,1%) yang memiliki ventilasi ruangan tidak memenuhi syarat dan sebanyak 64 responden (88,9%) responden yang memiliki ventilasi ruangan memenuhi syarat.

32

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi kepadatan hunian dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru basil tahan asam (BTA) positif (+) di desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2010 Kepadatan Hunian Jumlah Memenuhi Syarat 46 Tidak Memenuhi Syarat 26 Total 72 Sumber: data primer 2011 % 63,9 36,1 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk yang tinggal di padat hunian sebanyak 46 responden (63,9% ) dan responden yang tinggal di tempat tidak padat hunian sebanyak 26 responden (36,1%). Tabel 5.6 Distribusi frekuensi status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru basil tahan asam (BTA) positif (+) di desa Rocek Kecamatan Cimanuk tahun 2010

Status Gizi Jumlah Kurang 17 Baik 55 Total 72 Sumber: data primer 2011

% 23,6 76,4 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa status gizi dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk yang tinggal di Desa Rocek dengan status gizi kurang sebanyak 17 responden (23,6%) dan status gizi normal sebanyak 55 responden (76,4%).

33

5.4

Hasil Analisa Bivariat Tabel 5.7

Hubungan antara Ventilasi Ruangan dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Basil Tahan Asam (BTA) Positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011

Ventilasi Ruangan Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Total

Penderita TBC Sakit Tidak Sakit


Jumlah % Jumlah %

Total
Jumlah %

Pvalue

2 34 36

5,6 94,4

6 30

16,7 83,3

8 64

11,1 0,261 88,9 100

100 36 100 72 Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tebel diatas dapat diketahui dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk dapat dikatakan bahwa dari 8 responden (11,1%) dengan ventilasi ruangan tidak memenuhi syarat yang menderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) sebanyak 2 orang (5,6%), sedangkan dari 64 responden (88,9%) dengan ventilasi ruangan memenuhi syarat yang menderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) sebanyak 34 orang (94,4%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,261 (lebih besar dari = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpha 5% tidak ada hubungan yang bermakna antara ventilasi ruangan dengan kejadian penyakit tuberculosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011.

34

Tabel 5.8 Hubungan antara Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011

Kepadatan Hunian Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Total

Penderita TBC Sakit Tidak Sakit


Jumlah % Jumlah %

Total
Jumlah %

Pvalue

OR

28 8 36

77,8 22,2 100

18 18

50 50

46 26

63,9 0,027 36,1 3,500

36 100 72 100 Sumber: Data Primer 2011

Berdasarkan tebel diatas dapat diketahui dari 72 responden di Kecamatan Cimanuk dapat dikatakan bahwa dari 46 responden (63,9%) dengan kepadatan hunian rumah tidak memenuhi syarat yang menderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) sebanyak 28 orang (77,8%), sedangkan dari 26 responden (36,1%) dengan kepadatan hunian rumah memenuhi syarat yang menderita tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) sebanyak 8 orang (22,2%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,027 (lebih kecil dari = 0,05) dengan OR= 3,500 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpha 5% ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) dan seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,500 kali lebih besar menderita tuberkulosis (TB) paru dibanding orang yang bertempat tinggal di kepadatan hunian yang memenuhi syarat.

35

Tabel 5.9 Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Basil Tahan Asam (BTA) Positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011 Status Gizi Kurang Baik Total Penderita TBC Sakit Tidak Sakit
Jumlah % Jumlah %

Total
Jumlah %

OR (95% CI) 4,522

Pvalue

13 23 36

76,5

23,5

17

100

41,8 32 58,2 55 100 100 36 100 72 100 Sumber: Data Primer 2011

0,025

Dari tabel di atas dapat diperoleh bahwa, penderita dengan status gizi kurang menderita tuberkulosis (TB) sebanyak 13 orang (76,5%). Sedangkan, penderita dengan status gizi baik menderita tuberkulosis (TB) sebanyak 23 orang (41,8%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,025 (lebih kecil dari = 0,05) dengan OR= 4,522 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpha 5% ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) dan penderita yang berstatus gizi baik mempunyai resiko 4 kali menderita penyakit tuberkulosis (TB) paru dibandingkan dengan penderita yang berstatus gizi kurang.

36

BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian mengenai kejadian Penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek wilayah kerja Puskesmas Cimanuk merupakan penelitian yang dilakukan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepada responden. responden diperoleh dari laporan atau register penderita tuberkulosis (TB) paru yang berobat ke Puskesmas. Kemudian peneliti datang kerumah responden. Dilaksanakan observasi langsung kerumah untuk melaksanakan pengukuran ventilasi ruangan, kepadatan hunian dan status gizi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data puskesmas setempat yaitu Puskesmas Cimanuk. Angka kesakitan merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu bangsa, untuk itu perlu dukungan semua pihak untuk meningkatkan derajat kesehatan demi kelangsungan hidup manusia. Penyakit yang lazim di negara berkembang salah satunya adalah tuberkulosis (TB) paru.

6.1

Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis (TB) Paru Analisis statistik bivariat menunjukkan bahwa terdapat dua variabel

dari tiga variabel bebas yang berhubungan bermakna (P < 0,05) dengan kejadian tuberkulosisi (TB) paru.

6.1.1 Hubungan antara Ventilasi Ruangan dengan kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Rumah dengan ventilasi yang kurang akan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru. Ventilasi rumah berfungsi untuk mengeluarkan udara yang tercemar (bakteri, CO2) di dalam rumah dan menggantinya dengan udara yang segar dan bersih atau untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultra violet. Dalam penelitian ini ventilasi merupakan faktor risiko yang tidak

37

berhubungan dengan kejadian tuberkulosis (TB) paru di desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011. Karena dari hasil observasi diperoleh data bahwa rata- rata ventilasi ruangan responden memenuhi syarat.

6.1.2 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan kejadian Penyakit Tuberkulosisi (TB) Paru Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga satu rumah tinggal (Lubis, 1989). Dari hasil penelitian tentang faktor kepadatan hunian yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis (TB) paru, menunjukkan bahwa kepadatan hunian merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru. Analisis bivariat menunjukkan bahwa P = 0,027 dan OR = 3,500 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpha 5% ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011. dengan demikian seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,500 kali lebih besar menderita tuberkulosis (TB) paru dibanding orang yang bertempat tinggal di kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuni lainnya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubel (over crowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga lain.

6.1.3 Hubungan antara Status Gizi dengan kejadian Penyakit Tuberkulosisi (TB) Paru Hasil analisis statistik bivariat menunjukkan bahwa faktor status gizi mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis (TB) paru karena p < 0,05

38

pada analisis bivariat diperoleh hasil P = 0,025 dan OR= 4,522 dengan demikian seseorang yang berstatus gizi baik memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita tuberkulosis (TB) paru dibanding seseorang yang berstatus gizi kurang. maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpha 5% ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian penyakit Tuberkulosis (TB) paru Basil Tahan Asam (BTA) positif (+) di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011. Berdasarkan tabel 5.9 bahwa yang banyak menderita tuberkulosis (TB) paru adalah mereka yang IMT termasuk dalam gizi baik. Hal ini dapat terjadi karena responden telah menjalani masa pengobatan rutin selama 6 bulan meminum obat.

39

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1

Kesimpulan Hasil penelitian tentang hubungan antara ventilasi, kepadatan hunian

dan status gizi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengukuran ventilasi ruangan, kepadatan hunian dan status gizi yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru menunjukkan bahwa rata-rata luas ventilasi ruangan adalah memenuhi syarat 88,9%, kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat 63,9% dan status gizi normal dengan rata-rata 50%. 2. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa : a. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011 (P = 0,027; OR = 3,500) b. tidak Ada hubungan antara luas ventilasi ruangan dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011 (P = 0,261) c. ada hubungan antara status gizi dengan kejadian penyakit tuberkulosis (TB) paru di Desa Rocek Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang 2011 (P = 0,025; OR = 4,522)

7.2

Saran

1. Bagi puskesmas perlu ditingkatkan upaya penjaringan terhadap penderita tuberkulosis (TB) paru baik secara aktif di lapangan maupun pasif. di tempat pelayanan kesehatan dengan melibatkan langsung tenaga medis juga kesehatan dan juga bidan desa.
2. Lebih meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat dan penjaringan suspek

tuberculosis (TB) Paru secara kualitatif bukan hanya kuantitatif.

40

3. meningkatkan peran serta masyarakat terhadap kesehatan lingkungan terutama lingkungan dalam rumah, seperti kondisi ventilasi ruangan dalam rumah, kepadatan hunian. sesuai dengan apa yang di katakan oleh reksosubroto (1990), Bahwa rumah harus memenuhi kebutuhan psikologis maupun fisiologis. 4. Agar masyarakat lebih peduli terhadap penularan tuberkulosis (TB) Paru dengan cara melaporkan, menyarankan kepada warga yang di ketahui batuk tidak sembuh selam 3 minggu atau lebih, untuk memeriksakan diri ke puskesmas terdekat atau Rumah sakit. 5. Bagi masyarakat yang sedang merenovasi atau membangun rumah untuk lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi, pencahayaan, kebiasaan membuka jendela dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk menghindari penularan penyakit tuberkulosis (TB) paru dengan memperhatikan asupan makanan yang bergizi.

41

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes, Evaluasi Kegiatan Program P2TB Puskesmas Serang Kota, 2009 Dinkes, Profil Kesehatan Puskesmas Serang Kota 2009 Dinkes, Laporan Program P2M Puskesmas Serang Kota 2008-2009

42

KUESIONER

43

Frequencies
Statistics terapar TBC atau tidak N Valid 72 Mis sing 0

te rapar TBC atau tidak Frequenc y 36 36 72 Percent 50.0 50.0 100.0 Valid Percent 50.0 50.0 100.0 Cumulativ e Percent 50.0 100.0

Valid

sakitTBC tidak sakit TBC Total

Frequencies
Statistics ventilas i rumah N Valid Mis sing

72 0

ve ntilas i rum ah Frequenc y 8 64 72 Percent 11.1 88.9 100.0 Valid Percent 11.1 88.9 100.0 Cumulativ e Percent 11.1 100.0

Valid

tidak memenuhi s yarat memenuhi syarat Total

Frequencies
Statistics kepadatan hunian rumah N Valid 72 Mis sing 0

44

k epadatan hunian rum ah Frequenc y 46 26 72 Percent 63.9 36.1 100.0 Valid Percent 63.9 36.1 100.0 Cumulativ e Percent 63.9 100.0

Valid

tidak memenuhi s yarat memenuhi syarat Total

Frequencies
Statistics status giz i N Valid Mis sing

72 0

s tatus gizi Frequenc y 17 55 72 Percent 23.6 76.4 100.0 Valid Percent 23.6 76.4 100.0 Cumulativ e Percent 23.6 100.0

Valid

kurang baik Total

Crosstabs
Cas e Proce ss ing Summ ary Cases Mis sing N Percent 0 .0%

N ventilas i rumah * terapar TBC atau tidak

Valid Percent 72 100.0%

Total Percent 72 100.0%

ve ntilas i rum ah * terapar TBC atau tidak Cros stabulation terapar TBC atau tidak tidak sakit sakitTBC TBC 2 6 25.0% 75.0% 34 30 53.1% 46.9% 36 36 50.0% 50.0%

Total 8 100.0% 64 100.0% 72 100.0%

ventilasi rumah

tidak memenuhi s yarat memenuhi syarat

Total

Count % w ithin v entilas i rumah Count % w ithin v entilas i rumah Count % w ithin v entilas i rumah

45

Chi-Square Te s ts V alue 2.250b 1.266 2.343 df 1 1 1 A sy mp. Sig. (2-s ided) .134 .261 .126 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear A ss ociation N of V alid Cas es

.260 2.219 72 1 .136

.130

a. Computed only f or a 2x 2 table b. 2 cells (50.0%) hav e expec ted count les s than 5. The minimum ex pec ted count is 4. 00.

Ris k Estim ate 95% Conf idence Interval Low er Upper .055 .139 .992 1.569 1.597 2.579

Value Odds Ratio f or ventilas i rumah (tidak memenuhi sy arat / memenuhi s yarat) For c ohort terapar TBC atau tidak = sakitTBC For c ohort terapar TBC atau tidak = tidak s akit TBC N of Valid Cases .294 .471 1.600 72

Crosstabs
Cas e Proce ss ing Sum m ary Cases Mis sing N Percent 0 .0%

N kepadatan hunian rumah * terapar TBC atau tidak

Valid Percent 72 100.0%

Total Percent 72 100.0%

46

k epadatan hunian rumah * ter apar TBC atau tidak Cr os stabulation terapar TBC atau tidak tidak sakit sakitTBC TBC 28 18 60.9% 8 30.8% 36 50.0% 39.1% 18 69.2% 36 50.0%

kepadatan hunian rumah

tidak memenuhi syarat

memenuhi sy arat

Total

Count % w ithin kepadatan hunian rumah Count % w ithin kepadatan hunian rumah Count % w ithin kepadatan hunian rumah

Total 46 100.0% 26 100.0% 72 100.0%

Chi-Square Te s ts V alue 6.020b 4.876 6.138 df 1 1 1 A sy mp. Sig. (2-s ided) .014 .027 .013 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear A ss ociation N of V alid Cas es

.026 5.936 72 1 .015

.013

a. Computed only f or a 2x 2 table b. 0 cells (.0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 13. 00.

Ris k Estim ate 95% Conf idence Interval Low er Upper 1.260 9.724

Value Odds Ratio f or kepadatan hunian rumah (tidak memenuhi sy arat / memenuhi sy arat) For c ohort terapar TBC atau tidak = sakitTBC For c ohort terapar TBC atau tidak = tidak s akit TBC N of Valid Cases 3.500

1.978 .565 72

1.063 .363

3.683 .880

47

Crosstabs
Cas e Proces s ing Sum m ary Cases Mis sing N Percent 0 .0%

Valid N status giz i * terapar TBC atau tidak 72 Percent 100.0%

Total N 72 Percent 100.0%

s tatus giz i * te rapar TBC atau tidak Cros stabulation terapar TBC atau tidak tidak sakit sakitTBC TBC Count 13 4 % w ithin s tatus gizi 76.5% 23.5% Count 23 32 % w ithin s tatus gizi 41.8% 58.2% Count 36 36 % w ithin s tatus gizi 50.0% 50.0%

status gizi

kurang baik

Total

Total 17 100.0% 55 100.0% 72 100.0%

Chi-Square Te s ts V alue 6.237b 4.928 6.496 df 1 1 1 A sy mp. Sig. (2-s ided) .013 .026 .011 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear A ss ociation N of V alid Cas es

.025 6.151 72 1 .013

.012

a. Computed only f or a 2x 2 table b. 0 cells (.0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 8. 50.

48

Ris k Estim ate 95% Conf idence Interval Low er Upper 1.306 1.216 .167 15.659 2.751 .981

V alue Odds Ratio f or status gizi (kurang / baik) For c ohort terapar TBC atau tidak = s akitTBC For c ohort terapar TBC atau tidak = tidak sakit TBC N of V alid Cas es 4.522 1.829 .404 72

You might also like