You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kepadatan penduduk menjadi masalah pemerintah yang menjadi problem dalam pertumbuhan penduduk. Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program keluarga berencana nasional telah di ubah mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis. (Saifudin, 2003). Berdasarkan data The United National bahwa penduduk Indonesia hanya akan berjumlah 250 juta pada 2015 dengan catatan pembangunana KB tetap seperti ini. Selanjutnya, jika antara 2010-2015 tiap keluarga rata-rata memiliki 2 anak, maka jumlah penduduk pada tahun 2050 akan berkisar pada angka 293,7 juta jiwa setelah itu akan tumbuh seimbang (BKKBN, 2008). Menurut pendapat Malthus (1834 dalam Manuaba 1998) yang mengemukakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada satu titik sumber daya alam tak mampu menampung kebutuhan manusia. Berdasarkan pendapat yang demikian, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang di inginkan.

Gerakan

Keluarga

Berencana

Nasional

Indonesia

(KBNI)

merupakan gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan keluarga kecil yang berkualitas dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berhasil mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Wiknjosastro, 2002) Program Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif paling dasar dan utama dalam mengatasi pertumbuhan penduduk untuk mengoptimalkan manfaat keluarga berencana bagi kesehatan, maka pelayanannya harus di gabungkan dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang telah tersedia (Saifudin, 2003) Masyarakat dapat menerima hampir semua metode medis teknis Keluarga Berencana yang di canangkan pemerintah termasuk metode kontrasepsi efektif seperti Intra Uterine Devices (IUD), Suntik KB, susuk KB, dan kontrasepsi mantap yaitu Vasektomi dan Tubektomi (Manuaba, 1998). Keluarga Berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan

10

kontrasepsi yang sulit, karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individu dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 2008). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, bahwa dari jumlah 30.931 wanita, pemakaian suatu alat/cara KB oleh wanita berstatus kawin mengalami peningkatan dari 50% pada tahun 1991 menjadi 61% pada tahun 2007 dimana kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntik (31,8%), pil (13,2), AKDR (4,9%), AKBK (2,8%), MOW (3%), kondom (1,3%), dan MOP (0,2%) (SDKI, 2007). Berdasarkan data BKKBN tahun 2007 menunjukkan jumlah akseptor KB sebanyak 125.279 orang, yang terbagi 84.555 akseptor KB Suntik, 22.684 akseptor KB pil, 10.476 akseptor KB implant, 2.402 akseptor KB MOW, 2.362 akseptor KB IUD, 1.953 akseptor KB MOP dan 845 akseptor menggunakan Kondom (BKKBN Jateng, 2007). Dari jumlah peserta KB aktif tahun 2009 sebanyak 5.080.580 atau sebesar 78,32% dari jumlah PUS yang ada sebanyak 6.487.025 atau 113,66%. Jenis kontrasepsi yang digunakan adalah suntik (55,80%), pil (17,10%), AKDR (8,77%), AKBK (9,61%), MOW (5,77%), MOP (1,25%) dan kondom (1,71%) (BKKBN Jateng, 2009). Berdasarkan Studi awal di BPS S.W, jumlah akseptor KB suntik lebih banyak dari pada akseptor IUD. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan minat penggunaan IUD.

11

Dari data di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai Hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD di BPS S. W.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD di BPS S. W.

C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD di BPS S. W. 2. Tujuan khusus a. Mendiskripsikan pengetahuan ibu nifas. b. Mendiskripsikan minat ibu nifas terhadap penggunaan IUD. c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Dapat lebih memahami hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas di BPS S. W.

12

b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut. 2. Bagi pendidikan a. Sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dilingkungan jurusan Kebidanan Universitas Muhammadiyah

Semarang mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD di BPS S. W. b. Dapat memberikan tambahan atau masukan, referensi mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD di BPS S. W. 3. Bagi masyarakat a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang alat kontrasepsi IUD. b. Dapat menjadi motivasi untuk memakai alat kontrasepsi IUD. c. Meningkatkan penggunaan akseptor terhadap metode kontrasepsi IUD. 4. Bagi tenaga kesehatan (Bidan) Memberikan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya Bidan untuk meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan pada umumnya, terutama pelayanan kontrasepsi IUD pada khususnya.

E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas dengan minat penggunaan IUD belum pernah dilakukan, akan tetapi sudah ada

13

peneliti yang melakukan penelitian yang terkait dengan IUD maupun penggunaan, yaitu: 1) Widya Yunita Ariani (2009) Melakukan penelitian tentang Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi IUD dengan rendahnya minat terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD di Desa Paninggaran Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan Tahun 2009. Hasil penelitian dari 64 orang, 56 orang (87,5%)

berpengetahuan cukup dan 8 orang (12,5%) berpengetahuan kurang, sebanyak 34 orang (53,1%) mempunyai minat tinggi dan 30 orang (46,9%) mempunyai minat rendah terhadap kontrasepsi IUD. Tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi IUD dengan minat terhadap penggunaan kontrasepsi IUD di Desa Paninggaran Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan dengan value sebesar 0,021 ( < 0,05). Disarankan kepada Bidan agar meningkatkan pemberian informasi melalui penyuluhan saat posyandu tentang kontrasepsi IUD dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan kontrasepsi IUD. Dependent : IUD, Tingkat Pengetahuan dan Minat. 2) Susilowati (2005) Melakukan penelitian tentang Study deskriptif efek samping penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim di wilayah Puskesmas Kedung Mundu.

14

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa efek tertinggi terdapat pada perdarahan, sebesar 35 responden (83,33%), selanjutnya gangguan suami (80,96%) dan nyeri atau kejang diperut sebesar 34 responden (80,96%) dan terakhir efek ekspulsi sebesar 27 responden (64,29%). Dependent : Efek samping, Perdarahan, Nyeri atau Kejang diperut, Gangguan suami dan Ekspulsi.

You might also like