You are on page 1of 20

Pola Pemukiman Desa dan Kota di Indonesia

Summary of Rural and Urban Settlement

Muthmainna

Pembentukan tempat sentral berdasarkan teori tempat sentral

Distribusi penggunaan lahan

Perbandingan ukuran kota

Morfologi kota

Teori Tempat Sentral (Theory

Central Place)

Teori yang menyatakan tentang persebaran dan besarnya pemukiman oleh walter Christaller
1.

Tiga pertanyaan yang dijawab yang dijawab dari teori ini yaitu banyaknya, besar, dan persebaran kota

Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam) 2. Keadaan wilayah yang mempunyai topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, dan kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara. 3. Suatu wilayah akan menjadi tempat sentral, ketika wilayah tersebut mampu menyediakan semua kebutuhan barang dan jasa 4. Semakin besar luas tempat sentral, maka cakupan wilayah yang akan menuju kearah tempat sentral tersebut semakin besar

Distribusi Penggunaan Lahan di Sekitar Pemukiman Tata guna lahan akan mempengaruhi nilai suatu lahan, semakin lahan dekat dengan tempat sentral maka nilai guna lahan akan semakin tinggi

Perbandingan Ukuran Kota


Hierarki pemukiman terbentuk dari

Dusun ---> Desa ---> Kota ---> Kota Metropolis

Ukuran kota adalah peringkat ukuran populasi Ukuran di negara maju---> Kota utama dua kali ukuran kota yang paling padat penduduk kota terbesar, tiga kali ukuran kota yang ketiga, dan empat kali ukuran kota yang keempat. Ukuran di negara berkembang ---> Kota utama paling besar dari kota yang lain sebagai pusat ekonomi, pemerintahan, budaya.

Morfologi Pemukiman

Berhubungan dengan bentuk dan struktur, menyangkut jalan, bangunan, dan penggunaan lahan Kota memiliki morfologi dengan tata jalan yang teratur, bangunan besar. Pemukiman berada pada wilayah yang telah teratur dengan sistem perekonomian yang telah tertata baik. Desa memiliki pemukiman yang tidak teratur.

Pemukiman Desa

Pemukiman nomaden dan peladang berpindah

Desa Pertanian Tradisional

Kepadatan penduduk rendah

Pemukiman Nomaden

Pemukiman tersebar

Dataran Indian
Jumlah penduduk sedikit Ditempati secara musiman

Memiliki desa permanen Peladang Berpindah


Menghasilkan tanaman subsistensi Tidak adanya pasar untuk menjual hasil pertanian Memiliki tempat yang digunakan untuk barter

Desa Pertanian Tradisional

Menggunakan sistem tanam pendek Sistem tanam secara terus menerus Intensitas penggunaan lahan tinggi

Sudah menetap
Tinggal sementara dekat dengan lahan yang digarap

Pemukiman Kota

Karakteristik kota-kota pra industri

Sistem perkembangan perkotaan Amerika

Urbanisasi di negaranegara berkembang

Kota pra industri


Pemukiman yang dominan adalah pedesaan
Secara morfologi kotanya didominasi oleh bangunan pemerintahan dan keagamaan Struktur klas pada masyarakat ditentukan oleh lembaga politik, agama, dan pendidikan Karakteristik ini dimiliki oleh kotakota pra industri Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan

Kota pra industri


Pada pertengahan 1980-an 80% penduduk AS tinggal di kota Kota berkembang karena banyaknya permintaan barang dan jasa oleh konsumen dari daerah sekitar

Pemukiman kota besar di AS dimulai sebagai pusat grosir untuk perdagangan jarak jauh

Tahap I: Eksplorasi dan pencarian

Tahap II: Membangun kota pesisir

Tahap III: Perluasan jaringan dlam negari

Tahap IV: pengisian jaringan

Tahap V Memodifika si jaringan

Pola pemukiman desa di Indonesia


Di setiap negara desa selalu identik dengan pertanian. Hal ini juga yang terdapat di Indonesia. Desa di Indonesia terbentuk dari pembukaan lahan untuk pertanian yang dilakukan oleh individu atau sekelompok yang akhirnya menetap. Asal muasal desa di Indonesia berbeda-beda setiap daerahnya. Tidak ada sejarah proses pembentukan desa yang sama, karena Indonesia memiliki bentuk wilayah yang luas, karakteristik berbeda, luas, dan tersebar. Pada umumnya pemukiman terbentuk dari kebiasaan hidup luhur masyarakat di desa tersebut

Desa di Jawa, mulanya dihuni orang seketurunan. Mereka memiliki nenek moyang sama, yaitu para cikal bakal pendiri permukiman tsb. Jika desa sudah penuh, masalah-masalah ekonomi bermunculan. Beberapa keluarga keluar mendirikan permukiman baru dengan cara membuka hutan. Tindakan ini disebut tetruka. Di Tapanuli, pembukaan desa baru, menurut Marbun, sebagian karena kelompok baru ingin mencapai hak dan kewajiban sebagai raja adat, atau tanah desa tak memadai lagi untuk menghidupi penghuninya.

Pola pemukiman desa di Indonesia

Keadaan Topografi Di wilayah Indonesia kira-kira 80% merupakan pedesaan dan 20% merupakan perkotaan. Dimana seluruh wilayah Indonesia secara administrative terbagi habis menjadi desa-desa. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan, maka terdapat desa di tengah pulau dan desa di tepi pantai, di samping itu terdapat desa yang meliputi pulau kecil. Berhubung permukaan bumi tidak sama, maka dapat dibedakan pula desa di dataran, desa di lembah, desa di perbukitan, dan desa di pegunungan.

Pada umumnya desa di tengah pulau atau desa pedalaman mempunyai pemukiman yang terpusat dikelilingi oleh tanah untuk kegiatan ekonominya, seperti sawah, ladang, hutan dan sebagainya. Desa di tepi sungai merupakan pemukiman yang linier dengan tempat kegiatan ekonominya. Sedangkan desa yang terletak di perbukitan sering mempunyai pola pemukiman tersebar. Jadi secara geografis di Indonesia terdapat desa pedalaman, desa pantai desa sungai. Berdasarkan orientasi dan topografi terdapat pemukiman memusat (linier) dan tersebar (dispersed).

Pola pemukiman Kota di Indonesia

Awal pembentukan kota sudah ada di nusantara sebelum periode Hindu, hal ini dapat diindikasikan dengan adanya institusionalisasi pemerintahan yang diatur oleh seorang penguasa. Pada saat itu ada dua jenis tipe masyarakat perkotaan yang sedang berkembang yakni, masyarakat yang memiliki dominasi pekerjaan berdagang di pelabuhan dan pusat dominasi kegiatan pada kekuasaan lokal (pedalaman).

Pada periode pengaruh kerajaan Hindu, Islam dan periode awal kekuasaan Eropa (1400-1700M), perdagangan merupakan faktor utama pada pembentukkan masyarakat dengan karakteristik perkotaan, meski tidak secara langsunag namun perdagangan mempercepat proses feodalisasi dalam sebuah komunitas asli. Sementara pada masa Pemerintah Kolonial (1700-1900) pertumbuhan perkotaan lebih efektif dirangsang dengan menggunakan faktor politis/administrasi ketimbang dengan faktor kegiatan perdagangan

Kota-kota di Indonesia saat ini bukan merupakan bentukan atau warisan dari zaman keemasan kerajaan Nusantara terdahulu, tetapi merupakan bentuk dan kreasi sejarah dan faktor kebetulan yang kemudian diteruskan dan dibina penjajah Belanda selama 350 tahun. Pada mulanya kota-kota di Indonesia terbentuk akibat faktor-faktor, yaitu sebagai pusat pemerintahan kolonial, sebagai pusat niaga dan sebagai pelabuhan serta terminal Pada awal pertumbuhannya, permukiman urban di Indonesia masih diwarnai oleh tradisi pedesaan yang dipengaruhi oleh struktur agraris dengan kehidupan sosial yang bertumpu pada ekonomi gotong royong. Namun seiring berjalan waktu, sebagian kelompok masyarakat melengkapi dirinya dengan budaya tulis-menulis, misalnya Sansekerta, Jawa Kuno, Arab Melayu dst, sehingga mereka menghasilkan peradaban kota,

Perkembangan urbanisasi di Indonesia dapat diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan (kini mencapai 120 juta dari total 230 juta jiwa); kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (hampir 70% di Pulau Jawa dengan 125 juta jiwa dan di Pulau Sumatera dengan 45 juta jiwa); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota metropolitan, seperti : Jakarta (termasuk Bekasi, Bogor dan Tangerang), Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, dan Makassar, merupakan magnet utamanya

Terjadi peningkatan jumlah kota di Indonesia secara progresif untuk periode yang sama. Pada awal tahun 1970, hanya terdapat 45 kota otonom saja, namun pada tahun 2010 telah berkembang menjadi 98 kota otonom. Artinya dalam 40 tahun terakhir, jumlah kota telah meningkat 2 (dua) kali lipat. Khususnya dalam 10 tahun terakhir (20002010), telah lahir 25 kota otonom baru sebagai hasil pemekaran wilayah dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan publik.

Pada masa yang akan datang, urbanisasi diyakini akan terus terjadi di Indonesia, baik karena pertumbuhan penduduk kota secara alamiah, migrasi dari desa ke kota maupun pemekaran wilayah. Dengan laju pertumbuhan moderat sebesar 1,5%/tahun, maka proporsi penduduk kota diperkirakan akan meningkat menjadi 56,05% di tahun 2015 lalu menjadi 60,39% di tahun 2020

TERIMA KASIH

You might also like