You are on page 1of 1

Jalan yang Beraspalkan Darah

Judul : Jalan Raya Pos, Jalan Daendels Pengarang : Pramoedya Ananta Toer Penerbit: Lentera Dipantara Tahun terbit : 2005 Edis : Desember 2005 Tebal : 13 X 20 cm, 136 halaman Harga : Rp 35.000,00 Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara,namun akhirnya Pramoedya mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30 SPKI. Di kota Jakarta Timur beberapa karyanya lahir, diantaranya Tetralogi Buru ( Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, & Rumah Kaca). Penjara tidak membuat berhenti sejengkal pun menulis walau berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar, dari tangannya lahir lebih dari 50 karya. Beberapa penghargaan telah dianugerahkan untuk Pramoedya. Sampai kini ia satu-satunya wakil Indonesia sebagai Pemenang Nobel Sastra. Dan akhirnya di tahun 2005, diterbitkan buku karangan Pramoedya yang berjudul Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.Jalan Raya Pos, yang lebih dikenal dengan nama Jalan Raya Anyer Panarukan membentang sepanjang 1000 km melewati berbagai kota di pantai selatan pulau Jawa. Seorang Gubernur Jendral yang sangat tamak dan kejam yang memimpin pembangunan jalan raya penuh cerita miris pada masa kolonial Belanda. Ia bernama Mr.Hermam Willem Daendels. Di tiap kota yang dilaluinya pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan meningggalkan berbagai sejarah yang tidak sepenuhnya dapat terungkap. Melalui bukunya ini, Pramoedya mencoba menceritakan kejadian tersebut dan sejarah kota-kota yang dilalui jalan ini, mulai dari Anyer sampai Panarukan. Novel ini berisi tentang sejarah pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan. Diceritakan penulis sedang melakukan perjalanan menyusuri jalan ini sembari mengingat tentang sejarah kota-kota tersebut yang kemudian diceritakan secara terperinci pada tiaptiap kota. Membaca novel ini seperti kembali ke masa lalu dan melihat secara langsung penderitaan para pekerja pembuat jaln tersebut. Novel ini didukung dengan pengalaman berkunjung penulis ke beberapa kota. Dengan gaya bahasa yang sederhana, Pramoedya menceritakan kisah tersebut.Namun, hal itu tetap dapat menggambarkan dengan jelas peristiwa-peristiwa tragis dalam pembangunan jalan tersebut, sehingga mampu menyentuh hati para pembaca. Karena diceritakan secara mendetail di tiap kota yang dilalui jalan tersebut, sehingga pembaca dapat mengetahui secara jelas alur kisah pembangunan jalan yang memakan banyak korban jiwa. Membaca novel ini tidak diperlukan keahlian khusus, namun dibutuhkan kemampuan berimajinasi untuk mampu memahami dan mengikuti alur cerita. Penggemar novel tersebut terbatas pada orang-orang pecinta sejarah. Namun, tentu tidak salah bagi siapa saja yang ingin mencoba membacanya. Melalui karangan ini pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang kaya namun lemah, sehingga dijajah begitu parahnya oleh bangsa asing. Bangsa yang sejak lama bermental diperintah oleh bangsa lain. Bangsa yang penguasanya lebih asyik memupuk-mupuk ambisi berkuasa dari pada memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

You might also like