You are on page 1of 2

JADIKAN PUASA SEBAGAI CERMIN

H. Suryana, M.SI. Ketua FKDT Kabupaten Tasikmalaya Semua orang mesti tahu apa itu cermin, bentuk, kegunaan atau manfaatnya, paling tidak orang bertemu dengan cermin dua kali dalam satu hari. Di waktu pagi saat selesai bersuci dan hendak berangkat bekerja ataupun sore hari selesai mandi dan akan menjalankan pekerjaan routine, apakah itu bersantai-jalan-jalan atau yang lainnya. Setelah melihat cermin maka ia merasa pasti bahwa dirinya pantas untuk tampil dihadapan orang lain, yang akan melihatnya, dan bahkan akan memujinya. Semua orang sangat sadar, bahwa di dalam dirinya banyak sekali kekurangan, paling tidak apa yang mereka miliki didalam badannya itu sudahkah sesuai dengan keinginannya, Rambut yang disisr, gaun yang dikenakan, mick up yang dipoleskan kewajah, minyak wangi yang disemprotkan sudahkan kena sasaran, sehingga karenanya ia menjadi pantas? Banyak orang mengganti gaun yang baru saja dikenakannya, alatan dirasa kurang pantas dilihat dicermin, mick up ditebali, karena terlihat dicermin kurang tebal, rambut diurai sesuai mode sambil melihat cermin, bahkan melihat orang lain yang tidak berani dilihat langsung berhadapan, ia pergunakan cermin, atau spion kendaraan yang ia miliki. Apa yanga akan terjadi apabila di dunia ini tidak ada cermin, dan hanya mengandalkan penglihatan orang lain. Setiap kali memakai gaun, atau bermick up harus memanggil orang lain untuk memberikan penilaian. Betapa repotnya, selain mungkin orang yang diharapkan untuk melihat dan menilai apa yang dikenakannya itu sedang repot karena sama-sama sedang berdandan. Atau juga bisa terjadi berbeda keinginan, menurut yang melihat kurang bagus dan menurut yang berdandan sudah bagus, disini akan terjadi diskusi dan mungkin ada perdebatan panjang, antara pantas dan tidak pantas dari apa yang ia pakai. Selain dari pada itu akan banyak orang sebagai penjual jasa penilai dandanan, atau ada suatu arena seperti mode show tiap hari, untuk menilai cocok, atau tidaknya ia mengunakan gaun atau mick upnya atau bentuk rambutnya itu, laksana lembaga sensor film. Dalam hal ini tentu kocekpun akan dikeluarkan untuk membayar jasa penilaian terhadap diri kita, sehingga anggaran pun akan

menjadi bengkak, untung kalau cocok hasilnya bila tidak ... kebayang repotnya. Untuk itu Allah memberikan cermin satu bulan dalam satu tahun, untuk kita mengoreksi dari latar kehidupan yang kita lakukan, yaitu melelui ibadah puasa. Kita sepakat bahwa yang dinamakan puasa itu menahan, bukan saja makan dan minum melainkan hawa nafsu (keinginan) yang tidak proporsional yang bukan pada tempatnya, karena dapat mengurangi atau bahkan membatalkan puasa. Tujuan puasa adalah betuk penyerahan diri kepada Allah, atas ketaatan, pengabdian secara totalitas kepadanya itulah yang dimaknai sebagai orang yang taqwa (Qs. 2: 183). Sungguh sangat indah kata penyerahan diri, manakala kita sadar, bahwa seteleh kita berdandan, lalu bercermin di depan kaca yang dapat melihat kita, dan dipastikan bahwa baju yang kita pakai pas, gaya, Mode, warna yang sesuai dengan acara, maka kita tampil dengan ke-pede-annya, tanpa ragu tampil dihadapan audience atau jamaah dengan pasti. Lalu kemudian bandingkan dengan puasa, kita harus mengaca, bahwa masihkan di bulan ini, kita menggunjing orang? Bila dijawab ya... alangkah sia-sianya kita, dan mengapa tidak kita tinggalkan, seperti kita meninggalkan baju yang dianggap jelek setelah bercernin. Sudahkan kita membaca Al-quran sebagai perkataan yang baik yang setiap huruf bila dibaca menjadi ibadah? Sudahkan kita mengoreksi kebiasaan kita yang tidak pernah menolong dengan tulus, memberi kepada yang lemah, membiarkan anak yatim, membiarkan jompo, membiarkan orang lain bodoh, teraniaya dan sudah pulakah membelikan uang untuk petasan dibelikan makanan untuk diberikan kepada orang yang akan berbuka di mesjid, di mushala atau kepada tetangga yang miskin? Atau bahkan kita hanya mau memberi kepada atasan, agar kita naik pangkat dan jabatan, atau kita sebagai atasan yang selalu ingin pemberian bawahan karena itu dianggap sebagai bukti kesetiaannya, padahal dirinya sudah cukup? Itulah pertanyaan yang perlu kita jawab, karena bila kita masih menjalankan serupa itu berarti hati kita tertutup, mata kita buta dan telinga kita tuli, karena terhalang kotoran nafsu amarah dan keserakahan (Qs. 16:78). Dan bila perbuatan seperti itu tidak kita hapus atau perbaiki melalui cernin puasa, bisakah kita tampil dihadapan Allah nanti dengan pe-de-nya? Wallahu alam.....coba kita tanyakan pada cermin yang ada dinding hati. Semoga!

You might also like